• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Transaksi dan Pengelolaan Perbankan Syariah

SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

B. Prinsip Transaksi dan Pengelolaan Perbankan Syariah

Berbagai bentuk transaksi dalam kegiatan usaha dan pengelolaan perbankan syariah, dalam pelaksanaannya didasarkan pada beberapa prinsip pokok sebagai fundamen operasional dan produk yang senantiasa perlu diperhatikan. Berbagai pandangan dikemukakan para ahli mengenai prinsip transaksi yang mesti diperhatikan dalam usaha perbankan syariah, yakni: Pertama, larangan riba atas semua jenis transaksi. Kedua, aktivitas dilaksanakan atas dasar kesetaraan (equality).

Ketiga, keadilan (fairness) dan keterbukaan (transparency). Keempat, pembentukan kemitraan yang saling menguntungkan. Kelima, keuntungan diperoleh dengan cara yang halal atau sah secara syariah. Keenam, mengeluarkan dan mengadministrasikan

berbeda, namun beberapa persoalan yang akan diatur melalui PBI tersebut dapat dibuat dalam satu peraturan saja, dan lainnya diatur secara tersendiri. Dengan asumsi ini, maka PBI yang diperlukan, di antaranya: 1) Kepemilikan Bank Umum Syariah oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing (Pasal 9). 2) Perizinan, bentuk badan hukum, anggaran dasar, pendirian dan kepemilikan Bank Syariah (Pasal 10). 3) Izin perubahan Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah (Pasal 16). 4) Pembentukan komite perbankan syariah (Pasal 26). 5) Uji kememapuan dan kepatuhan terhadap calon pemegang saham pengendali Bank Syariah (Pasal 27). 6) Kepatuhan Bank Syariah (Pasal 29). 7) Uji kemampuan dan kepatuhan terhadap calon komisaris dan direski (Pasal 30). 8) Pengangkatan pejabat eksekutif (Pasal 31). 9) Pembentukan Dewan Pengawas Syariah (Pasal 32). 10) Tata kelola perbankan syariah (Pasal 34).

zakat.Ketujuh, keridhoan para pihak dalam berkontrak. Kedelapan, pengurusan dana yang amanah, jujur, dan bertanggung jawab.Kesembilan, tolong menolong (taawun).

Kesepuluh, menghindari perbuatan menahan uang (iktinaz) dan membiarkannya tidak produktif (idle).284

Berbagai aktivitas transaksi produk serta jasa perbankan syariah dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah. Fundamental yang membedakan perbankan syariah dengan perbankan konvensional terletak pada prinsip syariah sebagai landasan utama yang menjiwai seluruh aktivitas, produk dan jasa perbankan syariah. Implementasi prinsip syariah berimplikasi luas terhadap kegiatan perbankan syariah, baik pada sisi penghimpunan dana dan pembiayaan kegiatan usaha, maupun usaha jasa lain yang senantiasa dinyatakan sesuai dengan syariah. Nilai-nilai Islam dijadikan dasar aktivitas perbankan syariah untuk mewujudkan kehidupan perekonomian dalam menuju kesejahteraan masyarakat. Perbankan syariah meletakkan keimanan sebagai landasan kegiatan yang sekaligus menjadi built of control dari berbagai aktivitas perbankan. Dari sinilah visi-misi perbankan syariah dirancang dan dibangun dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan manusia.285

Seluruh aktivitas transaksi dan pengelolaan perbankan syariah senantiasa harus bersesuaian dengan prinsip Islam, sehingga setiap yang bertentangan dengan ketentuan hukum Islam harus dibatalkan dan tidak dapat dioperasionalkan.

284

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Op. Cit., hlm. 23; Jafril Khalil, “Prinsip Syariah Dalam Perbankan”, dalam Jurnal Hukum Bisnis, (Vol. 20, Agustus-September, 2002), hlm. 47-48; Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Azkia, 2009), hlm. 15; Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah Di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hlm. 86.

