• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Kantor Satpol PP Kota Medan

4.1.2.1 Profil Informan

1. Profil Informan 1 (Tuti/T)

Informan peneliti yang pertama adalah Ibu Tuti, perempuan yang lahir di Padang, 29 Agustus 1983 ini memiliki nama lengkap Tuti Kirana. Menurut pengakuan ibu Tuti bahwa ia adalah seorang penganut agama Islam dan sudah menikah dengan seorang pemuda yang merupakan keturunan batak-aceh yang berprofesi sebagai Satpam (Security) di sebuah pusat perbelanjaan di jalan S. Parman tersebut bernama Rudy. Dari hasil pernikahannya dengan pak Rudy, ibu Tuti yang memilik darah Jawa-Padang ini telah memiliki 2 orang anak yakni 1 orang putri dan 1 orang putra. Putri ibu Tuti dan yang merupakan anak sulungnya bernama Sry Muliani dan saat ini sedang menempuh pendidikan di Sekolah Dasar kelas empat, sedangkan anaknya yang bungsu masih belum sekolah karena usianya yang baru masuki empat tahun. Kepada peneliti ibu Tuti mengaku tinggal di sebuah rumah kontrakan, di jalan Sei Wampu No. 2B.

Perempuan yang sudah berjualan selama 7 tahun di depan komplek USU ini awalnya berprofesi sebagai ibu rumah tangga, ia hanya mendapat pemasukan tambahan saat ada tetangga memintanya mencuci pakaian atau memasak, itu pun tidak tetap, hanya pada saat di minta oleh tetangga saja. Menyadari bahwa kebutuhan anaknya semakin banyak, ibu Tuti pun meminta izin kepada suaminya

agar ikut bekerja membantu perekonomian keluarga dengan menjadi PKL, permintaan ibu Tuti disetujui oleh pak Rudy dan melalui bantuan modal dari Ibu Rima yang merupakan teman akrab ibu Tuti, maka jadilah ibu Tuti menjadi Pedagang Kaki Lima yang berjualan Es kolak durian di sekitar Pintu I USU dengan kisaran penghasilan bersih rata-rata perharinya sekitar sembilan puluh ribu rupiah. 2. Profil Informan 2 (Dermawan/D)

Darmawan merupakan seorang pemuda yang menjadi penjual shiomay di depan komplek USU, Pintu I ini lahir pada tanggal 14 September 1997 di kota Medan. Kepada peneliti ia mengaku tinggal bersama dengan pemilik usaha shiomay yang ia jual di jalan Sei Berutu, No. 17 A. Dermawan merupakan anak bungu dari 6 bersaudara dan tinggal terpisah dari kedua orang tuanya sejak ia kecil. Ia mengaku selama ini tinggal berdua di rumah kontrakan di sekitar jalan Pelita I bersama dengan ayahnya. Namun, sejak ayahnya meninggal, ia tidak lagi tinggal di rumah tersebut. Sementara saudara dan saudarinya yang lain tinggal bersama ibunya di Lampung alhasil ia sudah tidak lagi mengenal saudara-saudarinya karena terpisah dari kecil. Dermawan yang memiliki darah suku Jawa dari kedua orang tuanya ini mendapatkan penghasilan sekitar lima puluh lima ribu rupiah (Rp. 55.000) per hari, dengan setoran rata-rata sekitar dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah (Rp. 275.000) per harinya kepada pemilik usaha shiomay tempat ia bekerja. Informan peneliti yang kedua ini mengaku telah berjualan selama tiga setengah tahun di depan komplek Universitas Sumatra Utara, Pintu I.

3. Profil Informan 3 (Chandra/C)

Informan peneliti yang ketiga adalah Chandra Hutapea, seorang pemuda berdarah batak yang lahir di kota Sibolga pada tanggal 3 Mei 1990 ini berprofesi sebagai penjual sticker di sekitar pintu III USU. Pemuda yang berusia 25 tahun ini masih berstatus lajang (belum menikah) dan kepada peneliti mengaku jika pekerjaan sebelumnya tidak ada atau pengangguran. Chandra tinggal di Binjai, jalan Pekan Selesai bersama abangnya yang berprofesi sebagai penjual sticker juga di simpang Universitas Negeri Medan. Chandra dan abangnya Ranto Hutapea mendapatkan modal untuk berjualan sticker dari pamannya. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini mengaku sudah berjualan selama empat tahun lebih di depan komplek USU, sekitar pintu III USU.

