• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 1 Distribusi spasial

4.2.3. Pola pertumbuhan

Pola pertumbuhan cumi-cumi sirip besar dapat diketahui dengan menganalisis hubungan panjang mantel dan bobot tubuhnya. Pola pertumbuhan cumi-cumi sirip besar pada setiap pengambilan contoh bersifat allometrik negatif baik di perairan Karang Congkak maupun perairan Karang Lebar dan Semak Daun, kecuali di perairan Karang Lebar dan Semak Daun pada pengambilan contoh kelima yang bersifat isometrik (Tabel 7 dan Tabel 8).

Tabel 7. Pola pertumbuhan cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak pada setiap pengambilan contoh

Pengambilan

Contoh Waktu n b R Keterangan

1 2-10 Maret 2011 22 2.2901 0.89 Allometrik negatif 2 20-27 Maret 2011 20 2.6264 0.95 Allometrik negatif 3 28 Maret-4 April 2011 93 2.6596 0.97 Allometrik negatif 4 15-21 April 2011 94 2.4546 0.96 Allometrik negatif 5 06-12 Mei 2011 54 2.7191 0.96 Allometrik negatif

Tabel 8. Pola pertumbuhan tubuh cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Lebar dan Semak Daun pada setiap pengambilan contoh

Pengambilan

Contoh Waktu n b R Keterangan

2 20-27 Maret 2011 32 2.5280 0.93 Allometrik negatif 3 28 Maret-4 April 2011 26 2.5157 0.99 Allometrik negatif 4 15-21 April 2011 16 2.4439 0.97 Allometrik negatif 5 06-12 Mei 2011 9 2.4932 0.93 Isometrik

Cumi-cumi sirip besar contoh yang digunakan berasal dari hasil tangkapan yaitu sebanyak 366 ekor yang terdiri dari 283 ekor berasal dari perairan Karang Congkak dan 83 ekor berasal perairan Karang Lebar dan Semak Daun. Pertumbuhan cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak memiliki nilai koefisien b yang kurang dari 3 yaitu 2.6361, setelah dilakukan uji t dengan selang kepercayaan 95%

40

diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel yang artinya pola pertumbuhan cumi- cumi sirip besar bersifat allometrik. Kemudian nilai b sebesar 2.6361 (b<3) menunjukkan bahwa pola pertumbuhan cumi-cumi sirip besar pada perairan Karang Congkak ialah allometrik negatif (pertumbuhan panjang mantel lebih dominan daripada pertumbuhan bobot). Hal tersebut didukung dengan koefisien determinasi yang tinggi sebesar 98.02% yang artinya data tersebut telah mewakili 98.02% keadaan sebenarnya di alam. Hal yang sama terjadi pada pertumbuhan cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Lebar dan Semak Daun yang memiliki nilai koefisien b kurang dari 3 yaitu 2.290 dan setelah dilakukan uji t dengan selang kepercayaan 95% diperoleh t hitung lebih besar daripada t tabel yang artinya pola pertumbuhan cumi-cumi sirip besar bersifat allometrik. Kemudian nilai b sebesar 2.290 (b<3) menunjukkan bahwa pola pertumbuhannya juga allometrik negatif. Nilai koefisien determinasinya pun mewakili keadaan sebenarnya di alam sebesar 85.2% (Gambar 10).

Gambar 10. Hubungan panjang mantel dan bobot tubuh cumi-cumi sirip besar: (a) perairan Karang Congkak, (b) perairan Karang Lebar dan Semak Daun

Segawa (1987) in Andy Omar (2002) memperoleh koefisien regresi (b) sebesar 2.675 untuk hasil tangkapan di alam dan 2.553 untuk hasil pemeliharaan.

Forsythe et al. (2001) in Andy Omar (2002) membandingkan cumi-cumi sirip besar yang berasal dari perairan Teluk Tokyo (temperate area) dengan cumi-cumi yang berasal dari perairan Pulau Okinawa (tropics area) dan memperoleh persamaan bobot tubuh berturut-turut yaitu 2.613 dan 2.524 dengan nilai koefisien relatif yang menunjukkan keeratan yang sangat erat. Shivashantini et al. (2009) memperoleh koefisien regresi sebesar 2.459 di goba Jaffna Sri Lanka. Hamzah & Manik (1991) memperoleh koefisien regresi untuk hasil tangkapan di alam sebesar 1.541 di perairan Kepulauan Kai, Maluku Tenggara. Berdasarkan data tersebut, maka tampak bahwa nilai koefisien regresi yang diperoleh selama penelitian (2.6361 dan 2.290) berada dalam kisaran hasil-hasil penelitian hubungan panjang mantel dan bobot tubuh cumi-cumi sirip besar. Perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh jebnis kelamin, kematangan gonad, dan intensitas makan (Hile 1936 in Shivashantini et al. 2009). Froese (2006) in Shivashantini et al. (2009) menambahkan perbedaan nilai b dapat disebabkan parameter lingkungan, kondisi biota saat diambil, jenis kelamin, perkembangan gonad, dan kesuburan perairan. Hal ini dapat diduga juga bahwa perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran cumi- cumi sirip besar yang diamati, karena jumlah cumi-cumi sirip besar yang diamati tidak sama.

