1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI BIDANG PENYIDIKAN PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
a. Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, setiap penyidik dituntut untuk mengetahui dan mengerti langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan ke dalam langkah-langkah penyidikan agar diperoleh keseragaman dan
ketepatan bertindak, diperlukan suatu acuan/pedoman,
sehingga diperoleh kesamaan persepsi;
c. Dalam rangka menyamakan persepsi ke dalam pola tindak yang benar, maka dibuatlah Standar Operasional Prosedur (SOP) guna dijadikan pedoman bagi seluruh penyidik dalam menjalankan kegiatan penyidikan.
2. Dasar
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
b. Undang-undang Republik Indonesa Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri);
c. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian
2
Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3. Maksud dan Tujuan
a. Maksud :
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi Penyidik Satuan Reserse Kriminal dalam melakukan persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian Berkas Perkara serta penyenggaraan Administrasi Penyidikan yang mendukung pelaksanaan penyidikan tindak pidana.
b. Tujuan :
Tujuan dari pedoman ini adalah untuk menyatukan persepsi diantara para Penyidik Satuan Reserse Kriminal, agar diperoleh kesatuan arah dalam rangka Penyidikan Tindak Pidana di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
4. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur di bidang Penyidikan ini meliputi kegiatan Perencanaan dan Penganggaran Penyidikan, Pelaksanaan Penyidikan (Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan), Penyelenggaraan Administrasi Penyidikan, Pemberkasan dan Penyerahan Berkas Perkara serta Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan pada lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
II. TUGAS POKOK
1. Tugas Pokok Penyidik :
a. Tugas Pokok Penyidik Sat. Reskrim adalah :
1) Penyidik Sat. Reskrim bertugas menyelenggarakan penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan penyidikan
3
tindak pidana umum, termasuk fungsi identifikasi dan
laboratorium forensik lapangan serta bertugas
menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan administrasi penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Dalam melaksanakan tugas di atas, Penyidik Sat. Reskrim menyelenggarakan fungsi :
a) Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah hukum Polres Limboto ;
b) Pembinaan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana umum, identifikasi, dan laboratorium forensik lapangan;
c) Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak, dan wanita, baik sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d) Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum;
e) Pembinaan teknis, koordinasi, dan pengawasan
operasional serta administrasi penyidikan oleh PPNS;
f) Penganalisasian kasus beserta penanganannya, serta
mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Sat. Reskrim;
g) Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana khusus dan umum di lingkungan Polres dan ;
h) Pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan informasi dan dokumentasi program kegiatan Sat Reskrim.
4
III. VISI, MISI DAN TUGAS FUNGSI SAT. RESKRIM POLRES LIMBOTO
1. Visi :
Tergelarnya postur personil Sat Reskrim Polres Limboto yang dipercaya masyarakat dalam memberikan pelayanan di bidang penegakan hukum secara proporsional, professional, transparan dan akuntabel melalui kemitraan dengan masyarakat.
2. Misi :
1) Pemenuhan hak-hak dan meningkatkan kesejahteraan penyidik baik di tingkat Sat Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim kewilayahan demi terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang bersih;
2) Melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan dalam rangka penegakan hukum demi terwujudnya supremasi hukum;
3) Menerapkan perpolisian masyarakat pada tugas-tugas
penyidikan yang berbasis pada masyarakat patuh hukum; 4) Menjamin keberhasilan penaggulangan gangguan keamanan
dalam negeri melalui tugas-tugas penyidikan guna
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri;
5) Menegakkan hukum secara profesional, obyektif, proporsional, transparan dan akuntabel melalui tugas-tugas penyidikan untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan;
6) Terbangunnya kerjasama dengan lembaga, Instansi dan masyarakat melalui kemitraan dalam penegakan hukum; 7) Terwujudnya sistem rekrutmen personil Sat Reskrim Polres
Limboto yang bersih, transparan dan bebas dari intervensi untuk mencegah resiko masuknya personel Polri yang emosionalnya labil, tidak sabar, malas, korup, kolusi dan sebagainya dalam rangka mewujudkan sosok reserse yang profesional, bermoral dan mahir dalam melaksanakan tugasnya;
5
8) Terwujudnya sarana operasional yang mendukung tugas-tugas Sat Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim kewilayahan;
9) Melakukan pengkajian dan penelitian dalam rangka
meningkatkan dan mengembangkan sumber daya serta sistem untuk mendukung tugas-tugas penyelidikan dan penyidikan; 10) Menyelenggarakan pembinaan dan penegakan terhadap profesi
penyidik Sat Reskrim Polres Limboto dalam rangka mewujudkan sosok penyidik yang profesional dan mahir dalam melaksanakan tugas;
11) Menyelenggarakan dukungan tehnologi Kepolisian di bidang Reskrim sesuai sumber daya yang ada untuk kepentingan tugas Kepolisian;
12) Melakukan pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap pembangunan sistem dan metode yang berlaku di lingkungan Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto.
IV. PELAKSANAAN 1. Personel
a. Penyidik Satuan Reserse Kriminal adalah personel Polri yang bertugas di lingkungan Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto dan Polsek yang telah memiliki Surat Keputusan sebagai Penyidik;
b. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia berpangkat IPDA sampai dengan Komisaris Besar Polisi yang berada di lingkungan Satuan Reskrim yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP; c. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
6
d. Atasan Penyidik adalah penyidik yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyelidikan, dan Surat Perintah Penyidikan di daerah hukum Atasan Penyidik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Petugas Lainnya adalah personel yang bertugas dan/atau bekerja di lingkungan Polres Limboto dan atau setidak-tidaknya di lingkungan Satuan Reskrim serta diberikan tugas oleh Penyidik Sat. Reskrim untuk membantu atau mendukung pelaksanaan tugas-tugas penyidikan, seperti pembuatan administrasi penyidikan, penyusunan Berkas Perkara dan sejenisnya.
2. Sarana-Prasarana yang Digunakan
a. Sarana dan Prasarana yang digunakan untuk kepentingan penyidikan adalah yang tersedia di lingkungan Satuan Reskrim;
b. Sarana dan Prasarana lain yang menunjang untuk kepentingan penyidikan yang digunakan apabila telah mendapat persetujuan dari Atasan Penyidik.
3. Urutan Tindakan
a. Tindakan penyidikan mempedomani UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. Urut-urutan tindakan penyidikan sebagai berikut : 1) Membuat tata naskah (takah) yang terdiri dari :
a) Laporan Polisi;
b) Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) apabila didahului dengan penyelidikan;
c) Surat Perintah Penyidikan; d) Surat Perintah Tugas e) Rencana Penyidikan;
7
f) Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan; g) Gambar Skema Pokok Perkara; dan h) Matrik untuk Daftar Kronologis Penindakan.