285

Fathurrahman Djamil, “Urgensi Undang-Undang Perbankan Syariah Di Indonesia”, dalam Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 20, Agustus-September, 2002), hlm. 41.

Penghapusan riba merupakan pembeda signifikan perbankan syariah dengan perbankan konvensional dengan menerapkan pola bagi hasil (profit and loss sharing) sebagai penggantinya yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan skema

mudharabah dan syirkah (musyarakah) yang keduanya dipandang sebagai kontrak kepercayaan (uqud al-amanah).286

Tabel 1: Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil 287

BUNGA BAGI HASIL

a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

a. Penentuan besarnya

rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada

kemungkinan untung rugi

b. Besarnya persentase

berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. c. Pembayaran bunga tetap

seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh nasabah untung atau rugi.

c. Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”

d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan

peningkatan jumlah pendapatan.

e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam

e. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

Pembeda lain terletak pada usaha yang dilakukan, perbankan syariah tidak semata berorientasi pada perolehan keuntungan, melainkan juga mementingkan

286

M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 187. 287

kebutuhan masyarakat Islam keseluruhan, sehingga perbankan syariah dipandang menjadi bank universal atau serbaguna (multi-purpose) daripada bank komersial murni.288

Tabel 2: Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Perbankan syariah selain melakukan kegiatan komersial juga yang bersifat sosial dalam bentuk qardh al-hasan, menghimpun dan menyalurkan dana yang berasal dari zakat, sedekah dan infak masyarakat.

289

BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL

1. Hanya melakukan investasi yang halal

1. Tidak mengkaitkan usaha atau investasi yang halal dan haram 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil,

jual beli, atau sewa.

2. Memakai perangkat bunga 3. Profit dan falah oriented, yaitu

mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat

3. Profit oriented

4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan

4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur 5. Penghimpunan dan penyaluran

dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional

5. Tidak terdapat dewan sejenis

6. Memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagai wujud sharia compliance

6. Tidak terdapat dewan sejenis

Prioritas pelayanan transaksi perbankan syariah dari sisi penyaluran dana atau produk pembiayaan bervariatif, selain menekankan pada prinsip bagi hasil juga dikenal prinsip jual beli maupun sewa. Prinsip bagi hasil didasarkan pada keuntungan dan risiko yang ditanggung bersama oleh penyalur sebagai pemilik dana maupun pengusaha sebagai penerima dana. Penentuan bagi hasil ditentukan sesuai nisbah yang disepakati. Prinsip jual beli didasarkan pada margin keuntungan, dan prinsip

288

Merry K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Op. Cit., hlm. 132. 289

sewa didasarkan pada pendapatan sewa yang disepakati bersama sejak semula. Disamping ketiga prinsip transaksi komersial tadi yang dimaksudkan untuk mendapat keuntungan (tijarah), perbankan syariah juga menyalurkan dana yang bersifat non komersial tanpa mencari keuntungan (tabarruk), semata untuk kebajikan dengan memakai prinsip pinjaman dengan pola qard al-hasan. Pada sisi penghimpunan dana, perbankan syariah menerapkan prinsip titipan atau simpanan dengan pemberian bonus kepada nasabah sesuai kehendak bank penerima simpanan. Transaksi atau hubungan hukum yang terjadi antara nasabah dengan bank syariah diikat dalam akad sesuai dengan prinsip transaksi yang dikehendaki dan disepakati.

