• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : HUBUNGAN PKI DENGAN ORGANISASI-ORGANISASI

B. Hubungan Politik PKI dengan Masjumi

2. PKI dan Front Anti Komunis (FAK)

Perkembangan PKI di Indonesia setelah tahun 1951 sangat meresahkan Masjumi. Melihat sejarah hubungan antara PKI dan Masjumi yang tidak begitu baik dapat dipahami bahwa di Indonesia partai Islam sangat menentang laju pekembangan komunis. Ditentangnya komunis karena komunis dianggap tidak memiliki dasar asas ke-Tuhan-an. Pada tanggal 12 September 1954 muncul FAK di Bandung Jawa Barat

160 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 181

yang merupakan pengembangan dari Front Ketuhanan dan Demokrasi yang muncul pada tahun 1952. 162 FAK di bentuk di bawah Masjumi Jawa Barat dan dipimpin oleh Isa Anshari. Ia adalah ketua Masjumi wilayah Jawa barat. Terdapat beberapa alasan pembentukan FAK, pertama adalah untuk membendung bahaya komunisme dan menyelamatkan negara dari kebangkrutan. Kedua, isu anti komunisme menurut Anshary dapat dipakai sebagai senjata politik utama untuk melemahkan PKI menghadapi persiapan Pemilihan Umum 1955.163

Perkembangan komunisme dan PKI di Indonesia setelah tahun 1955 sangat meresahkan kelompok Islam. Hal tersebut di akibatkan dua hal, pertama PKI mendapat perlindungan yang dapat dari kabinet Ali Satroamidjojo I dimana PKI berada dalam posisi penggerak dalam parlemen pada tahun 1954 dan Kedua, dibukanya kedutaan Moskow dan Peking di Jakarta, yang memberi nasihat dan dukungan kepada PKI.164 Keresahan ini kelompok Islam ini adalah berasal dari hungan yang kurang baik dengan orang-orang komunis yang dirasakan telah mengancam eksistensi para tokoh imam yang dalam perannya di masyarakat sangat menonjol. Konflik antara kedua nya sudah muncul sekat tahun 1946.

Dalam wawancara Anshari dengan Compton, Anshari mengatakan bahwa apabila FAK tidak segaera dibentuk maka akan banyak sekali orang-orang muslim

162 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 211

163 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 209

mendukung gerakaan komunisme di Indonesia dan itu dapat melemahkan dukungan kepada Masjumi. FAK melakukan propagandanya dengan melakukan ceramah keliling serta mendirikan cabang-cabang FAK di beberapa daerah. Beberapa daerah cabang adalah FAK Medan, yang dipimpin oleh ulama bernama Ghazli Hazan.165 Bagi FAK Ulama merupakan basis kekuatan FAK dengan menyisipkan dalam ajaran dan khotbah-kotbah.

Hal yang menarik dari pembentukan FAK ini adalah dari pengingkaran pimpinan Masjumi pusat secara konstuitusi partai terhadap pembentukan organisasi ini. Secara institusi partai Masjumi, Isa Anshary adalah ketua cabang Masjumi Jawa Barat. Walau begitu secara struktur organisasi, FAK tidak diakui sebagai bagian dari partai Masjumi oleh para pimpinan Masjumi di pusat. Bagi Anshary, FAK bukan sebuah gerakan politik seperti yang dituduhkan pada kelompok ini. Organisasi ini ia sebut sebagaisebuah gerakan moral partai saja.166

Kehadiran FAK tersebut menimbulkan reaksi yang cukup keras dari PKI. Di Medan, pembentukan FAK mendapat tentangan dari PKI Sumatra Utara.167 Kondisi tersebut sungguh mencemaskan bagi PKI sendiri, ditambah lagi mengingat bahwa pemilihan umum 1955 akan segera dilaksanakan pada bulan Juli 1955. Bagi PKI FAK merupakan ancaman, sebab organisasi ini menyerang PKI secara ofensif. Dalam “Suara Masjumi” dalam artikel yang berjudul “ Tinjauan dalam Negeri” Aidit secara

165

Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 215.

