• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petani di Desa Nagrak Utara menghadapi risiko produksi yang ditunjukkan dari variasi produktivitas padi metode SRI yang dihasilkan petani. Variasi produktivitas yang diperoleh petani responden menunjukkan adanya risiko yang dihadapi petani sehingga perlu adanya perhatian khusus yang berhubungan dengan risiko produksi tersebut. Risiko produksi padi metode SRI adalah kemungkinan peluang terjadinya penurunan produksi padi yang tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan oleh petani. Pada Gambar 13 menunjukkan variasi produktivitas padi metode SRI yang dihasilkan petani di Desa Nagrak Utara.

Gambar 13 Variasi produktivitas padi metode SRI di Desa Nagrak Utara pada musim tanam 2015-2016

Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa Produktivitas padi metode SRI terbesar yang dihasilkan petani responden di Desa Nagrak Utara berasal dari petani responden nomor 22 yaitu sebesar 10 ton per hektar. Sementara produktivitas terendah berasal dari petani responden nomor sembilan yaitu sebesar

2.46 ton per hektar. Rata-rata produktivitas petani responden adalah 5.64 ton per hektar. Rata-rata produktivitas yang dihasilkan petani responden di Desa Nagrak Utara masih jauh dari dari standar produktivitas padi dengan metode SRI yaitu sebesar delapan hingga 12 ton per hektar (Purwasasmita dan Sutaryat 2012).

Produksi padi yang dihasilkan petani responden ditentukan oleh penggunaan input produksi. Perbedaan penggunaan input oleh petani menjadi salah satu penyebab adanya variasi produktivitas padi yang dihasilkan. Penggunaan input ini dapat menjadi sumber risiko apabila penggunaannya tidak pada jumlah yang tepat dan waktu yang tepat. Beberapa petani dalam melakukan kegiatan budidaya padi metode SRI tidak menggunakan acuan yang tepat dalam penggunaan input produksi. Hal ini karena petani masih kurang pengalaman dalam menanam padi metode SRI, sehingga beberapa petani menyamakan penanaman padi metode SRI dengan cara konvensional. Selain itu, petani lebih mengandalkan pengetahuan turun temurun yang sudah sering dilakukan dalam kegiatan budidaya padi.

Analisis risiko produksi padi metode SRI dilakukan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Just dan Pope. Metode ini menggambarkan pengaruh penggunaan input produksi terhadap produktivitas padi SRI serta pengaruh input tersebut terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan pengaruh input terhadap variance produktivitas. Model Just dan Pope yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan dua persamaan fungsi yaitu fungsi produktivitas dan fungsi risiko. Fungsi produktivitas akan menunjukkan pengaruh penggunaan input terhadap produktivitas padi metode SRI. Fungsi risiko akan menunjukkan bagimana pengaruh penggunaan input dapat memengaruhi variance produktivitas. Fungsi produktivitas dan fungsi risiko ini menggunakan model fungsi Cobb-Douglas.

Faktor produksi (variabel independen) yang diduga berpengaruh terhadap produktivitas dan risiko produksi adalah bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik pupuk urea, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS versi 21. Hasil pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model masih mengandung multikolinier dan autokorelasi. Dalam menghasilkan model dugaan yang terbaik, model harud terbebas dari multikolinier dan autokorelasi. Uji penyimpangan klasik merupakan langkah awal sebelum melakukan proses pengujian hipotesis penelitian.

Uji Normalitas

Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data yang didapatkan memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistic parametrik. Uji normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS, data yang digunakan pada penelitian ini terdistribusi secara normal karena nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari 0.05 (Lampiran 5). Berdasarkan hasil output diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.66 untuk model fungsi produktivitas dan 0.865 untuk model fungsi variance

produktivitas. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diuji berdistribusi normal.

Uji Multikolinearitas

Asumsi multikolinearitas adalah asumsi yang menunjukkan adanya hubungan linear yang kuat diantara beberapa variabel independen. Adanya multikolinearitas dalam model menyebabkan ketidakjelasan dalam memprediksi pengaruh dari semua parameter terhadap variabel dependen. Gejala multikolinier dapat dilihat dari nilai Variabel Inflastion Farctir (VIF). Apabila niali VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka dapat disimpulkam bahwa dalam model terjadi multikolinearitas.

