• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Provins

Dalam dokumen 201143 ATR AP150 DUPLEX 50 SET ok B REVISI (Halaman 109-118)

PROFIL DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS JASA EKOSISTEM

2. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Provins

Tabel 4.26 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan

Provinsi Sangat Rendah- Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Ha % Ha % Ha % ACEH 485.531,24 8,54 1.036.472,80 18,23 4.163.587,10 73,23 BENGKULU 147.720,09 7,44 454.388,86 22,88 1.383.566,84 69,68 JAMBI 366.633,37 7,46 1.999.520,67 40,67 2.550.468,08 51,87 KEP. BANGKA BELITUNG 1.344.632,32 81,10 259.336,47 15,64 54.117,25 3,26 KEP. RIAU 208.161,95 27,03 274.826,78 35,68 287.210,54 37,29 LAMPUNG 881.919,20 26,16 473.679,38 14,05 2.016.015,57 59,79 RIAU 449.719,50 5,03 2.642.023,82 29,57 5.841.560,42 65,39 SUMATERA BARAT 758.783,48 18,01 708.431,81 16,81 2.746.727,97 65,18 SUMATERA SELATAN 720.049,92 8,31 2.651.229,94 30,61 5.290.385,71 61,08 SUMATERA UTARA 1.376.003,01 19,03 1.982.259,06 27,42 3.872.212,56 53,55

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh, dimana 73,23% dari wilayahnya merupakan lahan berpotensi tinggi. Luasan lahan tersebut mencapai 4.163.587,10 hektar. Selanjutnya, Provinsi yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi besar adalah Provinsi Riau dan Sumatera Selatan. Masing-masing luasanya adalah 5.841.560,42 hektar dan 5.290.385,71 hektar. Provinsi Aceh memiliki luasan hutan yang besar dan masih alami. Hutan menyediakan kondisi alami yang mendukung pembentuk lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan. Ranting pohon, sampah daun, atau bangkai binatang menjadi pupuk alami untuk tumbuhan di hutan.Pegunungan dan perbukitan masih banyak terdapat batuan induk sebagai tersedia bahan untuk pelapukan batuan.

IV-46

IV-47

Batuan induk diendapkan oleh aliran sungai di wilayah hulu karena mempunyai bobot yang berat. Curah hujan dan intensitas penyinaran matahari di pegunungan yang relatif tinggi menjadi faktor pembentukan tanah. Sedangkan Provinsi Riau dan Sumatera Selatan selain juga memiliki kawasan hutan, kedua Provinsi ini didominasi oleh ekoregion lahan gambut (peat land). Tanah gambut terbentuk dari timbunan sisa- sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekompisisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.

Selanjutnya beberapa wilayah juga memiliki presentase lahan berpotensi rendah yang cukup besar dalam pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan. Provinsi yang paling besar lahan potensi rendahnya adalah Kep. Bangka Belitung dengan luasan mencapai 1.344.632,32 hektar. Adanya proses denudasional yang berlanjut mengakibatkan mineral-mineral primer dalam tanah banyak yang tercuci atau tertransformasi menjadi mineral sekunder. Tanah pada wilayah ini juga mudah mengalami longsor saat kejenuhan tinggi, terutama pada daerah-daerah miring.

Tabel 4.27 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara

Provinsi Sangat Rendah- Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Ha % Ha % Ha % ACEH 1.151.494,25 20,25 1.269.262,58 22,32 3.264.834,31 57,42 BENGKULU 524.635,95 26,42 973.625,38 49,03 487.414,46 24,55 JAMBI 771.343,17 15,69 2.778.242,94 56,51 1.367.036,02 27,80 KEP. BANGKA BELITUNG 1.415.258,86 85,35 212.063,43 12,79 30.763,75 1,86 KEP. RIAU 276.632,46 35,92 361.851,22 46,98 131.715,59 17,10 LAMPUNG 1.008.495,54 29,91 619.355,51 18,37 1.743.763,09 51,72 RIAU 1.443.103,10 16,15 5.084.512,68 56,92 2.405.687,95 26,93 SUMATERA BARAT 1.176.858,05 27,93 1.888.593,45 44,82 1.148.491,76 27,25 SUMATERA SELATAN 1.948.406,58 22,49 3.396.458,43 39,21 3.316.800,56 38,29 SUMATERA UTARA 2.190.999,19 30,30 2.513.821,97 34,77 2.525.653,48 34,93

