• Tidak ada hasil yang ditemukan

USER OF FUND

II.8. Penyaluran Dana Perbankan Syariah

B. Bunga yang diberikan kepada deposanmenjadi beban biaya langsung tanpa memperhitungkan pendapatan yang dihasilkan dan dan yang dihimpun. Akibatnya bank harus menambahi bila bunga dari peminjam ternyata lebih kecil dinbandingkan dengan kewajiban bunga untuk

deposan (negative spread) atau rugi.

Sumber : Antonio, Hal. 145.

II.8. Penyaluran Dana Perbankan Syariah

Menurut Karim (2006) menyatakan bahwa dalam penyaluran dana perbankan syariah dikenal beberapa prinsip, yaitu pertama ialah kategori bagi hasil (Profit and Loss sharing) dapat dilakukan atas prinsip musyarakah, mudharabah. Kategori kedua ialah jual beli (Sale and Purchase) yang dilaksanakan yang dilaksanakan atas prinsip murabahah, salam dan istisna. Sementara kategori ketiga ialah sewa (Operation lease and financial lease) yang dilaksanakan atas prinsip ijarah. Sedangkan katagori

keempat ialah jasa (fee based service) yang dilaksanakan atas prinsip wakalah (Deputyship), Kafalah (Guaranty), hawalah (Transfer service), rahnu (Mortgage) dan gardh (Soft and benevolen loan).

II.8.1. Prinsip Bagi hasil dalam Pembiayaan

Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dibiayai tidak terlepas dari pertimbangan syariah, karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung hal-hal yang diharamkan, seperti minuman keras, makanan yang mengandung alkohol, pornografi, prostitusi, perjudian dan sebagainya. Beberapa perbedaan antara sistem bunga dengan prinsip syariah (bagi hasil) yang diterapkan oleh bank konvensional dan bank syariah dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah antara lain dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel II.4. Perbedaan Perhitungan Keuntungan Bunga atau Bagi Hasil Dalam Penyaluran Dana Perbankan di Indonesia

No. Pokok-pokok Perbedaan Sistem bunga Prinsip Syariah

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Dasar perjanjian penentuan bunga dan/ imbalan.

Dasar perhitungan bunga / imbalan. Kewajiban pembayaran bunga / imbalan. Persyaratan Jaminan pembiayaan. Objek pembiayaan.

Pandangan prinsip syariah tentang bunga.

Perjanjian pengenaan bunga tidak berdasarkan keuntungan.

Persentase tertentu dari total dana yang dipinjamkan kepada nasabah.

a. Pembayaran bunga tetap

harus dibayar, meskipun usaha nasabah mengalami kerugian.

b. Besarnya pembayaran

bunga oleh nasabah jumlahnya tetap meskipun keuntungan nasabah lebih besar dari jumlah yang diperkirakan.

Pembiayaan umumnya memerlukan penyerahan jamian berupa barang/ harta nasabah.

Jenis usaha yang dibiayaai tidak dibedakan, sepanjang memenuhi persyaratan. Pembayaran / pengenaan bunga oleh kreditur kepdada nasabah dianggap haram.

Perjanjian imbalan berdasakan keuntungan/ Rugi.

Besarnya nisbah bagi hasil didasarkan atas jumlah keuntungan yang diperoleh nasabah. a. Pembayaran bagi imbalan dilakukan apabila nasabah memperoleh keuntungan. Sebaiknya bila rugi, jumlah kerugian/ risiko titanggung kedua belah pihak.

b. Besarnya imbalan

berubah sesuai dengan besar kecilnya keuntungan yang didapat nasabah. Persyaratan jaminan tidak mutlak diperlukan.

Jenis usaha yang dibiayaai harus sesuai dengan ketentuaan syariah. Pembayaran imbalan berdasrkan bagi hasil sifatnya halal.

II.8.2. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak kontribusi dana (amal / expertise ) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepkatan.

