• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktik Olah Tubuh Penari Gandrung

BAB III GANDRUNG; REALITAS DAN KEBERAGAMAN

D. WACANA SEPUTAR GANDRUNG

2. Praktik Olah Tubuh Penari Gandrung

Menjadi gandrung membutuhkan profesionalisme. Para penari gandrung harus serius menjaga diri mereka agar tetap bugar dan tidak mudah sakit. Selain itu, mereka juga harus menjaga kualitas suara agar tidak mengecewakan ketika harus bernyanyi saat di atas pentas. Penjagaan suara ini salah satunya dilakukan dengan tidak makan goreng-gorengan serta melakukan gurah untuk menjaga keindahan suara. Para gandrung ini juga rutin minum jamu untuk menjaga kebugaran, menjaga kesehatan kulit serta penampilan. Mereka sesekali juga harus luluran supaya kulit tetap halus dan terawat. Ketika pentas, para gandrung ini harus merias wajah dengan total, sehingga penampilan mereka tidak mengecewakan penonton.56

Kain yang melilit bagian pinggang kebawah para penari gandrung juga dibuat sangat ketatagar sepanjang malam mereka tahan untuk tidak ke toilet. Oleh karena itu mereka memiliki cara tersendiri untuk mengikat bagian bawah perut

56

sekencang-kencangnya untuk menekan saluran urine, supaya selama pertunjukan hasrat buang air kecil dapat ditahan. Untuk menahan kantuk, mereka mereka minum semacam pil khusus yang membuat tubuh tetap segar. Segala upaya memang dilakukan para gandrung ini agar setiap penampilan diatas panggung terlihat prima hingga pagi hari.

Temu berperawakan tinggi ramping dan berleher panjang. Di usianya yang ke 53 tubuh Temu tetap terlihat sangat terawat.Begitu juga dengan Mudaiyah yang perawakan kecil ramping dan berleher panjang. Menurut Mudaiyah itulah ciri-ciri tubuh idaman untuk menjadi seorang gandrung. Pendapat ini menurut saya amat menarik untuk dicermati, karena ketika saya melihat gandrung Darti, diusianya yang sama dengan Temu, tubuhnya terlihat sedikit gemuk. Namun bagi Darti soal perubahan bentuk tubuh sepertinya tidak jadi masalah. Walaupun gemuk ia masih saja menerima undangan menggandrung di tempat lain, bahkan di Jakarta bersama kelompok tari pimpinan Dedy Lutan.

Satu malam, ketika saya berada di rumah kediaman Temu, sambil menunggu waktu berangkat manggung, datanglah seorang gandrung muda ditemani suaminya. Bernama Reni, perempuan muda ini berusia sekitar 25 tahun. Tubuhnya tinggi besar,bagian dada dan bokongnya kelihatan besar, apalagi kaos dan celana panjang yang dipakai pada waktu itu kelihatan sekali memperlihatkan lekuk tubuh Reni.Si suami menghampiri saya dan berkata, “Ibu, kalau orang nyandu obat atau rokok saya nyandu istri saya”.57

Pernyataan ini sungguh tidak saya duga. Reni rupanya juga mendengar apa yang dikatakan suaminya. “Sejak kemarin saya tidak ‘nyampur’ dengan istri, ada

57

pantangan tidak boleh ‘nyampur’ tiga hari sebelum pentas, agar stamina terjaga”, lanjut suami Reni itu, yang -sebut saja- bernama Hasan.

Malam itu Hasan ikut bersama kami rombongan ke lokasi gandrung. Padahal gandrung yang lain tidak diantar oleh suami. Menurut kasak kusuk, Hasan melakukan ini terhadap istrinya karena dia overprotectif terhadap istrinya.Padahal anak mereka, ditinggal dirumah sendirian.

Aktifitas perempuan gandrung berupa pentas yang dilakukan pada malam hari merupakan sebuah kerja professional berorientasi pada uang. Dalam pengamatan saya, Temu dan Reni (gandrung hasil didikan Temu) bersedia menerima undangan pentas dimana saja kapan saja, karena mereka harus membiayai hidup keluarganya. Menurut Reni, suaminya tidak mempunyai pekerjaan yang jelas sehingga setiap ada kesempatan gandrung pasti akan diterimanaya.