2) Menyusun rencana penyidikan dan penganggaran
penyidikan, meliputi : a) Rencana Kegiatan;
b) Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan; c) Target pencapaian kegiatan;
d) Skala prioritas penindakan; dan e) Target penyelesaian perkara.
3) Melakukan upaya hukum dalam rangkaian kegiatan
penyidikan, meliputi :
a) Pemanggilan saksi-saksi; b) Pemeriksaan saksi-saksi; c) Penyitaan barang bukti; d) Pemanggilan tersangka;
e) Penangkapan tersangka (jika diperlukan); f) Pemeriksaan tersangka;
g) Menawarkan bantuan Penasihat Hukum terhadap Tersangka yang tidak mampu, yang ancaman hukumannya diatas 4 tahun
h) Penggeledahan (jika diperlukan) dan ditindaklanjuti dengan penyitaan (jika ditemukan barang bukti baru);
i) Penahanan tersangka (jika diperlukan); dan j) Pemeriksaan Ahli (jika diperlukan).
4) Menyelenggarakan Administrasi Penyidikan dengan kegiatan meliputi :
a) Membuat Surat Perintah Penyidikan; b) Membuat Surat Perintah Tugas;
c) Membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya
8
d) Membuat Surat Perintah Penyitaan;
e) Mengajukan Ijin Penyitaan ke Pengadilan Negeri setempat;
f) Membuat Berita Acara Penyitaan; g) Membuat Surat Tanda Terima Penyitaan
h) Mengajukan Surat Persetujuan Penyitaan ke
Pengadilan Negeri setempat (jika penyitaan yang dilakukan mendahului permintaan ijin sita atau dalam keadaan mendesak);
i) Membuat Surat Perintah Penggeledahan (jika diperlukan);
j) Membuat Berita Acara Penggeledahan;
k) Mengajukan Surat Ijin Penggeledahan Rumah dan/atau tempat tertutup lainnya ke Pengadilan Negeri Setempat;
l) Mengajukan Surat Pemberitahuan Penggeledahan Rumah dan/atau Tempat tertutup lainnya (apabila penggeledahan dilakukan mendahului permintaan ijin geledah atau dalam keadaan mendesak)
m) Membuat Surat Panggilan;
n) Membuat Surat Perintah Penangkapan (jika
diperlukan);
o) Membuat Berita Acara Penangkapan;
p) Membuat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penangkapan kepada Keluarga Tersangka;
q) Membuat Surat Perintah Penahanan (jika diperlukan); r) Membuat Berita Acara Penahanan;
s) Membuat dan menyampaikan Pemberitahuan
Penahanan disertai Surat Perintah Penahanan kepada Keluarga Tersangka;
t) Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan ke
9
penyidik telah berakhir dan masih diperlukan perpanjangan penahanan);
u) Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan;
v) Membuat dan menyampaikan pemberitahuan
perpanjangan penahanan disertai Surat Perpanjangan Penahanan dari Kejaksaan Negeri setempat;
w) Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan ke Pengadilan Negeri setempat (jika masa penahanan yang diberikan Kejaksaan Negeri telah berakhir dan masih diperlukan perpanjangan penahanan);
x) Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan;
y) Membuat dan menyampaikan pemberitahuan
perpanjangan penahanan dengan disertai Surat Penetapan Perpanjangan Penahanan dari Pengadilan Negeri setempat;
z) Membuat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Penahanan berikut Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dan Surat Penetapan
Perpanjangan Penahanannya setiap kali ada
perpanjangan penahanan
5) Menyelenggarakan kegiatan penyidikan dengan urutan kegiatan yang meliputi :
a) Menganalisis perkara yang ditangani/disidik;
b) Menyusun rencana penyidikan dan rencana
kebutuhan anggaran;
c) Melakukan kegiatan penyidikan dalam bentuk upaya hukum;
d) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Pertama, kepada :
(1) Pelapor atau Korban atau Keluarga
10
(2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk perkara kriminal khusus yang tidak memiliki korban (victimless crime).
e) Melakukan Gelar Perkara untuk menentukan : (1) Tersangka, utamanya bagi penanganan /
penyidikan perkara tindak pidana khusus sebelum dikirimkannya SPDP ; atau
(2) Ditemukan dua atau lebih alat bukti yang cukup dan bersesuaian, sehingga dapat diteruskan kegiatan penyidikannya atau tidak ditemukan dua alat bukti yang cukup dan bersesuaian sehingga dapat dihentikan penyidikannya. (3) Melibatkan Ahli untuk keterangan Ahli sebagai
Alat Bukti
f) Melakukan upaya hukum lanjutan setelah ditentukan
tersangkanya atau penghentian penyidikan
apabila tidak ditemukan alat bukti yang cukup; g) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan
Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Kedua, kepada :
(1) Pelapor atau Korban atau Keluarga
Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum; (2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk
perkara kriminal khusus yang tidak memiliki korban (victimless crime).
h) Menyusun Berkas Perkara dan siap untuk
dilimpahkan ke Penuntut Umum;
i) Memperbaiki Berkas Perkara apabila dinyatakan
kurang lengkap oleh Penuntut Umum dan
mengirimkan kembali Berkas Perkara yang telah diperbaiki kepada Penuntut Umum;
j) Menyerahkan Berkas Perkara beserta barang bukti dan tersangkanya kepada Penuntut Umum;
11
k) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Ketiga, kepada :
(1) Pelapor atau Korban atau Keluarga
Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum; (2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk
perkara kriminal khusus yang tidak memiliki korban (victimless crime).
V. KETENTUAN LARANGAN DAN KEWAJIBAN
a. Larangan dalam Penyidikan
Penyidik Dilarang :
1) Melakukan tindak kekerasan (penyiksaan fisik) dalam melaksanakan penyidikan;
2) Melakukan diskriminasi pelayanan dalam kegiatan penyidikan; 3) Menerima dan/atau meminta imbalan sebelum, selama,
dan/atau setelah kegiatan penyidikan;
4) Menyebarkan rasa takut kepada terperiksa baik dengan menggunakan ancaman atau ancaman kekerasan atau dengan menunjukkan senjata (api).
b. Kewajiban Dalam Penyidikan :
1) Memberikan pelayanan yang sama kepada semua orang (pihak) dalam kegiatan penyidikan; 2) Menjalankan kegiatan penyidikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3) Penggunaan senjata (api) sesuai dengan Prosedur Tetap Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Protap/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki;
VI. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
a. Pengawasan
12
1) Atasan Penyidik, yaitu : a) Kasat; dan/atau b) Kaur Bin Ops.
