• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prestasi Belajar Anak Tunarungu Ditinjau Dari Pola Asuh Orang Tua

Bab II : Landasan Teori

2.6 Prestasi Belajar Anak Tunarungu Ditinjau Dari Pola Asuh Orang Tua

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap orang karena mempunyai peranan penting dalam menentukan arah hidup dan keberhasilan seseorang. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga perlu di terapkan oleh model pendidikan kepada anak sedini mungkin. Terlebih pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di usia dini yang memegang peranan penting dalam memacu kemampuan pada saat berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Anak dengan gangguan pendengaran (tunarungu) seringkali menimbulkan masalah tersendiri, terutama masalah komunikasi. Ketidakmampuannya untuk berkomunikasi berdampak luas bagi keterampilan bahasa, membaca, menulis

maupun penyesuaian sosial. Kendala komunikasi ini secara tidak langsung juga akan mempengaruhi prestasi belajar siswa tunarungu di kelas. Siswa tunarungu yang sering salah menangkap maksud penjelasan guru di kelas sangat besar kemungkinannya untuk gagal saat ulangan, dan jika kegagalan ini terjadi berulang-ulang maka akan berpengaruh terhadap prestasi belajamya. Bisa jadi siswa tunarungu ini pandai, tapi karena salah menangkap penjelasan guru di kelas berakibat pada prestasi belajarnya yang menjadi kurang baik. Menurut kajian, mendengar dapat menyerap 20% informasi, lebih besar dibandingkan membaca yang hanya menyerap 10% informasi.

Perkembangan bahasa sangat berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran, akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Anak tunarungu akan mempunyai prestasi lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal untuk materi pelajaran yang diverbalkan (Permanarian,1995).

Mengenai kondisi diatas, menurut Hadis (1998) bahwa kesulitan siswa tunarungu lebih tinggi dibandingkan dengan siswa normal sebagai akibat dari ketunarunguan yang dimilikinya. Gentile (dalam Efendi, 2008 ) mengungkapkan anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam hal akademik dimana, siswa tunarungu berusia 17 tahun memiliki kemampuan setingkat dengan anak kelas IV dalam hal membaca dan berhitung. Sama dengan Gentile, Jensema (dalam Efendi, 2008 ) mengungkapkan bahwa kemampuan membaca anak tunarungu usia 14 tahun setingkat dengan anak kelas III. Seorang anak yang memiliki hambatan

pendengaran namun masih dapat berprestasi dengan segala hambatan yang dialaminya tentu terjadi bukan semata-mata karena tingkat intelegensi atau bakat yang dimiliki anak,melainkan juga terdapat faktor lain yang mendukung anak untuk meraih prestasi tersebut.

Prestasi belajar tidak luput dari faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar terdiri dari faktor internal (intelegensi,bakat,minat) dan faktor eksternal (keluarga,sekolah dan lingkungan masyarakat). Dari beberapa faktor tersebut salah satunya ialah keluarga. Pendidikan pertama kali diterima oleh anak berasal dari keluarga.

Sehingga pendidikan dalam keluarga sangatlah penting bagi kelangsungan hidup anak. Dari kecil di besarkan oleh keluarga,segala sesuatu yang ada dalam keluarga, baik yang berupa benda, orang, peraturan, dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga itu sangat berpengaruh dan menentukan perkembangan anak.

Orang tua merupakan teladan yang biasa dicontoh oleh anak-anaknya.

Sikap dan perilaku orang tua akan ditiru oleh anak, oleh sebab itu orang tua seharusnya menerapkan pola pengasuhan yang baik. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemampuan intelektual anak. Sehingga anak mampu mencapai prestasi belajar yang tinggi (Schirmer dalam Hallahan, dkk, 2009).

Pola asuh terdiri dari tiga pola asuh yaitu, authoritative (demokratis), authoritarian (otoriter) dan permisif. Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2003) pola asuh otoriter adalah pola asuh dimana orang tua membuat batasan dan

kendali yang tegas dan hanya melakukan sedikit verbal dan disertai dengan hukuman. Misalnya, yang terjadi pada anak tunarungu ketika orang tua memaksa anak tunarungu untuk hanya bermain di rumah saja, ketika anak tunarungu melanggar hal tersebut maka anak tunarungu akan mendapat hukuman.

Pengasuhan otoriter ini juga berkaitan dengan perilaku sosial menjadi tidak baki, sehingga dengan pengasuhan ini, orang tua membuat anak tunarungu memiliki rasa takut untuk menjalin relasi dengan orang lain, pemurung, dan bahkan juga membuat anak tunarungu menjadi kurang dapat mengendalikan emosinya dan sering memberontak.

Sedangkan menurut Baumrind (dalam Santrock,2003) orang tua yang menerapkan pola asuh permisif dimana orang tua memberikan kebebasan terhadap apa yang dilakukan anak tunarungu. Misalnya orang tua memperbolehkan anak tunarungu untuk mengambil keputusan sendiri ketika memilih untuk berteman dengan siapa saja. Pada pola pengasuhan ini juga terlihat seperti orang tua yang cuek dengan perkembangan anak tunarungu disekolah sehingga anak tunarungu merasa bahwa di abaikan dan tidak di perhatikan orang tua mereka. Dalam pengasuhan ini orang tua juga tidak memberikan hukuman pada anak tunarungu.

Pola asuh ini berkaitan dengan ketidakcakapan sosial terutama kurangnya pengendalian diri sendiri sehingga membuat anak tunarungu memiliki sifat yang lebih agresif dan mudah terpancing emosinya akibatnya anak tunarungu menjadi hanya memiliki sedikit teman sebaya. Lalu jika kebebasan yang diberikan orang tua berlebihan maka anak tunarungu menjadi sukar untuk mematuhi peraturan misalnya peraturan disekolah, karena mereka merasa bahwa di rumah mereka

tidak ada yang melarang dan tidak adanya aturab dirumah mereka, sehingga anak tunarungu bebas melakukan apa saja.

Selanjutnya orang tua yang menerapkan pola asuh otoritatif, menurut Baumrind (dalam Santrock,2003) dimana orang tua mendorong untuk membebaskan tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan anak tunarungu. Dalam pengasuhan ini komunikasi timbal balik bisa berlangsung dengan bebas dimana anak tunarngu diajak berdiskusi dengan baik oleh orang tuanya, dan orang tua bersikap hangat dan membesarkan hati anak tunarungu dan juga orang tua memahami kondisi anak tunarungu sehingga anak menjadi merasa nyaman dengan kondisi yang memiliki keterbatasan.

Pola asuh berpengaruh terhadap presatsi belajar siswa tunarungu. Sebab pola asuh menjadi salah atu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Tiap pola asuh memberikan dampak pada anak tunarungu dan bisa saja berpengaruh pada prestasi belajarnya pula. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Farid (2015) mengenai pola asuh orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus, didapatkan bahwa hasil persentasi tertinggi menunjukkan pola asuh otoritatif yang sering diberikan pada anak berkebutuhan khusus. Pada dasarnya pola asuh otoritatif memang ideal diberikan pada anak tunarungu maupun pada anak normal. Namun dengan keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunarungu, mungkin adakalanya orang tua juga perlu memberikan pola asuh permisif dan otoriter pada anak tunarungu.

Dokumen terkait