Tabel 17 Hasil pengujian multikolinearitas

Variabel Nilai VIF Keterangan

F Produktivitas F Risiko

Bibit 2.639 2.639 Tidak ada multikolinearitas Pupuk Kandang 1.988 1.988 Tidak ada multikolinearitas Pupuk Petroganik 1.177 1.177 Tidak ada multikolinearitas Pupuk Urea 1.302 1.302 Tidak ada multikolinearitas Pupuk Phonska 1.161 1.161 Tidak ada multikolinearitas Pestisida Cair 1.366 1.366 Tidak ada multikolinearitas Tenaga Kerja 2.072 2.072 Tidak ada multikolinearitas

Pengujian dilakukan pada masing-masing fungsi produktivitas maupun fungsi risiko produktivitas. Hasil pengujian untuk multikolinier pada kedua fungsi tersebut menunjukkan bahwa semua variabel independen dalam model bebas dari multikolinearitas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi produktivitas tidak mengalami gejala multikolinearitas, begitu juga dengan fungsi risiko produktivitas. Kedua fungsi tersebut dapat memprediksi pengaruh dari semua parameter terhadap variabel dependen. Hasil pengujian multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 17.

Uji Autokorelasi

Uji autikorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik aotokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara komponen error pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Adanya gejala autokorelasi dalam model menyebabkan variabel penjelas tidak dapat diestimasi dengan baik karena niali uji t dan uji F mengalami penyimpangan. Metode pengujian yang sering digunakan untuk mengetahui autokorelasi adalah uji Durbin-Watson (DW).

Penggunaan program SPSS versi 21 dapat mempermudah menunjukkan nilai Durbin-Watson (DW). Nilai DW untuk fungsi produktivitas padi metode SRI diperoleh sebesar 1.936 dan untuk fungsi variance sebesar 2.334 dengan jumlah variabel independen sebanyak tujuh dan jumlah data sebanyak 35. Nilai hitung DW yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan nilai DW pada tabel, dimana diperoleh nilai DL sebesar 1.034 dan nilai DU sebesar 1.967, sehingga 4-DU sebesar 2.033. Jika nilai DW hitung lebih besar dari DU dan lebih kecil dari 4-DU

maka dikatakan tidak ada autokorelasi. Berdasarkan hasil nilai DW hitung dengan DW tabel maka dapat dikatakan bahwa fungsi produktivitas dan fungsi variance berada pada daerah tanpa keputusan apakah terdapat autokorelasi atau tidak. Nilai DW hitung pada fungsi produktivitas dan fungsi variance tidak jauh berbeda dengan nilai pada rentang tidak terdapat autokorelasi.

Uji Heterokesdastisitas

Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik. Heterokedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heterokedastisitas. Asumsi klasik statistik heterokedastisitas pada penelitian ini dideteksi dari output SPSS pada gambar scatterplot Lampiran 2. Output SPSS pada gambar scatterplot (Lampiran 2) menunjukkan penyebaran titik-titik data sebagai berikut : (1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. (2) Titik-Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. (3) Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. (4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. Maka dapat disimpulkan bahwa model pada fungsi produktivitas padi metode SRI dan fungsi variance produktivitas terbebas dari asumsi klasik heterokedastisitas.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produktivitas Padi Metode SRI Produktivitas padi metode SRI dipengaruhi oleh beberapa input produksi. Faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas padi metode SRI dapat dilihat dari hasil analisis fungsi produktivitas rata-rata (mean production function). Input produksi yang dimasukkan sebagai variabel independen dan produktivitas padi SRI sebagai variabel dependen menghasilkan model pendugaan fungsi produktivitas rata-rata padi SRI. Hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Hasil pendugaan fungsi produktivitas padi metode SRI petani responden Variabel Koefisien regresi t-hitung Signifikansi

Konstanta 5.112 4.088 0.000 Ln Bibit 0.878* 4.119 0.000 Ln Pupuk Kandang -0.364* -4.455 0.000 Ln Pupuk Petroganik 0.066 0.371 0.713 Ln Pupuk Urea -0.143 -1.464 0.155 Ln Pupuk Phonska -0.279* -3.145 0.004 Ln Pestisida Cair 0.184* 3.466 0.002 Ln Tenaga Kerja 0.213* 1.741 0.093 R- Sq = 69.2 % R-Sq (Adj) = 61.2 % Fhit = 8.652 Keterangan : *) : signifikansi pada taraf 10 persen

Hasil pendugaan model fungsi produktivitas memberikan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 69.2 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R² adj) sebesar 61.2 persen (Lampiran 3). Nilai R² sebesar 69.2 persen menunjukkan bahwa 69.2 persen keragaman produktivitas padi metode SRI dapat dijelaskan bersama-sama oleh faktor produksi bibit, pupuk kandang, pupuk petroganik, pupuk urea, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja, sedangkan sisanya sebesar 30.8 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model seperti serangan hama penyakit, kondisi cuaca atau musim, dan air.

Hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata menunjukkan nilai F-hitung sebesar 8.652 yang berpengaruh nyata pada taraf 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel dependen secara bersama-sama memberikan pengaruh yang nyata terhadap produktivitas padi SRI. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam model diduga berpengaruh terhadap produktivitas padi metode SRI. Hasil pendugaan tersebut menunjukkan bahwa beberapa faktor produksi tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi metode SRI. Hasil pendugaan dapat dilihat dari nilai P-Value, dimana apabila nilai P-Value lebih kecil dari taraf nyata (α) 0.1, maka variabel atau faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi metode SRI, dan sebaliknya.

Nilai signifikansi pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa bibit, pupuk kandang, pupuk phonska, pestisida cair, dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Setiap peningkatan atau pengurangan penggunaan pada faktor produksi tersebut akan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI. Variabel lainnya seperti pupuk petroganik dan pupuk urea, tidak berpengaruh nyata pada taraf 10 persen terhadap produktivitas padi SRI. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada penggunaan variabel tersebut tidak memberikan dampak yang besar terhadap produktivitas padi SRI. Secara rinci pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produktivitas padi SRI akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Bibit

Nilai pendugaan parameter variabel bibit bernilai positif. Hal ini menunjukkan apabila jumlah bibit yang digunakan untuk budidaya padi SRI bertambah maka produktivitas padi SRI juga akan meningkat. Besar koefisien parameter bibit adalah 0.88. Nilai ini berarti apabila jumlah bibit yang digunakan meningkat sebesar satu persen maka produktivitas padi SRI akan meningkat sebesar 0.88 persen dengan asumsi variabel input lainnya tetap.

Variabel bibit berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI pada taraf nyata 10 persen yang ditunjukan dengan nilai P-Value varibel bibit lebih kecil dibanding taraf nyata 0.1. Hal ini berarti penggunaan bibit yang semakin banyak akan meningkatkan produktivitas padi SRI secara nyata. Penggunaan bibit rata-rata petani responden mencapai 12.5 kilogram per hektar. Sementara berdasarkan panduan teknologi budidaya padi SRI, kebutuhan bibit untuk budidaya padi metode SRI yaitu 5-10 kilogram per hektar (Kementerian Pertanian 2015). Jumlah yang digunakan petani responden tidak terlalu jauh berbeda dengan dosis yang dianjurkan. Bibit yang digunakan untuk budidaya padi SRI sebanyak satu sampai dua bibit per lubang tanam. Berbeda dengan budidaya padi konvensional yang umum dilakukan petani yaitu menggunakan 25-30 kilogram per hektar.

Pada budidaya padi metode SRI, satu lubang tanam diisi dengan satu hingga dua bibit padi. Alasannya, agar tanaman tidak saling merebut nutrisi, oksigen, dan sinar matahari. Namun, petani responden di Desa Nagrak Utara menghadapi serangan hama yaitu keong mas yang menyerang bibit tanaman padi pada saat mulai ditanam. Hal ini mengakibatkan banyak bibit padi yang habis dimakan keong mas, sehingga petani perlu tambahan bibit padi untuk mengganti tanaman padi yang rusak atau mati. Bibit padi yang rusak atau mati oleh serangan hama dapat menurunkan produktivitas padi. Dengan demikian perlu ditambahkan bibit padi untuk mengganti tanaman padi yang rusak. Petani responden biasanya melakukan penyulaman selama seminggu setelah kegiatan penanaman padi. Selain itu, beberapa petani juga belum semua yang melakukan pengaturan air dengan baik. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab munculnya serangan hama seperti keong. Beberapa petani yang sudah berpengalaman melakukan budidaya padi dengan metode SRI, membuat parit kecil sekeliling dalam dari petak sawah dan melintang di tengah sawah sehingga selain membantu pengendalian air, hama keong mas juga akan terperangkap di parit tersebut dan tidak naik ke lahan penanaman.

Penggunaan satu hingga dua bibit padi dalam satu lubang tanam, akan meningkatkan produktivitas padi, dimana metode SRI ini dapat meningkatkan produktivitas padi rata-rata dari 4-5 ton per hektar menjadi 8-12 ton per hektar (Purwasasmita dan Sutaryat 2012). Petani responden di Desa Nagrak Utara belum berani menggunakan satu bibit per lubang tanam, melainkan petani menggunakan dua bibit dalam satu lubang tanam. Hal ini karena petani belum berani menanggung risiko apabila hanya menggunakan satu bibit saja.