2) Pengawas Penyidik yang ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Pengawasan Penyidik.
b. Pengendalian
Pengendalian penyidikan dilakukan dalam bentuk :
1) Tata Naskah (Takah) yang berisikan komunikasi tertulis antara penyidik dan Atasan Penyidik;
2) Gelar Perkara yang dilakukan dengan melibatkan : a) Penyidik di lingkungan Sat. Reskrim;
b) Penyidik dengan mengikutsertakan Pengawas Penyidik; c) Penyidik dengan mengikutsertakan Satuan lain yang
dipimpin oleh Kapolres atau Kasat Reskrim;
d) Penyidik dengan mengikutsertakan institusi pengawasan di lingkungan internal Polres Limboto.
VII. ADMINISTRASI
1. Kelengkapan Administrasi
Segala administrasi adalah administrasi yang menunjang
terselenggaranya penyidikan, berupa :
a. Administrasi Penyidikan yang diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan/atau yang diatur oleh perundang-undangan lainnya; atau
b. Administrasi Perkantoran yang menunjang kegiatan penyidikan
sebagaimana diatur oleh Hukum Administrasi dan/atau Peraturan Kapolri serta peraturan administrasi lainnya.
VIII. ANGGARAN
a. Anggaran penyidikan menyesuaikan dengan DIPA Polri untuk program penyelidikan dan penyidikan yang disediakan bagi Polres Limboto ;
13
b. Anggaran yang digunakan untuk kepentingan penyidikan menyesuaikan dengan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik; c. Penggunaan anggaran dalam kegiatan penyidikan sesuai dengan
standar biaya khusus (SBK) penyidikan yang disahkan oleh Kapolri.
IX. PENUTUP
1. Ketentuan Lain-Lain
a. Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan :
1) Sangat sulit ; 2) Sulit ; 3) Sedang ; atau 4) Mudah
b. Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, meliputi :
1) 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
2) 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit; 3) 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang;
atau
4) 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah. c. Penentuan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan dilakukan
oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik;
d. Apabila penyidikan yang dilakukan tidak sesuai dengan kriteria tingkat kesulitan di atas, maka penyidik mengajukan alasan tentang kesulitan dan/atau hambatan yang dihadapi dalam bentuk Laporan Kemajuan kepada Atasan Penyidik (Kasat) untuk mendapatkan persetujuan.
14
X. KETENTUAN PENUTUP
a. Segala hal yang berkaitan dengan kegiatan penyidikan tetap mengacu pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan/atau undang-undang tertentu yang mengatur hukum acaranya sendiri; b. Kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Sat Reskrim
mempedomani Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Hal-hal yang belum ditentukan dan/atau diatur di dalam SOP ini, maka penyidik tetap mempedomani aturan hukum acara yang berlaku.
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK
15 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KINERJA PENYIDIK
PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO
I. Pendahuluan
1. Umum
a. Tuntutan masyarakat terhadap kinerja penyidik Polri dalam proses penyidikan suatu perkara, perspektif serta persepsi masyarakat yang terus berkembang dalam melihat kinerja penyidik.
b. Harapan yang begitu besar terhadap Polri khususnya dalam memproses suatu perkara pidana, membutuhkan prosedur operasional standar untuk mempercepat pencapaian tingkat kepuasan masyarakat yang diharapkan dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan organisasi.
2. Dasar
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
16
3. Maksud dan Tujuan a. Maksud
Penulisan Prosedur Operasional Standar ini dimaksudkan untuk menginventarisasi langkah-langkah penyidik sesuai prosedur yang berlaku, dalam upaya meningkatkan kinerjanya.
b. Tujuan
Penulisan Prosedur Operasional Standar ini bertujuan untuk : 1) Memudahkan penyidik dalam mengikuti langkah-langkah
proses penyidikan yang baku sesuai dengan undang-undang dan prosedur yang berlaku.
2) Menjadi pedoman dalam proses penyidikan suatu perkara pidana, termasuk memedomani KUHAP dan prosedur baku sebagaimana yang telah diatur dalam petunjuk teknis maupun petunjuk operasional lainnya dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Prosedur Operasional Standar ini meliputi langkah-langkah dalam proses penyidikan suatu perkara, mulai dari Laporan Polisi diterima oleh penyidik/penyidik pembantu sampai dengan dilimpahkannya berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum hingga terbit P.21 atau sampai dengan dihentikannya perkara tersebut dengan alasan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.
II. Prosedur Berpenampilan
Sebagai seorang penyidik/penyidik pembantu, melekat kewajiban padanya untuk berpenampilan sebagai berikut :
1. Berpakaian yang rapi, bersih serta berdasi sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto (dilarang menggunakan celana berbahan jeans).
2. Rambut dipotong rapi dan bersih. Bagi penyidik/penyidik pembantu yang berkumis agar merapikan kumisnya sehingga terlihat rapi dan bersih serta tidak berjenggot.
17
3. Dilarang merokok ketika sedang melayani masyarakat yang datang ke Satuan Reskrim Polres Limboto.
4. Ruang pelayanan harus rapi, bersih dan nyaman ketika sedang melayani masyarakat.
III. Prosedur Melayani Saksi Korban/Saksi Pelapor
Saksi Korban/Saksi Pelapor harus dilayani oleh penyidik/penyidik pembantu sebagai berikut :
1. Saksi korban / saksi pelapor sebaiknya langsung dimintai keterangannya untuk mempercepat proses pengumpulan alat bukti, kecuali karena alasan yang patut dan masuk akal saksi pelapor dapat menunda pemeriksaannya oleh penyidik/penyidik pembantu. 2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap
saksi korban/saksi pelapor, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah saksi korban/saksi pelapor menunggu berlama-lama.
3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan saksi korban/saksi pelapor, serta wajib menunjukkan sikap empati dan simpati.
4. Penyidik/penyidik pembantu wajib mengikuti ketentuan KUHAP
selama melayani saksi korban/saksi pelapor serta tetap
proporsional, transparan dan akuntabel.
5. Penyidik/penyidik pembantu wajib memberitahukan perkembangan
hasil penyidikan kepada pelapor melalui SP2HP (Surat
Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan).
6. Jika diperlukan, selama proses pemeriksaan saksi korban/saksi pelapor dapat direkam dengan menggunakan handycam atau alat perekam gambar dan suara lainnya.
18 IV. Prosedur Melayani Saksi
Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani saksi sebagai berikut : 1. Penyidik/penyidik pembantu memeriksa saksi dengan terlebih
dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP.
2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap saksi, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah saksi menunggu berlama-lama. 3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan
minum di hadapan saksi.
4. Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5. Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
6. Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta tidak membentak-bentak atau menghardik saksi selama berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel. 7. Penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan
terhadap saksi sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan tidak melebihi dari 8 (delapan) jam.
8. Jika memang diperlukan, selama proses pemeriksaan dapat direkam dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan.
9. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi, penyidik menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama penyidik kepada saksi agar terjadi komunikasi dan transparansi terhadap perkara yang ditangani.
19 V. Prosedur Melayani Ahli
Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani ahli yang akan dimintai keterangannya sebagai berikut :
1. Penyidik/penyidik pembantu memeriksa ahli dengan terlebih dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP. 2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap
ahli, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah ahli menunggu berlama-lama.
3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan ahli.
4. Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5. Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
6. Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta tidak membentak-bentak atau menghardik ahli selama berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel. 7. Jika memang diperlukan, proses pemeriksaan dapat direkam
dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan.
8. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi, penyidik
menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama penyidik kepada saksi agar terjadi komunikasi dan transparansi terhadap perkara yang ditangani.
VI. Prosedur Melayani Tersangka
Dalam melayani tersangka, penyidik/penyidik pembantu berkewajiban sebagai berikut :
1. Penyidik/penyidik pembantu memeriksa tersangka dengan terlebih dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP, kecuali tersangka yang tertangkap tangan atau tersangka yang ditangkap sesuai dengan ketentuan KUHAP.
20
2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap tersangka, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah tersangka menunggu berlama-lama.
3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan tersangka.
4. Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5. Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
6. Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta tidak membentak-bentak atau menghardik tersangka apalagi melakukan kekerasan fisik dan intimidasi terhadap tersangka selama berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.
7. Penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan terhadap Tersangka sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan tidak melebihi dari 8 (delapan) jam.
8. Proses pemeriksaan sebaiknya direkam dengan handycam /webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari upaya tersangka memungkiri / mengingkari keterangan / BAP yang disampaikan kepada penyidik, ketika proses pemeriksaan pada tingkat persidangan telah berjalan. 9. Untuk tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman
pidana lebih dari 15 tahun, penyidik/penyidik pembantu wajib menunjuk penasehat hukum untuk tersangka sebagaimana ketentuan dalam KUHAP.
VII. Kewajiban Penyidik/Penyidik Pembantu Sejak Menerima Laporan Polisi
21
Seorang penyidik/penyidik pembantu sejak menerima Laporan Polisi berkewajiban untuk :
1. Melakukan gelar perkara penentuan kriteria kasus.
2. Melengkapi administrasi penyidikan termasuk mengisi blanko kontrol
perkara sesuai kriteria kasus.
3. Membuat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dan dikirim ke pelapor sebagai bentuk transparansi dan kuntabilitas penyidik terhadap kasus yang ditangani.
4. Melakukan proses penyidikan secara professional, proporsional, procedural, transparan dan akuntabel atas kasus yang ditangani.
5. Melakukan gelar perkara dalam setiap kesempatan ketika mengalami
hambatan dalam proses penyidikan.
6. Melakukan gelar perkara dalam meningkatkan status seseorang dari
saksi menjadi tersangka.
7. Melakukan gelar perkara dalam hal penyidik/penyidik pembantu akan
melakukan upaya paksa.
8. Selalu berkoordinasi dengan Pengawas Penyidik dalam setiap kesempatan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara yang ditangani.
9. Mengajukan anggaran penyidikan serta mempertanggung
jawabkannya melalui pertanggungjawaban keuangan (Perwabku) setelah proses penyidikan selesai.
VIII. Indikator Penyelesaian Perkara
Setiap perkara yang ditangani oleh penyidik/penyidik pembantu, wajib untuk diselesaikan dengan indikator penyelesaian yaitu berkas dinyatakan
lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum dengan terbitnya lembar P.21 atau perkara tersebut dihentikan dengan terbitnya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3).
22
IX. Target Kinerja Bagi Setiap Penyidik/Penyidik Pembantu
Setiap penyidik/penyidik pembantu dalam menangani perkara yang ditugaskan kepadanya, dibebani target penyelesaian sesuai dengan kriteria perkara, untuk perkara mudah maksimal 30 hari, perkara sedang maksimal 60 hari, perkara sulit maksimal 90 hari, penyidikan sangat sulit maksimal 120 hari dan selalu melaporkan perkembangannya.
X. PENUTUP
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan.
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK
23 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANGGILAN
PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO
A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyelidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan upaya hukum pemanggilan.
Standar Operasional Prosedur ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakn tugas pemanggilan yang harus dilaksanakan dalam proses penyidikan.
B. Tujuan
Tindakan hukum berupa pemanggilan merupakan rangkaian dari suatu proses penyidikan guna memperoleh suatu keterangan baik terhadap saksi, ahli maupun terhadap tersangka didalam proses penegakan hukum baik pada tingkat penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Standar Operasional Prosedur ini dibuat bertujuan guna menghindari pelanggaran hukum baik pelanggaran HAM maupun pelanggaran terhadap hukum acara pidana serta menghindari kesalahan prosedur dalam proses pemanggilan.
C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur pemanggilan memuat petunjuk tentang tatacara dari mulai pemenuhan syarat formil, syarat materil pembuatan surat panggilan, pengajuan atau penandatanganan surat
24
panggilan pencatatan dalam register surat panggilan, penyampaian surat panggilan, serta bagaimana orang yang dipanggil apabila tidak memenuhi panggilan tersebut.
Standar Operasional Prosedur ini berlaku bagi penyidik Polri khususnya pada lingkungan Penyidik Sat Reskrim Polres Limboto.
D. Pengertian Pemanggilan
1. Pemanggilan adalah tindakan penyidik untuk menghadirkan saksi / tersangka guna didengar keterangannya sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi.
2. Tenggang waktu yang wajar adalah antara tanggal, hari, diterimanya surat panggilan dengan hari, tanggal orang yang di panggil diharuskan memenuhi panggilan harus ada tenggang waktu yang layak dan wajar serta surat panggilan yang disampaikan selambat – lambatnya tiga (3) hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan dalam surat panggilan.
3. Alasan yang tidak patut dan wajar adalah seseorang yang dipanggil sebagai saksi/tersangka dimana dapat diyakinkan bahwa surat panggilan tersebut tidak dapat hadir dengan menyampaikan alasan yang tidak sesuai dengan fakta yang ditemukan.
4. Surat panggilan ke II adalah surat yang diterbitkan oleh penyidik dalam menindak lanjuti surat panggilan pertama apabila yang dipanggil diyakini telah menerima panggilan pertama namun yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan-alasan yang patut dan wajar.
