• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Belajar

Dalam dokumen Dinas Pendidikan | Warta Pendidikan (Halaman 45-48)

Karena itu, pengetahuan- kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedang regulasi- kognisi mencakup kegiatan perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan), pengujian, perbaikan (revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi.

Berdasarkan beberapa

pengertian metakognitif beberapa ahli di atas disimpulkan bahwa metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya.

Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thingking”.

P erkemba nga n M e ta kognitif Ana k

Kemampuan metakognitif tumbuh dan berkembang seiring dengan pertambahan usia. Secara umum, kemampuan metakognitif mulai berkembang pada usia sekitar 5 hingga 7 tahun (Woolfolk, 2008).

Model Piaget tentang perkembangan intelektual menjelaskan adanya perkembangan, sehingga

kecerdasan dibangun dalam suatu kurun waktu dalam rangkaian yang tersusun dari tahapan-tahapan yang saling terkait atau

berhubungan, dan tiap tahap ini menentukan perkembangannya.

Perkembangan ini merupakan proses fundamental dimana tiap elemen dari pembelajaran sebagai fungsi dari perkembangan secara keseluruhan. Sehingga,

perkembangan intelektual

seseorang menentukan apa yang bisa dipelajarinya pada taraf itu.

Ketika siswa mempelajari sesuatu, Ia masih berada dalam tingkat intuitif, dan sangat tergantung pada cara materi itu ditunjukkan padanya. Jika konsep yang baru diberikan terlalu jauh dari skemanya, ia mungkin tidak dapat mengasimilasikannya, khususnya bila tingkat intuisinya

lebih rendah daripada yang bisa dicapai oleh refleksi.

Sehingga pada tahap awal, analisis konseptual oleh guru harus digunakan sebagai dasar untuk merencanakan

presentasinya dengan seksama yang memungkinkan siswa dapat mensintesis kembali dalam pikirannya sendiri.

Situasi yang terbentuk berupa pertanyaan yang bisa diajukan, penjelasan yang diberikan, seorang guru yang peka dapat memenuhi titik pertumbuhan dari skema siswanya, dan memberikan materi yang tepat pada saat yang tepat.

Akhirnya, guru secara bertahap akan dapat mengurangi

ketergantungan siswa padanya. Begitu seseorang dapat

menganalisa sendiri suatu materi baru, ia dapat menyesuaikannya dengan skemanya sendiri dalam cara yang paling bermakna baginya, yang mungkin saja berbeda dengan cara materi itu disajikan semula.

Oleh karena itu, guru

hendaknya dapat menyesuaikan materi pembelajarannya dengan tahap perkembangan siswanya, ia juga harus menyesuaikan cara penyajiannya pada kecenderungan berfikir yang dikuasai siswanya.

Dan akhirnya, guru secara bertahap harus meningkatkan kemampuan analitis siswa, sehingga siswa tidak lagi terlalu tergantung pada guru.

Perkembangan kemampuan intuisi dan refleksi membentuk kemampuan berfikir secara formal. Pada taraf berfikir formal, anak mampu bernalar secara ilmiah, melakukan pengujian terhadap hipotesis yang dibuatnya, dan mereka mampu merefleksikan suatu akibat melalui pemahaman yang dibangunnya dengan baik.

Pada masa ini, mereka mulai mengembangkan penalaran dan logika untuk memecahkan berbagai masalah (Wadsworth, 1984).

Taraf berfikir operasional formal pada hakikatnya

merupakan metakognisi, karena operasional formal melibatkan berfikir tentang proposisi,

hipotesis dan membayangkan semua objek kognitif yang mungkin (Flavell, 1985).

P eranan M eta kognisiD a lam P e mbe la ja ra n 

1. Keberhasilan Belajar Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognisi pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar dilakukan yang mempertimbangkan dan

melakukan aktivitas-aktivitas sebagai berikut (Taccasu Project, 2008).

Mengembangkan suaturencana kegiatan belajar.

Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya berkenaan dengan kegiatan belajar.

Menyusun suatu program belajar untuk konsep,

keterampilan, dan ide-ide yang baru.

Mengidentifkasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai sumber belajar.

Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar.

Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah kelompok.

Belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu.

Belajar dari dan mengambil manfaatkan pengalaman orang- orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu.

Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya.

Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh kemampuan metakognisinya.

Jika setiap kegiatan belajar dilakukan dengan mengacu pada indikator dari learning how to learn maka hasil optimal akan mudah dicapai.

2. Pengembangan Metakognisi dalam Pembelajaran

Mengingat pentingnya peranan metakognisi dalam keberhasilan belajar, maka upaya untuk

meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan meningkatkan metakognisi mereka.

Mengembangkan metakognisi pembelajar berarti membangun fondasi untuk belajar secara aktif.

Guru sebagai sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran, mempunyai tanggung jawab dan banyak kesempatan untuk

mengembangkan metakognisi pembelajar.

Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam

mengembangkan metakognisi peserta didik melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut (Taccasu Project, 2008). 1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan : Mendorong pembelajar untuk memonitor proses belajar dan berpikirnya.

Membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi—strategi belajar yang efektif. Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul atau

disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau pelejari.

Membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.

Menunjukkan kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer pengetahuan, sikap- sikap, nilai-nilai, keterampilan- keterampilan dari suatu situasi ke situasi yang lain.

2) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik melalui :

a)  Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri

Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri dapat dilakukan dengan : (1)

mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri (visual, auditif, kinestetik, deduktif, atau induktif);

(2)memonitor dan meningkatkan

kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan, mengelola waktu, dan memecahkan masalah); (3) memanfaatkan lingkungan belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasa, praktik di laboratorium, belajar kelompok, dst).

b)  Pengembangan kebiasaan untuk berpikir positif. Kebiasaan berpikir positif dikembangkan dengan : (1) meningkatkan rasa percaya diri (self-confidence) dan rasa harga diri (self-esteem) dan (2) mengidentifikasi tujuan belajar dan menikmati aktivitas belajar.

c)  Pengembangan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis. Kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis dikembangkan dengan :

(1) membuat keputusan dan memecahkan masalah dan memadukan dan mencipta kan hubungan-hubungan konsep- konsep yang baru.

d)  Pengembangan kebiasa an untuk bertanya. Kebiasaan bertanya dikembangkan dengan : (1) mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep utama dan bukti- bukti pendukung; (2)

membangkitkan minat dan motivasi; dan (3) memusatkan perhatian dan daya ingat.

Pengembangan meta kognisi pembelajar dapat pula dilakukan dengan aktivitas-aktivitas yang sederhana kemudian menuju ke yang lebih rumit.

Ke simpula n

Perkembangan yang optimal pada segala aspek merupakan faktor kesuksesan seorang anak kedepan. Pola pengasuhan dan

pendidikan yang dilakukan oleh orang tua, guru dan lingkungan akan berpengaruh terhadap kualitas anak.

Dengan tanpa meng abaikan aspek lain, perkembangan kognitif menjadi salah satu fokus penting selain perkembangan fisik pada masa anak-anak.

Seiring dengan peningkatan kemampuan kognitif, anak mulai menyadari bahwa pikiran terpisah dari objek atau tindakan

seseorang. Anak sudah dapat mulai mengatur pikirannya dalam bentuk yang sederhana.

Berdasarkan penelitian Flavel, anak 3 tahun memiliki

kemampuan untuk mengatur pikirannya. Kemampuan inilah yang disebut metakognitif, yaitu

suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting

terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah.

Siswa dapat menggunakan strategi metakognitif dalam pembelajaran meliputi tiga tahap berikut, yaitu : merancang apa yang hendak di pelajari; memantau per kembangan diri dalam belajar; dan menilai apa yang dipelajari.

Strategi metakognitif dapat digunakan untuk setiap

pembelajaran bidang studi apapun. Hal ini penting untuk mengarahkan mereka agar bisa secara sadar mengontrol proses berpikir dalam pembelajaran.

Untuk meningkatkan

kemampuan metakognitif siswa, guru dapat merancang

pembelajaran berkaitan dengan kemampuan metakognitif tetapi secara infuse/tambahan dalam pembelajaran atau bukan merupakan pembelajaran yang terpisah.

(dikutip dari (http://zultogalatp. wordpress. com/2013/06/15/ metakognitif-dalam-pembelajaran/)

Dalam dokumen Dinas Pendidikan | Warta Pendidikan (Halaman 45-48)

Dokumen terkait