• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kemitraan Pengembangan Bus Rapid

Dalam dokumen Abdul Aziz Zulhakim S241002007 (Halaman 105-119)

BAB IV Hasil Penelitian dan Analisis

B. Deskripsi Hasil Penelitian

2. Pola Kemitraan Pengembangan Bus Rapid

berakibat pada krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, kondisi ini memberikan kesan tidak sempurnanya teori dan paradigma yang selama ini dianut dan dijadikan rujukan dalam menjelaskan berbagai kejadian tersebut. Selain itu berbagai sistem dan sub sistem yang ada dalam tatanan kehidupan suatu negara, juga seolah-olah tidak mampu lagi mengakomodasi berbagi permasalahan itu. Demikian pula dengan sistem pelayanan umum yang semula diciptakan untuk memberikan keteraturan dan pelayanan kepada masyarakat, dianggap telah mapan dalam mengakomodasi berbagai tuntutan, kini seperti telah bermetafosis pada titik kejenuhan dan perlu dilakukan upgrade.

Fenomena yang paling mengemuka dan berimplikasi menyeluruh akhir-akhir ini adalah globalisasi dan liberalisasi, krisis ekonomi yang melanda beberapa negara, dan tingginya ketergantungan negara-negara dunia ketiga terhadap bantuan luar negeri. Isu-isu ini berakibat kepada tuntutan untuk makin perlunya efisiensi dalam proses penyelenggaraan pelayanan umum. Oleh karena sektor pemerintah sering dituding sebagai biangnya

inefisiensi, dan sektor private sering dianggap sebagai sektor yang mampu menciptakan efisiensi, maka bersamaan dengan itu, gagasan kemitraan pun menjadi hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan umum dan penyediaan barang publik lainnya.

Bus Rapid Transit memberikan pemahaman berbeda terhadap pemerintahan saat ini, dimana pelayanan yang berorientasi pada publik menjadi konsren tersendiri bagi setiap elemen negara karena semua yang menyangkut kebutuhan manusia menjadi kewajiban setiap manusia itu sendiri untuk memenuhinya.

Kondisi pengembangan Bus Rapid Transit di kota Surakarta menjadikan pemerintah kota sebagai pilot project dan mulai menstimulasikan program ini sebagai program pengembangan transportasi publik yang bersifat sustainable. Namun keberadaanya banyak memberikan dampak yang kompleks, terutama menyangkut investasi proyek yang harus dilaksanakan secepatnya dan membutuhkan waktu proyek sebagai proyek jangka panjang dan berkelanjutan. Hal inilah yang menjadikan pemerintah untuk bisa mengambil langkah cepat, yaitu menjalin kemitraan kepada unsur-unsur terkait yang terkonsentrasi pada bidang yang sama dengan program yang akan dijalankan.

Langkah pemerintah kota Surakarta dalam menjalin kerjasama dengan Damri dalam pengoperasian Bus Rapid Transit yang lebih dikenal dengan istilah Batik solo Trans, menjadi langkah awal pemerintah dalam memberikan peran kepada pihak luar untuk sama-sama meningkatkan pelayanan publik.

Namun kondisi ini tidak sepenuhnya menjadi peluang yang baik tanpa didasari oleh legalitas yang menuntun setiap instansi yang terlibat untuk mengerti ranah pekerjaannya masing-masing.

Pada prinsipnya, penerapan BRT di Surakarta bukan menambah sistem angkutan kota yang baru. Melainkan mengubah sistem pengelolaan angkutan kota. Ketentuan dalam penerapan BRT di kota Surakarta mengakomodasi operator angkutan eksisting, yaitu menjadi operator BRT / operator angkutan pengumpan BRT, orientasi benefit / keuntungan pengusaha diganti dengan orientasi menjual pelayanan dan biaya operasi operator BRT dipenuhi oleh pemerintah melalui kerjasama dengan swasta, BUMN, BUMD dll.