4. Profil Informan 4 (Indra/I)

Indra adalah informan peneliti yang keempat. Informan peneliti yang keempat ini bernama lengkap Indra Hutapea dan juga berasal dari sibolga. Pria yang telah berusia 33 tahun pada tanggal 7 januari 2016 lalu tinggal di marindal, gang aksara bersama dengan 2 orang temannya yang juga berprofesi sebagai pedagang sticker dan supir angkutan kota (angkot), bersama dengan teman-temannya ia mengontrak kost di sekitar gang aksara dengan harga kamar dua ratus ribu rupiah (Rp.200.000) per bulannya. Indra telah berdagang sticker selama lebih dari 5 tahun di depan komplek USU, pintu III, pria yang perawakannya sedikit brewokan ini mengaku belum menikah dan tidak memiliki hubungan darah secara kandung dengan Chandra Hutapea meskipun mereka berdua sama-sama bermarga Hutapea dan sama-sama dari sibolga pula. Informan keempat peneliti ini mengatakan kepada peneliti jika penghasilannya tidak tetap dalam satu hari, ia menyebutkan pendapatan bersihnya paling rendah dari menjual sticker dalam satu hari sekitar dua puluh ribu rupiah (Rp. 20.000) dan pendapatan bersihnya paling tinggi bisa mencapai seratus ribu rupiah (Rp. 100.000) dalam satu hari.

5. Profil Informan 5 (Manganan/M)

Manganan merupakan seorang penjual Es kelapa di Pintu II USU, yang telah melakukan pekerjaannya sebagai pedagang kaki lima yang berjualan di depan komplek USU selama kurang lebih 5 tahun, ia mendapat modal berjualan es kelapa dari upah yang dikumpulnya sebagai kuli bangunan. Pria yang bernama lengkap Manganan Azani ini lahir di Padang, 6 Agustus 1985 dan merantau ke medan sejak tahun 2003 yang lalu. Pekerjaan Manganan di kota Medan sebelumnya tidak menetap, selain pernah menjadi kuli bangunan, tukang parkir, penjual burung, dan satpam diskotik di daerah pasar 8 Padang bulan juga pernah ia geluti. Pria yang sudah berusia 30 tahun ini masih berstatus lajang namun telah memiliki pasangan yang bekerja sebagai pegawai kantin di kantor Bapeda kota Medan. Pria yang memiliki bekas jerawat di pipi kiri dan kanan ini tinggal di jalan Sei tung-tung baru No. 65 K. Keuntungan bersih per hari Manganan sekitar empat puluh lima ribu rupiah (Rp. 45.000).

6. Profil Informan 6 (Samsir/S)

Informan peneliti yang keenam adalah seorang bapak paruh baya yang lahir di kota Padang, 15 Oktober 1960 yang silam. Beliau adalah bapak Muhammad Samsir atau yang akrab disapa pak Samsir. Pak samsir adalah penjual shiomay yang berjualan di sekitar Pintu II USU dan telah berdagang selama lebih dari enam tahun di depan komplek USU. Pak samsir menikah dengan ibu Nurhayati dan memiliki dua orang anak. Kedua anaknya telah berkeluarga, anak sulungnya tinggal di tebing dan berprofesi sebagai Pegawai Honorer pemerintah kota Tebing sedangkan anak bungsunya tinggal di Medan tepatnya di jalan Sisingamangaraja dan bekerja sebagai supir angkutan umum, dari pernikahan kedua anaknya, pak manganan kini memiliki tiga orang cucu, dua dari anak sulungnya laki dan perempuan), satu orang cucu dari anak bungsunya (laki-laki). Adapun pekerjaan ibu Nurhayati selaku istri pak samsir adalah seorang Ibu rumah tangga biasa. Dari pekerjaan pak samsir sebagai penjual shiomay, per harinya pak samsir mendapat sekitar enam puluh ribu per harinya, dengan setoran kepada pemilik usaha shiomay sebanyak dua ratus tujuh puluh lima ribu (Rp.275.000) per harinya.

