• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preferensi dalam Perspektif Ekonomi Islam

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

F. Manfaat Penelitian

2. Preferensi dalam Perspektif Ekonomi Islam

Dalam Islam empat prinsip pilihan rasional belum cukup sebab masihada prinsip yang harus diperbaiki dan ada beberapa penambahan yakni:

a. Objek barang dan jasa tersebut harus halal dan thoyib.

b. Kemanfaatan atau kegunaan barang dan jasa yang dikonsumsi, artinya lebih memberikan manfaat dan jauh dari merugikan baik dirinya maupun orang lain.

c. Kuantitas barang dan jasa yang dikonsumsi tidak berlebihan dan tidak terlalu sedikit atau kikir, tetapi pertengahan. 24

Preferensi dalam Islam dikaji di mana seseorang dalam menggunakan kekayaan harus berhati-hati, yang terpenting dalam hal ini adalah cara penggunaan yang harus diarahkan pada pilihan-pilihan (preferensi) yang mengandung maslahah

23 Nugroho, J. Setiadi, Perilaku Konsumen, Cet. 5 (Jakarta: Kencana Prenada Meida Group, 2013), h. 10.

24 Madnasir dan Khoirudin, Etika Bisnis Dalam Islam, (Lampung: Seksi Penerbitan Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung, 2012), h. 85.

(baik dan manfaat). Agar kekayaan atau harta tersebut dapat memberikan manfaat untuk kesejahteraan bagi individu tersebut25.

Preferensi memiliki arti pilihan atau kecenderungan individu dalam memilih produk dan jasa, yang berarti kebebasan individu dalam memilih. Islam menganggap kebebasan adalah sebagai fondasi dari nilai-nilai kemanusiaan dan kemuliaan manusia. Kebebasanlah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Al-Quran menjelaskan pengetahuan dan kekuasaan Allah atas apa-apa yang telah ditetapkan-Nya untuk manusia. Disamping itu Al-Quran juga memberikan penekanan besar kepada kebebasan memilih yang diberikan kepada manusia. Sebagaimana yang terdapat pada Al-Quran pada surat An-Najm ayat 39 - 42:

َءٓاَزَلۡٱ ُهَٰىَزۡ ُيُ َّمُث َٰىَرُي َفۡوَس ۥُهَيۡعَس َّنۡ َأَو َٰ َعََس اَم لَِّإ ِنَٰ َسنَِّ لِۡل َسۡيَّل نۡ َأَو

َٰ َهََتنُمۡلٱ َكِ بَر َٰلَِإ َّنَ َأَو َٰ َفَۡوَ ۡلۡٱ

Artinya: Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah

diusahakannya. Dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya) (40). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu)26.

Keputusan Allah yang adil dalam hal yang terkait dengan kepastian nasib manusia, senantiasa sejalan dengan pilihan manusia sendiri sebelum menjadi ketentuan yang tidak bisa dihindari manusia. Tanpa kebebasan seperti ini maka sia-sialah pengutusan para rasul, dan lenyaplah kemampuan manusia untuk menjaga amanahnya sebagai khalifah Allah di bumi. Tentunya kebebasan manusia untuk

25 Mar’atus Syawalia, Preferensi Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Sumber Modal,

Jurnal Ilmiah, 2015, h. 4

melakukan pemilihan terhadap sesuatu yang diyakininya bermanfaat untuk dirinya sebagai bagian dari ikhtiar manusia dan pemanfaatan akal pikiran yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia.

Terkait dengan kebebasan memilih bagi manusia, kebaikan yang paling utama ialah kebebasan individu untuk memilih suatu alternatif yang tepat walaupun peluang untuk memilih suatu alternatif lain yang salah juga besar. Hanya melalui penggunaan kebebasan dengan benar sajalah manusia terdorong untuk melakukan sikap-sikap terpuji27. Seorang individu mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk memulai, mengelola, mengorganisasi, mengurus dan mempunyai bentuk perniagaan menurut kehendak. Tiap orang bebas bergerak kemana saja yang ia kehendaki atau inginkan demi mencari penghidupan dan bebas menggunakan bermacam-macam cara dalam usaha mendapatkan kekayaan asalkan tidak menggunakan cara-cara yang haram atau mengambil barang yang haram.

