• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prawirataman Sebagai Kampung Pemukiman Prajurit

BAB II PRAWIRATAMAN KAMPUNG PEMUKIMAN PRAJURIT

B. Tinjauan Historis Kampung Prawirataman

3. Prawirataman Sebagai Kampung Pemukiman Prajurit

Pasca Perjanjian Giyanti, proses membuka hutan, pembangunan Kraton

serta pembangunan fisik kota berlangsung secara bertahap dan

berkesinambungan. Sebagai kota kerajaan, Kraton dibangun dengan konsep tata

ruang berdasarkan aspek kosmologis yang memadukan makrokosmos-

mikrokosmos, dengan wujud tata ruang sumbu filosofis Kraton, yaitu Gunung

Merapi – Tugu – Kraton – Panggung Krapyak – Laut Selatan. Kemudian aspek

ekologis yang diwujudkan dengan berbagai tanaman bernilai filosofis di sekitar

21

Ibid. hal. 33 22

Ibid, hal 51. 23

Sutrisno Kutoyo, dkk., op.cit, hal 171. Pada hari besar kraton (misalnya Grebeg, penobatan Sri Sultan) prajurit keluar dan sebelumnya diadakan persiapan selama 10 hari di Alun-alun Selatan.

Kraton, di sepanjang garis atau sumbu filosofis Kraton. Terakhir adalah aspek

konsentris yang dapat diketahui dari keberadaan tata letak wilayah maupun

toponim yang mengacu, berorientasi dan memiliki koherensi dengan Kraton.24

Aspek strategis, dan keamanan juga tidak luput dari perhatian. Belajar dari

pengalaman Kraton Surakarta yang dengan mudah dapat jatuh ke tangan musuh

karena tidak memiliki benteng pertahanan, maka Pangeran Mangkubumi

merancang pembangunan Kraton ini dengan seksama. Cepuri kedathon

merupakan ring pertahanan utama. Kemudian sebagai ring pertahanan pertama

dibangun benteng (baluwarti) beserta parit yang mengelilingi benteng tersebut.

Sungai Code dan Sungai Winongo menjadi pertahanan yang kedua. Ring

pertahanan ketiga adalah Sungai Gajah Uwong dan Sungai Bedhog, sedangkan

Sungai Opak serta Sungai Progo merupakan ring pertahanan keempat.25

Sebagai strategi pertahanan yang lain juga dibangun sebuah taman rekreasi

yang berada di tengah-tengah danau buatan juga dibangun. Pembangunan taman

24

Aditya Kusumawan, Dari Kampung Menjadi Kelurahan: Patehan 1940-

an –1970-an, Skripsi: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta. 2009.

25

Dwi Ratna Nurhajarini, dkk, op. cit, hal 11. Sementara itu, Tim Penulis buku Prajurit Kraton Yogyakarta Filosofi dan Nilai Budaya yang Terkandung di

Dalamnya, juga ditambahkan bahwa benteng Kraton tersebut dibangun pada masa

pemerintahan Hamengku Buwono I oleh Putra Mahkota (kelak naik tahta menjadi Hamengku Buwono II) pada tahun Jimakir, 1706 Jw. Benteng itu didirikan dengan candrasengkala "Rasa Sunyo Lenggahing Panunggal" atau tahun 1782 M dengan suryasengkala "Paningaling Kawicaksanan Salingga Bathara". Sebagai penanggungjawab kegiatan pembangunan benteng adalah patih putra mahkota, yaitu Tumenggung Wiraguna. Keberadaan benteng dalam strategi pertahanan merupakan salah satu fasilitas penting yang menyatu dengan tugas-tugas keprajuritan untuk perlindungan.

yang dikenal dengan nama Tamansari tersebut dilengkapi dengan lorong-lorong

bawah tanah yang merupakan jalan rahasia ketika Kraton tiba-tiba diserang

musuh. Taman ini dilengkapi dengan pintu air yang dapat dibuka dan ditutup.