Adapun pertimbangan atau alasan-alasan perlunya memperkuat kerjasama publik-privat, paling tidak dapat dilihat dari 3 dimensi sebagai berikut:

a) Alasan politis: menciptakan pemerintah yang demokratis (egalitarian governance) serta untuk mendorong perwujudann good governance and good society.

b) Alasan administratif: adanya keterbatasan sumber daya pemerintah (government resources), baik dalam hal anggaran, SDM, asset, maupun kemampuan manajemen.

c) Alasan ekonomis: mengurangi kesenjangan (disparity) atau ketimpangan (inequity), memacu pertumbuhan (growth) dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuiitas (quality and continuity), serta mengurangi resiko.

Political will pemerintah (daerah) untuk memperluas desentralisasi internal serta mengembangkan kerjasama dengan masyarakat dan swasta akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada format lembaga pelayanan publik, ini menjadi rambu dimana kekuatan daerah ditopang dengan pola kerjasama yang berkesinambungan antar institusi. Secara otomatis kondisi dimana pembagian peran antar institusi menuntut dilakukannya restrukturisasi kelembagaan. Berkaitan dengan ini akan dijelaskan melalui tinjauan kelembagaan pada pengembangan sistem angkutan perkotaan berbasis BRT di kota Surakarta. Mengingat bentuk kerjasama pembentukan badan maupun kewajiban dalam pelaksanaan BRT, dituangkan dalam 3 bentuk naskah MoU, yaitu: (1) Perjanjian Kerjasama Batik Solo Trans Antara Pemkot Surakarta Dengan Perum Damri dengan format kesepatan kerjasama antar Walikota Surakarta dengan Dirut Perum Damri, (2) Perjanjian Pinjam Pakai Kendaraan Bermotor BRT Kota Surakarta antara Sekda Kota Surakarta dengan Direktur Usaha Perum Damri dan (3) Perjanjian Kerjasama Teknis antara Pemkot Surakarta yang bersangkutan Dishub Surakarta dengan Kepala Unit Bus Damri tentang Teknis Operasional Pengelolaan Sarana Transportasi Angkutan Umum BRT kota Surakarta.

Dalam mengidentifikasi pemahaman beberapa aktor akan BRT, maka terlebih dahulu mengenali komponen penyelenggara transportasi, adapun pihak-pihak tersebut meliputi:

a. Pemerintah (Regulator)

Pemerintah berfungsi sebagai yang menjembatani kepentingan operator, user dan lingkungan masyarakat dalam penyelenggaraan transportasi agar tercapai antara keseimbangan antara supply dan demand sehingga pelayanan transportasi menjadi efektif dan efisien. Selain itu peran pemerintah memberikan perlindungan terhadap pengoperasian sarana dan prasarana transportasi dari ganguan yang muncul dari masyarakat yang dapat merugikan pengguna jasa, operator, serta dapat berkembang sebagai isu politik terhadap pemerintah

b. Penyedia Jasa (Operator)

Kehadiran operator dalam penyedian jasa transportasi akan membantu pemerintah dalam pembiayaan/investasi dibidang sarana/prasarana sehingga unsur-unsur pelayanan dapat diberikan oleh operator tanpa harus seluruhnya disediakan atau dibiayai oleh pemerintah. Partisipasi operator dalam penyelenggaraan jasa transportasi baik yang disediakan oleh UPT Pemerintah, BUMN, BUMD, Swasta dan Korperasi, diharapkan tidak saling mematikan namun kehadirannya diharapkan dapat mengoptimalkan pemberian pelayanan

c. Pengguna Jasa (User)

Pengguna jasa dapat dibedakan dalam penggunaan pribadi dan pengguna angkutan umum

d. Lingkungan Masyarakat

Masyarakat berperan dalam membantu keamanan dan kelangsungan sarana dan prasarana transportasi yang merupakan bagian dari pelayanan publik

Kaitannya dengan pengembangan Bus Rapid Transit di kota Surakarta, maka ada 3 pokok pendukung aspek pengembangan Bus Rapid Transit yang menjadi kepastian pemerintah kota dalam mengkerjasamakan program Bus Rapid Transit ini kepada bebarapa sektor yang sekiranya dapat bersama-sama membangunnya dan mendukung proyek ini sebagai kepentingan umum yang harus dilaksanakan dengan konsekuensi bersama yang telah disepakati melalui kongsi maupun kontraprestasi yang menyangkut jalan tempuh menuju win-win solution. Ketiga pokok pendukung tersebut adalah: armada, shelter dan operator Batik Solo Trans. Yang mana ketiga- tiganya tersebut menjadi keharusan dalam pengoperasian sistem Bus Rapid Transit.