Di dalam Al-Quran ada banyak sekali ayat-ayat yang Allah turunkan dan berikan kepada manusia sebagai petunjuk. Petunjuk tersebut sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia di segala sektor. Hal ini karena memang Islam tidak hanya mengatur masalah-masalah ibadah terhadap Allah saja melainkan seluruh aspek manusia mulai dari hukum, pemerintahan, ekonomi, pernikahan, dan lain sebagainya. Untuk bisa menjalankan perintah Allah tersebut, tentu saja manusia harus mengetahui dasar-dasarnya, termasuk dalam dasar ekonomi Islam. Ekonomi adalah hal yang sangat penting dalam hidup manusia dan menjadi hal yang dibutuhkan sehari-hari. Aktivitas ekonomi seperti memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan adalah hal lumrah dilakukan manusia.

Dalam Islam ketauhidan merupakan landasan berpijak untuk melakukan berbagai aktivitas hidup, termasuk didalamnya dalam aktivitas ekonomi yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia modern. Landasan ketauhidan ini digambarkan Allah dalam Al-Quran pada surat Saba ayat 24:

َٰ َلََعَل ۡمُكاَّيِإ ۡوَأ ٓاَّنوَإِ ُُۖ َّللّٱ ِلُق ِۖ ِضرَۡ ۡلۡٱَو ِتََٰوََٰمَّسلٱ َنِ م مُكُقُزۡرَي نَم ۡلُق

ٖينِبُّم ٖلََٰل َض ِفِ ۡوَأ ىًدُه

Artinya Katakanlah: “Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah”, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.”28

Dari ayat di atas telah Allah jelaskan bahwa sesungguhnya rezeki yang dinikmati manusia adalah limpahan nikmat dari Allah SWT. Allah memberikannya dari sunnatullah yang Allah tetapkan di langit dan bumi. Sesungguhnya kemakmuran ekonomi manusia di muka bumi tidak akan pernah terjadi jika tanpa adanya bantuan dan ketetapan dari Allah SWT. Hal ini dapat dihayati dari hal-hal berikut ini:

a. Manusia tidak akan bisa panen jika tanpa ada keteraturan musim hujan dan musim panas yang Allah tetapkan.

b. Manusia tidak akan bisa memakan dan meminum sesuai kebutuhannya jika Allah tidak menurunkan sunnatullah di alam raya ini.

c. Manusia bisa melaksanakan bisnisnya dengan bahan baku yang didapat dari ciptaan Allah, tidak ada yang bisa manusia buat kecuali hanya mengkreasikan. d. Perputaran uang dan harta manusia tidak akan abadi, sedangkan rezeki yang

Allah nilai bukan hanya harta melainkan kesehatan, kasih sayang, dsb.

Hal-hal diatas menunjukkan bahwa dasar ekonomi Islam adalah ketundukkan dan ketaatan kepada Allah SWT pelaksanaan nilai, rukun Islam, dasar hukum Islam, fungsi iman kepada Allah SWT, sumber syariat Islam, dan rukun iman. Ekonomi Islam didasarkan pada ketauhidan. Seluruh aktivitas ekonomi umat

manusia di muka bumi ini tidak akan bisa dilakukan jika Allah tidak menetapkan

sunnatullahNya.

Aktivitas ekonomi atau perniagaan memang dihalalkan oleh Allah. Akan tetapi proses membelanjakan harta tentu saja tidak boleh berlebihan atau tidak boleh juga kikir. Artinya manusia wajib memenuhi kebutuhan hidupnya dan hal tersebut tentu saja membutuhkan harta. Akan tetapi jika manusia bersikap kikir atau pelit, tentu kebutuhan tersebut akan sulit dipenuhi dan berakibat negatif pada hidup manusia.