5. Surat perintah membawa adalah surat perintah yang ditandatangani oleh penyidik guna membawa saksi atau tersangka dikarenakan yang dipanggil tidak dapat memenuhi surat panggilan baik panggilan kesatu dan kedua tanpa alasan yang patut dan wajar.
6. Ijin adalah permohonan atau pemberitahuan yang isampaikan oleh penyidik kepada lembaga tinggi Negara atau instansi pemerintahan / lembaga lain, guna memperoleh ijin yang diberikan kepada penyidik dalam rangka proses pemanggilan.
25
E . Petunjuk dan Koordinasi
1. Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka bukan lembaga tinggi Negara dan pejabat pemerintahan.
a. Syarat formil :
1) Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;
2) Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3) Undang-undang yang dipersangkakan 4) Laporan Polisi
5) Surat Perintah Tugas 6) Surat Perintah Penyidikan 7) Buku Register surat panggilan 8) Agenda tanda terima surat panggilan b. Langkah-langkah membuat surat panggilan :
1) Surat Panggilan dibuat dengan jelas tentang ; dasar pemanggilan, alasan, waktu pemanggilan, identitas lengkap orang yang dipanggil, kapasitas yang dipanggil (saksi atau tersangka), perkara apa.
2) Untuk waktu pemanggilan diberikan tenggang waktu yang wajar (dengan memperhitungkan diluar kota /luar negeri), apabila alamat tidak diketahui dicantumkan alamat terakhir yang ada pada penyidik (berdasarkan hasil penyelidikan); 3) Surat panggilan ditanda-tangani oleh Kasat Reskrim atau
pejabat yang berwenang/penyidik yang memanggil.
2. Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka untuk Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah.
a. Syarat formil :
1) Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 11, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;
26
2) Pasal 66, 220, 289, 340, 391 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD;
3) Pasal 36 (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang Nomor 8 tahun 2005;
4) Undang-undang Kekuasaan Kehakiman;
5) Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
6) Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Notaris;
7) Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.
b. Langkah-langkah membuat surat panggilan saksi dan tersangka pejabat Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintahan, Non Pemerintah (Notaris).
1) Pemanggilan terhadap Pejabat-pejabat Negara, anggota-anggota MPR / DPR / DPD / BPK / Mentri kabinet, Gubernur, Bupati / Walikota, Deputi Gubernur BI, sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan ijin kepada Presiden RI, pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui Kapolda diteruskan ke Kabareskrim.
2) Anggota DPRD/DPD tingkat I, sebelum dipanggil
mengajukan surat permohonan izin kepada Mentri Dalam Negeri pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui Kapolda diteruskan ke Kabareskrim.
3) Anggota DPRD/DPD tingkat II Kabupaten/kota sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada Gubernur Kepala Daerah melalui Kapolda.
4) Untuk memanggil Lurah/Kepala Desa sebelum dipanggil penyidik mengajukan surat permohonan izin kepada Bupati/Walikota.
27
5) Untuk pemanggilan terhadap Ketua dan Majelis Hakim, sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kabareskrim. 6) Untuk pemanggilan Notaris, sebelum dipanggil penyidik
mengajukan surat kepada Majelis Pengawas Daerah, guna mendapat persetujuan/ijin.
3. Pengajuan Penandatanganan Surat Panggilan.
a. Surat Panggilan diajukan secara berjenjang (diparaf oleh para pejabat yang terkait) sampai dengan ditanda tangani oleh Kasat Reskrim atau Pejabat yang berwenang dan oleh Penyidik yang memanggil.
b. Mencatat surat panggilan untuk saksi dan tersangka pada register surat panggilan serta mencatat dalam buku ekspedisi. c. Membuat surat guna mendapatkan ijin dalam rangka
pemanggilan (saksi/tersangka) yang termasuk lingkup pejabat Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah, Non Pemerintah (Notaris).
d. Penyampaian surat panggilan ke satu/ ke dua untuk saksi dan tersangka :
F. PENUTUP
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan.
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK
28 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penangkapan terhadap tersangka. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas penangkapan yang dilaksanakan terhadap tersangka.
Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui penangkapan ini, ketentuan hukum acara yang ada dalam KUHAP maupun hukum acara Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini sebagai otorisasi operasional penyidik.
B. Tujuan
Tindakan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal atau menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Penangkapan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan, untuk mencegah tersangka menghilangkan barang bukti dan mencegah tersangka melarikan diri.
29
Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dibuat sebagai standar atau panduan bagi Penyidik dalam melakukan tindakan penangkapan terhadap tersangka sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan adanya kesalahan prosedur yang dapat mengakibatkan gugatan hukum atau hal-hal yang kontra produktif saat pelaksanaan penyidikan.
Standar Operasional Prosedur Penangkapan dirancang untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi terhadap penyidikan dan koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri (penyidik, atasan penyidik dan petugas penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal yang berwenang.
C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penangkapan dalam rangkaian penyidikan, maupun tertangkap. Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dapat menjadi panduan bagi seluruh Penyidik Polri di Wilayah Polres Limboto.
D. Definisi
1. Pengertian penangkapan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penangkapan dalam KUHAP;
2. Pengertian tertangkap tangan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian tertangkap tangan dalam KUHAP;
E. Petunjuk dan Koordinasi
Tindakan penangkapan merupakan rangkaian proses penyidikan perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penangkapan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum acara lainnya.
30
Dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan melibatkan penyidik / petugas Kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi Kepolisian antara lain penyidik pegawai negeri sipil, saksi, Kepala Desa / Kepala Lingkungan, Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan Jasa lainnya, Pengadilan Negeri, pemilik atau yang menguasai barang dan lain-lain.
Penangkapan dalam rangkaian kegiatan penyidikan Syarat formal yang harus dipenuhi :
1) Dalam Surat Perintah Penangkapan harus mencantumkan dasar dilakukan penangkapan yaitu :
a) Pasal 1 butir 2 KUHAP; b) Pasal 1 butir 20 KUHAP;
c) Pasal 7 ayat (1) huruf d dan pasal 16 KUHAP; d) Pasal 17 KUHAP;
e) Pasal 18 KUHAP; f) Pasal 19 KUHAP;
g) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h) Undang-Undang yang dipersangkakan, yang sifatnya LezSpecialist penyidik harus menyesuaikan dengan hukum acara pada undang-undang tersebut. Contoh yaitu Undang-Undang Narkotika dan Teroris yang mengatur berbeda dalam hal masa penahanan, serta Undang-Undang ITE yang mengatur berbeda dalam hal mendapatkan penetapan penahanan dari pengadilan, dan harus dilakukan dalam waktu 1x24 jam. Untuk hal ini maka ijin penangkapan harus diminta kepada pihak Pengadilan sebelum penangkapan dilakukan;
i) Undang-Undang lain yang terkait; j) Laporan Polisi;
k) Surat Perintah Penyidikan; l) Surat Perintah Penggeledahan;
31
m) Surat Perintah Penyitaan; n) Surat Perintah Tugas.
