• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profesionalisme Guru a. Pengertian Profesionalisme

Dalam konteks profesionalisme terdapat tiga istilah yang dibahas, yakni profesi, profesional, dan profesionalisme.

1) Profesi

Profesi adalah riwayat pekerjaan, pekerjaan (tetap), pencaharian pekerjaan yang merupakan sumber penghidupan. Soejipto dan Raflis Kosasih mengutip pendapat Ornnstein dan Levine menyatakan bahwa profesi adalah jabatan, dia menulis beberapa tentang pengertian profesi yaitu (1) melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan); (2) memerlukan bidang dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya); (3) memerlukan perhatian khusus dengan waktu yang panjang.

Kata profesi dapat diketahui dari tiga sumber makna, yaitu makna

etimology, makna terminology, dan makna sociology. Secara etimologi,

profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin

profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau

ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminology, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental di sini menurut Sudarwan Danim (2002:21) adalah: “adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis.” Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi. Secara sosiologi dikemukakan Carr-Saunders dalam Peter Jarvis (1992:21)

bahwa: “profession may perhaps be defined as an accupation bessed upon

specialized intellectual study and training. The purpose of wich is to supply skilled service or advice to other for definite fee or salary.”

Sedangkan Cogan (1953) dalam Peter Jarvis (1992:21) memberikan batasan “… that a profession is vacation of some practice is founded upon

an understanding of teoritical structure of some depertemen of learning or science.” Menurut Makmun (1996:47) “profesi menunjukkan suatu

kepercayaan (to profess mean to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief

in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang, dan

menunjukkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular

business).”

2) Profesional

Profesional adalah tindakan melakukan pekerjaan yang sudah dikuasai atau telah dibandingkan baik secara konsepsional secara teknik atau latihan. Menurut S. Prayudi A, (1979), istilah profesional dapat diartikan pula sebagai: “usaha untuk menjalankan salah satu profesi berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki seseorang dan berdasarkan profesi itulah seseorang mendapatkan suatu imbalan pembayaran berdasar-kan standar profesinya.”

3) Profesionalisme

Istilah profesionalisme diangkat dari bahasa Inggris professionalism yang secara leksikal berarti “sifat professional” (Sudarwan Danim, 2002:23).

Pandji Anoraga & Sri Suyati (1995:85) menyatakan “profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu profesi.” Profesinalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber kehidupan.

Menurut Arifin (2002:78), professionalisme mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan. Sedangkan Ahmad Tafsir (2004:16) mengatakan profesionalisme ialah faham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang profesional adalah orang yang memiliki profesi, sedangkan profesi itu harus mengandung keahlian artinya suatu program itu mesti dilandasi oleh suatu keahlian khusus untuk profesi.

Profesionalisme berasal dari istilah professional yang dasar katanya adalah profesi (profession). Makmun (1996:48) mengemukakan bahwa profesional berarti persyaratan yang memadai sebagai suatu profesi. Selain itu menurut Tilaar (1999) istilah profesional mengandung makna: (1) sesuatu yang bersangkutan dengan profesi, (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melaku-kannya (lawan amatir). Menurut Dedi Supriyadi (1998:95) dan Sudarwan Danim (2002:22), kata professional

merujuk pada dua hal: Pertama, adalah orang yang menyandang sutau profesi, orang yang biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdi diri pada pada pengguna jasa disertai rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya, atau penampilan seseorang yang sesuai dengan ketentuan profesi. Kedua, adalah kierja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja itu dimuati unsur-unsur kiat atau seni (art) yang menjadi ciri tampilan professional seorang penyandang profesi.

Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.

Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa profesionalisme merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.

Mengingat pentingnya profesionalisme, dalam Hadits Shahih Al-Jamius Shahih Bukhari Muslim dikemukakan bahwa:

Artinya “Sesungguhnya Allah tidaklah menahan ilmu dari manusia, tetapi dia

akan menahan ilmu dengan ditahannya (diambilnya) para ulama, sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang alim ahli maka manusia

Maka bertanyalah orang-orang, lalu dijawablah dengan tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan”. (HR. Bukhari, Muslim).

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwasanya seorang pemimpin haruslah orang yang mempunyai keahlian oleh karena itu dianjurkan untuk menguasai ilmu pengetahuan agar rakyatnya atau umatnya tidak tertindas dan mampu membawa mereka ke jalan yang lebih baik demikan juga dengan umatnya untuk menuntut ilmu sebagai bekal ilmu pengetahuan dan penerus sebagai pemimpin yang profesional. Guru adalah seorang pemimpin. Bahkan, lebih dari itu, guru memiliki peran yang sangat sentral dalam membentuk pribadi-pribadi pemimpin.

Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian profesionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dilakukannya berbagai kegiatan kerja tertentu dalam kehidupan masyarakat dengan berbekal keahlian yang tinggi dan berdasarkan pada rasa keterpanggilan jiwa dengan semangat untuk melakukan pengabdian memberikan bantuan layanan pada sesama manusia

b. Karakteristik Profesi

Uraian tentang profesi, professional, profesionalisme, dan profesionalisasi yang dikemukakan di atas sebenarnya sudah memberikan gambaran dan penjelasan secara nyata tentang sifat-sifat khas atau karakteristik dari sebuah profesi. Telaahan tentang karakteristik profesi telah banyak dilakukan para pakar yang meminatinya, namun menurut Makmun (1996:48) “tidak ada kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karakteristik keprofesian.”