Firman Allah dalam surat Al-Furqan ayat 67:

ََٰذ َ ۡينَب َن َكََو ْاوُ ُتُۡقَي ۡمَلَو ْاوُفِ ۡسُۡي ۡمَل ْاوُقَفنَأ ٓاَذِإ َنيِ َّلَّٱَو

اٗماَوَق َكِل

Artinya: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka

tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.29

Aktivitas ekonomi atau perniagaan memang dihalalkan oleh Allah. Akan tetapi proses membelanjakan harta tentu saja tidak boleh berlebihan atau tidak boleh juga kikir. Artinya manusia wajib memenuhi kebutuhan hidupnya dan hal tersebut tentu saja membutuhkan harta. Akan tetapi jika manusia bersikap kikir atau pelit, tentu kebutuhan tersebut akan sulit dipenuhi dan berakibat negatif pada hidup manusia. Dari hal tersebut, prinsip dasar ekonomi islam disini adalah manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara cukup, tidak berlebihan menghamburkan harta hingga orang lain tidak dapat merasakannya sedangkan harta hanya menumpuk padanya. Akan tetapi tidak kikir alias pelit baik dalam membelanjakan harta untuk diri sendiri dan sosial.

Ekonomi Islam memberikan arahan agar setiap preferensi kita terhadap suatu hal haruslah mengarah pada nilai-nilai kebajikan. Nilai-nilai dalam ekonomi Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunnah, yang menjadi dasar dari pandangan hidup Islam. Nilai-nilai dasar dalam ekonomi Islam tersebut menjiwai masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial ekonominya.

Adapun asumsi-asumsi lain tentang preferensi menurut Hal R. Varian dalam buku Ekonomi Mikro Islam, yaitu:

a. Kemonotonan yang Kuat (Strong Monotonicity)

Bahwa lebih banyak berarti lebih baik. Biasanya kita tidak memerlukan asumsi sekuat ini. Asumsi ini dapat diganti dengan yang lebih lemah yakni

Local Nonsatiation. b. Local Nonsatiation

Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang dapat selalu berbuat baik, sekecil apapun, bahkan bila ia hanya menikmati sedikit perubahan saja dalam keranjang konsumsinya.

c. Konveksitas Ketat (Strict Convexity)

Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang lebih menyukai yang rata-rata daripada yang ekstrim, tetapi makna selain itu, asumsi ini memiliki muatan ekonomis yang kecil. Strict Convexity merupakan generalisasi dari asumsi neoklasik tentang diminishing marginal rates of substitution. 30

Hal ini sejalan dengan ajaran Islam tentang hubungan manusia dengan dirinya dan lingkungan sosialnya, yang menurut Naqvi direpresentasikan dengan empat aksiomatik yakni31:

a. Tauhid, merupakan sumber utama ajaran Islam yang percaya penuh terhadap Tuhan dan merupkan dimensi vertikal Islam. Menciptakan

30 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 53.

31 Ruslan Abdul Ghofur Noor, Konsep Distribui dalam Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 63.

hubungan manusia dengan Tuhan dan penyerahan tanpa syarat manusia atas segala perbuatan untuk patuh pada perintahNya, sehingga segala yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang telah digariskan. Kepatuhan ini membuat manusia merealisasikan potensi dirinya, dengan berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan diri dalam menciptakan kesejahteraan. Kesejahteraan yang bukan untuk kepentingan pribadi namun kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

b. Keseimbangan (equilibrium atau al-adl), merupakan prinsip yang menunjuk pada cita-cita sosial. Prinsip keseimbangan dan kesejahteraan berlaku bagi seluruh kebijakan dasar bagi semua institusi sosial, baik hukum, politik, maupun ekonomi. Khusus dalam prinsip keseimbangan menjadi dasar dalam proses produksi, konsumsi dan distribusi.

c. Keinginan bebas (free will), merupakan kemampuan untuk menentukan pilihan sehingga menjadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Kebebasan dalam menentukan pilihan memiliki konsekuensi pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dipilih sehingga manusia dituntut untuk berada dalam pilihan yang benar. Namun dengan kebebasan pula, manusia diberikan keleluasaan dalam memilih dua pilihan yakni, apakah ia membuat pilihan yang benar yang dibimbing oleh kebenaran, sehingga dalam melakukan segala sesuatu tetap dalam koridor-koridor kebenaran atau sebaliknya, ia memilih pilihan yang tidak dibimbing oleh kebenaran sehingga ia semakin jauh dari kebenaran.

d. Tanggung jawab (responsibility), aksioma ini dekat dengan kehendak bebas, namun bukan berarti sama dengan kehendak bebas. Islam memberikan perhatian yang besar pada konsep tanggung jawab, dengan menetapkan keseimbangaan antara kehendak bebas dan tanggung jawab.