166

Boyd R. Compton. Op.Cit. Hlm: 216

terang-terangan menuduh FAK sebagai anak-anak Van der Plas. Menurutnya FAK telah menyalahi Bhineka Tungal Ika.168 Dalam artikel tersebut juga secara sarkastik PKI disebut sebagai partai orang-orang kafir dengan menganti nama PKI (Partai Komunis Indonesia) menjadi PKI (Partai Kafir Indonesia).169

Perkembangan PKI di tahun 1955 sampai tahun 1955 ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor eksteren dan faktor interen. Faktor eksteren adalah faktor luar yang berasal dari kondisi politik Indonesia pada awal tahun 1950. Dengan dipilihnya demokrasi liberal sebagai sistem politik di Indonesia telah membuka kesempatan bagi PKI untuk kembali ke dunia politik Indonesia. Hal ini diawali dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah melalui menteri kehakiman mengenai peristiwa Madiun 1948 dan orang-orang yang telibat di dalamnya. Demokrasi liberal telah menyebabkan Indonesia mau tidak mau harus mengakomodasi seluruh unsur kekuatan politik tanpa pandang dari mana kelompok itu berasal dan ideologi yang mereka bawa. Indonesia ingin menarik simpati dunia internasional dengan mengatakan secara tidak langsung bahwa Indonesia layak untuk merdeka seperti Amerika serikat dan negara-negara Barat yang bebas di Eropa. Dengan memberi izin PKI untuk hidup secara legal, Indonesia ingin menunjukan bahwa RI tidak memihak antara Amerika Serikat atau Uni Soviet. Hal ini terkait dengan situasi yang berkembang di dunia internasional

168 “Tinjauan Dalam Negeri I, Suara Masjumi, no. 9 Tahun IX (10 Oktober 1954), Hlm: 4

mengenai tanda-tanda perang dingin dari Amerika Serikat dan Uni Soviet yang berlangsung sejak tahun 1950-an.

Faktor interen yang menyebabkan PKI berkembang kembali terbagi lagi menjadi beberapa sub unsur penting. Pertama, yaitu adalah perubahan pandangan serta orientasi partai yang memiliki sifat lebih terbuka dibandingkan dengan kepemimpinan lama. Kedua adalah mengenai kepemimpinan Aidit yang memiliki pandangan yang luas mengenai kondisi masyarakat di Indonesia. Hal ini akhirnya melahirkan berbagai macam langkah dan strategi yang cukup jeli di masyarakat. Ketiga, pembentukan Front Nasional dan aliansinya dengan PNI dalam parlemen pada tahun1953 dan keempat adalah aliansinya dengan berbagai macam organisasi massa dari seluruh aspek proletar yang kemudian melahirkan sebuah jaringan yang cukup kuat untuk membangun basis massa dalam mempersiapkan Pemilihan Umum 1955.

Dalam konflik interen PKI pada tahun 1950, perbedaan pandangan antara golongan tua dan golongan muda yang disebabkan karena adanya perbedaan pandang tentang gaya kepemimpinan dan konsep dalam partai merupakan sebuah hal yang wajar. Kewajaran tersebut dapat kita pahami ketika kita melihat dari alasan masing-masing kelompok yang saling bertentangan. Kelompok konservatif yang ingin membentuk PKI sebagai partai eksklusif yang juga terinspirasi dengan Partai Komunis Cina (PKC) merupakan sesuatu yang wajar. Sedang sebaliknya, kelompok muda yang melihat dengan analisa kacamatanya sendiri, dengan sifat radikal dan emosi yang masih tinggi. Mereka menginginkan bentuk partai yang lebih terbuka.

Dalam hal ini ternyata sikap yang dipilih oleh Alimin dalam nenyikapi perpecahan tersebut merupakan sebuah langkah yang tepat sebab dalam hal ini pertimbangan apabila sifatnya ia tidak melunak terhadap golongan muda maka sudah dipastikan akan hancur sebelum bisa sampai ke pemilu tahun 1955 dan tentu saja sejarah sudah dapat dipastikan akan berubah.

BAB VI

PKI DAN PEMILIHAN UMUM 1955

Dalam sebuah negara yang baru merdeka, Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sebuah peristiwa yang penting. Pemilu merupakan sesuatu yang penting yaitu sebagai tanda bukti sebuah negara yang menerapkan sistem Demokrasi adalah sebuah negara yang mampu untuk untuk menerapkan demokrasi itu sendiri. Dalam pemilihan umum yang memiliki tujuan untuk membentuk sebuah pemerintahan yang demokratis. Sebagai sebuah negara yang memakai sistem demokrasi, Indonesia wajib untuk membentuk sebuah pemerintahan yang berdasarkan atas kesepakatan bersama yaitu perinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari pengertian tersebut apabila sebuah negara yang memakai sistem demokrasi dan belum pernah melaksanakan Pemilu, berarti negara tersebut belum melaksanakan sistem demokrasi secara penuh.

Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, pemerintah sesungguhnya telah merencanakan sebuah pemilihan umum dan hal tersebut sudah menjadi sebuah agenda utama dalam pemerintahan RI. Akan tetapi karena kondisi politik Indonesia tahun 1945 sampai tahun 1955 yang belum stabil akibat dari agresi militer Belanda I dan II. Padahal sebuah pemilihan umum hanya dapat terlaksana apabila kondisi politik dan keamanan sebuah negara stabil.

Setelah KMB pada tanggal 27 September tahun 1949 kondisi politik Indonesia sedikit seimbang. Hal ini dikarenakan pengakuan secara penuh Belanda

terhadap otoritas keberadaan Indonesia telah didapat. politik Indonesia pada tahun 1950 an lebih condong diwarnai dengan konflik konflik di dalam parlemen. Setelah mengalami pembahasan yang cukup lama dari masa pemerintahan kabinet Natsir pada tahun 1950, Sukiman tahun 1951, Wilopo pada tahun 1952. Akhirnya tahun 1953 pada saat masa kabinet Ali I akhirnya UU pemilihan Umum Indonesia disetujui oleh Parlemen dan ditanda tangani oleh Sukarno. Tujuan dari pemilihan umum ini adalah untuk memilih anggota parlemen dan juga dewan knostituante yang tugasnya untuk membuat Undang-undang dasar baru pengganti undang-undang dasar 45.

Menurut Herbert Feith, kampanye pemilihan umum dilaksanakan dengan dua tahap kampanye. Pengelompok ini dilakukan untuk mempermudah penghitungan dalam Proses pemilihan umum serta tingkat intensitas konflik antar partai. Tahap pertama kampanye terjadi sejak rancangan undang-undang pemilihan umum ditetapkan. Dana kampanye tahap kedua adalah sejak PPI mengesahkan tanda gamabar partai

Di dalam kampanye tersebut 32 partai yang mengikuti kampanye memiliki pola yang berbeda baik itu di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Perbedaan itu merupakan usaha dari partai-partai yang mencoba untuk medapat suaranya di masyarakat. Hal ini terlihat dalam kampanye yang dilakukan oleh PKI, PNI dan Masjumi. Selain slogan-slogan yang muncul dalam propaganda masing-masing partai.

Selama massa kampaye, partai-partai peserta pemilu cenderung untuk melakukan kampanye yang bertujuan untuk meraih simpati massa. Daerah daerah di

luar Jakarta merupakan lokasi yang memiliki potensi suara yang lebih besar akan tetapi juga memiliki potensi dari konflik yang tinggi. Konflik ini terjadi baikitu dala skala kecil dan skala besar. Skala kecil adalah lebih pada saat usaha penarikan simpati melalui pidato-pidato sedangkan dalam skala besar adalah sampai pada abentrokan fisik para pendukung kampanye

Dalam bab ini, penulis akan mencoba untuk mengkaji hubungan PKI dengan PNI, Masjumi dan NU selama masa kampanye dan pemilihan umum 1955. Akan tetapi sebelum masuk pada bab pembahasan kampanye dan hubungan PKI serta hasil perolehan suara dalam pemilu, penulis juga akan membahas mengenai pembentukan dan isi undang-undang pemilihan umum 1955 serta proses terbentuknya Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) serta memasukkan dua pemilihan percobaan yang pernah dilakukan oleh pemerintahan Indonesia pada tahun 1951. Dua pemilihan umum itu adalah pemilihan umum di Yogyakarta dan Minahasa. Hal ini menjadi penting sebagai dasar memahami secara jelas jalannya proses pemilihan umum 1955 secara keseluruhan.