2) Penyidik membuat berita acara penangkapan dan surat
pemberitahuan penangkapan dan disampaikan kepada
keluarga tersangka;
3) Petugas yang melaksanakan penangkapan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah Penyidikan.
Syarat materiil yang harus dipenuhi :
Penangkapan dilakukan dengan mempertimbangkan persesuaian alat bukti, hasil penyelidikan yang dianalisis dan menyimpulkan bahwa seseorang adalah tersangkanya dan perlu dilakukan upaya paksa (penangkapan).
Langkah-langkah Penangkapan :
1) Sebelum penangkapan dilakukan, penyidik wajib melakukan gelar perkara dan melaporkan kepada atasan Penyidik kegiatan penangkapan yang akan dilakukan;
2) Penyidik sebelum melakukan penangkapan agar melakukan briefing dan diskusi untuk membahas kegiatan penangkapan termasuk menilai resiko yang mungkin berdasarkan informasi, dan mendapatkan cara untuk meminimalisir resiko yang mungkin terjadi;
3) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sudah disiapkan terlebih dahulu kepada orang yang akan ditangkap atau orang yang mempunyai hubungan dengan tersangka atau pihak lain yang berada di TKP;
4) Penyidik, sedapat mungkin berkoordinasi dengan pihak terkait baik kepolisian setempat termasuk pejabat setingkat RT/RW untuk menyampaikan kegiatan penangkapan yang akan dilakukan;
32
5) Penyidik wajib memberikan peringatan agar tersangka bekerja sama untuk menyerahkan diri secara baik- baik;
6) Penyidik setelah memberikan peringatan kepada tersangka untuk bekerjasama namun tidak mendapat respon, maka langkah paksa secara terukur dan melindungi penyidik untuk menangkap Tersangka segera dilakukan. Upaya paksa yang dilakukan sifatnya melumpuhkan, dan dapat ditingkatkan dengan melihat penilaian resiko berkembang dilapangan; 7) Penyidik melakukan identifikasi dan dokumentasi serta
pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka yang ditangkap; 8) Setelah dilakukan penangkapan, Penyidik membuat Berita
Acara Penangkapan dan permohonan penetapan penangkapan dari Pengadilan Negeri;
9) Setelah tersangka ditangkap, pada kesempatan pertama segera dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan berita acara pemeriksaan tersangka.
Terhadap penangkapan yang menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedangkan terhadap benda yang tidak bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan disegel/diblokir. Untuk penangkapan yang dilanjutkan dengan penyitaan bukti digital, hal ini diatur dalam SOP khusus Subdit Fismondev. Demikian juga bahwa dalam penyidikan cyber crime, metode penangkapan harus menghindarkan tersangka dari perangkat IT yang digunakan untuk menjamin keaslian data dan informasi yang didapatkan pada komputer dan menghindari terjadinya kerusakan barang bukti.
Hal-hal khusus dalam Penangkapan Tersangka
1) Setiap orang dapat yang menemukan tindak pidana dalam keadaan tertangkap tangan, berhak menangkap tersangka, untuk kemudian segera melaporkan atau menyerahkan tersangka tersebut beserta barang bukti yang ada kepada kesatuan Polri terdekat. Demikian juga, Anggota Polri atau
33
Penyidik yang menemukan tindak pidana dapat melakukan penangkapan dan segara menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Perwira siaga atau Ka SPK dan diteruskan kepada Penyidik. Hal penting dalam hal ini adalah barang bukti dari tindak pidana yang didapatkan tidak boleh tidak harus diserahkan kepada Penyidik untuk disita;
2) Penangkapan atas dasar permintaan melalui Interpol dengan dilengkapi Surat permintaan penangkapan yang dikeluarkan oleh negara peminta harus dikoordinasikan dengan pihak terkait untuk kepastian hukum yang menjadi dasar otoritas penangkapan;
3) Penangkapan terhadap tersangka yang keberadaannya diluar yuridiksi Penyidik yang melakukan penyidikan, dapat dilakukan oleh penyidik setempat dengan dilengkapi surat perintah penangkapan dengan dasar surat perintah penangkapan yang diterbitkan oleh Penyidik atau dasar surat DPO. Hal ini dapat juga dilakukan oleh penyidik yang menangani dengan dibantu oleh penyidik setempat;
4) Penangkapan terhadap pejabat dan penyelenggara negara harus mendapatkan ijin melalui permintaan yang diajukan oleh penyidik, kepada Presiden untuk anggota DPR/MPR, DPD, BPK, Menteri, Gubernur dan Deputy Gubernur BI, Gubernur, Bupati, dan Walikota. Untuk anggota DPR tingkat provinsi harus seijin Menteri Dalam Negeri. Untuk anggota DPR setingkat kabupaten atas seijin Gubernur Kepala Daerah. Untuk Ketua dan Majelis Hakim, permohonan kepada Mahkamah Agung RI, melalui Kapolda yang akan ditujukan kepada Kabareskrim dan diteruskan oleh Jaksa Agung.
F. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
34 F. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK
35 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penahanan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas yang wajib dilaksanakan.
B. Tujuan
Tindakan penahanan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan. Penahanan dilakukan dengan mempertimbangkan alasan obyektif dan alasan subyektif, alasan obyektif adalah penahanan dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam hukuman lebih dari 5 (lima) tahun sesuai pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP atau terhadap pasal pengecualian yang diatur dalam pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP, sedangkan alasan subyektif adalah adanya kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi perbuatan pidana sesuai pasal 21 ayat (1) KUHAP.
Penahanan adalah pengekangan kebebasan seseorang, sehingga harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat mengganggu proses penyidikan.
Standar Operasional Prosedur penahanan ini dibuat sebagai standar bagi Penyidik dalam melakukan tindakan penahanan dan sebagai langkah antisipasi terhadap adanya kesalahan prosedur yang mengakibatkan gugatan hukum.
36
Standar Operasional Prosedur penahanan disusun untuk
mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri (Penyidik, Atasan penyidik dan pejabat rutan) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain Jaksa Penuntut Umum ,Pengadilan dan instansi terkait lainnya.
C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur Penahanan memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi dan langkah–langkah penahanan. Standar Operasional Prosedur Penahanan ini berlaku bagi seluruh Penyidik Sat Reskrim Polres Limboto.