7. Profil Informan 7 (Wira/W)

Wira Junaidi Syahputra adalah seorang penjual es kolak durian di Pintu II USU dan telah berjualan di depan komplek USU selama 2 tahun lebih. Pemuda yang berperawakan tambun dengan tato di tangan kanannya ini lahir di Medan, 4 Juni 1995. Wira Junaidi merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Ia harus putus sekolah agar dapat membantu perekonomian keluarganya dan membutuhi kebutuhan sekolah adiknya. Abangnya, Andi Junaidi bekerja di Jakarta sebagai supir metro mini, sedangkan ayah wira yaitu Ahmad Junaidi sejak 4 tahun yang lalu telah meninggal dunia. Ibunya, Suryani bekerja sebagai buruh kontrak pabrik di Tanjung Morawa. Adik wira, Dedy Junaidi saat ini sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas kelas XI.

Dari profesinya yang berjualan sebagai pedagang Es kolak durian, Wira mendapatkan penghasilan enam puluh ribu rupiah (Rp. 60.000) per harinya dengan setoran per harinya kepada pemilik usaha es kolak durian sebesar dua ratus lima puluh lima ribu (Rp. 255.000).

Dari ketujuh informan PKL yang telah peneliti uraikan profil singkatnya, berikut peneliti paparkan karakteristik para informan pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.4 Karakteristik Informan PKL

NO KETERANGAN INFORMAN

T D C I M S W

1 Jenis Kelamin Wanita Pria Pria Pria Pria Pria Pria 2 Agama Islam Islam Kristen Kristen Islam Islam Islam 3 Suku Minang Jawa Batak Batak Minang Minang Minang 4 Tanggal Lahir 29 Agustus 1983 14 Septem ber 1997 3 Mei 1990 7 Januari 1983 6 Agustus 1985 15 Oktober 1960 4 Juni 1995 5 Anak ke.. dari.. 1 dari 2 6 dari 6 3 dari 3 2 dari 4 1 dari 4 3 dari 5 2 dari 3 6 Tinggi Badan 155 Cm 160 Cm 158 Cm 168 Cm 168 Cm 160 Cm 158 cm 7 Usia 32 Tahun 18 Tahun 25 Tahun 33 Tahun 30 Tahun 55 Tahun 20 Tahun 8 Alamat Jalan Sei Wampu No. 2B Jalan Sei Berutu No. 17 A Binjai, Jalan Pekan Selesai Marinda -l, Gang Aksara Jalan Sei Tung-tung No. 65 K Jalan Sei Kapuas No. 36 Jalan Sei Babolon 9

Lama Jualan 7 Tahun 4

Tahun 4 Tahun 5 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 2 Tahun

10 Ciri Fisik Berkulit sawo matang, alis mata tipis, bibir tipis, Memakai Jilbab, bentuk wajah oval. Warna kulit hitam, rambut cepak, bekas jerawat di pipi kiri dan kanan, alis mata tebal. Rambut Ikal panjang, kulit sawo matang, alis tipis, wajah berbentu k oval, hidung pesek Rambut keriting pendek, ada brewok di pipi kiri dan kanan, kulit hitam, bentuk wajah oval, kumis tipis Badan tambun, warna kulit hitam, rambut keriting pendek, hidung besar, wajah bulat, kumis tipis. Badan kurus, rambut lurus pendek, hidung sedikit mancung, berkumis panjang, warna kulit coklat kehitaman Warna kulit kuning langsat, bentuk badan tambun, warna rambut hitam, lurus dan panjang, terdapat tato di tangan kanan.

B. Satpol PP kota Medan 1. Profil Informan (Donny/D)

Bapak Donny Damanik merupakan nama lengkap dari informan peneliti dari Satpol PP kota Medan. Bapak donny merupakan Kepala Seksi Operasi (Kasi-OP) Satpol PP kota Medan. Sehubungan dengan pengarahan bapak Kepala Bagian Umum (Kabag-Umum) bapak Tampubolon yang mengatakan bahwa

bapak D. Damanik merupakan informan yang tepat untuk diwawancarai oleh peneliti sebab bapak D. Damanik merupaka pemimpin kegiatan di lapangan Satpol PP. Selain itu, bapak Tampubolon dan bapak M. Sofyan selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) mengatakan kepada peneliti bahwa jawaban dari bapak D. Damanik merupakan jawaban dari Satpol PP kota Medan secara keseluruhan.

Bapak D. Damanik merupakan Anggota Satpol PP yang telah mengabdikan dirinya di Kesatuan Polisi Pamong Praja kota Medan selama kurang lebih tiga puluh tahun, dan telah menjabat selama kurang lebih 12 tahun sebagai Kasi-Op Satpol PP kota Medan. Bapak 4 anak ini lahir di Simanapung, 07 Februari 1962 dan tinggal di jalan Budi Luhur No. 142 D. Sehari-hari ia tinggal bersama seorang istri yang bernama Mawarni dan dua orang putrinya yang belum menikah, putrinya yang sulung sekaligus anak ketiga bapak D. Damanik bekerja di rumah sakit Sundari, sedangkan putrinya yang bungsu yang sekaligus anak keempatnya masih duduk di bangu sekolah menengah pertama. Adapun putra pak D. Damanik yang sulung sekaligus anak pertama dan putranya yang bungsu sekaligus anak yang kedua merupakan anggota Satpol PP kota Medan juga.

Bapak D. Damanik dimata anggota Satpol PP kota Medan merupakan sosok serba guna, menjadi orang tua angkat karena banyak anggota Satpol PP yang meminta nasehat kepada beliau mengenai masalah pribadi tentang rumah tangga anggota misalnya, dan menjadi seorang teman karena bapak D. Damanik merupakan sosok yang sangat dekat dan mudah bercanda dengan anggota Satpol PP kota Medan.

Anak pertama dari empat bersaudara ini mengenyam pendidikan terakhir di Sekolah Menengah Atas (SMA). Meskipun ia berwajah seram, namun ia memiliki hati yang baik karena hal itu dirasakan oleh peneliti langsung, dibalik wajahnya yang seram beliau sangat mudah untuk tersenyum dan dibalik wajahnya yang seram pula terdapat ketegasan dalam menjalankan tugas.

Wawancara dengan bapak D. Damanik memakan waktu sampai tiga jam. Beliau dengan baik dan detail menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan peneliti. berikut peneliti hadirkan karakteristik informan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 Karakteristik Informan Satpol PP

NO KETERANGAN INFORMAN

D

1 Jenis Kelamin Pria

2 Agama Kristen

3 Suku Batak (Simalungun)

4 Tanggal Lahir 07 Februari 1962

5 Anak ke.. dari.. 1 dari 4

6 Tinggi Badan 158 cm

7 Usia 53 Tahun

8 Alamat Jalan Budi Luhur, No. 142 D

9 Lama Mengabdi 30 Tahun

10 Ciri Fisik

Kulit hitam, rambut pendek dan keriting, berkumis lebat dan panjang, bentuk wajah sedikit petak, terdapat sedikit bekas jerawat di pipi kiri dan kanan, bersuara sedikit parau, berhidung besar. Sumber: Peneliti

4.1.3 Hasil Penelitian A. Pedagang Kaki Lima 1. Informan 1

Nama : Tuti Kirana

Tanggal Wawancara : 27 Desember 2015

Tipe Wawancara : Wawancara Mendalam (Face to Face Interview)

Informan peneliti yang pertama adalah Ibu Tuti yang merupakan seorang pedagang es kolak durian di sekitar Pintu I USU. Informan peneliti yang pertama ini telah berjualan di depan komplek USU selama kurang lebih 7 tahun. Pengalamannya ditertibkan Satpol PP kota Medan ketika berjualan di lokasi penelitian sudah tidak terhitung lagi, beliau sampai lupa sudah berapa kali ia ditertibkan selama berjualan di depan komplek USU namun dengan alasan kebutuhan sehari-hari ia terpakasa tetap berjualan di depan komplek USU. Selain itu, ibu tuti juga beralasan ia sudah sering membayar semacam uang retribusi kepada pihak Kepala Lingkungan (Kepling) agar aman berjualan di depan komplek USU, kalaupun ada penertiban dari pihak satpol PP, satpol PP tidak akan rusuh meskipun menurut pengakuan ibu Tuti, pengutipan retribusi dari kepling sudah tidak berjalan lagi sejak puasa tahun 2014.