Pihak-pihak yang turut dalam kerjasama memasukkan dana musyarakah dengan porsi yang telah disepakati, ketentuan dapat berupa uang tunai atau asset dan dana yang terhimpun bukan lagi milik perorangan, tetapi menjadi dan usaha. Pengelolaan kegiatan usaha dipercayaakan kepada nasabah, dan selaku pengelolan nasabah wajib menyampaikan laporan berkala mengenai perkembangan usaha, kepada bank-bank sebagai pemilik dana. Disamping itu pemilik dana dapat melakukan intervensi kebijakan usaha.

Prinsip Musyarakah memberi manfaat dimana bank menikmati peningktan dalam jumlah tertentu jika keuntungan nasabah meningkat. Bank juga tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan hasil usaha bank, sehingga bank tidak pernah mengalami negative spread. Dalam hal pengembalian pinjaman pokok, pembiayaan akan disesuaikan dengan cash flow usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. Karena ini adalah usaha patungan maka prinsip kehati-hatian akan benar-benar dipengang bank dalam mencari memilih nasabah yang akan dibiayai.

Prinsip bagi hasil dalam musyarakah dan mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dalam perbankan konvensional, dimana bank akan menagih

penerimaan pembiayaan (nasabah) dalam jumlah bunga yang tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan ketika rugi.

50% 50% 60 % Modal 40 % Modal Keahlian Keahlian 60% 40%

Sumber: (Rivai dan Andria, 2008)

Akad Musyarakah Bank Syariah Partner I Nasabah Patrner 2 Rugi Laba Proyek Usaha

Gambar II.3. Skema Pembiayaan Al Musyarakah

II.8.3. Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan yang diperoleh dibagi menurut perbandingan (nisbah) yang sudah disepakati. Seandainya kerugian diakibatkan

kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pemilik modal tidak ikut campur dalam pengelolaan usaha, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

Mudharabah memberi manfaat dimana bank menikmati peningktan dalam jumlah tertentu jika keuntungan nasabah meningkat. Bank juga tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan hasil usaha bank, sehingga bank tidak pernah mengalami negative spread. Dalam hal pengembalian pinjaman pokok, pembiayaan akan disesuaikan dengan cash flow usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. Karena ini adalah usaha patungan maka prinsip kehati-hatian akan benar-benar dipengang bank dalam mencari memilih nasabah yang akan dibiayai.

Prinsip bagi hasil dalam musyarakah dan mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dalam perbankan konvensional, dimana bank akan menagih penerimaan pembiayaan (nasabah) dalam jumlah bunga yang tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan ketika rugi.

(1) (1) 100% 0% 100 % modal Keahlian (2) (2) 50% ( Nisbah) 50% (Nisbah) (3a) (3a) Usaha Konveksi Laba Bank Syariah Nasabah (3a) Rugi (3b) Akad Mudharabah

Sumber : (Rivai dan Andria, 2008)

Gambar II.4. Skema Pembiayaan Mudharabah

II.8.4. Pembiayaan Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang disepakati bersama. Bank akan mengadakan barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah dengan harga setelah ditambah keuntungan yang disepakati.

Guna memastikan untuk membeli bank dapat mensyaratkan nasabah agar terlebih dahulu membayar uang muka. Nasabah membayar kepada bank atas harga

barang tertentu (setelah dikurangi uang muka) secara angsuran selama jangka waktu yang disepakati. Dengan memperhatikan kemampuan mengangsur ataupun arus kas usahanya. Pembayaran secara angsuran ini dikenal dengan istilah Bai’u Bitsaman Ajil

(BBA). Baik harga jual maupun besar angsuran yang telah disepakati tidak berubah hingga akad pembiayaan berakhir dan tidak ada denda atas keterlambatan pembayaran angsuran.