UUPS 2008 mengatur dengan menyebut prinsip-prinsip yang senantiasa harus mendapat perhatian pada pengelolaan perbankan syariah, yaitu prinsip syariah, demokrasi ekonomi, prinsip kehati-hatian.290 Selain itu, UUPS 2008 telah menyerap dengan mewajibkan prinsip-prinsip modern perbankan untuk diterapkan pada pengelolaan perbankan syariah, terutama yang berkaitan dengan penegakan prinsip tata kelola yang baik (good governance),291 penerapan manajemen risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah,292 prinsip kepercayaan,293 prinsip keterbukaan,294 dan rahasia bank.295

290

Berdasarkan Pasal 2 UUPS 2008, perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan pada tiga prinsip utama, yaitu: prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Melalui penerapan prinsip syariah, kegiatan perbankan syariah tidak mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram dan zalim. Dengan demokrasi ekonomi, kegiatan ekonomi syariah mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan. Prinsip kehati-hatian menjadi pedoman bagi perbankan syariah untuk mewujudkan perbankan yang sehar, kuat dan efisien sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana dikemukakan Zamir Iqbal dan

291 Pasal 34 UUPS 2008 292 Pasal 38 UUPS 2008. 293 Pasal 36 UUPS 2008 294 Pasal 39 UUPS 2008 295 Pasal 41 UUPS 2008

Abbas Mirakhor, upaya menjelaskan prinsip-prinsip serta aturan ekonomi dan keuangan Islam dalam terminologi analitis modern baru berlangsung dua dekade belakangan ini (efforts to explain Islamic finacial and economic principles and rules in modern analytical terms are only two decades old).296 Prinsip-prinsip transaksi dan pengelolaan perbankan syariah dimaksud menjadi ulasan berikut.

Prinsip Syariah (Shariah principle)

Prinsip syariah dicantumkan secara jelas dan tegas sebagai prinsip utama dalam UUPS 2008. Prinsip syariah diberi makna sebagai prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Dari rumusan ini belum terlihat karakteristik prinsip syariah tersebut, terkecuali hanya mengaitkan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan untuk itu. Fatwa ini berkaitan dengan kegiatan usaha perbankan syariah yang dapat dioperasionalkan setelah dikaji dan di nilai secara syariah oleh DSN-MUI.

Karakteristik prinsip syariah di maksud, baru terlihat pada penjelasan umum dan penjelasan Pasal 2 UUPS 2008, yang menyebut kegiatan usaha yang berasaskan prinsip syariah, antara lain adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur riba,

maisir, gharar, haram dan zalim.297

296

Zamir Iqbal & Abbas Mirakhor, An Introduction To Islamic Finance: Theory and Practice, (Singapore: John Wiley & Sons, 2007), hlm. 1.

Untuk mengawasi pelaksanaan prinsip syariah di

297

UUPS 2008 memberi penjelasan atas kelima unsur yang bertentangan dengan prinsip syariah dimaksud. Riba yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasiah); Maisir yaitu

lingkungan perbankan syariah, UUPS 2008 yang khusus mengatur tentang perbankan syariah, telah mengatur kepatuhan syariah (syariah compliance) yang kewenangannya berada pada MUI yang direpresentasikan melalui DPS yang harus di bentuk pada masing-masing bank syariah dan UUS.

Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan MUI ke dalam PBI, di dalam internal BI di bentuk komite perbankan syariah, dengan keanggotaan terdiri atas perwakilan dari BI, Departemen Agama, dan unsur masyarakat yang komposisinya berimbang yang berjumlah paling banyak 11 orang. Pembentukan Komite ditujukan untuk membantu BI dalam mengimplementasikan fatwa MUI dan mengembangkan perbankan syariah. Dengan tujuan tersebut, sesuai PBI No. 10/32/PBI/2008 Komite diberi tugas untuk membantu BI dalam: a) menafsirkan fatwa MUI yang terkait dengan perbankan syariah; b) memberikan masukan dalam rangka implementasi fatwa ke dalam PBI; c) melakukan pengembangan industri perbankan syariah.298

PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No. 9/19/PBI/2007 yang memuat penyempurnaan ketentuan tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan usaha dan operasional perbankan syariah, menandaskan kewajiban pemenuhan prinsip syariah bagi perbankan syariah. Ditegaskan bahwa pemenuhan prinsip syariah dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan (adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan; Gharar yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah; Haram yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; Zalim yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

