• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

A. Hasil Penelitian

1. Sejarah Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia

Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman Sebelum Masehi dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman seperti mengatasi kekurangan bahan makanan pada zaman Mesir kuno, dalam kisah Nabi Yusuf as., yang diminta untuk menerjemahkan mimpi seorang raja. Inti dari mimpi tersebut, Nabi Yusuf as., menerjemahkan bahwa selama tujuh tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang melimpah dan kemudian akan diikuti masa paceklik pada tujuh tahun berikutnya. Untuk berjaga-jaga dari bencana kelaparan itu, Raja mengikuti saran Nabi Yusuf as., dengan menyisihkan sebagian harta dari hasil panen tujuh tahun pertama sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik, sehingga pada masa tujuh tahun paceklik, rakyat Mesir dapat terhindar dari resiko bencana kelaparan hebat yang melanda seluruh negeri. Masyarakat Arab kuno telah mengenal tentang prinsip-prinsip asuransi sejak dahulu kala. Ketika kehidupan masih didominasi oleh berbagai suku-suku, saling serang dan penculikan masih sering terjadi. Wanita dan anak-anak merupakan sasaran penculikan yang paling sering terjadi. Dari hasil penculikan anak-anak dan wanita tersebut, kemudian mereka meminta uang tebusan kepada pihak yang kehilangan. Apabila ternyata di tengah jalan tawanan tersebut terbunuh maka berlaku uang darah (uang ganti rugi) yang akan dibayarkan oleh pihak yang membunuh kepada pihak yang terbunuh. Dari sinilah asal muasal asuransi mutual mulai terbentuk. Meskipun bentuk asuransi mutual ini merupakan bentuk asuransi yang paling primitif, dan terdapat banyak perbedaan dengan asuransi yang ada sekarang, namun jika diperhatikan, tentunya juga ada kesamaan-kesamaannya.

Sejarah asuransi syariah di Indonesia, tidak terlepas dari sejarah asuransi di dunia. Konsep asuransi syariah berasal dari budaya suku Arab dengan

menjadi bagian dari Hukum Islam, hal tersebut tercantum dalam hadis Nabi Muhammad SAW, diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., dia berkata: “Berselisih dua

orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasullulah SAW, maka Rasulullah SAW memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebanan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki)” (HR. Bukhari). Dalam Piagam Madinah

yang merupakan konstitusi pertama di dunia, setelah hijarah ke Madinah, dalam Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut: Orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan saling bekerja sama membayar uang darah diantara mereka. Jika seorang anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain, maka ahli waris korban akan memperoleh bayaran sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh penutupan keluarga pembunuh, yang disebut sebagai aqilah. Selain itu juga Rasulullah SAW, membuat ketentuan tentang penyelamatan jiwa para tawanan, yang menyatakan bahwa jika tawanan yang tertahan oleh musuh karena perang, harus membayar tebusan kepada musuh untuk membebaskan yang ditawan. Selain tersebut di atas Rasulullah SAW, juga telah menetapkan jumlah kompensasi untuk berbagai kecelakaan seperti: 5 ekor unta untuk luka tulang dalam; 10 ekor unta untuk kehilangan jari tangan atau kaki; 12.000 dinar (koin emas) untuk kematian1.

Sejak zaman Rasulullah SAW, hingga saat ini kaum muslimin memiliki peran penting dalam mengenalkan sistem asuransi kepada dunia. Pada tahun 200H., banyak pengusaha muslim yang memulai merintis sistem takaful, sebuah sistem

1 Abdullah Amrin, Meraih Berkah melalui Asuransi Syariah, (Jakarta: Elex MediaKomputindo, 2011), h. 3-6

pengumpulan dana yang akan digunakan untuk menolong para pengusaha satu sama lain yang sedang menderita kerugian: seperti ketika kapal angkutan barangnya menabrak karang dan tenggelam, atau ketika seseorang dirampok yang mengakibatkan kehilangan sebagian atau seluruh hartanya. Istilah tersebut lebih dikenal dengan nama “sharing of risk”. Kini para ahli ekonomi dan masyarakat muslim menyadari bahwa dalam Islam terdapat sistem ekonomi yang terbaik untuk seluruh umat manusia selain sebagai sistem hidup terbaik, mereka mencoba membangkitkan kembali semangat tolong menolong dalam bidang ekonomi, di antaranya dengan mendirikan perusahaan asuransi syariah. Asuransi syariah pertama kali didirikan di Bahrain, lalu dengan cepat diikuti oleh negara muslim lain, termasuk Indonesia. Pada dekade 70-an di beberapa negara Islam, atau di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam yakni, riba, gharar dan maysir.

Sejarah terbentuknya asuransi syariah itu sendiri dimulai sejak tahun 1979 ketika sebuah perusahaan asuransi di Sudan, yaitu Sudanese Islamic Insurance pertama kali memperkenalkan asuransi syariah. Kemudian pada tahun yang sama sebuah perusahaan asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga memperkenalkan asuransi syariah di wilayah Arab.