D. Definisi
1. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara diatur dalam undang – undang.
2. Penangguhan Penahanan adalah ditundanya atau tidak
dilanjutkannya seorang tersangka/terdakwa baik dengan jaminan orang atau jaminan uang berdasarkan syarat – syarat lain yang ditentukan.
3. Pengalihan Jenis Penahanan adalah mengalihkan status penahanan dari jenis penahanan yang satu kejenis penahanan yang lain oleh penyidik atau penuntut umum.
4. Pembantaran penahanan adalah penundaan penahanan sementara terhadap tersangka karena alasan kesehatan (memerlukan rawat jalan/rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter sampai dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali.
5. Pemindahan tempat penahanan adalah memindahkan tersangka dari rutan yang satu ke rutan yang lain dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu guna mempermudahkan penyelesaian perkara.
37
6. Penahanan lanjutan adalah menempatkan kembali tersangka yang pernah ditangguhkan penahanannya dengan pertimbangan atau alasan tertentu kedalam Rumah Tahanan Negara guna kepentingan penyidikan.
E . PetunJuk dan koordinasi
Tindakan penahanan merupakan salah satu bagian dari rangkaian penyidikan yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penahanan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada dalam KUHAP dan ketentuan hukum lainnya.
Dalam melaksanakan kegiatan penahanan akan melibatkan penyidik / petugas kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi kepolisian antara lain Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan Negeri dan Pejabat Rutan.
1. Penahanan di Rutan/Cabang Rutan a. Syarat yang harus dipenuhi
1) Dalam Surat Perintah Penahanan harus mencantumkan dasar dilakukan penahanan yaitu :
a) Pasal 1 butir 21 KUHAP
b) Pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal 21, pasal 22 a yat (1) KUHAP.
c) UU R I No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
d) Undang – Undang yang dipersangkakan. e) Undang – Undang lain yang terkait; f) Laporan Polisi;
g) Surat perintah penyidikan; h) Surat Perintah Tugas;
2) Penyidik membuat surat pemberitahuan penahanan tersangka kepada keluarga tersangka/penasehat hukum; 3) Petugas yang melaksanakan penahanan adalah penyidik
yang mendapat perintah dalam surat perintah penahanan.
38
b. Langkah – langkah penahanan di Rutan/Cabang Rutan : 1) Membuat Berita Acara penahanan sesaat segera setelah
melakukan penahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka.
2) Membuat Berita Acara Penolakan tanda tangan, apabila tersangka menolak menanda tangani Berita Acara Penahanan.
3) Menyerahkan Surat Perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka untuk tanda tangan.
4) Surat perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan.
5) Meminta Dokter Tahanan untuk memeriksa kesehatan tersangka.
6) Memfoto dan mengambik sidik jari tersangka.
7) Menyerahkan tersangka kepada pejabat rutan untuk dimasukkan ke dalam rutan, dengan dituangkan dalam Berita Acara Penyerahan Tersangka.
8) Memberitahukan kepada keluarga tersangka/ penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
2. Perpanjangan penahanan
Surat perintah penahanan yang diterbitkan Kasatker selaku penyidik sebagaimana dimaksud pasal 20 KUHAP berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari.
Apabila selama 20 (dua puluh) hari penyidikannya belum selesai dan masih diperlukan penahanan tersangka maka penyidik dapat meminta kepada JPU untuk menerbitkan Surat Perpanjangan Penahanan yang berlaku paling lama 40 (empat puluh) hari dan apabila masih belum selesai dan masih diperlukan penahanan tersangka maka penyidik dapat meminta kepada pengadilan Negeri untuk menerbitkan Surat Perpanjangan Penahanan yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari dan perpanjangan penahanan
39
dari pengadilan negeri dapat diperpanjangkembali apabila
diperlukan.
Langkah – Langkah perpanjangan penahanan :
a. Penyidik mengirimkan surat permintaan perpanjangan
penahanan tersangka kepada Kejaksaan Negeri/Pengadilan Negeri dengan mencantumkan rujukan :
1) Pasal 24 ayat (2) KUHAP
2) UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3) Laporan Polisi; 4) SPDP;
5) Surat Perintah penahanan; Dan melapirkan :
1) Resume singkat; 2) Laporan Polisi;
3) Surat Perintah penyidikan; 4) SPDP;
5) Surat Perintah Penahanan;
6) Perpanjangan penahanan dari JPU ( untuk meminta penetapan dari Pengadilan Negeri)
b. Dengan dasar surat perintah perpanjangan dari
JPU/penetapan penahanan dari Pengadilan Negeri tersebut, maka penyidik dapat melakukan perpanjangan penahanan tersangka.
c. Penyidik membuat surat pemberitahuan perpanjangan
penahanan kepada keluarga tersangka atau penasehat hukum. d. Penyidik membuat berita acara perpanjangan penahanan dan
ditanda tangankan kepada tersangka.
e. Membuat Berita Acara penolakan tanda tangan, apabila
tersangka menolak menanda tangani Berita Acara
40
f. Menyerahkan surat perpanjangan penahanan kepada
tersangka, keluarga tersangka / Penasehat hukum dan pejabat rutan.
g. Memberitahukan kepada keluarga tersangka/penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
3. Pengalihan Jenis Penahanan
Dalam hal pemeriksaan terhadap tersangka telah selesai dan tidak dikhawatirkan akan melarikan diri serta tidak menyulitkan dalam pengawasannya, atau dalam hal kehadiran tersangka sangat diperlukan oleh masyarakat karena profesi / keahliannya, maka terhadap tersangka dapat dilakukan pengalihan penahanan.
Jenis penahanan dapat berupa : penahanan rutan, penahanan rumah, penahan kota.
a. Persyaratan
1) Adanya pengajuan permohonan pengalihan jenis
penahanan dari tersangka / keluarganya / penasehat hukumnya yang diketahui oleh RT/RW/Kepala desa. 2) Wajib untuk melapor diri kepada penyidik selama
menjalani penahanan.
b. Langkah – langkah pengalihan jenis penahanan :
1) Apabila kasatker mengabulkan permohonan tersangka/
keluarganya/penasehat hukumnya, maka penyidik
membuat :
a) Surat Perintah Pengalihan je nis pena hanan b) Berita Acara pengalihan jenis Penahanan c) Surat Keterangan Wajib lapor
d) Resume Singkat
2) Penyidik menyerahkan surat perintah pengalihan jenis penahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani oleh tersangka dan penyidik.
41
3) Penyidik menyerahkan surat perintah pengalihan jenis penahanan kepada tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan.