Dari segi komunikasinya, informan 1 ini mengaku bahwa Satpol PP kota Medan memang pernah memberitahukan baik melalui surat maupun secara langsung bahwa daerah depan komplek USU, Jalan Dr. Mansyur pintu I-IV Universitas Sumatra Utara bukan untuk tempat berjualan meskipun pemberitahuan langsung seperti itu hanya bersifat sekadar dan dikomunikasikan hanya pada saat penertiban. Penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP kota Medan hanya pada saat tertentu saja, misalnya saja pada saat ada penilaian kota Adipura. Berikut petikan hasil wawancaranya,

Udah pernah sih ada, lewat surat juga iya, tapi namanya kita cari makan ya kek mana bang? Ya memang ada pemberitahuan baik-baik bang, kami kalau dilarang ya tetap pergi (jualan) bang. Misalnya ini ya ada penilaian Adipura, tiga hari ibu ya tiga hari (tidak berjualan di lokasi penelitian selama penilaian Adipura), yaudah oke. Sebelum puasa yang tahun lalu ada sekitar 5 bulan kami ga bisa jualan bang, larit-larit (kucar-kacir)lah bang orang di kejar-kejar sama PP (Satpol PP) sama orang kelurahan lagi. Yaitulah kalau seandainya orang itu mau operasi besar mungkin ntah ada mau naik gubernur lagi, gubernur yang lama mau carik biar ada kerjaannya. Ya orang itu ngasih tau ga boleh jualan itu bang, ntah 3 hari sebelum penertiban atau sehari sebelumnya bang, baik-baik

memang orang itu ngasih taunya.”

Kurangnya komunikasi, serta tidak adanya sosialisasi dan pembinaan dari satpol PP kota Medan mengenai pelanggaran UU yang telah dilakukan oleh para PKL seperti UU No.7 Tahun 2004 yang berisi tentang pemakaian badan jalan, trotoar di atas parit yang tidak boleh dibangun, Perda Kota Medan No. 31 Tahun 1993 tentang pengaturan dan penataan pedagang kaki lima, dan Visi-Misi pemerintah kota Medan yang ingin menjadikan kota Medan kota metropolitan yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera, (Visi jangka menengah pemerintah kota Medan tahun 2015). Perbaikan infrastruktur, utamanya perbaikan jalan kota, jalan lingkungan, taman kota dan drainase serta penataan pasar tradisional secara simultan (Misi pemerintah kota Medan tahun 2015), mengakibatkan para PKL kurang paham bahwa dengan berjualan di depan komplek USU, mereka telah melanggar peraturan, menghambil hak pejalan kaki, dan menjadi salah satu penyebab kemacetan di kota Medan.

Menurut penuturan ibu Tuti belum pernah ada Negosiasi yang dilakukan oleh Satpol PP kota Medan terkait jalan keluar agar mereka tidak lagi menjadi penyebab kemacetan di sekitar jalan Dr. Mansyur, Pintu I-IV USU, berikut penuturan ibu Tuti Kirana dengan logat pasarannya,

“Maaakkk... belum pernah adalah bang, kalau mau mereka Negosiasi kek

gitu, cari jalan keluar sama-sama kami, kami pun senang nya bang. Tapi itu pulak lah lagi, kalau udah dapat jalan keluarnya sama-sama, jangan lah lagi ada yang berjualan disini. Kalau ada juganya yang jualan disini ya awak pun gak mau lah gitu, harus sama-sama maunya, kadang kek gitulah ada aja yang ngeyel mas. Pernah kami dilarang Satpol PPnya, buuk tiga hari ini jangan jualan dulu ya ada penertiban, ku iyakan bang. Besoknya datang aku menchek ada juganya yang jualan, ya awak pun besoknya jualan jugalah namanya buat kebutuhan perut , tau abang besoknya aku jualan disitu betulan digusur sama Satpol PPnya.

Kenak angkutlah meja ku.”