Setelah itu pada tahun 1981 sebuah perusahaan asuransi jiwa bernama Dar al-Mal al-Islami memperkenalkan asuransi syariah di Geneva, Swiss. Diiringi oleh penerbitan asuransi syariah kedua di Eropa yang di perkenalkan oleh Islamic Takafol Company (ITC) di Luxemburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas dan al-Takaful al-Islami di Bahrain pada tahun1983, dan diikuti pada beberapa negara yang lain. Hingga saat ini asuransi syariah semakin dikenal luas dan dinikmati oleh masyarakat dan negara-negara baik muslim maupun non-muslim.

Sedangkan asuransi syariah di Indonesia secara defacto diawali dengan berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994 atas

prakarsa tim pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia Tbk, PT. Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI serta beberapa pengusaha muslim Indonesia. Kemudian, PT. Syarikat Takaful Indonesia mendirikan dua anak perusahaan. Keduanya merupakan perusahaan asuransi jiwa syariah yang bernama PT. Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada tanggal 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah yang bernama PT. Asuransi Takaful Umum (ATU) pada tanggal 2 Juni 1995.

Tanggal 24 Februari 1994 merupakan tonggak sejarah kepeloporan industri asuransi berbasis syariah di lndonesia. Pada tanggal itulah didirikan PT. Syarikat Takaful lndonesia (Takaful lndonesia) sebagai bukti perwujudan nyata dari sebuah komitmen dan kepedulian yang tulus terhadap perkembangan perekonomian berbasis syariah di lndonesia yang ditujukan untuk kemakmuran yang adil bagi masyarakat lndonesia secara keseluruhan.

Kelahiran Takaful Indonesia sebagai holding company PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum Asuransi Jiwa dan Umum Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil dari komitmen dan kepedulian berbagai elemen bangsa yang tergabung dalam Tim Pembentukan Asuransi Takaful lndonesia (TEPATI) untuk mewujudkan tercapainya kemajuan pembangunan ekonomi syariah di bumi Nusantara. Kelahiran Takaful lndonesia merupakan buah dari prakarsa berbagai elemen yaitu lkatan Cendikiawan Muslim lndonesia (lCMl) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat lndonesia Tbk, PT. Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan Republik Indonesia, para pengusaha Muslim lndonesia, dengan bantuan teknis dari Syarikat Takaful Malaysia Bhd. (STMB).

Pada 5 Mei 1994, Takaful lndonesia mendirikan PT. Asuransi Takaful Keluarga (Takaful Keluarga) bergerak di bidang asuransi jiwa syariah dan PT. Asuransi Takaful Umum (Takaful Umum) yang bergerak di bidang asuransi umum syariah. Takaful Keluarga kemudian diresmikan oleh Menteri Keuangan saat itu,

Mar’ie Muhammad dan mulai beroperasi sejak 25 Agustus 1994. Sedangkan Takaful Umum diresmikan oleh Menristek/ Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie selaku ketua sekaligus pendiri lCMl dan mulai beroperasi pada 2 Juni 1995. Sejak saat itu Takaful Keluarga dan Takaful Umum mengembangkan kepeloporan dalam industri asuransi syariah dan menjadi yang terdepan di bidangnya.

Kiprah Takaful lndonesia dalam perekonomian bangsa melalui asuransi berbasis syariah, telah menarik minat investor dalam dan luar negeri. Pada tahun 1997, Syarikat Takaful Malaysia, Bhd. (STMB) menempatkan modalnya di perusahaan untuk menjadi salah satu pemegang saham. STMB kemudian meningkatkan jumlah penyertaan modalnya sehingga mencapai jumlah yang cukup signifikan pada tahun 2004. Minat Syarikat Takaful Malaysia Bhd. (STMB) sebagai investor terus berlanjut melalui penyertaan modal langsung di Takaful Keluarga pada tahun 2009. Islamic Development Bank (IDB) juga memperkuat struktur modal perusahaan pada tahun 2004. Investor dalam negeri juga menunjukan minat yang kuat untuk ikut menumbuhkembangkan Takaful Indonesia. Pada tahun 2000 Permodalan Nasional Madani Persero (PNM) turut memperkuat struktur modal perusahaan.

Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia. Dari hal tersebut kemudian mendorong berbagai perusahaan untuk masuk dalam bisnis asuransi syariah, diantaranya yang dilakukan yaitu dengan langsung mendirikan perusahaan asuransi syariah penuh maupun membuka divisi atau cabang asuransi syariah. Sehingga di industri asuransi syariah, perkembangan jumlah unit syariah mengalami peningkatan. Untuk perusahaan asuransi jiwa pada 2019 sebanyak 7 perusahaan full syariah dan 23unit syariah. Sementara asuransi umum syariah yang

full syariah sebanyak 5 perusahaan dan unit syariah 24 perusahaan. Sedangkan

jumlah reasuransi full syariah masih satu perusahaan dan perusahaan reasuransi unit syariah yang sempat 3 pada 2015 turun menjadi 2 perusahaan. Secara total sampai

tahun 2019, jumlah perusahaan asuransi dan reasuransi syariah mencapai 62 perusahaan.