(1) (1) (2) (2)

Bayar uang muka (3)

Bayar Angsuran (6)

Serahkan surat-surat ruko

(7) Beli Ruko Beli Ruko

(4) (5) Negosiasi Akad Murabahah Bank Syariah Ruko CV. Bina Amanah

Sumber: ( Rivai dan Andria,2008)

II.8.5. Pembiayaan Bai’u Salam

Pembiayaan salam adalah akad jual beli atas suatu barang dengan jenis dan dalam jumlah tertentu yang penyerahannya dilakukan beberapa waktu kemudian, sedangkan pembayarannya segera dimuka. Aplikasi dalam perbankan biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian jangka pendek ( 2 hingga 6 bulan ) dalam hal ini bank bertindak sebagai pembeli dan penjual produk dan memberikan uangnya terlebih dahulu, sedangkan para nasabah mempergunakanya untuk mengelola pertaniananya. Tidak hanya barang pertanian bisa juga barang industri.

Bank membeli barang dari produsen kemudian menjualnya kembali kepada pihak lain yaitu nasabah yang memesan barang tersebut. Dalam istilah perbankan islam proses ini dikenal dengan nama salam pararel. Aplikasi perbankan untuk salam pembiayaan Salam seperti tergambar dibawah ini:

Bayar uang muka

(4) Bayar angsuran Negosiasi Bank Syariah Akad Salam PT. Anugerah Akad salam (2a) Produksi jagung Bank garansi (3) Kirim faktur (7a)

KUD Jagung Negosiasi (1a) Bayar produk (5) Kirim jagung

Sumber: (Rivai dan Andria,2008)

Gambar II.6. Skema Pembiayaan Bai ‘u Salam

Dalam salam pararel pembayaran nasabah kepada bank dapat dilakukan di muka, pada saat ditandatanganinya akad salam atau secara tunai pada saat penyerahan barang, atau dengan cara mengangsur. Apabila pembayaran oleh nasabah dilakukan secara tunai atau dengan cara mengangsur, biasanya bank mensyaratkan agar nasabah terlebih dahulu membayar sejumlah uang muka yang diperlukan.

II.8.6. Pembiayaan Bai’u Istishna’

Bai’u Istishna adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang atau juga pembiayaan modal kerja misalnya untuk modal kerja industri barang-barang konsumsi, Pembiayaan investasi misalnya untuk mengadakan barang-barang modal seperti mesin-mesin, atau juga pembiayaan konstruksi.

Kembali bank garansi (6) Bayar angsuran (8) Bayar proyek (7)

Sumber: (Rivai dan Andria, 2001)

Proyek Ruko PT. Angin Ribut

(Kontraktor) Nasabah

Akad Istishna (2a) Akad istishna (2)

Negosiasi (1a)

Bank garansi (3a) Bank Bayar uang muka (3a)

Syariah

Negosiasi (1)

Gambar II.7. Skema Pembiayaan Bai’u Istishna

Dalam sebuah kontrak bai’u Istishna bisa saja pembeli mengizinkan pembuat menggunakan subkontrak untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya pada

kontrak pertama. Kontrak baru ini dikenal sebagai Istishna pararel. Bank sebagai pembuat dalam kontrak pertama, tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya. Istishna pararel atau subkontrak, untuk sementara harus dianggap tidak ada. Dengan demikian sebagai

shani’(Pembuat/Produsen) pada kontrak pertama, Bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak pararel.

Sementara itu penerima subkontrak pembuat pada Istishna pararel bertanggung jawab kepada bank sebagai pemesan, dia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Bai’u Istishna kedua merupakan kontrak pararel, tetapi bukan merupakan bagian atau syarat untuk kontrak pertama. Dengan demikian kedua kontrak tersebut tidak mempunyai kaitan hukum sama sekali.

Bank sebagai shani atau pihak yang siap membuat atau mengadakan barang, bertanggung jawab kepada nasabah atas kelalaian pelaksanaan subkontrak dan jaminan yang timbul darinya. Kewajiban inilah yang membenarkan keabsahan istishna pararel, sebagai dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan kalau ada.