Hubungan panjang mantel dan bobot tubuh cumi-cumi sirip besar pada setiap pengambilan contohnya dapat memberikan informasi yang penting dalam biologi perikanan dan dinamika populasi untuk mengestimasi suatu stok atau biomassa yang ada di alam (Petrakis & Stergiou 1995 in Shivashantini et al. 2009). Selain itu hubungan panjang dan bobot juga berguna bagi petani ikan untuk memprediksi panen budidaya ikan (Shivashantini et al. 2009). Nilai praktis yang diperoleh dari hubungan panjang dan bobot ialah dapat menduga berat dari panjang atau sebaliknya, keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan, dan perubahan dari lingkungan (Effendie 2002).

Cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak memiliki tren pertumbuhan yang terus meningkat. Pada pengambilan contoh pertama hingga ketiga tren pertumbuhannya tidak terlalu cepat dengan panjang mantel dan bobot berkisar antara 67-184 mm dan 32.0-373.0 g pada pengambilan contoh pertama, 71- 148 mm dan 20.3-158.7 g pada pengambilan contoh kedua, dan 26-203 mm dan 1.4-

42

280.0 g pada pengambilan contoh ketiga. Hal tersebut menunjukkan pada pengambilan contoh pertama hingga ketiga cumi-cumi sirip besar masih berukuran kecil. Pada pengambilan contoh keempat hingga kelima tren pertumbuhannya cepat dengan panjang mantel dan bobot berkisar 41-257 mm dan 6.9-797.4 g pada pengambilan contoh keempat serta 100-240 mm dan 47.7-634.0 g pada pengambilan contoh kelima yang menunjukkan pada saat tersebut cumi-cumi sirip besar telah berukuran besar (Gambar 11).

Cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Lebar dan Semak Daun memiliki tren pertumbuhan yang tidak jauh berbeda. Pada pengambilan contoh kedua panjang mantel dan bobot berkisar 71-256 mm dan 26.3-698.0 g. Pada pengambilan contoh ketiga panjang mantel dan bobot berkisar 84-281 mm dan 40.0-970.0 g. Pada pengambilan contoh keempat panjang mantel dan bobot berkisar 81-285 mm dan 41.7-946.0 g. Pada pengambilan contoh kelima panjang mantel dan bobot berkisar 126-210 mm dan 123.9-418.0 g (Gambar 11). Hal tersebut menunjukkan cumi-cumi sirip besar yang terdapat pada daerah Karang Lebar dan Semak Daun telah berukuran besar dari pengambilan contoh kedua hingga kelima.

Pertumbuhan sumberdaya ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit sedangkan faktor eksternal meliputi ketersediaan makanan dan suhu perairan. Di iklim tropis ketersediaan makanan lebih berperan dibandingkan suhu perairan (Effendie 2002). Pada perairan Karang Congkak maupun perairan Karang Lebar dan Semak Daun diduga tidak memiliki sumber makanan yang mencukupi bagi pertumbuhan cumi-cumi sirip besar sehingga pertumbuhan panjang mantel lebih dominan dibandingkan berat tubuh. Perbedaan jumlah dan variasi ukuran cumi-cumi sirip besar yang diamati pada kedua perairan juga dapat diduga menjadi penyebab perbedaan nilai b pada kedua perairan.

Gambar 11. Hubungan panjang mantel dan bobot tubuh cumi-cumi sirip besar pada setiap periode pengambilan contoh: (a) perairan Karang Congkak, (b) perairan Karang Lebar dan Semak Daun

44

4.2.4. Pendugaan parameter pertumbuhan

Pertumbuhan cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak lebih kecil dibandingkan perairan Karang Lebar dan Semak Daun. Cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak memiliki nilai panjang mantel asimtotik sebesar 292.95 mm dan koefisien pertumbuhan sebesar 0.27 per tahun, sedangkan cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Lebar dan Semak Daun memiliki panjang mantel asimtotik yang lebih besar yaitu 299.25 mm dan koefisien pertumbuhan yang lebih kecil yaitu 0.23 per tahun (Tabel 9).