Selain menjaga kesehatan, memelihara tubuh serta suara, para perempuan gandrung juga harus pandai menjaga sikap dan tingkah laku agar terlihat tenang. Sikap santun dan mampu menguasai emosi harus dimiliki, terutama ketika berada di atas panggung. Sikap ini diperlukan karena mereka tidak pernah tahu siapa saja tamu yang akan datang.58Tua, muda, miskin maupun kaya, semua harus dilayani dengan cara yang sama.

Tidak jarang ada tamu yang nakal, ingin pegang-pegang atau bicara dengan nada melecehkan. Seperti yang diceritaka Reni kepada saya, bahwa pada satu hari ada seorang pemaju yang membisikan “Daripada semalaman disini ayo temeni saya tidur di hotel”. Tentu Reni menolaknya dengan nada yang

58

sopan.Namun jawaban Reni itu ditanggapi lagi dengan “Ayolah,sedikit aja, ujungnya aja juga tidak apa-apa”. Selain itu, juga pernah ada tamu yang mengatakan kepada penari gandrung “Eh…, tidur bareng aku yuk.” Atau pada saat menari bersama sikap tubuh tamu itu terkesan agresif seperti ingin menyentuh bagian pinggul atau dengan sengaja wajahnya dihadapkan persis didepan payudara si gandrung.59Godaan dan pelecehan yang dihadapi oleh Reni itu adalah hal yang biasa. Bagi para gandrung, hal-hal seperti itutentu harus dihadapi dengan tenang dan sikap bijak.

Mudaiyah adalah salah seorang gandrung senior yang kelincahan geraknya telah dikenal orang.Bahkan menurutnya ada pihak-pihak yang mengkritik gerakannya keluar dari pakem gandrung. Kelincahannya dalam gerak tari mampu menghidupkan suasana pesta menjadi lebih meriah kadang mengundang tawa.

Kalau ada seorang pemaju yang tidak bisa mengimbangi gerakannya. Mudaiyah, tidak segan-segan mengajari tamu yang tidak bisa ngibing atau malu- malu. Baginya tugas utama sebagai penari gandrung adalah menghibur para tamu undangan, baik tua ataupun muda, berduit ataupun tidak berduit. Mudaiyah selalu berusaha peka pada suasana sekitar panggung untuk menciptakan kegembiraan.60Baginya, jika para tamu terhibur dan senang ia berarti telah berhasil menunaikan tugasnya sebagai penari gandrung.

3.Pertunjukan Gandrung Terop

Hari itu bulan Mei 2011, adalah observasi lapangan pertama saya dalam pertunjukan gandrung terop. Pertunjukan ini untukmenghibur para tamu untdangan warga desa dalam acara syukuran sunatan. Bersama kelompok sopo

59

Diperkuat hasil pengamatan lapangan tanggal 12 Mei 2011 60

ngiro,antara lain ada gandrung Mia dan Viroh. Para pemusik antara lain Karman, sebagai pemain kendang kempul, Surip memainkan trianglesekaligus menjadi kluncing,Tarpin sebagai pemain gong,61

Sejak sebelum Maghrib saya sudah berada di rumah Temu untuk melihat persiapan pentas malam itu. Seorang perempuan setengah baya sibuk mempersiapkan kostum lengkap dengan amprok berikut syarat-syaratnya, seperti kembang sepatu warna merah serta peralatan rias lainnya.

Beruntung disekitar rumah tetangga masih ditemukan kembang sepatu berwarna merah, dan saya menemani perempuan ini memetiknya. Setibanya di rumah, mulai dipersiapkan bedak bubuk dan segala rupa.Ada air dalam botol, dan mangkok plastik.Belakangan saya baru tahu kalau mangkok plastik itu untuk tempat campuran bedak bubuk serta air mawar. Bedak bubuk itu itu nantinya akan diborehkan keseluruh tubuh Temu, sehingga warna kulit Temu nampak lebih kuning dan bersinar.

