• Tidak ada hasil yang ditemukan

Probabilitas adanya penyakit pada orang-orang yang menunjukkan hasil tes positif disebut positive predictive value (PPV), sedangkan negative predictive value

(NPV) adalah probabilitas tidak adanya penyakit pada orang-orang yang menunjukkan hasil tes negatif. Dibawah ini akan diperlihatkan nilai positive predictive value (PPV) dan negative predictive value (NPV) dari laktat arteri jam ke-0, laktat arteri jam ke-24 dan skor APACHE II.

a. Laktat jam ke-0

< 2,755 ≥ 2,755

Meninggal 7 0

Hidup 10 10

PPV = a/a+b = 7/7+0 = 100%

NPV = d/c+d =10/10+10 = 50%

Pada laktat jam ke-0 dijumpai positive predictive value (PPV) sebesar 100% dan negative predictive value (NPV) sebesar 50%.

b. Laktat jam ke-24

<1,99 ≥1,99

Meninggal 6 1

Hidup 10 10

PPV = a/a+b =6/6+1 = 85%

NPV = d/c+d = 10/10+10 = 50%

Pada laktat jam ke-24 dijumpai positive predictive value (PPV) sebesar 85% dan negative predictive value (NPV) sebesar 50%

c. Bersihan laktat dari jam ke-0 ke jam ke-24

<27,25 ≥27,25

Meninggal 4 3

Hidup 10 10

PPV = a/a+b =4/4+3 = 57%

NPV = d/c+d = 10/10=10 = 50%

Pada laktat jam ke-24 dijumpai positive predictive value (PPV) sebesar 57% dan negative predictive value (NPV) sebesar 50%.

BAB V

PEMBAHASAN

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari prediktor mortalitas yang baik terhadap pasien yang dirawat di UPI. Kadar laktat telah banyak diteliti sebagai prediktor mortalitas atau morbiditas maupun indikator keberhasilan resusitasi.

Hiperlaktatemia dan asidosis laktat dapat dipakai sebagai penanda diagnostik dan prognosis kondisi kritis yang buruk. Hiperlaktatemia pada pasien kritis adalah kadar laktat > 18 mg/dL (2mmol/L) dan asidosis laktat adalah asidosis metabolik dengan kadar laktat > 45 mg/dL (5 mmol/L) dengan pH arteri <7,35.55 Pembentukan laktat yang meningkat pada pasien kritis tidak hanya terjadi pada kondisi hipoksia tapi juga dapat terjadi akibat dari proses glikolisis aerobik yang meningkat (hipermetabolisme sel) dengan kondisi sediaan oksigen cukup.50 Namun Alistair D.

Nichol dkk. meneliti pada pasien sakit kritis, bahwa hiperlaktatemia relatif secara independen terkait dengan peningkatan mortalitas. Konsentrasi laktat darah >0,75 mmol.L-1 dapat digunakan oleh klinisi untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi terhadap kematian. Kesimpulan yang didapat mungkin kisaran referensi untuk laktat pada pasien sakit kritis perlu dikaji ulang kembali.57 Begitu juga dengan Asgar H. Rishu dkk. mendapati bahwa hiperlaktatemia relatif (nilai laktat 1,36-2,00 mmol/L) dalam pertama 24 jam perawatan ICU merupakan prediktor independen mortalitas di ICU dan rumah sakit pada pasien sakit kritis.58

Pada penelitian ini didapati laktat arteri pada jam ke-0 pada kelompok hidup rata-rata 1,46 dengan standar deviasi 0,59 mmol/L, sedangkan kelompok meninggal rata-rata 3,99 mmol/L dengan standar deviasi 4,30 mmol//L. Dengan nilai p = 0,036

berarti terdapat perbedaan bermakna pada rata-rata laktat arteri jam ke-0 kelompok hidup dan meninggal. Laktat arteri pada jam ke-24 pada kelompok hidup rata-rata 1,31 mmol/L dengan standar deviasi 0,66 mmol/L, sedangkan kelompok meninggal rata-rata 3,14 mmol/L dengan standar deviasi 3,19 mmol/L. Dengan nilai p = 0,162 berarti tidak ada perbedaan bermakna pada rata-rata laktat arteri jam ke-24 kelompok hidup dan meninggal.

Hasil ini sama seperti penelitian Farah A. Husain dkk.74 yang mendapatkan nilai laktat arteri awal mempunyai perbedaan bermakna antara hidup dan meninggal (4,2 mmol/L, 2,8 mmol/L dan p = 0,002), dan begitu juga pada nilai laktat arteri setelah 24 jam mempunyai perbedaan bermakna antara yang hidup dan meninggal (5,1 mmol/L, 2,2 mmol/L , dan p < 0,001).

