• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi Ekonomi Nenas Indonesia

Nenas merupakan salah satu dari empat komoditi buah tropika yang paling banyak diperdagangkan secara internasional. Produksi nenas dunia lebih dari 13 juta ton, dengan volume perdagangan internasional mencapai 1 juta ton. Volume perdagangan internasional nenas adalah terbesar kedua setelah pisang. Pada tahun 2000 produksi nenas dunia adalah sekitar 13,5 juta ton, dimana sepertiganya diolah dalam industri dan sebagian lagi dikonsumsi langsung secara segar.

Produsen utama nenas pada tahun 2005 adalah Thailand (2,28 juta ton), India (1,44 juta ton), Filipina (1,52 juta ton), Brazil (1,35 juta ton), dan Indonesia (925.000 ton). Perdagangan internasional nenas pada tahun 1999 mencapai 1,05 juta ton, dengan pengekspor utama adalah Kosta Rika (353.000 ton), Pantai Gading (183.000 ton) dan Filipina (127.000 ton). Ekspor nenas Indonesia baru mencapai seribu ton. Sedangkan negara pengimpor nenas terbesar adalah Uni Eropa (445.000 ton), Amerika Serikat (283.000 ton) dan Jepang (90.000 ton).

Selama tahun 2000 – 2005 perkembangan produksi nenas Indonesia rata- rata sebesar 6.145.382 ton dengan sedikit berfluktuasi, produksi tertinggi sebesar 925.000 ton terjadi pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 produksi nenas terus mengalami peningkatan yang cukup besar dimana produksi nenas nasional sebesar 2,24 juta ton, dengan potensi produksi di Lampung sebesar 1,24 juta ton dan Jawa Barat dengan potensi produksi sebesar 0,54 juta ton.

Total ekspor nenas (yang terbagi dalam nenas segar dan nenas olahan), ekspor terbesar untuk nenas segar ditujukan ke negara Malaysia dengan share 74 persen, sementara ke Jepang 24,54 persen. Sementara untuk nenas olahan share terbesar berturut-turut adalah ke negara Amerika Serikat (22,62 persen), Belanda (15,19 persen), Singapura (13,94 persen), Jerman (13,86 persen), dan Spanyol (10,58 persen). Rata- rata volume ekspor ke Amerika sejak tahun 1999 – 2005 sebesar 52.054 ton dan relatif stabil setiap tahunnya, tetapi ekspor ke negara Belanda, Singapura dan Jerman serta Spanyol terus menunjukkan trend yang meningkat. Pada tahun 2007, Indonesia mengekspor buah dalam kaleng, terutama nenas dengan nilai US$ 144,3 juta dan sari buah sebesar US$ 22,12 juta. Namun

11 dalam tahun yang sama Indonesia juga mengimpor buah dalam kaleng dengan nilai U$ 0,43 juta dan sari buah sebesar US$ 7,6 juta.

Tanaman buah yang tidak menyukai air yang menggenang ini, kini ditanam luas di Indonesia. Daerah-daerah yang menjadi sentra produksi untuk komoditi nenas di Indonesia selama ini adalah Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Subang dan Bekasi), Jawa Timur (Surabaya) NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung. Adapun daerah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan produksi adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, NTB, Sulawesi Selatan dan Lampung. Propinsi Lampung merupakan daerah penanaman nenas utama, dengan beberapa pabrik pengolahan nenas juga terdapat di sana. Nenas (Anenas comosus (L) Merr) yang kerap dikonsumsi sebagai buah segar dapat tumbuh dan berbuah di dataran tinggi hingga 1.000 meter dpl.

Kabupaten Subang di Jawa Barat sebagai salah satu sentra produksi nenas di Indonesia. Berdasarkan informasi daerah setempat bahwa permintaan ekspor buah nenas asal Kabupaten Subang Jawa Barat, terus meningkat. Pada tahun 2007, jumlah ekspor nenas baru 95,663 ton. Pada Januari hingga Maret tahun 2011 adalah 124,160 ton. Beberapa bulan terakhir sudah meningkat sekitar 30 persen. Pangsa pasar tujuan negara ekspor adalah di Timur Tengah, Iran, Mesir dan Korea. Diharapkan dengan banyak permintaan pasar ekspor ini, para pelaku usaha agribisnis Indonesia untuk komoditas nenas dapat lebih baik lagi di dalam mutu dan standarisasi untuk pangsa ekspor.

Saat ini ragam varietas nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang. Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, bahan pakan ternak, dan bahan baku industri. Buah nenas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup dan beberapa produk lain seperti makanan kering dalam bentuk keripik. Konsentrat nenas untuk skala besar telah diproduksi di Kalimantan Barat. Di daerah Kubu Raya Kalimantan Barat telah dibangun pabrik konsentrat nenas berkualitas tinggi yang di ekspor ke China, Eropa, dan USA. Kubu Raya mempunyai kapasitas produksi nenas 450 ton per hari atau 30 ton per

12 jam, sedangkan pabrik tersebut dapat mengolah konsentrat nenas berkualitas tinggi 3 ton per jam. Bahan baku diperoleh dari inti seluas 3.000 ha dan lahan plasma seluas 650 ha dari luas keseluruhan 10.000 ha. Pengolahan nenas dapat menjadi alternatif pada saat produksi buah melimpah, sehingga harga jual tetap menguntungkan.

Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nenas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nenas mengandung enzim bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga Berencana. Buah nenas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirup atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak.

Indonesia memliki potensi besar dalam pengembangan produk buah olahan yang dapat dijadikan produk andalan ekspor. Indonesia memiliki iklim tropis yang memungkinkan berbagai jenis tanaman buah dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, seperti : mangga, nenas, markisa, jeruk, jambu biji, sirsak dan rambutan. Ketersediaan lahan yang cukup tidak didukung oleh kepemilikannya oleh masyarakat yang masih dalam skala kecil, belum dalam skala perkebunan. Jika dilihat dari berbagai sisi maka terdapat faktor pendukung dan penghambat pengembangan produk olahan buah. Dari sisi permodalan, suku bunga pinjaman investasi relatif tinggi serta rendahnya minat investor untuk menanamkan modalnya di bidang perkebunan buah dan industri pengolahan buah menjadi faktor penghambat pengembangan industri produk olahan buah ini. Walaupun, peluang investasi untuk pengembangan industri pengolahan buah masih cukup besar.

13 2.2. Kecenderungan Global Industri Pengolahan Buah

2.2.1. Kecenderungan yang Telah Terjadi

Kecenderungan Yang Telah Terjadi pada industri pengolahan buah yaitu dimana total ekspor buah olahan Indonesia pada tahun 2006 menurut International Trade Centre adalah sebesar US$. 175,7 juta dan pada tahun 2007 turun menjadi US$. 171,8 juta turun sebesar 2,2. Sementara nilai ekspor buah olahan dunia pada tahun 2006 adalah sebesar US$. 31.615 juta dan meningkat menjadi US$.35.766 juta atau mengalami peningkatan sebesar 10 persen pada tahun 2007. Sehubungan dengan data tersebut maka share ekspor buah olahan Indonesia terhadap nilai ekspor buah olahan dunia baru mencapai 0,6 tahun 2006 dan turun menjadi 0,5 tahun 2007. Walaupun share ekspor buah olahan Indonesia masih kecil terhadap ekspor dunia maka dalam jangka panjang Indonesia dapat lebih meningkatkan ekspor buah olahan melalui peningkatan produksi buah-buahan dan lahan usaha perkebunan yang terpadu dengan industri pengolahan buah.

