• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghentian Penyidikan Dalam Revisi UU KPK

B. Problem dalam Pasal 40 Usulan Revisi UU KPK

Ada beberapa draf Revisi UU KPK yang beredar di masyarakat.Dari draf itu dapat diketahui perkembangan pemikiran atau juga konsistensi

pikiran yang selalu dikemukakan di dalam beberapa Revisi UU KPK dimaksud.

Secara umum sudah dapat disimpulkan 3 (tiga) hal atas beberapa draf Revisi UU KPK, yaitu sebagai berikut: kesatu, revisi tidak didasarkan atas kebutuhan dan kajian yang utuh dan mendalam bagi upaya pemberantasan korupsi yang sistematis. Fakta efektifitas pelaksanaan penghentian penyidikan dan penuntutan yang dilakukan dalam proses penegakan hukum yang dilakukan selama ini belum pernah dikaji secara mendalam ; kedua, Pasal 40 Revisi UU KPK yang diusulkan untuk dirubah, tidak dikemukakan,apa alasan faktual yang dijadikan dasar sehingga diperlukan perubahan dimaksud; danjuga tidak dijelaskan, apa hasil yang diharapkan dari perubahan tersebut; ketiga, terlihat indikasi, adanya kepentingan lain yang hendak “didesakkan dan dipaksakan” di dalam perubahan pasal dimaksud yang tidak ditujukan bagi kepentingan akuntabilitas proses penegakan hukum.

Salah satu draf Revisi UU KPK73 yang mengajukan dan mengusulkan rumusan Revisi Pasal 40 seperti tersebut sebagai berikut:

Bila dilacak di dalam hal menimbang huruf b dan c dalam Revisi UU KPK tersebut, ada beberapa hal yang menarik untuk dikemukakan, yaitu: kesatu, usulan Revisi UU KPK dilakukan karena lembaga pemerintah yang menjalankan tugas di bidang pemberantasan korupsi belum menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien; kedua, pelaksanaan tugas KPK perlu ditingkatkan melalui strategi pemberantasan korupsi yang utuh sesuai ketentuan peraturan perundangan. Hal ini dapat dilihat dalam hal menimbang huruf b dan c seperti tersebut di bawah ini:

Tidak pernah dapat dijelaskan bahwa peningkatan strategi pembe-rantasam korupsi yang dikehendaki itu berkaitan dengan harusnya dilakukan perubahan Pasal 40 yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penghentian penyidikan dan penuntutan. Hal ini dapat dilihat dan dikaji sebagaimana tersebut di dalam Alenia 4 Penjelasan Umum Revisi UU KPK yang menyatakan sebagai berikut:

Penjelasan di atas tidak secara eksplisit menjelaskan dan menegaskan bahwa KPK sangat memerlukan kewenangan penghentian penyidikan dan penuntutan guna meningkatkan kinerja KPK karena dirasakan kurang efektif dalam upaya pemberantasan korupsi.

Ada penjelasan yang bersifat umum yang tersebut di dalam Surat Keterangan Pengusul di dalam bagian materi yang diusulkan.Disitu disebutkan bahwa penyelidikan dan penyidikan dilakukan dengan menggunakan ketentuan hukum acara yang berlaku.Lebih lanjut dikemukakan:

Bilamana digunakan alasan seperti tersebut di atas maka usulan revisi ini telah bertentangan dengan sifat dari tindak pidana korupsi yang dikualifikasi sebagai extra ordinary crime tetapi hukum acara pidananya menggunakan hukum acara yang hanya bersifat ordinary.Revisi dapat dikualifikasi sebagai Revisi UU KPK “setengah hati” karena dirumuskan tidak untuk mendukung KPK yang ditugaskan untuk memberantas kejahatan yang karakternya bersifat extra ordinary crime.Bahkan perlu diajukan pertanyaan refleksi lainnya, apakah Revisi UU KPK memang dimaksudkan untuk meningkatkan upaya pemberantasan korupsi.Pasal 38 Draf Revisi UU KPK yang menyatakan sebagai berikut:

Alasan-alasan yang dikemukakan seperti tersebut di atasmelawan fakta yang telah teruji bahwa KPK yang tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan justru berhasilmemenangkan semua perkara yang dibawanya ke pengadilan atau biasa disebut 100%conviction rate sehingga membuat KPK menjadi salah satu lembaga penegakan hukum yang disegani dan dihormati di dunia karena reputasinya itu. Selain itu, para penyelidik, penyidik dan penuntut umum di KPK telah berhasil membangun karakter yang bersifat “prudential” karena “setiap kasus yang dinyatakan sebagai tersangka harus melalui suatu forum dan sistem

yang transparan dan “diyakini” telah adanya minimal dua alat bukti yang memperlihatkan kesalahan dari tersangka.