A. Proses Pengesahan Undang-Undang Pemilihan Umum dan Pembentukan Panitia Pemilihan Indonesia.

Sejak tahun 1950 setelah KMB pemerintah Indonesia telah berusaha untuk membuat sebuah sistem pemilihan umum dan undang-undangnya. Akan tetapi hal itu tidak segera mendapat persetujuan dari parlemen sebab antara tahun 1950 sampai tahun 1953 intensitas konflik dalam parlemen dan kabinet-kabinet yang memerintah

sangat tinggi. Hal tersebut tentu saja menyebabkan kondisi politik pemerintahan yang tidak stabil. Kabinet-kabinet yang terbentuk selama tahun 1950 sampai tahun 1955 di antara program-progam pokoknya, program mengadakan Pemilihan umum merupakan salah satu agenda pokok yang menjadi tujuan utama. Seperti contohnya pada tahun 1950 dimana pada saat itu Mohammad Natsir menduduki jabatan Perdana Menteri.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum yang telah diserahkan oleh menteri kehakiman Wongsonegoro kepada Parlemen pada bulan Februari 1951 tidak segera mendapat tempat dalam Parlemen untuk segera dibicarakan. Alasan Parlemen tidak segera mengadakan pembahasan undang-undang Pemilu tersebut adalah karena adanya konflik antara Parlemen dan Pemerintah. Konflik tersebut mengenai Undang-Undang Darurat yang berisi perpajakan dan permodalan asing. Sementara itu juga ketegangan antara pemerintah dengan angkatan bersenjata pada tahun 1952 juga mempengaruhi kondisi politik Indonesia170

Pada kabinet berikutnya yaitu pada masa kabinet Sukiman hal yang sama juga terjadi. Dalam kabinet ini undang-undang pemilihan umum juga gagal untuk disahkan. Hal ini karena terjadi pemogokan yang sifatnya nasional dari para buruh. Pada kabinet berikutnya, yaitu kabinet yang dipimpin oleh Wilopo, undang-undang pemilihan umum juga tidak berhasil disahkan.

170 Drs. G. Moedjanto. Indonesia Abad ke-20 2. dari perang kemerdekaan pertama sampai PELITA III. Yogyakarta: Kanisius. Hlm: 81.

Kondisi politik Indonesia mulai sedikit tenang semenjak kabinet Ali Sastroaminjoyo terbentuk. Hal ini terjadi karena kabinet ini mendapat dukungan dari parlemen yang porsi suaranya di perkuat oleh PNI dan PKI. Sementara itu suara Masjumi mulai lemah di parlemen sejak Nahdatul Ulama memisahkan diri dari partai itu. Selama ini yang menyebabkan tidak berhasilnya dibentuknya undang-undang pemilihan umum adalah karena dalam parlemen terjadi perseteruan antar partai terutama partai-partai yang memiliki status quo dan tentu saja PKI juga merupakan salah satu partai dari status quo.

Dalam kabinet Ali I ini , kabinet ini memiliki empat program pokok yang salah satu dari isinya adalah mengenai penetapan pemilu yang sangat penting. Hal ini tampak dari penempatan pertama pada prioritas negara.

1. Dalam negeri (a. l. meningkatkan keamanan dan kemakmuran rakyat dan pemilu segera)

2. Pembebasan Irian Barat Secepatnya

3. Luar Negeri (a. l. politik bebas aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB)

171 4. Penyelesaiaan pertikaian politik.

Pada tanggal 4 April 1953 Undang-undang Pemilu no. 7 tahun 1953 di sahkan oleh presiden Sukarno dan tetapkan sebagai undang-undang oleh Loekman Wiriadinata yang menjabat sebagai menteri kehakiman Indonesia. Dalam Undang-undang no7

171 Boyd R. Compton. 1992. Kemelut Demokrasi Liberal. Surat-surat rahasia Boyd R. Compton. Jakarta: LP3ES. Hlm: 90

berisi 138 pasal yang memuat aturan pelaksanaan pemilihan umum. Dari 138 pasal tersebut oleh Compton di ringkas menjadi delapan hal pokok, yaitu:

1. sistem pemilihan yang bersifat langsung

2. sistem pemilihan ganda untuk memilih para anggota parlemen dan dewan konstituante.

3. pembagian daerah pemilihan. Dalam pemilihan umum 1955 Indonesia di bagi menjadi 16 daerah pemilihan: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta Raya, Sumatra Tengah, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimatan Timur, Sulawesi Utara-Tengah, Sulawasi Tenggara-Selatan, Maluku, Kecil timur (pulau Timor dan sekitarnya), Sunda-Kecil Barat (Bali lombok). Irian Barat.

4. Syarat penduduk yang memiliki hak suara

5. perangkat pemilihan dari pusat sampai wilayah daerah yang menjadi pos pengambilan suara.

