• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Pola Asuh

2.2.1 Pengertian Pola Asuh

Menurut Jersild (1978:230) memandang pola asuh orang tua merupakan pola perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya untuk mencapai tujuan keluarga. Hal ini didukung pendapat Gunarsa (1995:116) pola asuh orang tua sebagai cara mendidik anak yang sesuai dengan sifat dan titik berat orang tua dalam hubungan antara anak dan orang tua.

Haditono (1990:128) mengartikan pola asuh orang tua adalah cara khas orang tua dalam memperlakukan anak-anak mereka yang berhubungan erat dengan terbentuknya kepribadian. Sedangkan Handayani (2002:33) menyatakan bahwa pola asuh orang tua adalah cara orang tua dalam mengasuh anaknya dengan memberikan aturan-aturan atau disiplin dengan tujuan membentuk watak, kepribadian dan memberikan nilai-nilai bagi anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Dari beberapa definisi tersebut di atas penulis mengemukakan pola asuh orang tua adalah daya upaya dalam pendidikan keluarga yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya, perlakuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari, serta orang tua dalam keluarga mempunyai peranan penuh untuk mengatur dan mendidik anak-anaknya.

Pola asuh orang tua bermacam-macam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1999:17-18), menyatakan ada tiga cara yang

digunakan oleh orang tua dalam mendidik putra-putrinya, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Dalam penerapannya tidak bisa dibedakan secara tegas sehingga kecenderungan pola asuh tertentu yang diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Ketiga pola asuh tersebut mempuanyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pola asuh otoriter

Adanya kontrol yang ketat dari orang tua, aturan dan batasan dari orang tua harus ditaati oleh anak, anak harus berperilaku sesuai aturan yang telah ditetapkan orang tua, orang tua tidak mempertimbangkan pandangan atau pendapat anak dan orang tua memusatkan perhatian pada pengendalian secara otoriter yaitu berupa hukuman fisik.

Pada pola asuh ini orang tua menentukan apa yang perlu diperbuat oleh anak tanpa memberi alasan atau penjelasan tentang alasannya. Apabila anak melanggar ketentuan yang telah digariskan oleh orang tua, anak tidak diberi kesempatan untuk memberi alasan atau penjelasan sebelum hukuman diterima. Sebaliknya orang tua tidak pernah memberikan hadiah atau pujian apabila anak berbuat sesuai dengan orang tua.

Pola asuh ini anak mempunyai sifat submisif, anak tidak mempunyai inisiatif karena takut berbuat salah, anak menjadi penurut, tidak mempunyai kepercayaan diri dan tidak mempunyai rasa tanggung jawab. Pada pola asuh ini kontrol orang tua sangat ketat, namun dipihak lain orang tua menuntut agar anak lebih bertanggung

jawab sesuai dengan perkembangannya, tetapi anak merasa terkekang dalam mencari kemandirian. Karena itu sering terjadi konflik antara anak dan orang tua, anak tidak mau berkomunikasi dengan orang tua, akhirnya terjadi jurang pemisah antara anak dengan orang tua.

2. Pola asuh demokratis

Aturan dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga, orang tua memperhatikan keinginan dan pendapat anak, selalu mengadakan diskusi untuk mengambil suatu keputusan, anak mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan diberi kepercayaan serta bimbingan dan kontrol dari orang tua. Apabila anak harus melakukan tugas tertentu, orang tua memberikan penjelasan atau alasan mengapa perlunya hal tersebut dilakukan dan bila anak melanggar peraturan yang telah ditetapkan, anak diberi kesempatan untuk memberikan alasan mengapa ketentuan itu dilanggar sebelum anak menerima hukuman. Hukuman yang diberikan berkaitan dengan perbuatannya dan berat ringannya hukuman tergantung pada pelanggarannya. Hadiah dan pujian diberikan oleh orang tua untuk perilaku yang diharapkan. Pada pola asuh ini hubungan anak dan orang tua harmonis, kontrol orang tua terhadap anak tidak berlebihan. Ada dialog diantara mereka sehingga anak merasa dihargai untuk mengeluarkan pendapat, karena itu anak dengan orang tua saling bertukar pikiran, orang tua menghargai anak dan respek terhadap orang tua. Anak tidak takut akan

membuat kesalahan, dengan demikian rasa percaya diri anak akan berkembang dengan baik dan anak mempunyai rasa tanggung jawab. 3. Pola asuh permisif

Tidak adanya bimbingan dan aturan dari orang tua, tidak ada tuntutan kepada anak, tidak ada pengendalian atau pengontrolan dari orang tua. Orang tua tidak memberikan aturan kepada anaknya, anak diberi kebebasan dan diizinkan untuk membuat keputusan untuk dirinya sendiri, anak harus belajar sendiri untuk berperilaku dalam lingkungan sosial, anak diperkenankan berbuat sesuai dengan apa yang dipikirkan anak.Tidak ada hukuman dari orang tua meskipun anak melanggar peraturan dan tidak diberi hadiah bila berperilaku baik.