Dalam hal ini pola pengembangan kemitraan untuk mewujudkan sistem Bus Rapid Transit agar dapat dioperasikan, maka penulis mencoba memberikan maping kerjasama yang dilakukan antar institusi dalam memenuhi aspek pendukung pengembangan Bus Rapid Transit di kota Surakarta sebagai berikut:

Tabel 7

Pola Kerjasama dalam pengembangan Bus Rapid Transit di Kota Surakarta No Aspek Pendukung

Pengembangan Bus Rapid Transit

Bentuk Kerjasama Aktor yang Terlibat Dinamika Kerjasama (Proses Transformasi

Kepentingan) 1 Armada a) Hibah bantuan

teknis pemerintah pusat kepada Pemerintah kota Surakarta. Acuan Normatif: Peraturan Menteri Perhubungan KM 5 tahun 2010 Penjelasan pada pasal 8 mengenai perbantuan teknis dari Kementerian Perhubungan bagi setiap kota yang menerima

penghargaan Piala Wahana Tata

Nugraha dan adanya komitmen pemerintah pusat untuk menjamin ketersediaan angkutan umum sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang LLAJ No 22 tahun 2009 b) Pinjam pakai kendaraan bermotor Bus Rapid Transit antara Sekda dengan Dirut Perum Damri a) Pemerintah Pusat b) Pemerintah Daerah; Walikota dan Sekda c) Perum Damri Dalam pengembangan transportasi perkotaan, maka pemerintah pusat mengembangkan sebuah moda yang terintegrasi antar moda dan bersifat angkutan massal dengan kualitas pelayanan yang murah, cepat dan tepat. Pada tahun 2008 Mou kesepakatan antar pemerintah pusat dan pemerintah kota Surakarta disepakati dengan diberikannya 15 armada BRT untuk dioperasikan. Pemkot Surakarta memberikan izin pinjam pakai kendaraan kepada Perum Damri sebagai operator Batik Solo Trans untuk digunakan sesuai izin peruntukkannya sebagai pelayanan angkutan umum.

Acuan Normatif: Naskah Perjanjian Batik Solo Trans Antara Pemkot Surakarta dengan Perum Damri, tentang Perjanjian Pinjam pakai Kendaraan Bermotor Bus Rapid Transit (BRT) Kota Surakarta 2 Shelter a) Pembangunan shelter wilayah Surakarta menjadi kewajiban Pemkot Surakarta, dimana pembangunan shelter dikerjasamakan kepada swasta, yaitu: Coca cola melalui CV Deras. Acuan Normatif: Perda kota Surakarta Nomor 8 tahun 2002 tentang Kemitraan Daerah

b) Wilayah luar kota Surakarta menjadi tanggungjawab pihak operator, yaitu: Damri Acuan Normatif: MoU antar Pemkot Surakarta dan Damri melalui Naskah Perjanjian Batik Solo Trans Antara Pemkot Surakarta dengan Perum a) Pemerintah Kota Surakarta b) Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar c) Damri d) CV Deras e) Coca-cola f) Masyarakat pemilik lahan Untuk pembangunan shelter di wilayah Surakarta menjadi tanggungjawab pemerintah kota Surakarta. Dalam hal keterbatasan

pembiayaan, maka Pemkot menunjuk kepada CV Deras sebagai rekanan dalam membangun shelter untuk wilayah Surakarta. Pada akhirnya CV Deras sebagai pihak yang membiayai dan bertanggungjawab untuk pengembangan proyek shelter. Dengan keluasan yang dimiliki CV Deras untuk membangunnya maka terjadinya elaborasi dalam pembiayaan shelter tersebut dengan menggandengnya Coca- cola sebagai

penyandang dana. Sedangkan shelter diluar wilayah surakarta menjadi kewajiban pihak Damri untuk memenuhinya