2. Pupuk Kandang

Nilai pendugaan parameter variabel pupuk kandang bernilai negatif sehingga setiap peningkatan penggunaan pupuk kandang akan mengakibatkan penurunan produktivitas padi SRI. Nilai koefisisen pupuk kandang yaitu sebesar -0.36 yang artinya setiap peningkatan penggunaan jumlah pupuk kandang satu persen akan menurunkan produktivitas padi SRI sebesar 0.36 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap.

Variabel pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI pada taraf nyata 10 persen yang ditunjukan dengan nilai P-Value varibel pupuk kandang lebih kecil dibanding taraf nyata 0.1. Hal ini berarti penggunaan pupuk kandang yang semakin banyak akan menurunkan produktivitas padi SRI secara nyata. Penggunaan rata-rata pupuk kandang oleh petani responden sebesar 5.09 ton per hektar, sedangkan dosis penggunaan pupuk kandang sebanyak 5-7 ton per hektar (Purwasasmita dan Sutaryat 2012). Penggunaan rata-rata pupuk kandang yang digunakan petani responden sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Akan tetapi, peningkatan penggunaan pupuk kandang tersebut pada penelitian ini akan menurunkan produktivitas padi SRI. Hal ini karena pada umumnya petani responden di Desa Nagrak Utara menggunakan pupuk kandang yang masih mentah atau masih basah tanpa terlebih dahulu dikeringkan.

Penggunaan pupuk kandang memang sangat baik bagi tanaman karena pupuk kandang merupakan pupuk organik yang dapat mendukung berkembangnya kehidupan mikro atau makro organisme dalam tanah dan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Namun, penggunaan pupuk kandang yang masih basah secara langsung ke tanaman padi dapat menimbulkan panas selama proses dekomposisi. Selain itu, pupuk kandang segar yang langsung diberikan ke

tanaman padi dapat menimbulkan masalah karena kandungan, gulma, organisme penyebab penyakit yang masih dikandung eksresi (Sutanto 2002). Penggunaan pupuk kandang dalam jumlah banyak juga akan mendorong perkembangan lalat dan menimbulkan bau yang menyengat. Penggunaan pupuk kandang sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu karena akan mengurangi pengaruh kenaikan temperature selama proses dekomposisi dan terjadinya kekurangan nitrogen yang diperlukan tanaman padi (Sutanto 2002).

3. Pupuk Petroganik

Nilai pendugaan parameter variabel pupuk petroganik bernilai positif. Hal ini berarti apabila jumlah pupuk petroganik yang digunakan untuk budidaya padi SRI bertambah maka produktivitas padi SRI juga akan meningkat. Besar koefisien parameter pupuk petroganik adalah 0.07. Nilai ini berarti apabila jumlah pupuk petroganik yang digunakan meningkat sebesar satu persen maka produktivitas padi SRI akan meningkat sebesar 0.07 persen dengan asumsi variabel input lainnya tetap. Akan tetapi variabel pupuk petroganik ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen tehadap produktivitas. Nilai P-Value pupuk petroganik sebesar 0.71 persen lebih besar daripada 10 persen.

Penggunaan pupuk petroganik sangat penting untuk tanaman padi dalam memperkaya unsur hara dalam tanah dan menyuburkan tanaman. Apabila kandungan bahan organik tanah rendah maka tanah akan sulit diolah, padat, dan tidak dapat menyimpan air sehingga produktivitas tanah akan rendah. Dalam hal ini, peranan bahan organik dalam tanah sangat besar dan penting. Pupuk petroganik digunakan oleh seluruh petani responden di Desa Nagrak Utara. Penggunaan rata-rata pupuk petroganik mencapai 449.17 kilogram per hektar, dan dosis yang dianjurkan untuk penggunaan petroganik pada tanaman padi yaitu sebesar 500 kilogram per hektar. Petani responden menggunakan pupuk petroganik sesuai dengan dosis yang dianjurkan sehingga peningkatan penggunaan pupuk petroganik ini dapat meningkatkan produktivitas padi SRI karena memang pupuk organik dibutuhkan dalam mendukung pertumbuhan tanaman.

Namun, peningkatan penggunaan pupuk petroganik tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI karena jumlah penggunaan petani sudah sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Selain itu, petani juga menggunakan pupuk organik lain seperti pupuk kandang, sehingga peningkatan atau pengurangan penggunaan pupuk petroganik tidak terlalu berpengaruh karena sudah ada pupuk organik lain yang juga mendukung pertumbuhan tanaman padi. 4. Pupuk Urea

Hasil pendugaan parameter pada persamaan fungsi produktivitas menunjukkan bahwa variabel pupuk urea mempunyai tanda parameter negatif. Hal ini berarti, semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas padi SRI akan menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk urea bernilai negatif sebesar -0.14, artinya jika terjadi peningkatan penggunaan pupuk urea sebesar satu persen maka akan menurunkan produktivitas padi SRI sebesar 0.14 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap. Berdasarkan nilai peluangnya, variabel pupuk urea mempunyai nilai peluang sebesar 0.16 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea

mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata sebesar 10 persen.