Menjelang pukul 19:00 datang Mia, seorang gandrung muda asuhan Temuberusia 25 tahun. Kemudian menjelang pukul 20:00 datanglah mobil bak tertutup yang didalamnya terdapat alat musik yang akan digunakan untuk mengiringi pentas malam ini, berupa kendang kempul, gong, serta kluncing.

Dengan mobil inilah kami berangkat ke lokasi yang letaknya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam perjalanan. Sebuah perjalanan yang lumayan lama serta menantang. Kondisi jalan yang berbatu serta licin akibat hujan lebat yang baru saja turun membuat saya sedikit gugup, jangan-jangan kami tidak bisa sampai dengan selamat. Tetapi melihat seluruh rombongan gandrung tampak

61

santai, dan sopir sepertinya sudah terbiasa dengan kondisi itu, membuat saya lebih tenang.

Setibanya di lokasi, rombongan “Sopo Ngiro” ini masih harus melewati pematang sawah yang becek dan licin. Tetapi tampaknya hal ini sudah menjadi hal biasa bagi mereka. Tidak ada wajah-wajah yang takut saat melewati pematang sawah itu. Mereka malah tertawa-tawa dan bercanda dengan sesama rombongan. Sepertiya hanya saya yang takut terpeleset melewati pematang yang becek dan berlumpur itu.

Sampai di rumah yang punya gawe, rombongan ini sudah ditunggu oleh yang empunya rumah serta seluruh tamu undangan. Setelah istirahat kira-kira 15 menit sambil minum teh, kelompok pemusik bersiap menata peralatan musik. Gandrung Temu dan Mia kemudian masuk kerumah empunya pesta dan mulai mempersiapkan diri. Sesampainya di ruang tamu empunya pesta, kedua gandrung ini membongkar tas dan mengeluarkan isinya lalu mulai berdandan.

Ruang berdandan ini dipenuhi oleh anak-anak dan perempuan. Mereka menonton para gandrung ini berhias diri, bahkan si anak yang disunat sengaja dibawa masuk ruangan.Alat rias yang dipunyai Mia bermerek LaTulip. Alat-alat itu terlihat tersusun sangat teratur. Sementara peralatan dandan Temu tampak seadanya, misalnya bedak Viva kantong plastikan, gincu merah yang sudah tak terurus serta bulu mata palsu yang juga sudah tidak pada tempatnya.

Ketika berganti kostum, Temu dengan santai membuka baju dan kutang didepan anak-anak dan perempuan yang menonton. Berbeda dengan Mia yang saat ganti kostum masuk kedalam kamar hingga siap pentas.

(Mia sedang berdandan-foto koleksi pribadi )

Kelompok gandrung ini ditanggap berdasarkan nadhar seorang nenek terhadap cucunya. Nenek itu mengatakan kepada cucunya bahwa ia akan nanggap gandrung kalaucucu pertama laki-lakinya disunat.

Untuk menyatakan bahwa nadhar telah dibayar, dibuatlah satu ritual kecil. Ritual ini dilakukan oleh pihak keluarga yang terdiri dari suami, istri serta didampingi gandrung Mia dan gandrung Viroh.62 Setelah pihak keluarga mengatakan “Hutang sudah dibayar, maka jangan ada yang menagih lagi,” dan dilanjutkan “Bismillahirrahmanirrahim,” mereka akan saling menarik ujung ketupat sehingga beras yang ada di dalamnya keluar berantakan. Kemudian setelah ritual kecil itu selesai dilakukan, arena gandrung dibuka oleh gandrung Mia dan gandrung Viroh.