Damri 3. Operator Batik Solo Trans Kontrak kerja dengan model penunjukkan langsung (Model Manajemen Langsung/ Direct Managemen) Antara Pemkot Surakarta dengan Perum Damri Acuan Normatif: a) UU No 32 tahun 2004 b) Perda kota Surakarta Nomor 8 tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah c) Perda kota Surakarta Nomor 8 tahun 2002 tentang Kemitraan Daerah d) Naskah Perjanjian Batik Solo Trans antara Pemkot Surakarta dengan Perum Damri a) Pemerintah Kota surakarta; Walikota, Sekda dan Dishub b) Damri; Dirut, Direksi dan UPT Damri Surakarta Kerjasama ini dilakukan dengan keterbatasannya pemerintah kota Surakarta pada aspek sumber daya manusia, dana dll. Membangun perusahaan daerah dalam pengembangan Bus Raoid Transit bukanlah solusi terbaik. Penunjukkan Damri sebagai operator merupakan bentuk relokasi koridor satu BRT yang sebelumnya rute milik Damri beroperasi. Perjanjian kerjasama dilakukan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditandatangani

perjanjian dan perjanjian ini dapat diperpanjang dengan persetujuan kedua belah pihak, dan setiap

tahunnya program ini di evaluasi untuk menjadi landasan pengambilan keputusan.

Dari ketiga faktor pendukung pengembangan Bus Rapid Transit, maka peneliti mencoba mengkonstruksikan pola kerjasama yang telah dilakukan, dengan pencapaian suatu model kelembagaan alternatif yang memungkinkan untuk tercapainya tujuan pemerintah, dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tetap memberikan keuntungan finansial bagi badan usaha negara atau swasta.

Dalam menentukan suatu model kelembagaan yang cocok akan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut : (a) Kondisi historis perundangan yang ada; (b) Kondisi finansial pemerintah; dan (c) Tingkat keberpihakan pada masyarakat luas. Maka dari beberapa hal diatas, maka perlu ditemukan suatu bentuk kelembagaan yang sesuai, sehingga akan tercapai suatu bentuk kinerja sistem yang ideal. Beberapa model kelembagaan yang ada, dilihat dari keterlibatan pemerintah, BUMN dan swasta, ditampilkan sebagai berikut: a) Pola Kerjasama dalam Pengadaan Armada Bus Rapid Transit di kota

Surakarta

Pemberian bus bantuan tersebut merupakan bagian dari strategi pengembangan sarana angkutan umum berbasis transportasi perkotaan yang handal dan berkelanjutan. Di sisi lain juga sebagai jaminan akan adanya kepastian dan keberlangsungan pelayanan angkutan umum dengan penerapan standar pelayanan minimal. Penyerahan bantuan bus kali ini ditujukan untuk menstimulasi pemerintah kota/kabupaten dalam mengupayakan peningkatan

Pemerintah Pusat (Kementerian Perhubungan) Sekda Surakarta Direksi Perum Damri UPT Damri Surakarta Pemerintah Daerah (Walikota Surakarta)

Proses serah terima armada. Pemberian bantuan tersebut merupakan bukti dari komitmen pemerintah untuk menjamin ketersediaan angkutan umum sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang LLAJ No 22 tahun 2009

Proses kerjasama antar pihak Pemkot Surakarta dan pihak Damri, dalam kerjasama pinjam pakai kendaraan Bus Rapid Transit.

Operator lapangan Batik Solo Trans.

kualitas pelayanan angkutan umum seperti yang tersebut dalam Pasal 139 UU 22/2009, yang mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan angkutan umum melalui pengembangan sistem angkutan transit. b) Pola Kerjasama dalam Pembangunan Shelter Bus Rapid Transit di kota

Surakarta

Pembagunan shelter Batik Solo Trans menjadi keharusan dalam pengoperasionalannya, hal ini menjadi bagian kesepakatan kedua belah pihak yang bekerjasama. Dimana Pemerintah Kota Surakarta berkewajiban membangun shelter di wilayah perkotaan (area Surakarta), sedangkan Damri berkewajiban membangun shelter di wilayah luar perkotaan Surakarta (area seperti; Kartosuro; Pabelan; dan Palur. Menyangkut ketersediaan ruang untuk pembangunan selter yang menjadi kendala menjadikan peran pemerintah sebagai regulator untuk mengambil tindakan pendekatan kepada masyarakat yang memiliki lahan. Adapun untuk wilayah diluar Surakarta perlu dibangunnya kerjasama antar daerah, mengingat program Batik Solo Trans