Kemudian usaha perasuransian syariah di Indonesia tidak bisa lepas dari keberadaan usaha perasuransian konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujud usaha perasuransian syariah, sudah terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama berkembang. Dalam rangka pengembangan perekonomian umat jangka panjang, maka masyarakat muslim perlu konsisten mengaplikasikan prinsip-prinsip perniagaan syariah berdasarkan nash-nash (teks-teks dalil agama) yang jelas atau pendapat para pakar ekonomi Islam. Asuransi syariah merupakan lembaga ekonomi syariah yang dapat membawa umat Islam ke arah kemakmuran patut diwujudkan dan merupakan sebuah keniscayaan. Atas dasar keyakinan umat Islam dunia dan keuntungan yang diperoleh melalui konsep asuransi syariah, maka lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang menjalankan usaha perasuransian berlandaskan prinsip syariah. Perusahaan inibukan saja dimiliki orang Islam, namun juga berbagai perusahaan milik non muslim serta ada yang secara induk perusahaan berbasis konvensional ikut terjun memberikan layanan asuransi syariah dengan membuka kantor cabang dan divisi syariah.

Melihat pertumbuhan yang pesat ini menunjukkan bahwa besar peluang asuransi syariah khususnya asuransi jiwa syariah untuk lebih berkembang lagi. Hal tersebut didukung oleh penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam serta kehadiran produk yang sejalan dengan konsep serta nilai-nilai beragama berpeluang besar untuk dapat diterima oleh masyarakat luas. Selain itu, keunggulan konsep asuransi syariah yang dapat memenuhi rasa keadilan juga menjadi peluang bagi berkembangnya asuransi syariah, misalnya saja konsep bagi hasil dalam asuransi syariah dimana jumlah yang dibagi tergantung pada hasil yang didapat sehingga tidak ada yang dirugikan. Melihat pesatnya pertumbuhan tersebut, membuat perusahaan asuransi syariah untuk berfikir dan menciptakan produk yang inovatif. Seperti halnya produk unitlink yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

sekarang maupun dimasa mendatang. Produk unitlink ini merupakan produk perusahaan asuransi jiwa syariah yang menggabungkan dua fungsi yaitu fungsi proteksi dan juga fungsi investasi.

Pada awalnya produk unitlink ini dikeluarkan dalam bentuk konvensional. Perusahaan asuransi yang pertama kali meluncurkan produk unitlink ini yaitu Prudential Life Assurance dan Manulife Financial pada tahun 1998. Namun, seiring berjalannya waktu produk unitlink mulai dikeluarkan oleh perusahaan asuransi jiwa syariah, dan sampai dengan sekarang ini, hampir seluruh perusahaan asuransi jiwa syariah yang ada di Indonesia mengeluarkan produk unitlink tersebut. Perkembangan jumlah perusahaan yang mengeluarkan produk unitlink tersebut sudah tentu berpengaruh pada perkembangan penerimaan preminya. Selain berpengaruh pada penerimaan premi, produk asuransi syariah yang mengandung unsur investasi tersebut juga dapat mempengaruhi keuntungan yang didapat perusahaan dari hasil investasi tersebut. Dalam menginvestasikan dananya, sebagian besar perusahaan asuransi jiwa syariah memanfaatkan saham syariah, sukuk dan reksadana sebagai instrumen investasinya.

Menurut data yang dikeluarkan oleh OJK, data tren aset asuransi syariah dari 5 tahun terakhir mulai 2015 sampai November 2019 selalu mengalami peningkatan aset. Di bulan November terjadi peningkatan aset asuransi syariah sebesar 6,77% dari Rp 41,01 miliar menjadi Rp 44,75 miliar, pada 2015 aset asuransi syariah kala itu hanya Rp 26,51 miliar kemudian naik menjadi Rp 33,22 miliar pada 2016. Aset kembali naik menjadi Rp 40,52 miliar pada 2017 dan kembali naik pada 2018 menjadi Rp 41,91 miliar.

Sementara dari angka pertumbuhan aset, pada 2015 masih tumbuh 18,58%, 2016 25,28%, 2107 21,96%, 2018 turun menjadi 3,44% dan sampai November 2019 menjadi 6,77%. Dari sisi pangsa pasar, aset asuransi syariah terhadap asuransi konvensional per November 2019 menunjukan sebesar 6,17%. Angka itu berasal dari aset asuransi syariah Rp 44,75 miliar sementara aset asuransi konvensional Rp

725,30 miliar. Pangsa pasar asuransi syariah tersebut naik tipis dibanding tahun 2018 yang sebesar 6,10% dan 6,14% pada 2017. Sementara pada 2016 dan 2015 pangsa pasar asuransi syariah masing-masing tumbuh 5,91% dan 5,45%.

OJK sendiri menerapkan amanat dari Undang-undang nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian dimana perusahaan asuransi yang memiliki unit syariah diwajibkan melakukan spin off di tahun 2024.