Di samping itu, struktur dan tata ruang Kraton yang sarat akan makna

simbolis juga turut mewarnai perkembangan dan pertumbuhan pemukiman di

Yogyakarta. Berdasarkan kajian mengenai toponim atau nama tempat dan asal

usulnya dapat diketahui bahwa pemukiman-pemukiman yang nantinya akan

membentuk suatu perkampungan tersebut menunjukkan keberagaman kelompok-

kelompok sosial masyarakat, jabatan dan kedudukan maupun profesi yang

digeluti. Dari kajian tentang toponim tersebut juga kemudian dapat diketahui

nama-nama kampung yang memiliki keterkaitan erat dengan Kraton.

Prawirataman menjadi salah satu dari sekian banyak kampung yang

memiliki keterkaitan dengan Kraton meskipun letaknya berada di luar benteng

istana (Jaba/Jaban Benteng).26 Secara historis, kampung ini merupakan salah satu

26

Djoko Suryo, op. cit., hal. 35-36. Istana atau Kraton yang terletak di pusat kota dikelilingi oleh bangunan benteng dan wilayah yang ada di dalamnya dikenal sebagai daerah“Jero/Jeron Benteng” atau“Dalam Benteng.” Daerah ini terdiri atas Alun-alun Utara, Tratag, Pagelaran, Sitihinggil, Prabayaksa, Keraton Kilen, tempat tinggal raja, dan Alun-alun Kidul. Selain keluarga kerajaan serta kerabatnya, juga terdapat sejumlah kampung tempat tinggal para abdi dalem yang bertugas melayani kebutuhan sehari-hari kraton, misalnya Kampung Kemitbumen merupakan tempat tinggal abdi dalem kemit bumi yang bertugas membersihkan kraton, Kampung Patehan, menjadi tempat tingal abdi dalem yang bertugas menyiapkan minuman di kraton, dll. Sedangkan kampung yang tumbuh di daerah luar benteng (Jaba/Jaban Benteng) kebanyakan merupakan tempat tinggal hamba istana lainnya, kelompok profesional seperti petugas dalam bidang administrasi pemerintahan, prajurit, tukang, pengrajin, serta kaum bangsawan. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut; Kampung Pajeksan merupakan tempat tinggal

pemukiman anggota prajurit Kraton Yogyakarta yang bernama Prawiratama. Pada

awalnya Sri Sultan memang menghendaki agar para prajurit dapat bertempat

tinggal di dalam benteng istana, namun karena wilayah serta situasi pada saat itu

dipandang kurang memadai, maka hanya mereka yang dianggap sangat penting

saja yang tinggal di dalam benteng.27

Penempatan pemukiman prajurit di luar benteng istana itu terjadi bukan

tanpa sebab dan latar belakang. Setelah serbuan besar-besaran yang dilakukan

oleh Inggris pada tahun 1812, tata ruang Kraton juga mengalami perombakan.

Penataan pemukiman di dalam benteng pertahanan dibenahi. Kedudukan strategis

Kesatuan Prajurit di dalam benteng mulai dipindah. Hal ini dilakukan untuk

melindungi intervensi dan kepentingan pihak Inggris dan menghindarkannya dari

kemungkinan pemberontakan. Selanjutnya, pemukiman kesatuan prajurit dipindah

keluar benteng atau berada di sekeliling benteng.

Sebagaimana terpapar dalam Serat Rerenggan, Sinom, Pupuh XXIV

disebutkan sebagai berikut:

"Ya ta ingkang winurcita, karsa dalem Sri Bupati, kang jumeneng ping sekawan, byantu lan pamrentah nagri, ing mangke ngewahi, pemahan jron beteng agung, prajurit wismanira, gelondhong dadya satunggil, mantrijero, ketanggung, nyutra disuda".

"Pra prajurit wismanira, tancep lama kanan kering, sakilen sawetan pura, samangke dadya sawiji, reh niyaka jro jawi, byantu ngusung griyanipun, weneh ngulon mangetan, ler ngidul pundi den broki, pan gumerah swaranya wong ngusung griya."

para jaksa, Kampung Dagen adalah tempat kediaman petugas tukang kayu, Kampung Wirabrajan, Patangpuluhan, Daengan, Jogokaryan, Ketanggungan, Bugisan, Nyutran, Mantrijeron, Surakarsan serta Prawirataman merupakan tempat tinggal para anggota prajurit kraton.