II.8.7. Pembiayaan Ijarah

Transaksi ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik) jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli. Perbedaannya terletak pada objek transaksinya, pada jual

beli objeknya transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah barang atau jasa.

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah atau sewa, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Manfaat transaksi ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok, sementara jenis pembiayaan ini mengandung resiko mungkin terjadi gagal bayar (default) dimana nasabah tidak membayar cicilan secara sengaja.

Kerusakan juga bisa mengakibatkan biaya pemeliharaan bertambah, apalagi bila disebutkan dalam kontrak biaya pemeliharaan ditanggung oleh lembaga keuangan. Demikian juga apabila nasabah berhenti ditengah kontrak dan tidak mau membeli asset tersebut. Akibatnya bank akan menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebahagian kepada nasabah.

Bank Syariah Nasabah Objek ijarah 1. Permohonan pembiayaan 3. Akad ijarah Suplier/Penjual/ Pemilik

Sumber: (Rivai dan Andria,2008)

II.8.8. Pembiayaan Qardh Al Hasan

Konsep perbankan Islam mengharuskan bank-bank Islam memberikan

pelayanan sosial apakah melalui dan Qard (pinjaman kebajikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Disamping itu konsep perbankan islam mengharuskan bank-bank Islam untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberi kontribusi bagi kesejahteraan sosial (Harahap, Wiroso dan Yusuf 2005 : 7 )

Pembiayaan Qardh hasan adalah merupakan pinjaman kebajikan yang diterapkan sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang terbukti loyaliyas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu. Qardh hasan juga dapat sebagai fasilitas yang memerlukan dana cepat, sementara ia tidak bisa menarik dananya, mungkin tersimpan dalam deposito dan sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial

Sifat pembiayaan qardh hasan ini tidak memberikan keuntungan finansial bagi bank syariah karena pembiayaan ini hanya mewajibkan nasabah mengembalikan pinjaman pokok saja. Oleh karena itu pendanaan ini dapat diambil untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan jangka pendek yang dapat diambil dari modal bank ataupun untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial, dapat bersumber dari dana zakat,infak dan sadakah.

Disamping dari sumber dana ummat, para praktisi perbankan syariah, demikian juga ulama, melihat adanya sumber dana lain yang dapat dialokasikan untuk pembiayaan qardh hasan, yaitu pendapatan-pendapatan yang diragukan seperti bung atas jaminan L/C di bank asing, dan sebagainya.

Salah satu pertimbangan memanfaatkan dana-dana ini adalah kaidah akhafuu dhararain (mengmbil mudharat yang lebih kecil), hal ini mengingat jika dana ummat dibiarkan di lembaga-lembaga non muslim mungkin dapat dipergunakan untuk sesuatu yang merugikan islam, misalnya dana kaum muslim arab di bank-bank Yahudi Switzerland. Oleh karenanya dana yang parkir tersebut lebih baik diambil dan diamanfaatkan untuk penanggulangan bencana alam atau membantu dhuafa.

Selain itu qardh hasan dapat memberi manfaat diantaranya memungkinkan nasabah yang sedang mengalami kesulitan mendesak untuk mendapat dana talangan jangka pendek. Pembiayaan ini merupakan ciri pembeda antara bank syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersil.

Dengan adanya misi sosial-kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah. Namun demikian qard hasan mengandung resiko yang tinggi karena dianggap pembiayaan yang tidak perlu ditutup dengan jaminan. Skema Qardh hasan dapat digambarkan seperti dibawah ini:

Akad Qardh Nasabah Usaha Bank syariah Modal + Keuntungan (2) (3) Modal usaha Pengelolaan (2)

Pinjaman dana (Qardh)

(2) (1)

Sumber: (Rivai dan Andria, 2008)

Gambar II.9. Skema Pembiayaan Qardh Hasan

Dokumen terkait