298

dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar, maisyir, riba, zalim,

dan objek haram.299

Demokrasi Ekonomi

Selain prinsip syariah, UUPS 2008 juga menetapkan demokrasi ekonomi sebagai prinsip lain bagi perbankan syariah. Demokrasi ekonomi yang di maksud adalah kegiatan ekonomi syariah termasuk perbankan syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.300 Kegiatan usaha perbankan syariah dikaitkan dengan pelaksanaan prinsip demokrasi ekonomi berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD-NRI tahun 1945. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, prinsip demokrasi ekonomi dapat dikembalikan kepada gagasan dasar yang tercantum dalam konstitusi, yaitu Pasal 33 dan 34 UUD 1945 pasca reformasi yang memuat ketentuan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.301

299

PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, Pasal 2 ayat (3).

Dengan adanya pengaturan perekonomian nasional di dalam konstitusi Republik Indonesia, dapat dikatakan UUD 1945 tidak semata-mata merupakan dokumen politik, tetapi juga dokumen ekonomi, sehingga di sebut sebagai konstitusi

300

Penjelasan Pasal 2 UUPS 2008. 301

Pasal 33 dan 34 UUD 1945 berada dalam Bab XIV yang sebelum diamandemen berjudul asli Kesejahteraan Sosial dan setelah diamandemen diadakan penambahan sehingga berjudul Perekonomian Nasional Dan Kesejahteraan Sosial. Penambahan judul ini menurut Jimly Asshiddiqie dipandang kurang tepat, karena judul asli sesungguhnya telah menggambarkan isi bab secara keseluruhan. Disamping ada penambahan judul bab, Pasal 34 juga mendapat tambahan 2 ayat sehingga setelah diamandemen Pasal 34 terdiri atas 5 ayat, sedang Pasal 34 mendapat tambahan 3 ayat, sehingga saat ini terdiri atas 4 ayat. Lihat Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah ... Op. Cit., hlm. 76-79.

ekonomi. Sebagai konstitusi ekonomi. UUD 1945 harus dipahami dan dijadikan sebagai acuan serta rujukan tertinggi dalam mengembangkan setiap kebijakan pembangunan ekonomi nasional.302 UUPS 2008 di pandang sebagai penjabaran konstitusi ekonomi dalam mengatur perbankan syariah, dan demokrasi ekonomi ditetapkan sebagai prinsip perbankan syariah.303 Demokrasi ekonomi melahirkan asas kekeluargaan dan kebersamaan,304

Demokrasi ekonomi yang tersimpul sebagai substansi Pasal 33 UUD-NRI tahun 1945,

yang secara integratif harus mendapat perhatian dalam kegiatan perbankan yang sejalan dalam pelaksanaan prinsip syariah yang disetarakan dengan saling membantu dan tolong menolong.

305

telah memberi tempat bagi kegiatan perekonomian berbasis kerakyatan maupun perekonomian berbasis keagamaan. Ekonomi kerakyatan terkait erat dengan gagasan demokrasi ekonomi yang tidak lain adalah paham kedaulatan rakyat di bidang ekonomi.306

302

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. xi.

Dikaitkan dengan ketentuan Pasal 29 UUD-NRI tahun 1945 yang memberi kebebasan bagi setiap penduduk untuk memeluk dan beribadat sesuai dengan agamanya masing-masing, telah memperkuat eksistensi perekonomian berbasis keagamaan (Islam), yang dalam bahasa agama lazim dikenal dengan ekonomi Islam (islamic economic) atau ekonomi syariah. Keadilan dan pemerataan

303

Pasal 33 ayat (5) UUD-NRI tahun 1945 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan perekonomian nasional diatur dalam undang-undang. Ketentuan ini menjadi dasar konstitusional kelahiran UUPS 2008 sebagai bagian aktivitas perekonomian nasional di bidang perbankan.

304

Sri-Edi Swasono, Pembangunan Berwawasan Sejarah: Kedaulatan Rakyat, Demokrasi Ekonomi, Dan Demokrasi Politik, (Padang: Universitas Bung Hatta, 1990), hlm. 32.