6. syarat pencalonan anggota parlemen dan dewan konstituante 7. persoalan kartu suara

172

8. sistem pemungutan suara dan perhitungan suara

Penerapan sistem pemilihan langsung memunculkan sebuah pendapat bahwa sistem ini tidak sesuai dengan tingkat kematangan serta kecerdasan politik masyarakat Indonesia saat itu. Proses pemilihan umum dengan sistem langsung memang membutuhkan sebuah jaringan dan sistem kerja yang cukup rapi dan disiplin sebab sistem ini adalah sistem yang sangat rumit dan tidak fleksibel.

Sebelum ditetapkannya sistem pemilihan langsung ini pemerintah telah melakukan dua kali pemilu daerah yang merupakan pemilu percobaan di wilayah Yogyakarta dan Minahasa pada tahun 1951. Kedua pemilihan ini merupakan pemilihan umum daerah yang pertama kali dengan tujuan untuk memilih anggota DPRD. Pemilihan umum di Yogyakarta di laksanakan pada tanggal 16 Juli sampai 15

Oktober 1951 sedang pemilihan di Minahasa dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1951. Kedua daerah tersebut memakai dua cara pemilihan yang berbeda. Di Yogyakarta pemilihan umum dilaksanakan dengan memakai sistem pemilihan tidak langsung yang membutuhkan dua tahap pemilihan dan perhitungan. Sedang di Minahasa pemilihan umum dilaksanakan dengan memakai sistem pemilihan langsung yang hanya membutuhkan waktu perhitungan 6 hari lamanya.

Terdapat perbedaan dari dua sistem pemilihan Umum yang digunakan di Yogyakarta dan Minahasa tersebut. Pertama apabila kedua pemilihan itu dibandingkan maka pemilihan di Minahasa memiliki efesiensi waktu dan dana. Hal itu disebabkan dengan sistem itu proses pemilihan umum dilaksanakan dalam satu hari saja. Sedang pemilihan umum yang di laksanakan di Yogyakarta membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Selain itu juga dari segi hasil secara representatif lebih mewakili pemilihan umum di Minahasa dibandingkan pemilihan yang diadakan di Yogyakarta. Menimbang segi tersebut akhirnya sistem yang digunakan adalah sistem pemilihan di Minahasa dengan sistem langsung.

Selain menetapkan UU pemilihan umum, Pemerintahan sukarno juga mengeluarkan aturan kepada angkatan perang dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1954 yang disahkan pada tanggal 22 September 1954. Isi Peraturan pemerintah itu terdiri dari lima Bab pokok yang berisi mengenai pasal-pasal yang menjelaskan syarat mengenai pencalonan angota Dewan Perwalilan

173

Rakyat dan Konstituante yang berasal dari anggota angkatan perang. Tujuan mengatur keberadaan para calon dari angkatan perang tersebut adalah membatasi kegiatan para tentara untuk masuk ke dalam kegiatan politik. Hal Ini sesuai dengan konsep UUD’S 1950 yang menegaskan bahwa Angkatan Perang harus berada di luar garis politik sipil.

Selain itu juga setelah UU pemilu di tetapkan, pada tanggal 4 November 1953 Presiden Sukarno segera membentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) sebagai lembaga pusat yang menjalankan sistem pemilihan umum dan disahkan dengan keputusan presiden no. 188 pada tanggal 7 November 1953. Sebagai ketua PPI adalah Sukri Hadikusumo dan sebagai wakilnya adalah Sutan Palindih yang berasal dari PNI. Tujuan Sukarno menempatkan kedua anggota PNI sebagai pemimpin utama kepanitiaan penting adalah agar kerja PPI dapat ia pantau dengan mudah. Anggota PPI yang lain adalah Sudarnadi (PIR), Hazairin, Surjaningdiprodjo (NU), Sidibjo (PSII), H. Sofjan Siradz (PI Perti), Soemarto (Parkindo), Hartojo (PKI) dan Asrarudin (Partai Buruh). Pelantikan PPI secara resmi pada tanggal 28 November 1953 di Istana Negara. Lama kerja PPI adalah 4 tahun dalam keputusan presiden. Kepengurusan PPI sempat berubah pada tahun 1955 karena terjadi penetapan UU baru yaitu undang-undang darurat no 18 tahun 1955. Pada awalnya kantor PPI berada di jalan Pintu Air No. 1 Kemayoran Jakarta dan selama masa tugasnya kanor itu mengalami dua kali