Pemerintah Kabupaten (Sukoharjo dan Karanganyar) Coca-Cola CV. Deras Pemerintah Kota Surakata (Untuk Wilayah Kota Surakarta) Damri (Untuk Wilayah Sukoharo dan Karanganyar) Masyarakat (Pemilik Lahan) commit to user

yang yang melintasi pertemuan akan daerah-daerah penghubung. Kondisi inilah yang seharusnya menjadikan pemerintahan lokal untuk tanggap akan dampak yang kompleks dalam permasalahan publik. Namun sampai saat ini, belum adanya bentuk kerjasama yang efektif antar Kota Surakarta dengan beberapa kabupaten yang menjadi lintasan Batik Solo Trans dalam halnya penguatan komitmen dalam membenahi beberapa layanan yang diharuskan menjadi kualitas pengembangannya melalui kerjasama tersebut, karena permasalahan sosial menjadi ranah yang terkonsentrasi pada pengembangan program sustainable public transport.

c) Pola Kerjasama Operator Batik Solo Trans

Sekda Surakarta Direksi Perum Damri Direktur Utama Perum Damri UPT Damri Surakarta Pemerintah Daerah (Walikota) Dishub Surakarta

Tahap dimana MoU antar Pemerintah Kota Surakarta

dengan Damri untuk menyepakati pengoperasionalan

Batik Solo Trans yang di operatori pihak Damri

Proses kesepakatan dalam hal pinjam pakai kendaraan milik daerah kepada Damri untuk

dioperasionalkan sesuai fungsinya Proses kesepakatan operasionalisasi Batik Solo

Trans dan Dishub sebagai instutisi yang mengawasi

program

Adapun analisis kelembagaan Batik Solo Trans secara keseluruhan dapat dijelaskan melalui rumusan gambar pola kerjasama sebagai berikut:

Melihat kondisi akan analisis kelembagaan Batik Solo Trans yang dirumuskan diatas, maka peran pemerintah masih sangat mendominasi dimana strategi perencanaan, operasional perencanaan, dan administrasi masih menjadi tugasnya. Sedangkan tipe ideal yang perlu dikembangkan untuk kelancaran investasi masa depan adalah peran pemerintah cukup pada penanggungjawab program dan pengawasan, sedangkan pengawasan pun masih dibagi kedalam perspektif evaluasi program dan kontrol sosial. Kontrol sosial yang dimaksud adalah bagaimana peran pengawasan sebuah program sudah menjadi bentuk partisipasi masyarakat untuk ikut dalam kemajuan program.

Adapun bagan struktur kelembagaan antar institusi program BRT di Kota Surakarta secara kompleks dapat dilihat sebagai berikut:

Pemerintah

Swasta

P

KMP

R

SP

OP

A

A

O

Ket: (P) Penanggungjawab; (SP) Strategi Perencanaan; (OP) Operasional Perencanaan; (A) Administrasi; (O) Operator Lapangan; (R) Pengawasan; (KMP) Kontraktor Material BRT

Gambar 3

Struktur Koordinasi dan Hierarki

Sumber: Data Sekunder

Bentuk kelembagaan mengikat kedua institusi untuk saling berkoordinasi dalam memberikan hasil pencapaian kinerja sebagai bentuk evaluasi untuk pengambilan keputusan. Pada intinya UPT Damri Kota Surakarta sebagai operator Batik Solo Trans memiliki kewajiban dalam memberikan hasil laporan pencapaian kinerja Batik Solo Trans kepada Dishub Surakarta yang nantinya diteruskan kepada pucuk penanggungjawab program yaitu Walikota Surakarta dan UPT Damri Surakarta juga melaporankan hasil pencapaian kinerja Batik Solo Trans kepada dewan Direksi di pusat sebagai evaluasi internal Damri mengenai profite untuk diberikan penilaian yang

berdampak pada feedback nilai investasi, berupa material maupun finansial yang sudah dikeluarkan oleh Damri di dalam program ini.

Dalam dokumen Abdul Aziz Zulhakim S241002007 (Halaman 105-119)

Dokumen terkait