Pada pola asuh permisif semua serba boleh, karena tidak ada kontrol dari orang tua, anak berbuat sekehendak hatinya, maka anak kurang respek terhadap orang tua, kurang menghargai apa yang diberbuat orang tua untuknya. Anak yang diasuh dan dididik dengan pola ini biasanya mendapat proteksi yang berlebihan, sehingga apapun yang dilakukan anak dibiarkan oleh orang tua. Dengan demikian perhatian serta hubungan orang tua dengan anak akan terganggu, karena tidak ada pengarahan atau informasi dari orang tua, maka anak tidak mengerti apa yang sebaiknya dikerjakan dan mana sebaiknya yang ditinggalkan.

Anak kurang mempunyai tanggung jawab dan biasanya anak sulit dikendalikan serta berbuat hal-hal yang sebenarnya tidak dibenarkan.

Perilaku sering melanggar norma- norma masyarakat karena itu akan terbentuk sikap penolakan dari lingkungan dan akibatnya kepercayaan diri goyah serta penghargaan pada diri sendiri kurang baik.

Senada pendapat Hurlock, menurut Baumrid dikutip oleh McKay (2006 : 10) juga membagi pola asuh ke dalam tiga kategori berdasarkan pada kehangatan, yakni tingkat keterlibatan, dukungan dan respon orang tua pada anak, dan kontrol yang meliputi tuntutan atau ekspetasi orang tua pada anak serta tingkat pengawasan anak

Pola asuh jenis pertama adalah Authoritative dimana orang tua menunjukan kehangatan dan kontrol tinggi. Ekspektasi dan aturan yang konsisten, jelas serta rasional dipadukan dengan kehangatan dan komunikasi yang baik. Orang tua dengan pola asuh ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampui kemampuan anak dan juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Selanjutnya pola asuh outhoritarian menggabungkan kontrol yang tinggi dengan kehangatan yang rendah. Pola asuh jenis ini memungkinkan orang tua memberikan perintah dan ekspetasi yang tinggi pada anak dengan partisipasi anak yang sangat terbatas. Orang tua cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakn oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak, dan tidak kenal kompromi dan dalam komunikasi

bersifat satu arah serta tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti menganai anaknya.

Pola asuh jenis ketiga adalah pola asuh permissive, pola asuh jenis ini memadukan tingkat kehangatan yang tinggi dengan tingkat kontrol yang rendah. Orang tua terlalu memanjakan anak dan tidak memberikan tuntutan apapun pada anak. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua.

Dari pendapat Hurlock dan Baumrid, kami selaku peneliti menggunakan dasar teori Hurlock yang menyatakan bahwa pola asuh adalah cara/strategi pendidikan dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya dalam kehidupan sehari-hari serta peranan penuh orang tua untuk mengatur dan mendidik anaknya. Menurut Hurlock (1999:17-18) ada tiga tipe pola asuh, yaitu pola asuh otoriter dengan ciri adanya kontrol yang ketat dari orang tua, aturan dan batasan dari orang tua harus ditaati oleh anak, anak harus berperilaku sesuai dengan standar orang tua, dan memungkinankan adanya hukuman fisik dari orang tua. Pola asuh kedua, adalah pola asuh demokratis dengan ciri aturan dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga, orang tua memperhatikan keinginan dan pendapat anak, menggunakan musyawarah dalam menyelesaikan masalah, adanya kepercayaan dan kontrol serta pengawasan dari orang tua. Sedangkan pola asuh ketiga yaitu pola asuh

permisif dengan ciri anak diberi kebebasan penuh, tidak ada pengawasan dan kontrol serta bimbingan dari orang tua

2.2.2 Aspek-aspek pola asuh orang tua

Aspek – aspek pola pengasuhan orang tua menurut Hurlock (1999:124) adalah sebagai berikut:

a) Peraturan dan hukum

Peraturan dan hukum ini dibuat dengan fungsi sebagai pedoman dalam melakukan penilaian terhadap perilaku anak.

b) Hukuman

Hukuman diberikan bagi individu karena pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan dan hukum.

c) Hadiah

Hadiah diberikan untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku sosial yang baik.

Senada pendapat Hurlock,Gunarsa (1995:41) Aspek – aspek dari pola asuh orang tua adalah:

a) Aspek kognitif, yang dimaksud adalah menanamkan disiplin tidak lepas dari pengembangan pengertian-pengertian dan karena itu harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan.

b) Kasih sayang, sebagai dasar untuk menciptakan hubungan dengan anak, agar anak tidak merasa dipaksa untuk berbuat sesuatu di luar kemampuannya.

c) Hukuman yang diartikan sebagai sikap tegas, konskuen dan konsisten dengan dasar yang dihukum bukan anak atau perasaan anak tetapi merupakan perbuatan yang melanggar aturan

Dokumen terkait