305

Setelah amandemen atau perubahan keempat, ketentuan Pasal 33 bertambah menjadi 5 ayat dan ayat (4) menetapkan, perekonomian nasional diselenggarakan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional.

306

yang menjadi prinsip perekonomian dan keuangan syariah include perbankan syariah di nilai paling sesuai dengan semangat perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 dan 34 UUD-NRI tahun 1945.307 Ekonomi dan keuangan syariah pada dasarnya sejiwa dan sebangun dengan arah yang hendak dituju UUD-NRI tahun 1945, yang tertera pada alinea keempat Pembukaan, yakni “....mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.308

Prinsip Kehati-hatian (prudential principle)

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UUP 1998, bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kahati-hatian (prudential principle). Ketentuan ini dipertegas kembali pada UUPS 2008 yang menetapkan kegiatan perbankan syariah wajib melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip kehati-hatian. Berbeda dengan UUP 1998, pengaturan UUPS 2008 diikuti dengan penjelasan, prinsip kehati-hatian merupakan pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerapan prinsip kehati-hatian pada perbankan syariah ditegaskan kembali pada Pasal 35 ayat (1) UUPS 2008, “bank syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian.” Penerapan prinsip kehati-hatian perlu untuk menjamin terlaksananya pengambilan keputusan pengelolaan bank yang antara lain di dukung dengan penerapan sistem

307

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi Dan Keuangan Islam, (Jakarta: Kholam Publishing, 2008), hlm. 348. Amin Suma mengemukakan, prinsip atau asas utama ekonomi dan keuangan Islam yang paling mendasar terletak pada asas keadilan dan pemerataan. Kedua asas ini didasarkan diantaranya pada Q.S. Hadid (57): 25 untuk asas keadilan dan Q.S. al-Hasyr (59): 7 untuk asas pemerataan.

308

pengawasan intern. Prinsip kehati-hatian harus menjadi perhaian utama dalam manajemen pembiayaan.309

Pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada perbankan syariah juga berkaitan dengan penilaian terhadap jenis usaha yang hendak diberi dana pembiayaan. Harus dihindari jenis pembiayaan yang tidak sesuai dengan syariat Islam atau untuk tujuan-tujuan yang dilarang syariah. Dihindari juga pembiayaan yang diberikan tanpa informasi keuangan yang memadai, dan pembiayaan yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimiliki bank serta pembiayaan kepada pengusaha yang bermasalah.

Mengabaikan prinsip kehati-hatian akan berpengaruh terhadap kualitas pembiayaan yang senantiasa harus dijaga agar tidak menimbulkan pembiayaan bermasalah. Bila timbul pembiayaan bermasalah akan mempengaruhi tidak saja pada pendapatan perbankan syariah, bahkan dapat membawa kerugian, karena dana bank yang telah disalurkan untuk aktivitas pembiayaan tidak terbayar kembali.

310

Demikian pula terhadap pembiayaan yang fiktif dan yang diperuntukkan bagi usaha perjudian, prostitusi, dan pembiayaan lain yang bertentangan dengan prinsip syariah harus dihindari oleh perbankan syariah.311

Ketentuan normatif yang mewajibkan perbankan syariah menerapkan prinsip kehati-hatian berkaitan dengan rambu-rambu kesehatan perbankan yang bertujuan

309

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen.... Op. Cit., hlm. 244. 310

Ibid., hlm. 246. 311

Muhammad Syafii Antonio mengemukakan beberapa hal pokok yang perlu diperhitungkan dalam analisis pembiayaan. Perbankan syariah tidak akan menyetujui suatu pembiayaan sebelum dipastikan: 1) Apakah objek pembiayaan halal atau haram. 2) Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat. 3) Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila. 4) Apakah proyek berkaitan dengan perjudian. 5) Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senajata yang ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal. 6) Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung. Muhammad Syafii Antonio, Bank Syraiah... Op. Cit., hlm. 33-34.