27

(Sebagaimana dikisahkan, atas kehendak Sri Bupati yang keempat (Sultan Hamengku Buwono IV), dibantu penguasa negeri, terjadi perubahan penting menyangkut prajurit yang bermukim di dalam benteng rumahnya dipindah jadi satu di luar benteng, jumlah Prajurit Mantrijero, Ketanggung, Nyutra dikurangi. Terjadi gerakan pemindahan rumah para prajurit dari dalam benteng menuju ke segala arah di luar benteng. Ramai sekali suara orang memindahkan rumah-rumah prajurit ini.

Beberapa kesatuan prajurit bersama perumahan mereka dipindahkan ke bagian sisi sebelah barat, selatan, dan timur benteng Kraton. Kesatuan prajurit yang ditempatkan di sisi sebelah barat benteng Kraton dari arah paling utara ke selatan adalah Prajurit Wirabraja, Ketanggung, Patang Puluh, Bugis, dan Suranggama. Kesatuan Prajurit yang ditempatkan di sisi sebelah selatan benteng Kraton dari arah barat ke timur adalah Prajurit Dhaeng, Jagakarya, Mantrijero, Prawiratama, dan kesatuan Prajurit yang ditempatkan di sisi sebelah timur benteng dari arah utara ke selatan adalah Prajurit Surakarsa dan

Nyutra.”)28

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa alasan pemberian tanah

lungguh atau apanage bagi para prajurit Kraton yang juga merupakan abdi dalem

tersebut, bukan hanya sebagai upah atau gaji semata. Pemindahan kampung

prajurit di luar istana dengan penempatan di berbagai arah yang berbeda, dapat

dilihat sebagai suatu bentuk pertahanan kerajaan dari serangan musuh. Namun

demikian, pemindahan tersebut juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dan

unsur-unsur politis. Dalam artian bahwa di dalam konsep dan struktur kebudayaan

Jawa yang menempatkan Kota Istana Kerajaan sebagai pusat politik pemerintahan

dengan raja sebagai penguasa tertinggi, ternyata juga mengalami berbagai bentuk

intervensi, pengaruh, tekanan dan campur tangan kekuatan asing, baik dari

Inggris, Pemerintah Kolonial Belanda ataupun Jepang sekalipun, dan pengaruh

tersebut memberikan dampak yang tidak sedikit bagi perkembangan kota istana

tersebut.

28

Di samping itu, asal usul munculnya Kampung Prawirataman juga ikut

terkuak. Berdasarkan keputusan dan perintah raja, Kesatuan Prajurit Prawiratama

ditempatkan di selatan benteng Kraton. Sebagaimana tetap diakui oleh masyarakat

di daerah tersebut bahwa asal muasal tanah yang mereka tinggali merupakan

pemberian raja kepada nenek moyang mereka yang bekerja sebagai prajurit

Kraton. Kemudian daerah yang ditinggali oleh Kesatuan Prajurit Prawiratama

tersebut kemudian diberi nama berdasarkan nama kesatuan mereka. Dengan kata

lain dapat dikatakan bahwa Prajurit Prawiratama menempati suatu kampung yang

bernama Prawirataman.29

Hal dan ketentuan yang sama juga berlaku untuk Kesatuan-kesatuan prajurit

Kraton yang lainnya seperti misalnya, Kesatuan Prajurit Wirabraja kemudian

menempati kampung yang disebut sebagai Wirabrajan, Kesatuan Prajurit

Ketanggung bertempat di kampung yang disebut Ketanggungan, kemudian

Kesatuan Prajurit Bugis tinggal di Kampung Bugisan, dan seterusnya.

29

Chiyo Inui Kawamura, Peralihan Usaha dan Perubahan Sosial di Prawirotaman, Yogyakarta 1950 - 1900-an, Tesis: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2004. Hal: 34. Disebutkan bahwa terdapat dua pembahasan yang berbeda mengenai nama daerah Prawirataman ini. Pembahasan pertama menyebutkan bahwa nama Prawirataman terdiri dari dua unsur kata, yaitu Prawira dan Utama yang merupakan nama bregada prajurit

Kraton Yogyakarta, dan ditambahkan akhiran “-an” yang dalam bahasa Jawa

bermakna daerah. Pembahasan kedua mengungkapkan bahwa nama Prawirataman berasal dari kata Prawira dan Taman. Prawira berarti prajurit Kraton, sedangkan kata Taman berarti tempat.