Meja-meja tamu penuh diisi oleh laki-laki. Hanya ada satu perempuan pada meja itu. Saya kemudian mengamati orang-orang yang duduk di meja tamu tersebut. Di meja satu terlihat satu orang menaruh bir bintang di atas meja. Meja dua fmengeluarkan botol-botol plastik Aqua, yang kalau diperhatikan, dan saya yakin, itu bukan air putih melainkan semacam minuman beralkohol seperti ciu 62

Gandrung Viroh, anak asuh Temu yang datang terlambat karena alasan hujan, datang bersama ayahnya dalam keadaan sudah dirias hanya benrganti kostum yang dilakukan dengan cepat dibantu si ayah.

atau sejenisnya. Meja tiga berisi bir bintang. Di setiap meja hanya ada satu gelas, dan ada satu orang yang menuangkan kedalam gelas dan memberikan kepada teman semeja, begitu seterusnya. Katanya pemberian itu tidak boleh ditolak sebagai bentuk pertemanan dan solidaritas. Dan berbagi minuman lintas meja amat dimungkinkan.

Gandrung duduk di meja satusambil ngobrol-ngobrol dengan tamu. Sejauh pengamatan saya, tidak terlihat sekalipun gandrung ikut minum atau merokok. Gandrung hanya menghibur dan menuruti kemauan tamu pilihannya. Dua orang gandrung menari dengan iringan gending atau menyanyi sambil menari sendiri. Terkadang mereka menerima uang atau saweran dengan tangan mereka, untukkemudian diselipkan di balik kemben mereka. Begitu seterusnya hingga secara adil setiap meja mendapatkan giliran yang sama.

Jika ada yang ingin si penari gandrung tetap semeja, maka harus minta ijin pada petugas supaya meja lain tidak iri hati. Selama pertunjukan ini berlangsung ada seorang laki-laki yang bertugas mengatur perpindahan gandrung dari satu meja kemeja lain dan menjaga keamanan saat tari berpasangan belangsung.

Menjelang jam 12 malam arena gandrung terbuka dimulai. Pemaju mulai menari bersama gandrung pilihan mereka. Kelihatan sekali gerakan-gerakan agresif yang terkadang mengundang tawa atau kengerian (untuk saya).Tidak jarang terjadi pelecehan terhadap si penari. Entah itu berupa kata-kata maupun tindakan. Misalnya“mhhh gemes aku karo susune”, atau para undangan tertawa- tawa ketika melihat pemaju yang begitu agresif seolah ingin mengejar gandrung.

Tangar, merupakan salah satu gerak yang sering dipakai oleh penari gandrung ketika berada di arena. Tangar dilakukan untuk menolak, menghindar

atau melindungi diri dari pemaju yang terlalu agresif, seperti hendak mencium, menyentuh juga memandang bagian tubuh gandrung yang sensual.Jika terlalu lama dibiarkan memandang, biasanya para pemaju ini akan melakukan tindakan yang tergolong nekat seperti menyeruduk para gandrung. Dibutuhkan skill untuk melakukan gerakan ini dan gandrung harus selalu waspada jika berada diatas panggung.

Kadang saya sendiri merasa cemas jika sudah ada pemaju yang menari terlalu dekat dengan gandrung. Pada saat seperti inilah gandrung harus melempar sampur dan berputar dengan lembut serta cepat. Inilah gerakan tangar.

Viroh, seorang gandrung yang berusia sekitar 20 tahun. Ia adalah gandrung muda cantik (kelihatan ABG = Anak Baru Gede). Viroh berguru gandrung pada Temu.Entah sudah berapa kali Viroh pentas bersama gurunya.Malam itu ada seorang pemaju yang sudah agak mabuk dan kepalanya hampir menyeruduk payudara Viroh. Viroh tampak amat ketakutan.Dengan cepat tangannya mendorong kepala si pemajuhingga jarak mereka menjadi jauh. Apa yang dilakukan Viroh, itu adalah spontanitas seorang perempuan yang menghidar dari tindakan yang melecehkan profesinya sebagai penari.Tindakan pelecehan lainnya adalah memegang pinggul, merangkul atau hampir mencium si penari.

Semakin malam kegilaan pentas semakin menjadi. Para pemaju sudah mulai mabuk sementara para gandrung harus lebih lincah lagi jika tidak ingin dicium atau dipeluk. Menurut beberapa orang, kadang memang tidak bisa dihindari gerakan-gerakan yang melecehkan gandrung, karena itu gandrung harus gesit dan pandai menghindar. Semakin pagi tamu yang tertinggal hanya beberapa, tapi merekalah yang mabuk berat, bahkan tidak mau berhenti menari.