Perubahan nilai laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 adalah merupakan hasil resusitasi atau terapi yang dilakukan terhadap pasien-pasien dengan sakit kritis. Jika resusitasi atau terapi awal yang diberikan kurang baik, maka tidak ada perbaikan nilai laktat arteri dari jam ke 0 ke-24, sedangkan bila resusitasi atau terapi awal yang diberikan baik, maka akan terdapat perbaikan dari nilai laktat arteri dari jam 0 ke-24. Oleh karena itu beberapa peneliti menjadikan kadar laktat untk memperkirakan keberhasilan perawatan pasien.22,23

Pada penelitian ini didapati bahwa pada kelompok hidup terjadi perbaikan rata-rata laktat arteri jam ke-0 (1,46 mmol/L) ke laktat arteri jam ke-24 (1,31 mmol/L).

Sedangkan pada kelompok meninggal juga terjadi perbaikan rata-rata laktat arteri jam ke-0 (3,99 mmol/L) ke laktat arteri jam ke-24 (3,14 mmol/L). Hal ini sesuai dengan penelitian John McNelis, M.D dkk26 bahwa disaat pasien tidak mampu untuk menormalkan nilai laktatnya kurang dari 24 jam akan memiliki angka mortalitas yang tinggi.

Bersihan laktat merupakan hasil resusitasi atau terapi yang telah dilakukan terhadap pasien-pasien kritis. Jika resusitasi atau terapi awal yang diberikan kurang baik, maka akan menghasilkan bersihan laktat yang rendah. Pada penelitian ini didapatkan bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 pada kelompok hidup rata-rata 0,86% dengan standar deviasi 64,03%, sedangkan kelompok meninggal rata-rata-rata-rata -46,25% dengan standar deviasi 190,19%. Dengan nilai p=0,570 berarti tidak ada perbedaan bermakna pada bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 kelompok hidup dan meninggal. Perbedaan yang tidak bermakna pada bersihan laktat pada kelompok hidup dan meninggal ini dapat disebabkan oleh terapi awal yang diberikan bervariasi. Penyebab lain rendahnya bersihan laktat ini mungkin dikarenakan pemeriksaan laktat tidak dilakukan serial selama 24 jam atau 48 jam. Seperti penelitian yang dilakukan Farah A. Husain dkk 74 terhadap pasien bedah yang dirawat di UPI menemukan bahwa kadar laktat inisial meningkat secara bermakna pada pasien yang meninggal. Rasio kematian 10% pada kadar laktat yang kemnali normal dalam 24 jam, 24% pada kadar laktat yang kembali normal pada >48 jam dan 67%

jika kadar laktat tidak kembali normal.

Pada pasien sepsis berat dan syok sepsis terjadi perubahan perfusi mikrosirkulasi sehingga terjadi gangguan distribusi oksigen. Kondisi hipoperfusi dan hipoksia jaringan mengakibatkan oksigen deliveri berkurang sehingga terjadi metabolisme anaerob di jaringan yang akhirnya menimbulkan keadaan asidosis metabolik akibat dari meningkatnya laktat sebagai produk akhir. Jam pertama setelah diagnosa sepsis berat dan syok sepsis ditegakkan, dikenal istilah golden hours. Pada periode ini, resusitasi hemodinamik yang agresif berkaitan dengan tingkat survival yang tinggi dan berkurangnya disfungsi organ. Setelah golden hours, resusitasi

hemodinamik yang agresif untuk mengurangi disfungsi organ dan penurunan mortalitas tidak efisien lagi.13

Hasil analisa statistik dengan regresi linier didapati bahwa hubungan bersihan laktat arteri dari jam ke-0 jam ke-24 dengan skor APACHE II menunjukkan hubungan yang sedang (r = 0,321) dan berpola negatif artinya semakin rendah bersihan laktat arteri semakin tinggi nilai skor APACHE II. Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan bermakna (p=0,108) antara nilai bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 dengan skor APACHE II, sehingga uji regresi linier bersihan laktat ini tidak dapat dipakai dalam menentukan skor APACHE II.

Kemampuan sistem skoring untuk menjadi prediktor mortalitas yang akurat ditentukan dengan diskriminasi dan kalibrasi. Diskriminasi adalah kemampuan sistem skoring untuk membedakan pasien yang akan bertahan hidup dengan pasien yang akan meninggal dunia. Nilai diskriminasi ditentukan oleh luas area under curve (AUC).

(1 = sempurna, 0,9-0,99 = sangat baik, 0,8-0,89 = baik, 0,7-0,79 = cukup baik, 0,6-0,69 = sedang,< 0,6 = buruk). Kalibrasi adalah membandingkan antara prediksi kematian dari sistem skor dengan kejadian kematian aktual pada populasi baru.72,73

Pada penelitian ini didapati bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 memiliki luas area under curve (AUC) sebesar 0,579 dan cut off point 27,25 dengan sensitifitas 0,500 dan spesifisitas 0,500. Luas AUC bersihan laktat ini dinilai buruk dan rendah bila dibandingkan dengan luas AUC laktat jam ke-0 maupun laktat jam ke-24, hal ini mencerminkan bersihan laktat ini tidak dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas pada pasien yang dirawat di UPI RSHAM.

Keterbatasan penelitian ini adalah bervariasinya pasien yang dirawat di UPI RSHAM, pemeriksaan laktat yang dilakukan hanya 2 kali yaitu saat masuk dan 24 jam kemudian serta jumlah sampel yang sedikit yang masuk dalam penelitian ini.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait