• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Seni Budaya Masyarakat Mengwi

PURI SEBAGAI LOKASI PERTUNJUKAN

3.1. Gambaran Umum Puri

3.1.5. Potensi Seni Budaya Masyarakat Mengwi

Seni Pertunjukan Pariwisata Bali Kemasan Baru yang disajikan di Puri Mengwi dikemas dari berbagai potensi seni budaya masyarakat setempat. Dengan kata lain, potensi seni budaya masyarakat sesungguhnya merupakan embrio dari Seni Pertunjukan Pariwisata Bali Kemasan Baru. Adapun potensi kesenian masyarakat di Desa Mengwi adalah sebagai berikut.

Matriks 3.1. Potensi Kesenian Di Desa Mengwi

No. Jenis Kesenian Tempat Pementasan

Di Desa Di Luar Desa

1 Sekaa Baleganjur ** *

2 Sekaa Gong Kebyar * **

3 Sekaa Angklung ** -

4 Sekaa Pesantian * -

5 Sekaa Kidung * -

6 Sekaa Barong ** -

7 Sanggar Seni Tari ** *

8 Wayang Kulit ** *

9 Joged Bumbung ** *

10 Tektekan ** *

11 Cak ** -

12 Seni Pencak Silat #* *

Sumber : diolah dari hasil penelitian lapangan. Keterangan :

- : tidak pernah disajikan * : jarang / pernah disajikan ** : sering disajikan

Potensi kesenian yang dimiliki oleh masyarakat Desa Mengwi tersebut dirangkum dan dikemas menjadi Seni Pertunjukan Pariwisata Bali Kemasan Baru yang penyajiannya dikombinasikan dengan prosesi ritual (yang direkayasa) men-jadi sebuah seni pertunjukan pariwisata. Masyarakat Desa Mengwi, khususnya yang berdomisili di banjar Pande, merasa beruntung. Mereka dapat kesempatan tampil, bahkan memperoleh peluang bisnis tambahan. Penghasilan tambahan diperoleh dari keterlibatannya dalam aktivitas pariwisata ini, antara lain dengan membuat dan menjunjung gebogan (rangkaian buah di atas dulang), sebagai penabur bunga, pembawa tombak, pembawa umbul-umbul, pembawa obor, mendekor puri, menjadi pecalang, sebagai penabuh, penari.

Berkembangnya industri pariwisata itu di Desa Mengwi telah banyak menyebabkan terjadinya perubahan, khususnya dalam bidang sosial-budaya dan ekonomi. Hal itu tampak dalam penambahan lapangan kerja yang sebelumnya hanya dalam sektor pertanian dan buruh bangunan kini juga merambah ke sektor industri dan jasa. Sektor industri dan jasa yang paling banyak berkembang adalah yang berkaitan dengan sektor pariwisata yang diprakarsai oleh Pengelingsir (tetua) Puri Mengwi. Selain memanfaatkan puri sebagai tempat kunjungan wisata, lingkungan puri seperti jaba-sisi maupun jaba-tengah Pura Taman Ayun dimanfaatkan sebagai tempat aktivitas kepariwisataan (dinner) yang mendapatkan nilai jual. Dengan seringnya Pura Taman Ayun dijadikan sebagai objek pariwisata di siang hari, dan sebagai tempat penyelenggaraan dinner di malam hari, berbagai kehidupan ekonomi menjadi berkembang di sekitar pura ini. Dinner yang diselenggarakan di Pura Taman Ayun itu selalu dirangkai dengan Seni Pertunjukan Pariwisata Bali Kemasan Baru yang melibatkan ratusan orang pelaku. Hal itu membuat kehidupan sosial-budaya dan ekonomi masyarakat Desa Mengwi berubah.

3.2. Puri Anyar Kerambitan, Tabanan 3.2.1. Sejarah Puri Anyar Kerambitan

Sejarah Puri Anyar Kerambitan terdapat dalam Babad Keturunan Arya Kenceng yang hingga kini masih disimpan oleh tetua Puri Agung Kerambitan.

Dalam Babad tersebut dikatakan bahwa Desa Baturiti dan Desa Kerambitan ditemukan oleh para abdi dari Kerajaan Tabanan. Mereka ditugaskan oleh rajanya yang bernama Ida Cokorda Pemade untuk mencari lahan subur yang akan dijadikan sebagai daerah pertanian bagi rakyatnya. Ida Cokorda Pemade adalah Raja Tabanan VIII. Ida Cokorda Pemade memang dikenal sebagai raja yang bijaksana dan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Walaupun sebagai raja telah memiliki daerah kekuasaan yang luas dan subur, namun Ida Cokorda Pemade masih terus ingin membuka hutan untuk lahan pertanian bagi rakyatnya agar mereka dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Desa Baturiti Kerambitan, tempat Puri Anyar itu dibangun, adalah daerah pertanian yang sangat subur yang merupakan daerah kekuasaan raja Tabanan (Program Kerja Desa Baturiti, 2006:12).

Ketika pemerintahan Ida Cokorda Pemade mencapai puncak kejayaan, ia menikahi Sekartaji. Namun, pernikahan itu tidak segera menghasilkan keturunan yang akan meneruskan tampuk pemerintahan. Berbagai jalan ditempuh agar Ida Cokorda Pemade memiliki keturunan. Raja dan para pengikutnya datang kepada orang pintar dan ke pura-pura memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi agar diberi keturunan. Ketika itu raja berjanji: “Apabila saya berhasil mempunyai keturunan, meskipun lahir bukan dari istri permaisuri (Sekartaji), anak tersebut akan diangkat sebagai raja penerus takhta kerajaan nanti.”

Tidak lama kemudian, selirnya melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama I Gusti Ngurah Sekar atau Arya Ngurah Sekar. Setelah kelahiran Ngurah Sekar, permaisuri pun melahirkan anak laki-laki yang diberi nama I Gusti Ngurah Gede. Kelahiran kedua anaknya itu membuat Ida Cokorda Pemade bingung. Menurut tradisi, yang berhak menggantikan posisinya menjadi raja nanti adalah anak yang dilahirkan oleh permaisuri, bukan anak yang diperoleh dari selir. Setelah Ida Cokorda Pemade wafat, kerajaan diteruskan oleh I Gusti Ngurah Sekar sebagai Raja Tabanan IX, karena I Gusti Ngurah Gede (anak dari permai-suri) ketika itu masih kecil. I Gusti Ngurah Gede terpaksa menerima hal itu karena itulah perintah ayahnya. Untuk menghilangkan rasa sakit hati, I Gusti Ngurah Gede diiringi beberapa abdi meninggalkan Puri Tabanan. I Gusti Ngurah Gede

pergi dengan tidak mempunyai tujuan pasti, hingga mereka sampai di sebuah rumah seorang Brahmana Kemenuh di Desa Banjar, Kabupaten Buleleng. I Gusti Ngurah Gede pun akhirnya tinggal di rumah Brahmana tersebut (Program Kerja Desa Baturiti, 2006:13).

Sementara sepeninggal I Gusti Ngurah Gede yang pergi tanpa pamit itu, para abdi di Puri Tabanan menjadi panik. I Gusti Ngurah Sekar sebagai Raja Tabanan IX memerintahkan untuk mencari saudara tirinya itu. Akhirnya I Gusti Ngurah Gede ditemukan di rumah seorang Brahmana di Desa Banjar. Karena ditemukan di Desa Banjar, I Gusti Ngurah Gede diberi nama I Gusti Ngurah Gede Banjar. I Gusti Ngurah Sekar sebagai Raja Tabanan IX memerintahkan saudara tirinya itu pulang. I Gusti Ngurah Gede Banjar akan mau pulang ke Puri Tabanan jika kakak tirinya itu menjemputnya secara resmi dan membuatkannya puri yang megahnya sama dengan Puri Tabanan yang ditempatinya kini.

I Gusti Ngurah Sekar pun menyanggupi permintaan adik tirinya itu. Utusan pun dikirim untuk menjemput I Gusti Ngurah Cede. Ketika I Gusti Ngurah Cede Banjar pamit untuk kembali ke puri, sang Brahmana berpesan:

“... apabila kamu membangun puri nanti, pilihlah lokasi yang bentuknya seperti kerucut agar rakyatmu makmur.”

Sesampainya di Puri Tabanan, I Gusti Ngurah Cede minta kepada kakak tirinya agar dibuatkan puri yang daerahnya berbentuk kukusan. I Gusti Ngurah Sekar pun menyanggupi permintaan adik tirinya itu. la memerintahkan para ab-dinya untuk mencarikan daerah sesuai dengan permintaan adik tirinya itu. Para abdi yang mencarikan lokasi untuk puri bagi I Gusti Ngurah Cede Banjar menemukan lokasi yang dimaksud, yaitu di Desa Pengembungan yang terletak di atas sebuah bukit. Desa tersebut bernama Pangembungan karena letaknya menonjol (kembung). Kini desa itu dikenal dengan nama Banjar Dukuh Belong. Sebagai ungkapan rasa syukur, mereka membuat tempat pemujaan. Atas kebesaran Ida Sanghyang Widhi Wasa, mereka mendirikan tempat pemujaan. Tempat pemujaan itu kini disebut Dukuh Sakti.

Dukuh Pengembungan terletak di sebelah barat kota Tabanan dan di sebelah selatan Desa Meliling, berada di tempat yang agak tinggi. Ketika I Gusti

Ngurah Cede Banjar berdiri, tiba-tiba di kejauhan dia melihat ada asap mengepul ke udara. I Gusti Ngurah Gede Banjar merasa heran karena daerah itu masih hutan belantara, yang belum banyak dijamah manusia. Hanya ada beberapa gubuk pe-tani tempat mereka berteduh jika hujan. Para abdi I Gusti Ngurah Gede Banjar pun mencari asal asap itu. Di lereng bukit para abdi itu menemukan tumbuhan

beleng, yaitu tanaman sejenis sirih. Sesuai dengan tanaman yang ditemukan,

tempat tersebut diberi nama “Beleng”. Kata beleng kemudian berubah menjadi

belong, dan kini tempat itu disebut Dusun Belong. Dari dusun itu para abdi I Gusti

Ngurah Gede Banjar berjalan ke arah selatan mendaki sebuah bukit hingga akhirnya sampai di tempat asap itu mengepul. Daerah itu kemudian dikenal dengan nama Kerawitan, dan sekarang disebut Kerambitan. I Gusti Ngurah Sekar pun membuatkan adik tirinya itu puri di tempat itu dengan bentuk bangunan yang sama dengan Puri Tabanan. Puri itu diberi nama Puri Kerambitan. Sejak saat itu berdirilah Puri Anyar Kerambitan dengan 20 jro (rumah) untuk menampung seluruh keluarga I Gusti Ngurah Gede Banjar dan para kerabat serta para abdinya. Sejak tahun 1700, I Gusti Ngurah Gede Banjar yang merupakan keturunan Raja Tabanan menetap di Puri Gede. Di sebelah utara Puri Gede, I Gusti Ngurah Gede Banjar kemudian membangun Pura Batur yang di dalamnya banyak terdapat batu besar maupun kecil sebagai tempat pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pura itu kini dikenal dengan nama Pura Ulun Siwi, yang disungsung oleh warga Desa Baturiti Kerambitan. Selanjutnya, keturunan I Gusti Ngurah Gede Banjar dari Puri Gede Kerambitan membuat puri baru lagi di sebelah utara Puri Gede yang kemudian diberi nama Puri Anyar Kerambitan (Program Kerja Desa Baturiti, 2006:15).

Pada abad ke-18, keturunan Puri Anyar Kerambitan, yaitu raja ke-5, jatuh sakit dan tidak dapat disembuhkan. Berdasarkan saran dari berbagai pihak, para abdi raja mengadakan semadi di suatu tempat yang diyakini merupakan tempat bersemayamnya Dukuh Sakti. Daerah itu terletak di Banjar Bengkel, Wangaya Gede Penebel. Pada tahun 1967 Raja Puri Anyar Kerambitan mendirikan pelinggih Dukuh Sakti sebagai ungkapan syukur karena sudah mendapat kesembuhan. Pura tersebut kemudian menjadi pura penyungsungan warga Banjar

Mundukcatu yang berlokasi di Dukuh Mundukcatu. Ketika raja sembuh dan kembali ke puri, para abdi raja tetap menghaturkan sesaji ke pura tersebut. Pura tersebut pada awalnya hanya diempon oleh warga Desa Mundukcatu, antara lain:

1. Pan Jeger dari Dusun Tengah Kerambitan

2. Pan Taman, Pan Remti, Pan Sukari dari Dusun Tuakilang Tabanan 3. Pan Kepiyeg dari Dusun Dukuh Baturiti

4. Pan Widia, Pan Redet, Pan Rata, Gurun Kompiyang dari Dusun Baturiti dan Desa Baturiti dan sebagainya (Program Kerja Desa Baturiti, 2006:17).