Tabel 9. Parameter pertumbuhan cumi-cumi sirip besar

Lokasi Parameter Pertumbuhan

L (mm) k (tahun) t0 (tahun)

Perairan Karang Congkak 292.95 0.27 -0.3305

Perairan Karang Lebar dan Semak Daun 299.25 0.23 -0.3881

Selama penelitian diperoleh panjang maksimum cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak dan perairan Karang Lebar dan Semak Daun berturut- turut ialah 256 mm dan 285 mm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa panjang mantel cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak lebih jauh mendekati panjang mantel asimtotiknya dibandingkan dengan cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Lebar dan Semak Daun. Tekanan penangkapan yang lebih tinggi yang dilakukan di perairan Karang Congkak dibandingkan perairan Karang Lebar dan Semak Daun diduga dapat menyebabkan terjadinya penurunan ukuran tubuh cumi-cumi sirip besar. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Cushing (1970) di mana semakin meningkatnya aktivitas penangkapan maka sumberdaya yang menjadi target tangkapan akan semakin kecil ukurannya di masa mendatang.

Persamaan Von Bertalanffy yang terbentuk untuk cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak ialah Lt=292.95(1-e-0.27(t+0.3305)) dan persamaan untuk cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Lebar dan Semak Daun ialah Lt=299.25(1- e-0.23(t+0.3881)). Adapun kurva pertumbuhan cumi-cumi sirip besar baik di perairan Karang Congkak maupun perairan Karang Lebar dan Semak Daun menunjukkan bahwa cumi-cumi sirip besar yang berukuran kecil (muda) memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat daripada cumi-cumi sirip besar yang berukuran besar

(Gambar 12). Menurut Sparre dan Venema (1999) pendugaan umur sumberdaya ikan di daerah tropis dapat dilakukan dengan melalui analisis frekuensi panjang. Umur yang bertambah menyebabkan pertambahan panjang juga semakin bertambah. Sumberdaya ikan yang memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang rendah akan memiliki umur yang lebih lama karena akan semakin lama untuk mencapai panjang asimtotiknya. Cushing (1970) menyatakan bahwa sumberdaya ikan yang memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang tinggi akan mati lebih cepat dibandingkan dengan sumberdaya ikan yang memiliki koefisien pertumbuhan lebih rendah.

Gambar 12. Pertumbuhan Von Bertalanffy cumi-cumi sirip besar: (a) perairan Karang Congkak, (b) perairan Karang Lebar dan Semak Daun

Hamzah & Manik (1991) memperoleh hasil koefisien pertumbuhan cumi- cumi sirip besar di perairan Kepulauan Kai, Maluku tenggara sebesar 0.2 per tahun dengan panjang asimtotik sebesar 338.6 mm. Selain itu Djajasasmita et al. (1993) menambahkan bahwa panjang mantel cumi-cumi sirip besar dapat mencapai + 350 mm. Perbedaan nilai panjang asimtotik dan koefisien pertumbuhan dapat

46

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh berupa keturunan, sex, umur, penyakit, dan parasit. Faktor eksternal yang berpengaruh ialah makanan dan suhu perairan, namun di daerah Indonesia yang beriklim tropis faktor makanan lebih berpengaruh (Effendie 2002). Menurut Weatherley (1972) in Tutupoho (2008) determinasi nilai k sangat efektif untuk menganalisis penurunan aktivitas makan sesuai perubahan ketersediaan makanan.

Panjang mantel cumi-cumi sirip besar saat t0 berbeda-beda pada kedua lokasi penelitian. Pada perairan Karang Congkak panjang mantel sebesar 25.01 mm sedangkan di perairan Karang Lebar dan Semak Daun sebesar 25.55 mm. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Nabhitabhata (1996) tentang “Life Cycle of Cephalopoda” yang menyatakan bahwa panjang mantel cumi-cumi sirip besar saat baru menetas dari kapsul telur ialah 5.4 mm. Hal tersebut diduga disebabkan oleh metode yang digunakan dalam penelitian ini.

Menurut Sparre & Venema (1999) parameter pertumbuhan memiliki peran yang penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang sederhana adalah untuk mengetahui panjang ikan pada saat umur tertentu atau dengan menggunakan inverse persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dapat diketahui umur ikan pada saat panjang tertentu. Dengan demikian, penyusunan perencanaan pengelolaan akan lebih mudah.

Dokumen terkait