Ornstein & Levine dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi (1999:15) menyata-kan bahwa profesi itu adalah jabatan yang memiliki beberapa karakteristik. Ornstein & Levine mengemukakan paling sedikit ada 14 karakteristik sebuah profesi seperti yang diuraikannya di bawah ini

a) Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).

b) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).

c) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).

d) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.

e) Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mem-punyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persya-ratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendu-dukinya). f) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu

(tidak diatur oleh orang luar).

g) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang ber-hubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.

h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.

i) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relative bebas dari supervisi dalam jaba-tan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendapat klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter itu sendiri).

j) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.

k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elite’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggo-tanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).

l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.

m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan diri setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu menyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).

n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding dengan jabatan lainnya).

Tidak berbeda jauh dengan ciri-ciri tersebut di atas, Sanusi et.al (1991) mengemukakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:

1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial).

2. Jabatan yang menentukan keterampilan/keahlian tertentu.

3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.

4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum. 5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu

yang cukup lama.

6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.

7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi. 8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement

terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.

9. Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.

10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Oteng Sutisna (1993:303) yang mengutif pendapat More (1970) me-nyebutkan ciri-ciri profesi adalah sebagai berikut:

1. Seorang professional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya.

2. Terikat oleh suatu panggilan hidup dan dalam hal ini memperlakukan pekerjaannya sebagai perangkat norma kepatuhan dan perilaku.

4. Menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus.

5. Terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan pengabdian.

6. Memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali. Sementara Volmer & Mills dalam Abin Syamsuddin (1996:47) mengaju-kan unsur-unsur essensial profesi adalah ”Suatu dasar teori sistematis, adanya kewenangan yang diakui oleh klien; sanksi dan pengakuan masyarakat atas kewenangan ini, adanya kode etik yang mengatur hubungan-hubungan dari orang-orang professional dengan klien dan teman sejawat, dan adanya kebudayaan profesi atau nilai-nilai, norma, dan lambang-lambang”.

c. Profesionalisme Guru

Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru, dan tidak semua mampu melakukannya. Menyadari hal itu, maka penulis menganggap bahwa keberadaan guru profesional sangat diperlukan.

Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada

buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara (Asrorun Ni’am Sholeh, 2006:. 9).

Mengomentari mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikan saat ini, penulis sangat menganggap penting akan perlunya keberadaan guru profesioanal. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi guru harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan tugasnya dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak didik baik dari segi intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan menunjang perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta mampu mendatangkan prestasi belajar yang baik.

Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan bahwa guru dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanya sekedar pengajar melainkan harus menjadi direktur belajar. Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggung jawabnya menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjdi bagian integral dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru. Menanggapi kondisi tersebut, Muhibbin Syah (2007: 250) mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:

b) Manager of intruction (pengelola pengajaran).

c) Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).

Dalam sebuah situs yang membahas mengenai profesionalisme dunia pendidikan, Suciptoardi memaparkan bahwa guru diharapkan melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya, artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah untuk menjadi guru, yang dapat menjadi guru profesional.

Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan menggambarkan profil seorang guru profesional. Suciptoardi menegaskan bahwa guru itu adalah sebuah profesi. Sebagai profesi, memang diperlukan berbagai syarat, dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami, dan dipenuhi, kalau saja setiap orang guru memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harus melakukannya dan menyadari bagaimama ia dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Dengan berbuat demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorang profesional, yang menjadi semakin profesional.14

Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional, penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan diharapkan akan memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dengan perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar, maka diharapkan tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik.

Dengan demikian, keberadaan guru profesional selain untuk mempengaruhi proses belajar mengajar, guru profesional juga diharapkan mampu memberikan mutu pendidikan yang baik sehingga mampu menghasilkan siswa yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu, perlu dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guru yang memang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikan dan cara pandang yang maju.

d. Aspek-aspek Profesionalisme Guru

Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa (2008), kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut.

a) Kompetensi Pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (E. Mulyasa, 2008: 75).

b) Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah

kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia (E. Mulyasa, 2008: 117).

c) Kompetensi Profesioanal

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (E. Mulyasa, 2008: 135).

d) Kompetensi Sosial

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah ke-mampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan masyarakat sekitar (E. Mulyasa, 2008: 173).

Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip pernyataan Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatang-kan hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang guru, Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage,

yang efektif apabila ia dari segi: presage, ia memiliki personality attributes dan

teacher knowledge yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang

mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatang-kan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.

Dengan penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain pen-didikan guru berarti nilainya di bawah standar. Berdasarkan pemahaman dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru dapat diramal-kan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process dan product yang unsur-unsurnya sebagai berikut.

(1) Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri dari unsur-unsur (a) latar belakang pre-service dan in-service guru, (b) pengalaman mengajar guru, (c) penguasaan pengetahuan keguruan, dan (d) pengabdian guru dalam mengajar.

(2) Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri atas (a) kemampuan guru dalam merumus-kan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP); (b) kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas; serta (c) kemampuan guru dalam mengelola kelas.

(3) Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut.

Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode, media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses belajar mengajar, di samping itu guru juga harus mampu melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh murid-muridnya (Alisuf Sabri, 1992: 16-18).

Dokumen terkait