agar bank sebagai financial intermediary institution senantiasa harus dalam keadaan sehat.312 Secara eksplisit UUPS 2008 menentukan, bank syariah dan UUS wajib memelihara tingkat kesehatan yang meliputi sekurang-kurangnya mengenai kecukupan modal, kualitas aset, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas manajemen yang menggambarkan kapabilitas dalam aspek keuangan, kepatuhan terhadap prinsip syariah dan prinsip manajemen Islami serta aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank syariah dan UUS.313

Pengenaan agunan (colateral) sebagai salah satu unsur analisis kelayakan atas fasilitas pembiayaan yang diberikan perbankan syariah kepada nasabah pada dasarnya adalah untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian.

314

312

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam ...., Op. Cit., hlm. 171.

Prudential principle dapat dipahami melalui Pasal 8 ayat (1) UUP 1998 yang menyebut, dalam memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis mendalam atas itikad dan kemampuan, serta kesanggupan nasabah penerima dana untuk mengembalikan pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Sebelum menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas, perbankan syariah harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan nasabah untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya. Untuk memperoleh keyakinan itu, perbankan syariah wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap

313

Pasal 51 ayat (1) UUPS 2008. Perhatikan pula Pasal 29 ayat (2) UUP 1992 sebagaimana telah diubah dengan UUP 1998.

314

Abdul Ghofur Anshori, Penyelesaian Sengketa ...., Op. Cit., hlm. 24. Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak, yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas (Pasal 1 butir 26 UUPS 2008). Dengan demikian, agunan diperlukan sebagai jaminan atas fasilitas pembiayaan yang diberikan perbankan syariah kepada nasabah. Apabila nasabah penerima fasilitas kelak tidak dapat melunasi kewajibannya, agunan dapat digunakan untuk menanggung pembayaran kembali pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah.

watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral), dan prospek usaha dari calon nasabah penerima fasilitas (condition of economy).315 Penilaian seksama atas kelima unsur kelayakan untuk menganalisis pembiayaan yang akan diberikan bank kepada nasabah merupakan perwujudan pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Menerapkan prinsip kehati-hatian secara tidak langsung berarti memelihara kepercayaan yang diberikan nasabah kepada bank.316 Penegakan prinsip kehati-hatian dilakukan dalam rangka menjamin keamanan dana masyarakat yang pada gilirannya akan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah.317

Tata Kelola yang Baik (Good Governance)

Hakikat tata kelola (governance) berkaitan dengan proses pengelolaan atau pengurusan organisasi atau institusi. Sebagai terminologi umum, governance dapat dipergunakan pada berbagai bentuk organisasi, baik bagi institusi publik maupun privat. Organisasi yang dikelola selaras dengan tujuan didirikannya organisasi itu sendiri.318

315

Pasal 23 UUPS 2008.

Sesuai ketentuan Pasal 34 UUPS 2008, Bank Syariah dan UUS dalam menjalankan kegiatan usahanya wajib menerapkan tata kelola yang baik dengan cakupan prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran. Seterusnya. PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

316

Nindyo Pramono, Op. Cit., hlm. 245. 317

Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 69.

318

Wahyu Kurniawan, Corporate Governance Dalam Aspek Hukum Perusahaan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2012), hlm. 19

menetapkan bank wajib melaksanakan Good Corporate Governance (GCG) dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan organisasi. Kewajiban ini berimplikasi pada penerapan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional), dan kewajaran (fairness) dalam seluruh aktivitas perbankan syariah.319 UUPS 2008 memberi dukungan dengan memberi pengaturan yang tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip GCG. Kelima prinsip GCG yang dikemukakan dalam PBI tersebut harus diterapkan mengingat fungsi utama perbankan syariah sebagai intermediasi yang memobilisasi dana masyarakat dan menyalurkan kepada pengguna