4) Kasatker menugaskan anggota untuk melakukan
pengawasan terhadap tersangka
4. Pemindahan tempat penahanan
Dalam hal penyidikan berlangsung dan dibutuhkan tindakan untuk memindahkan penahanan tersangka dari satu rutan ke rutan lain guna melancarkan penyidikan, maka penyidik dapat melakukan pemindahan tempat penahanan, dengan langkah – langkah sebagai berikut :
a. Penyidik mempertimbangkan alasan pemindahan tempat
penahanan.
b. Pemindahanan tempat penahanan hanya dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan yang cepat, mudah dan murah.
c. Penyidik menempatkan keamanan dan keselamatan tersangka
yang ditahan sebagai prioritas utama
d. Melakukan koordinasi dengan penyidik dari kesatuan lain yang mempunyai kaitan dengan kasus tersebut.
e. Menentukan waktu pemindahan tahanan.
f. Menyerahkan tersangka dan menyelesaikan administrasi pemindahan tempat penahanan :
- Surat perintah tugas
- Surat Perintah penyerahan tersangka - Berita acara penyerahan tersangka
- Surat Perintah Pemindahan tempat penahanan - Berita Acara pemindahan tempat penahanan
g. Membuat laporan pelaksanaan tugas pemindahan tempat penahanan.
42
5. Pembantaran Penahanan
a. Meminta Dokter untuk memeriksa kesehatan tersangka untuk memastikan tersangka masih bisa ditahan atau tidak.
b. Apabila kondisi tersangka tidak memungkinkan untuk dilakukan penahanan, maka penyidik melakukan pembantaran agar tersangka dirawat/opname.
c. Membuat surat perintah pembantaran dan berita acara
pembantaran
d. Selama masa perawatan/opname, penyidik melakukan
pengawasan dan pengamanan terhadap tersangka.
6. Penangguhan penahanan
Penangguhan penahanan dapat dilakukan atas jaminan uang atau orang
Jaminan Uang
a. Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau penasehat hukum dengan mencantumkan uang jaminan dan syarat – syarat lainnya.
b. Pemohonan menyetorkan uang jaminan kepanitera
Pengadilan Negeri dengan formulir penyetoran yang dilakukan oleh penyidik
c. Berdasarkan bukti setor uang, maka penyidik
mengeluarkan surat perintah penangguhan penahanan.
Jaminan Orang
a. Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau
penasehat hukum dengan mencantumkan identitas
penjamin, besarnya uang yang harus dijamin oleh penjamin syarat – syarat lainnya.
b. Berdasarkan surat jaminan, maka penyidik mengeluarkan surat perintah penangguhan penahanan.
43
7. Penahanan Lanjutan
a. Membuat surat perintah penahanan lanjutan dan surat pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka. b. Mengajukan surat perintah penahanan lanjutan dan surat
pemberitahuan lanjutan kepada keluarga tersangka
c. Mencatat dalam register surat perintah penahanan lanjutan dan surat pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka
d. Melaksana kan penahanan lanjutan
e. Membuat berita acara penahanan lanjutan ditanda tangankan kepada tersangka
f. Membuat berita acara penolakan tanda tangan, apabila
tersangaka menolak menanda tangani berita acara penahanan lanjutan
g. Menyerahakan surat perintah penahanan lanjutan kepada tersangka untuk ditanda tangani
h. Surat Perintah penahanan lanjutan disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan
i. Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka
j. Menyerahkan tersangka kepada pajabat rutan untuk
dimasukkan kedalam rutan, dengan dituangkan dalam berita acara penyerahan tersangka.
k. Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
8. Pengeluaran Tahanan
a. Membuat Surat Perintah pengeluaran tahanan dan surat
pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga
tersangka
b. Mengajukan surat perintah pengeluaran tahanan dan surat
pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga
44
c. Mencatat dalam register surat perintah pengeluaran tahanan dan surat pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga tersangka
d. Melaksanakan pengeluaran tahanan
e. Membuat Berita Acara pengeluaran tahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka
f. Membuat berita acara penolakan tanda tangan, apabila tersangka menolak menanda tangani.
g. Menyerahkan surat perintah pengeluaran tahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani
h. Surat Perintah pengeluaran tahanan disampaikan kepada terangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan
i. Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka j. Mengeluarkan tersangka dari Rutan
k. Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan Surat.
F. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK
45 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYITAAN
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penyitaan barang bukti. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas.
B. Tujuan
Tindakan penyitaan merupakan rangkaian atau bagian penyidikan. Penyitaan dilakukan pertimbangan diperlukannya barang bukti terkait dengan tindak pidana yang terjadi untuk pembuktian kasus dan sebagai persyaratan kelengkapan berkas perkara guna pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan. Pembuktian terhadap tindak pidana harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat meruntuhkan pembuktian.
Standar operasional prosedur penyitaan ini dibuat sebagai standar bagi penyidik dalam melakukan tindakan penyitaan terhadap barang bukti dan sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkianan adanya kesalahan proses yang dapat mengakibatkan gugatan hukum. Standar operasional prosedur penyitaan didesain untuk mengefektifkan koordinasi baik didalam lingkungan internal polri (Penyidik, atasan penyidik dan petugas penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain Pengadilan Negeri, penyedia jasa keuangan, penyedia barang dan jasa lainya serta instansi lain yang terkait.
46
C. Ruang lingkup
Standar operasional prosedur penyitaan memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penyitaan dalam rangkaian penggeledahan, penangkapan tertangkap tangan telah ditentukan oleh penyidik dalam rangkaian pemblokiran harta kekayaan ,terhadap benda tidak bergerak dan penyimpanan benda sitaan, standar operasional penyitaan ini berlaku bagi penyidik polri di seluruh wilayah Polres Limboto.
D. Definisi
1. Pengertian penyitaan dalam standar prosedur ini adalah pengertian penyitaan dalam KUHAP.
2. Penggeledahan dalam standar prosedur ini adalah penggeledahan rumah, maupun penggeledahan badan serta pakaian.
3. Pengertian penangkapan dalam standar operasional ini adalah penangkapan dalam KUHAP.
4. Pengertian tertangkap tangan dalam standar operasional prosedur ini adalah tertangkap tangan dalam KUHAP.
5. Penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada Bank, lembaga Pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kostodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang Valuta asing, dana pension, perusahaan asuransi, dan kantor pos.
6. Penyegelan adalah suatu tindakan guna mempertahankan suatu barang atau benda sitaan dengan menggunakan garis polisi atau segel.
7. Pemblokiran adalah suatu tindakan dimana suatu rekening,
sertipikat, situs dan lain-lain untuk dicegah melakukan kegiatan. 8. Benda yang dapat dilakukan penyitaan meliputi benda atau tagihan