IV-48

IV-49

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung siklus hara pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dengan luasan 3.264.834,31 hektar atau sekitar 57,42% dari keseluruhan wilayahnya. Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan berpotensi besar adalah Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera Selatan dengan masing masing luasan lahannya adalah 1.743.763,09 hektar (51,72%) dan 3.316.800,56 hektar (38,29%). Siklus hara adalah suatu proses suplai dan penyerapan dari senyawa kimia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan metabolisme. Hara essensial yang dibutuhkan oleh tumbuhan tinggi adalah unsur bahan anorganik alam. Kebutuhan akan bahan anorganik bagi tumbuhan tinggi (pohon) membedakannya dengan organisme lainnya seperti manusia, hewan dan beberapa mikroorganisme yang membutuhkan bahan makanan organik (Mengel et al,. 1987). Menurut Binkley (1987) bahwa proses siklus hara mencakup proses mikroklimat, kualitas kimia dari bahan organik, status kimia dari tanah dan aktivitas binatang. Kawasan hutan yang ada di ketigaProvinsi tersebut merupakan tempat sempurna untuk siklus hara. Proses fotosintesis di hutan berjalan dengan baik karena kondisi lingkungan yang masih alami. Vegetasi yang rapat, intensitas penyinaran matahari dan udara yang relatif bersih menjadi syarat untuk proses fotosintesis. Kandungan klorofil tumbuhan di hutan yang tinggi karena proses pertumbuhan relatif alami. Siklus hara yang berjalan dengan baik membuat tanah di kawasan hutan relatif lebih subur. Lahan berpotensi tinggi juga terdapat di dataran rendah yang dimanfaatkan untuk persawahan.

Selanjutnya, untuk Provinsi yang memiliki luasan lahan berpotensi rendah adalah Kep. Bangka Belitung yang 85,35% wilayahnya merupakan lahan berpotensi rendah. Proses denudasional, erosi lereng, dan gerakan massa batuan yang potensial terjadi menjadi penghambat proses terjadinya siklus hara.

IV-50

IV-51

Tabel 4.28 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer

Provinsi Sangat Rendah- Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Ha % Ha % Ha % ACEH 1.204.900,51 21,19 582.896,35 10,25 3.897.794,28 68,56 BENGKULU 346.104,39 17,43 438.291,18 22,07 1.201.280,22 60,50 JAMBI 1.874.581,44 38,13 889.325,64 18,09 2.152.715,04 43,78 KEP. BANGKA BELITUNG 1.367.471,92 82,47 104.098,94 6,28 186.515,19 11,25 KEP. RIAU 442.967,03 57,51 74.207,67 9,63 253.024,56 32,85 LAMPUNG 1.119.832,86 33,21 1.349.455,71 40,02 902.325,58 26,76 RIAU 1.964.646,84 21,99 1.667.270,45 18,66 5.301.386,44 59,34 SUMATERA BARAT 1.121.522,12 26,61 620.732,45 14,73 2.471.688,69 58,66 SUMATERA SELATAN 1.901.263,59 21,95 3.119.808,78 36,02 3.640.593,20 42,03 SUMATERA UTARA 2.336.818,54 32,32 1.617.542,23 22,37 3.276.113,87 45,31

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung produksi primer pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dengan luasan 3.897.794,28 hektar atau mencapai 68.56% dari keseluruhan wilayahnya. Aceh merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kawasan hutan terluas di Pulau Sumatera. Kawasan hutan lahan rendah, hutan lahan tinggi, serta hutan tanaman di Provinsi Aceh dengan luasan yang besar berpotensi sangat tinggi untuk menghasilkan oksigen. Hutan terdiri dari vegetasi yang rapat dan memiliki tajuk yang luas, sehingga menghasilkan oksigen relatif banyak. Hutan juga menjadi habitat bagi flora fauna karena kondisi lingkungan yang masih terjaga dan alami. Hal ini mendukung untuk penyediaan primer bagi kehidupan mahluk hidup termasuk manusia. Sedangkan Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi yang besar adalah Provinsi Riau. Luasan lahan berpotensi tinggi di Provinsi ini mencapai 5.301.386,44 hektar. Oksigen tidak hanya dihasilkan oleh kawasan hutan namun juga vegetasi rapat. Provinsi Riau memiliki lahan gambut yang luas yang juga dimanfaatkan sebagai perkebunan. Dengan vegetasi tanaman perkebunan yang rapat juga merupakan salah satu pendukung produksi primer.