2.2.2. Kecenderungan yang Akan Terjadi

Sementara kecenderungan yang akan terjadi dimana permintaan buah- buahan tropis di masa depan cenderung meningkat baik dari kuantitas maupun kualitasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah meningkatnya tingkat pendapatan per kapita penduduk dunia; meningkatnya jumlah penduduk dunia, dan meningkatnya penguasaan teknologi pengolahan buah. Dimasa yang akan datang juga akan terjadi perubahan permintaan berbagai produk buah, diantaranya seperti :

• Permintaan buah-buahan tropis organik (green product, Eco production), hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran akan keamanan pangan dan kelestarian lingkungan. Hal ini merupakan peluang untuk Indonesia, karena sebagian besar masih diproduksi secara tradisional tanpa atau minimal penggunaan pupuk anorganik dan bahan kimia lainnya.

• Permintaan buah-buahan yang diproses minimal (minimally processed) yang masih mempunyai cita rasa asli buah tropis. Permintaan produk baru dari buah-buahan sebagai obat, minuman/makanan kesehatan dan bahan kosmetik.

14 Kecenderungan masyarakat sampai saat ini masih lebih menyukai mengkonsumsi buah dalam keadaan segar dari pada mengkonsumsi buah olahan, karena harganya yang mahal sehingga ada persaingan pasar antara sari buah olahan yang asli dengan minuman buah essence dengan harga yang relatif terjangkau. Hal untuk mengkonsumsi buah dalam bentuk segar dan diproses minimal merupakan peluang bagi petani untuk memproduksi buah dengan konsistensi di bidang mutu dan ukuran. Adanya perubahan perilaku masyarakat modern yang lebih menyukai buah dalam kemasan praktis khususnya kemasan kecil dan mempunyai masa kadaluarsa lebih lama dari pada buah segar yang panjang. Hal ini dapat menjadi peluang bagi petani buah untuk meningkatkan produksi buah-buahan dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar

2.2.3. Permasalahan yang Dihadapi Industri Pengolahan buah

Industri pengolahan buah saat ini didominasi oleh industri-industri skala besar dan masih terkonsentrasi di perkotaan, padahal sebagai motor penggerak pembangunan pertanian agroindustri diharapkan akan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional. Pengembangan industri pengolahan buah di wilayah pedesaan yang umumnya industri kecil tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan berasal dari dalam wilayah itu sendiri ataupun berasal dari luar. Beberapa permasalahan industry pengolahan buah yang terjadi adalah sebagai berikut :

a. Bahan Baku

• Pasokan bahan baku tidak kontinyu karena produksi buah-buahan bersifat musiman, konsistensi mutu dan ukuran serta tingkat kematangan buah tidak merata disebabkan masih terbatasnya investasi budidaya perkebunan buah skala komersial.

• Sebaran peta potensi buah secara komprehensif terbatas pada produk buah- buahan tertentu di Indonesia.

15 • Terbatasnya penanganan teknologi pasca panen produksi buah-buahan dan penguasaan teknologi proses produksi di tingkat usaha skala kecil dan menengah masih rendah.

b. Produksi

• Rendahnya kemampuan inovasi produk di bidang pengolahan buah; • Belum optimalnya peran litbang untuk kegiatan R & D bidang pengolahan

buah.

• Buah olahan umumnya diproduksi oleh industri skala menegah kecil yang masih terkendala dalam kemasannya.

c. Pemasaran

• Kurangnya promosi pemasaran produk buah olahan di dalam negeri dan luar negeri.

d. Infrastruktur

• Rendahnya kemampuan penyediaan modal khususnya bagi pelaku industri skala kecil.

Rendahnya mutu buah-buahan Indonesia merupakan persoalan yang serius. Rendahnya mutu ini terkait sangat erat dengan sistem produksi buah- buahan, sistem panen, penanganan pasca panen dan terutama pasar yang dapat menyerap produk buah-buahan. Karena itu untuk bisa memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan global, masalah mutu buah-buahan harus ditangani. Penerapan jaminan mutu terutama pasca panen buah-buahan harus dikembangkan agar dapat diterapkan oleh petani buah.

Dokumen terkait