• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA

2. Pola Roda

Pola roda adalah seseorang berkomunikasi dengan banyak orang,6 komunikasi ini lebih cenderung bersifat satu arah tanpa adanya feedback. Pola roda merupakan bentuk pertukaran informasi yang terpusat pada seseorang.

Pola roda bersifat satu arah menyebabkan komunikasi antara komunikator (Pembina) dan komunikan (muallaf) lebih didominasi oleh komunikator, sehingga komunikan hanya bersifat sebagai pendengar tanpa adanya umpan balik.

Dalam proses pembinaan pada muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa, pola roda ini berlaku terutama pada sesi pertama yang merupakan suatu komunikasi tatap muka, di mana Pembina memberikan materi kepada muallaf dalam jumlah yang besar. Pesan yang disampaikan oleh Pembina terlebih dahulu dipersiapkan sebelum program pembinaan dimulai.

Proses komunikasi pada sesi pertama tidak efektif, karena muallaf tidak memberikan pertanyaan terhadap materi yang sudah diberikan oleh Pembina. Sehingga Pembina tidak dapat mengetahui apakah pelajaran dan bimbingannya dapat dimengerti dan diterima oleh muallaf. Pola roda ini menjelaskan bahwa komunikasi ini terjadi satu arah.

6

Pembina berinteraksi dengan muallaf menggunakan bahasa, kata-kata yang lemah lembut, secar lisan maupun tulisan. Penyusunan pesan yang bersifat informatif lebih banyak ditujukan pada wawasan muallaf tentang agama Islam dan segala macam perintah dan larangan_Nya. Banyak para muallaf yang menyukai komunikasi verbal ini, karena dengan komunikasi verbal, pesan yang disampaikan dapat langsung dipahami. Berikut hal yang diutarakan muallaf, “dengan mendengar isi materi tentang keislaman yang disampaikan oleh ustadz Anwar, komunikasi yang disampaikan sangat mudah dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.7 Dengan lisan maupun tulisan para muallaf lebih cepat menangkap dan mengerti apa yang disampaikan Pembina.

Proses interaksi Pembina dengan muallaf menggunakan gerak kepala, postur tubuh, tatapan mata, canda tawa, ekspresi wajah. Sikap, perilaku dan tindakan seorang Pembina sering menjadi pusat perhatian muallaf, karena muallaf melihat langsung sikap yang dilakukan Pembina dan bisa menjadi cerminan bagi muallaf.

Pencerminan itu bisa dilihat dari Pembina yang memberikan salam dan senyum sebelum program pembinaan dimulai. Pada saat Pembina memberikan materi tentang praktek sholat bagi muallaf. Sholat merupakan hal yang paling mendasar yang harus dikuasai oleh umat Islam, karena sholat merupakan ritual dari umat Islam.Praktek sholat yang diperkenalakan dan diajarkan oleh pak ustadz Anwar kepada para muallaf dilakukan dengan penuh kesabaran. Meskipun para

7

muallaf tidak semua yang bisa menguasai praktek sholat, tetapi Pembina dengan telaten mengajarkannya. Pembina hanya memberikan pengenalan gerakan sholat sesekali diselingi dengan bacaan bagi yang sudah belajar dengan bacaan sholat. Kesabaran dan keteguhan Pembina dirasakan positif oleh para muallaf. “Pembina sangat sabar dan sangat baik dalam membantu muallaf untuk mengajarkan, membimbing serta menasihati kami yang belum terlalu bisa menguasai gerakan dan bacaan sholat”. Ujar Yuli.8

Komunikasi ini juga dapat mengiringi komunikasi verbal, misalnya dalam menyampaikan materi tentang bagaimana cara sholat yang baik dan benar tidak hanya diberikan teori kepada muallaf, tetapi pak ustadz Anwar juga mencontohkan gerakan-gerakan sholat, sehingga para muallaf lebih cepat memahami.

Komunikasi Pembina dengan muallaf tidak lepas dari komunikasi verbal dan komunikasi non verbal, karena merupakan dari suatu kesatuan pola komunikasi dalam proses penyampaian pesan dengan berkomunikasi.

Ada pula komunikasi antrapribadi dilakukan oleh Pembina terhadap muallaf secara pribadi dilakukan pada sesi ketiga, yaitu sesi konsultasi, muallaf bisa bertanya kepada Pembina. Pada sesi ketiga ini, muallaf dapat mengutarakan permasalahan, keluhan tentang permasalahan hidup yang dihadapi, seperti yang diutarakan oleh Pembina bahwa ada seorang muallaf yang menceritakan tentang kepindahan agamanya dengan respn keluarganya, “pak ustadz, bagaimana sikap

8

saya teradap orang tua yang tidak mendukung akan kepindahan agama saya dari Kristen ke Islam? Apakah saya masih bersikap baik kepada kedua orang tua saya?9

Kemudian pak ustadz memberikan solusi jawaban bahwa, “Islam mengajarkan kebaikan dan saling tolong menolong antar sesama manusia, meskipun Regina sudah menjadi muallaf. Kita harus tetap berbuat baik kepada siapapun, apalagi kepada kedua orang tua Regina yang telah melahirkan dan membesarkan Regina. Hubungan orang tua dan anak itu tidak akan pernah putus sampai kapanpun. Justru kita sebagai seorang muslim, jika ada anggota keluarga kita yang berbeda agama atau berbeda keyakinan, kita harus berusaha dan berdo`a semoga anggota keluarga senantiasa mendapat hidayah dari Allah SWT”.10

Komunikasi ini dengan orang lain yang dampaknya dapat dirasakan pada waktu itu juga, oleh pihak muallaf yang terlibat maupun yang mendengar. Hubungan langsung dengan kedua belah pihak ini menciptakan arus balik dimaksudkan reaksi sebagaimana diberikan oleh komunikan (muallaf) reaksi ini dapat berupa positif maupun negatif dan dapat diberikan atau dikirimkan kepada komunikator (Pembina) secara langsung maupun tidak langsung. Arus balik demikian akhirnya dapat pula mempengaruhi komunikator (Pembina) lagi, sehingga ia akan menyesuaikan diri dengan penyesuaian ini dengan harapan ada arus balik yang lebih posiif.