Penggunaan rata-rata pupuk urea oleh petani responden sebesar 177.25 kilogram per hektar. Penggunaan pupuk urea sangat penting dalam merangsang pertumbuhan batang dan daun tanaman karena pupuk ini mengandung unsur nitrogen yang baik untuk tanaman. Pupuk urea juga dapat meningkatkan jumlah bulir atau rumpun pada padi. Namun, kelebihan penggunaan pupuk urea dapat menurunkan kualitas panen serta respon terhadap hama dan penyakit. Penggunaan pupuk urea sebenarnya tidak disarankan dalam budidaya padi metode SRI. Hal ini karena budidaya padi dengan SRI diharapkan dapat menurunkan kerusakan tanah akibat penggunaan bahan-bahan non organik seperti pupuk urea. Namun, petani sudah terbiasa menggunakan pupuk urea dalam kegiatan budidaya padi. Dosis umum penggunaan pupuk urea untuk padi sawah adalah sebesar 100 kilogram per hektar (Prasetiyo 2002). Penggunaan pupuk urea oleh petani responden sudah melewati dosis yang dianjurkan, sehingga peningkatan penggunaan pupuk urea tersebut dapat menurunkan produktivitas padi SRI.

5. Pupuk Phonska

Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel pupuk phonska adalah sebesar -0.28. Hal ini berarti bahwa apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan sebesar satu persen, maka dapat menurunkan produktivitas padi SRI sebesar 0.28 persen dengan asumsi semua variabel lain tetap. Berdasarkan nilai peluangnya, variabel pupuk phonska mempunyai nilai peluang sebesar 0.004 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk phonska mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas padi SRI pada taraf nyata sebesar 10 persen.

Penggunaan rata-rata pupuk phonska oleh petani responden sebesar 278.62 kilogram per hektar. Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang terdiri dari unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dengan perbandingan 15:15:15. Pupuk phonska berperan dalam pembentukan biji dan mempercepat pemasakan buah serta memacu pertumbuhan akar tanaman. Penggunaan pupuk phonska yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada tanah, sehingga penggunaannya harus diimbangi dengan penggunaan pupuk organik. Dalam hal ini peningkatan pupuk phonska dapat menurunkan produktivitas karena penggunaan yang berlebihan dalam jangka panjang akan mengurangi sifat asam tanah sehingga tanah menjadi basa dan mengurangi kemampuan tanah dalm menyerap air.

Pupuk phonska merupakan pupuk kimia yang paling banyak digunakan petani responden karena pupuk ini sangat baik untuk pertumbuhan bulir padi dan sudah turun temurun digunakan petani untuk budidaya padi SRI. Dosis penggunaan pupuk phonska apabila digabungkan dengan urea untuk tanaman padi adalah sebesar 300 kilogram phonska dan 100 kilogram urea per hektar (Prasetiyo 2002). Penggunaan pupuk ponska oleh petani responden sudah mendekati dosis yang dianjurkan. Namun peningkatan penggunaan pupuk ini akan berdampak bagi penurunan produktivitas padi metode SRI. Hal ini karena petani responden telah menggunakan pupuk urea melebihi dosis yang dianjurkan dan pupuk urea telah mengandung unsur nitrogen sehingga penggunaan pupuk phonska tidak ditambahkan lagi. Selain itu harga pupuk phonska lebih mahal daripada pupuk urea.

6. Pestisida cair

Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida cair bernilai positif sebesar 0.18 artinya jika terjadi peningkatan penggunaan pestisida cair sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas padi SRI sebesar 0.18 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Tanda paramater variabel pestisida cair menunjukkan tanda positif, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka produktivitas padi SRI semakin meningkat. Jika taraf nyata sebesar 10 persen maka penggunaan variabel pestisida cair berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi SRI. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi produktivitas menunjukkan bahwa variabel pestisida cair memiliki nilai peluang sebesar 0,002.

Rata-rata penggunaan pupuk pestisida cair oleh petani responden sebesar 416.47 ml per hektar. Pestisida cair yang digunakan petani responden, yaitu amistartop, decis, dan perekat. Pestisida ini mengandung racun lambung dan racun kontak sehingga sangat ampuh untuk membasmi hama. Penyemprotan biasanya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 30 HST dan 60 HST setelah kegiatan

Dokumen terkait