Tidak semua Provinsi di Pulau Sumatera didominasi oleh lahan berpotensi tinggi dalam mendukung produksi primer. Provinsi yang memiliki luasan lahan berpotensi rendah cukup besar adalah Kep. Bangka Belitung, dimana 82,47% wilayahnya merupakan lahan berpotensi rendah. Selain itu, meskipun memiliki luasan lahan berpotensi tinggi dan sedang cukup besar, namun Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Lampung juga memiliki luasan lahan berpotensi rendah cukup

IV-52

besar. Hal ini terutama pada wilayah-wilayah yang jarang vegetasi, yakni perkotaan yang padat penduduk dan bangunan. Intervensi manusia yang begitu besar membuat sebagian wilayah di ketiga Provinsi tersebut menjadi rendah dalam mendukung produksi primer.

Tabel 4.29 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas

Provinsi Sangat Rendah- Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Ha % Ha % Ha % ACEH 1.223.058,05 21,51 1.259.225,78 22,15 3.203.307,32 56,34 BENGKULU 310.542,76 15,64 854.824,73 43,05 820.308,30 41,31 JAMBI 2.034.594,40 41,38 1.538.328,64 31,29 1.343.699,08 27,33 KEP. BANGKA BELITUNG 768.683,62 46,36 620.892,23 37,45 268.510,19 16,19 KEP. RIAU 310.869,17 40,36 182.734,14 23,73 276.595,96 35,91 LAMPUNG 951.209,02 28,21 1.906.833,00 56,56 513.572,13 15,23 RIAU 2.898.921,41 32,45 4.721.471,57 52,85 1.312.910,75 14,70 SUMATERA BARAT 1.091.144,20 25,89 815.635,93 19,36 2.307.163,13 54,75 SUMATERA SELATAN 2.223.638,75 25,67 4.265.692,85 49,25 2.172.333,97 25,08 SUMATERA UTARA 2.058.668,72 28,47 2.561.859,66 35,43 2.609.946,25 36,10

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung biodiversitas pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dengan presentase 56,34% atau seluas 3.203.307,32 hektar. Sedangkan Provinsi selanjutnya yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi besar adalah Provinsi Sumatera Barat dengan luasan 2.307.163,13 atau 54,75% dari keseluruhan luas wilayahnya. Keanekaragamandi antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem. Biodiversitas atau keanekaragaman hayati suatu wilayah tergantung dari kondisi lingkungannya. Baik Provinsi Aceh

IV-53

IV-54

maupun Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah yang memiliki pegunungan dan perbukitan dengan kawasan hutan yang luas dan masih terjaga keasliannya. Hutan merupakan tempat sempurna untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Ekosistem hutan menyediakan situasi dimana flora dan fauna dapat bertahan hidup dan berkembang biak dengan baik.Hal ini seperti udara yang bersih, ketersediaan air yang melimpah, zat hara, bahan makanan dan sebagainya. Hal tersebut menyebabkan beragamnya jenis flora dan fauna di kawasan hutan.

Selain ada Provinsi yang memiliki lahan berpotensi tinggi luas, terdapat pula Provinsi yang sebagian besar wilayahnya merupakan lahan berpotensi rendah dalam mendukung biodiversitas atau keanekaragaman hayati. Diantaranya adalah Provinsi Kep. Bangka Belitung, Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. Kep. Bangka Belitung didominasi oleh ekoregion dataran dan perbukitan denudasional, umumnya tutupan lahan vegetasi di ekoregion ini tidak dominan. Provinsi Jambi dan Provinsi Riau tutupan lahannya didominasi oleh vegetasi yang berupa perkebunan dan pertanian. Umumnya pada wilayah ini vegetasi yang ada berjenis sama, sehingga keragaman baik flora maupun faunanya tergolong rendah.

3. Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Menurut

Dalam dokumen 201143 ATR AP150 DUPLEX 50 SET ok B REVISI (Halaman 109-118)