Sesaat sebelum azan subuh terdengar, gandrung harus disudahi dengan tarian penutup yang disebut seblang subuh. Tapi sayang, pagi itu tarian penutup tidak dilakukan karena semua pemaju mabuk dan waktu sudah lewat. Sehingga pagi itu gandrung ditutup begitu saja tanpa ritual penutup.

Berbeda dengan pesta pernikahan63 yang saya hadiri beberapa hari setelahnya.Terlihat para tamu duduk di kursi-kursi yang tersedia. Dalam satu meja bundar ada sekitar 6 kursi yang diduduki tamu. Kami agak terlambat datang karena lokasi agak jauh. Dari pengamatan saya, saya melihat ketika rombongan turun dari mobil, semua orang saling memberi kabar bahwa gandrung sudah datang dan anak-anak berlarian untuk mengelilingi tempat pesta.

Terlihat para tamu sudah memenuhi kursi-kursi undangan yang memang disediakan untuk kelompok gandrung ini. Karena alasan sudah terlambat, kami langsung ke ruang dandan dan mempersiapkan diri untuk mentas. Perbedaan lainnya, ruang dandan terlihat lebih tertutup. Yang ada hanya tim gandrung dan tukang rias pengantin.

Kalau di acara pesta sunat, gandrung Temu membuka denganngremo. Di pesta ini langsung dibuka dengan tari Jejer (tari pembuka gandrung). Menurut gandrung Temuhal itu dilakukan sesuai permintaan yang punya gawe.Selanjutnya pesta berjalan dengan sangat meriah, kali ini penonton perempuannya banyak, kemungkinan karena empunya gawe seorang tua yang tampaknya memiliki keluarga besar cukup guyub.

Malam itu dalam pesta pernikahan, aroma minuman keras cukup terkendali, menurut beberapa pemusik, pengadaan minuman keras tergantung

63

kerjasama antara empunya pesta dengan pemilik mimunan, dan tentu saja keputusan ada ditangan si empunya pesta.

4. Gandrung Sang Idola

Di tengah-tengah keramaian para tamu, tampak di salah satu kursi tamu seorang laki-laki tua yang membawa foto Temu ketika muda. Sebagai penghibur, Temu harus berkeliling dari satu meja lain, dan giliran tiba di meja tersebut.Laki- laki tua ini meminta Temuuntuk duduk disebelahnya sambil mengeluarkan uang 50 ribu yang kemudian diselipkan di tangannya. Sambil berdiri, gandrung Temu menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Osing. Itu artinya, setiap lagu ada harganya. Terlihat beberapa kali Temu menerima salam tempel dari laki-laki tua itu.

Pada observasi pentas pertama, lokasi pentasnya lebih rendah dari jalan setapak yang mengelilingi tempat tersebut. Saya memperhatikan seorang perempuan berusia 50-an yang ketika itu berada di arena gandrung. Ia duduk di atas batu yang terletak dibelakang para tamu. Sejak muda ia telah mengagumi gandrung Temu. Dalam kesempatan itu, saya melihat iamelipat uang senilai lima puluh ribu rupiah. Lipatan uang itu ia masukkan ke dalam lipatan kertas bertuliskan syair lagu. Kertas itu diberikan kepada Temu untuk dinyanyikan olehnya.

Ia bercerita, dari dulu sampai sekarang kalau mendengar suara Temu menyanyi meskipun dari kejauhan, hatinya terasa sedih dan selalu mengeluarkan air mata. Menurutnya, sampai hari ini, belum ada yang bisa mengalahkan keindahan dan kekhasan suara gandrung yang satu ini. Maka tidak heran kalau ada pemaju yang datang dari desa yang jauh hanya untuk mendengarkeindahan suaraTemu. Diusianya yang tidak muda lagi Temu memang masih laris untuk

manggung.Ia belum terkalahkan oleh gandrung-gandrung muda. Ini terbukti di usianya ke-50, iamasih menerima tawaran pentas,meskipun tidak sepadat jamannya muda.

Dokumen terkait