173 Herbert Feith. 1962. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia.

perpindahan lokasi yaitu di Jalan Majapahit, Sawah Besar dan kemudian berpindah lagi ke Jalan Matraman Raya No. 40, Jakarta Timur. 174

Tugas PPI adalah mempersiapakan pemilu DPR dan Dewan Konstituante dengan perangkatnya. Sekretarian PPI merupakan pendukung utama dalam melaksanakan tugas PPI. Fungsi PPI adalah melakukan pengawasan secara teknis pemilu. Anggota PPI adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Sukarno dan juga mereka yang berasal dari orang-orang yang bekerja dalam kantor menteri kehakiman. di bawah PPI juga terdapat lembaga-lembaga turunan yang berfungsi sebagai tangan panjang dari panitia pemilihan pusat yang tersebar di enam belas wilayah pemilihan.175 Hal itu tercantum juga dalam UU Pemilihan umum dalam bab tiga mengenai daerah-daerah pemilihan dan daerah pemungutan suara pasal 15 dan 16 dan bab empat tentang badan-badan penyelenggaraan pemilihan pasal 17 sampai pasal 28.176 Akhirnya setelah selesai mempersiapkan kepanitian pemilihan umun dan mengatur segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksaan pemililu akhirnya hal yang paling menjadi sebuah perhatian pokok ialah pada saat masa kampanye dari bulan Mei 1953 sampai tanggal 24 September 1953

174 www. kpu.go.id. Komisi Pemilihan Umum. Melihat kembali Lembaga Penyelenggaraan Pemilu Masa Lampau.

175 Herbert Feith. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Hlm: 6. lihat juga: Dalam struktur organisasi PPI di bawah PPI terdapat Panitia Pemilihan (PP) di tingkat Provinsi. PP kemudian membuat juga PP untuk tingkat kabupaten dan PP kabupaten kemudian membentuk Panitia Pemungutan Suara (PPS) diwilayah kecamatan. Di bawah PPS kemudian dibentuk Panaitia Pendaftaran Pemilih (PPP) ditingkat desa. Komisi Pemilihan Umum. Melihat kembali Lembaga Penyelenggaraan Pemilu Masa Lampau. www. kpu.go.id.

B. Kampanye Pemilihan Umum dan Strategi PKI dalam Persaingan Antar Partai.

Masa persiapan pemilu untuk tahun 1955 sudah dimulai sejak tahun 1953 ketika undang-undang pemilu disahkan dan dilanjutkan. Pada tahun 1954 partai-partai sudah mulai terang-terangan menggunakan metode kampanye untuk masuk kedalam masyarakat. Dalam proses awal pemilihan umum PPI menetapkan bahwa pendaftaran pemilih di mulai pada bulan Mei 1954 sampai bulan November 1954 dan pada bulan Desember sertiap partai peserta pemilu dapat mengajukan calon-calonnya. Pada tanggal 31 Mei 1954, PPI melakukan pengesahan tanda gambar partai pengikut pemilu dan menurut Feith sebagai kampanye tahap kedua.

Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu pertama sehingga eforia baik itu orang-orang partai dan masyarakat merupakan sebuah peristiwa besar. Selama masa kampanye partai mulai sibuk untuk melakukan persiapan-persiapan yang kira-kira menunjang bagi kampanye. Hal yang dilakukan PKI pertama kali adalah memperkokoh aliansinya dengan PNI dan serta mengambil langkah strategi di lapangan untuk menghadapi Masjumi yang jelas merupakan lawan politik dari PKI.

Selama masa kampanye, menurut Hebert Feith terdapat tiga partai utama yang menentukan dianamika massa kampanye. Partai-partai itu adalah PKI, PNI dan Masjumi. Hal ini terlihat dari peristiwa-peristiwa dan pidato-pidato yang diutarakan oleh juru kampanye masing-masing dari partai. Dinamika dari ketiga partai lebih terlihat dibandingkan dengan keberadaan 28 partai yang lain, Hubungan yang unik yang terjalin antara PKI dan PNI serta pertentangannya dengan Masjumi menjadi

sebuah titik pusat dinamika konflik dalam masa-masa pemilihan umum. Antara PKI dan Masjumi sejak awal memang telah terjadi perselisihan. Sementara itu hubungan

Dokumen terkait