Ketika peneliti bertanya kepada informan bagaimana pendapatnya mengenai strategi komunikasi yang digunakan Satpol PP kota Medan, informan pertama ini berpendapat bahwa Satpol PP kota Medan hanya sekadar menjalankan tugasnya saja, apa yang diperintahkan oleh atasan Satpol PP kota Medan itu yang dilaksanakan PKL, tanpa memikirkan nasib PKL yang berjualan di lokasi penelitian, karena memang harus memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikut penuturan ibu Tuti,

“Sebenarnya kalau abang tanya gitu, aku kurang ngerti juga mau bilang

apa. Kalau awak bilang nanti kurang tepat, memang iya juga sih. Tengoklah orang itu asal mau nertibkan aja baru mau ngomong sama kami, waktu nilai Adipuralah kemarin itu, disitu lah orang itu komunikasinya sama kami bang nyuruh jangan jualan disini, udah gitu aja bang, selebihnya ga ada. Kami ini nggaknya permanen bang, datang orang itu mau gusur kami, kami ambil sampah kami , pigi kami langsung bang. Ini kemarin bersih bang waktu kami yang ga bisa jualan 5 bulan itu, ga ada sampah disini. Allhamdulillah kali lah bang, waktu pas puasanya ga ada orang itu gusur, bisa juga awak jualan biar ada duit buat lebaran. Cuman yang ga enaknya ya gitulah bang, nanti kan ga tau kapan

dilarang lagi kami jualan disini, gitulah terus bang kadang ngeri kalinya awak rasa bang. Gitulah bang, sebenarnya gak ngerti soal itu, abang lah harusnya

lebih ngerti karena abang anak komunikasi kan, abang lah yang lebih paham itu.” Harapan ibu Tuti kedepannya untuk Satpol PP kedepannya adalah komunikasi 2 arah yang tercipta antara Satpol PP dengan para PKL yang berjualan di depan komplek USU bukan komunikasi 1 arah dimana komunikan mau atau tidak mau harus mengikuti kemauan komunikator. Selain itu, besar harapan ibu Tuti agar Pemerintah kota Medan (melalui Satpol PP) mau bernegosiasi dengan para PKL agar terjadi kesepakatan win-win solution antara PKL dengan Pemerintah kota Medan sehingga PKL merasa terbantu dengan adanya lokasi berdagang yang tidak melanggar dan Satpol PP tidak lagi menertibkan dan menyita gerobak atau meja para PKL. Berikut penutuan informan,

“Ya pentinglah bang. Kalau mau aja orang (Satpol PP) itu

berkomunikasi, mendengarkan alasan awak berjualan disini, Insya Allah mengertinya kurasa orang itu mas. Walaupun gini kerja kami bang, gini pun halal juganya bang. Maulah contohnya orang itu bernegosiasi kek yang abang bilang itu sama pedagang yang disini semua, ntah kemanalah dipindahkan kami semua misalnya kan senang awak, ga melanggar lagi awak, ga jadi penyebab kemacetan lagi awak kek yang abang bilang. Jadi merasa terbantu kali awak kalau sempat gitu. Tapi asal semua pindah ya bang, jangan separuh lagi masih aja jualan disini. Ya awak pun pasti balik juga lah kesini, karena udah punya pelanggan itu disini bang. Kalau disini bang, awak tinggal duduk aja berdatangan pelanggan awak, kalau udah dipindah nanti kan merintis lagi awak bang. Tapi kalau semua

yang pindah, aku setujunya bang.”

“... harapan nya ya itu bang, maunya komunikasinya itu jangan cuman nyuruh larang jualan disini aja orang itu. Kalau gitu, mau jugalah harusnya orang itu dengarkan alasan kami, kenapa balik-balik kesini lagi kami jualan. Biar enak sama enak hasilnya, negosiasi yang kek abang bilang itu pun perlu dilakukan biar ga kenak gusur lagi kami bang, disini pun ga macet jadinya. Itu aja lah bang harapan ku, yang penting jangan cuman menggusur aja orang itu bang.

2. Informan 2

Nama : Dermawan

Tanggal Wawancara : 27 Desember 2015

Tipe wawancara : Wawancara mendalam (Face to face)

Dermawan merupakan informan peneliti yang ke dua, ia adalah seorang pedagang shiomay yang berjualan di depan komplek USU, sekitar Pintu I USU. Infroman peneliti yang ke dua ini telah berdagang di depan komplek USU selama kurang lebih empat tahun.

Sejalan dengan pernyataan ibu Tuti, Dermawan mengatakan jika kepling setempat mengutip uang retribusi sebesar lima ribu sampai sepuluh ribu rupiah.

Dokumen terkait