Ada draf Revisi UU KPK74 lainnya yang juga menarik untuk dikaji. Pada draf dimaksud, rumusan usulan perubahan Pasal 40 terdiri dari beberapa ayat. Bila dibandingkan dengan draf yang sudah dibahas sebelumnya maka dapat ditemukakan beberapa perbedaan, yaitu antara lain:

1. kesatu, alasan penghentian penyidikan harus disertai alasan dan bukti yang cukup tetapi tidak ada penjelasan, apa yang dimaksud dengan alasan dan bukti yang cukup;

2. kedua, KPK tidak berhak melakukan penghentian Penuntutan; 3. ketiga, penghentian penyidikan dimaksud harus dilaporkan

kepada Dewan Pengawas dengan periode waktu tertentu; 4. keempat, Pimpinan KPK dapat mencabut penghentian penyidikan

apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian;

5. kelima, tidak ada penjelasan, apa yang dimaksud dengan hal-hal baru yang dapat dijadikan dasar alasan pencabutan penghentian. 6. Adanya keterlibatan institusi Dewan Pengawas yang bukan organ

penegak hukum dalam penghentian penyidikan yang potensial mengintervensi proses penegakan hukum.

Adapun rincian rumusan Pasal 40 pada draf Revisi UU KPK yang berbeda dengan draf sebelum adalah sebagai berikut:

74 Rancangan Revisi UU KPK ini berbeda dengan yang sebelumnya dan juga berasal dari Perpus-takaan KPK.

Pada draf dibawah ini sama dengan draf lainnya, menyatakan bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam pemberantasan korupsi; dan diperlukannya peningkatan pelaksanaan tugas KPK melalui strategi pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini dikemukakan sesuai rumusan pasal yang tersebut di bawah ini:

Alenia ke empat di dalam Penjelasan Umum Revisi UU KPK di bawah ini juga tidak menjelaskan secara eksplisit, mengapa KPK memerlukan kewenangan penghentian penyidikan dan penuntutan atau apakah kewenangan itu memang sangat diperlukan guna meningkatkan kinerja KPK yang dirasakan kurang efektif dalam upaya pemberantasan korupsi.

Berdasarkan seluruh uraian yang telah dikemukakan di atas maka diketahui ada beberapa draf revisi UU KPK yang beredar di masyarakat. Pemerintah sendiri maupun parlemen belum sepenuhnya menyosialisasikan kepada publik, draf yang akan dijadikan pembahasan yang memang sudah diambilalih menjadi usulan inisiatif parlemen. Itu sebabnya, timbul pertanyaan, apakah draf revisi UU KPK sudah memuat rumusan

pasal-pasal yang benar-benar berpijak pada kebutuhan faktual yang didasarkan atas kajian yang dapat dipertanggungjawabkan.Pada konteks itu, naskah akademis menjadi penting dan relevan. Ketidakmampuan menunjukkan naskah akademis adalah indikasi awal bahwa revisi dimaksudkan bukan untuk meningkatkan upaya pemberantasan korupsi;

Secara umum sudah dapat disimpulkan 3 (tiga) hal atas beberapa draf Revisi UU KPK seperti telah dikemukakan di atas, yaitu sebagai berikut:

1. kesatu, revisi tidak didasarkan atas kebutuhan dan kajian yang utuh dan mendalam bagi upaya pemberantasan korupsi yang sistematis. Fakta efektifitas pelaksanaan penghentian penyidikan dan penuntutan yang dilakukan dalam proses penegakan hukum selama ini, belum pernah dikaji secara utuh dan mendalam ; 2. kedua, Pasal 40 Revisi UU KPK yang diusulkan untuk dirubah,

tidak dikemukakan, apa alasan faktual yang dijadikan dasar sehingga diperlukan perubahan dimaksud; dan juga tidak dijelkaskan, apa hasil yang diharapkan dari perubahan tersebut; 3. ketiga, terlihat indikasi, adanya kepentingan lain yang hendak

“didesakkan dan dipaksakan” di dalam perubahan pasal dimaksud yang tidak ditujukan bagi kepentingan akuntabilitas proses penegakan hukum;

4. keempat, tidak ada satupun penjelasan atau rumusan pasal yang menjelaskan, mengapa diperlukan kewenangan penghentian penyidikan dan penututan;

5. kelima, pengaturan mengenai pelaksanaan penghentian penyidikan dan penuntutan masih belum yang tersebut d dalam Pasal 40 draf revisi UU KPK belum cukup utuh karena masih menimbulkan berbagai pertanyaan, seperti: apa yang dimaksud dengan alasan dan bukti yang cukup sebagai syarat penghentian penyidikan serta apa yang dimaksud dengan hal-hal baru yang dapat membatalkan suatu penghentian penyidikan.

C. Problem Penghentian Penyidikan Dalam Praktek Penegakan Hukum