9

Regina, Muallaf (pengamatan langsung, Jakarta: ahad, 16 Januari 2011) 10

Dalam hubungan antarpribadi, proses komunikasi semakin jelas dan dalam komunikasi antarpribadi, komunikan (muallaf) dapat memberi arus balik secara langsung kepada komunikator (Pembina).

Pendekatan secara partisipatif berlandaskan kepercayaan bahwa para muallaf sendiri merupakan sumber pembinaan yang utama. Maka dalam pembinaan, pengalaman muallaf dalam menganut agama dan adanya konversi agama diceritakan kisahnya untuk berbagi. Lebih merupakan situasi belajar bersama di mana Pembina dan para muallaf belajar dan saling berbagi cerita dan pengalaman satu sama lain.

Penulis melihat satu kesamaan antara pola bintang dan pola roda, karena pada pola tersebut memiliki pengertian yang sama yaitu adanya interaksi langsung antara Pembina dan muallaf. Walaupun secara garis besar mempunyai pengertian yang sama tetapi terdapat perbedaan yang signifikan yaitu pada pola bintang mempunyai umpan balik (feddback) antara komunikator dengan komunikan, sedangkan pola roda tidak terjadi umpan balik dan cenderung satu arah.

Hasil pengamatan penulis, komunikasi yang efektif dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan muallaf pada sesi ke-2 dengan materi rukun Islam dan ke-3 rukun iman menggunakan pola bintang dikarenakan pada pola tersebut komunikator dan komunikan dapat berkomunikasi secara langsung dan melakukan suatu proses umpan balik (feedback). Dengan adanya proses umpan balik tersebut maka komunikator dapat mengetahui seberapa jauh komunikan

mampu memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator, sehingga proses belajar-mengajar berjalan dengan baik.

Proses belajar-mengajar yang terjadi dalam kegiatan program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa merupakan suatu komunikasi tatap muka (face to face), komunikasi di dalam program pembinaan muallaf mempunyai ciri-ciri komunikasi kelompok, jika dilihat dai segi sasaran dan situasi. Ciri-ciri-ciri tersebut adalah:

1. Proses komunikasi, pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang Pembina (pembicara) kepada para muallaf dalam jumlah yang lebih besar pada tatap muka. Hal tersebut menunjukkan seorang Pembina (pembicara) dalam hal ini adalah seorang yang menjelaskan kepada muallaf dengan jumlah yang besar.

2. Pesan yang disampaikan terencana (dipersiapkan). Maksudnya adalah seorang komunikator harus mempunyai program yang terencana atau sudah disiapkan sebelumnya.

Dalam proses belajar-mengajar pada kegiatan program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa sudah memenuhi unsur-unsur komunikasi. Unsur-unsur komunikasi tersebut :

1. Komunikator (Pembina) sebagai pengirim pesan atau sumber informasi. Dalam hal ini Pembina memformulasikan informasinya kepada muallaf berupa pengetahuan.

2. Pesan merupakan alat komunikasi dalam bentuk verbal berupa suara, lambang, tulisan dan lisan. Pada pemberian materi atau saat memberikan isi pesannya, pada pelaksanaan kegiatan tersebut, komunikator menggunakan lisan, tulisan, sehingga muallaf lebih mudah mengerti dalam menerima pesan yang akan disampaikan.

3. Komunikan (muallaf) merupakan orang yang dituju oleh komunikator untuk menyampaikan pesannya agar komunikan (muallaf) bisa mengerti atau paham maksud dari isi pesan yang disampaikan oleh komunikator (Pembina).

4. Media merupakan saluran penyampai pesan kepada komunikan (muallaf). Komunikator (Pembina) menyampaikan pesannya melalui sebuah alat atau media berupa OHV, papan tulis, spidol, penghapus dan buku-buku.

5. Efek komunikasi merupakan pengaruh yang ditimbukan pesan komunikator (Pembina) kepada komunikan (muallaf). Efek yang diharapkan komunikator (Pembina) kepada komunikan (muallaf) yaitu efek kognotif, afektif dan behavioral, di mana komunikator harus mampu merubah komunikan (muallaf) agar komunikan (muallaf) lebih mengetahui dan memahami serta mengamalkan apa yang diberikan oleh komunikator (pembina).

Pentingnya komunikasi yang digunakan Pembina terhadap muallaf sangat berpengaruh pada perubahan pandangan dan adanya penambahan pengetahuan

tentang keislaman. Interaksi yang berlangsung antara Pembina dengan muallaf dalam pelaksanaan pembinaan tentang pengetahuan Islam sangat perlu, dengan berkomunikasi maka pesan yang disampaikan Pembina kepada muallaf dapat terealisasikan dengan baik. Serta terjadi interaksi dan pertukaran informasi dalam hal ini saling tanya jawab antara Pembina dengan muallaf dan sebaliknya.

Dokumen terkait