• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

E. Profil Informan

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masakini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan- kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang

commit to user

sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah

commit to user

terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan “buatan” terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.

Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.

commit to user

Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.

Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekatan pengeluaran.

Menurut data BPS hasil Susenas garis kemiskinan penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per bulan dan penduduk miskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan. Dengan perhitungan uang tersebut dapat dibelanjakan untuk memenuhi konsumsi setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lainnya, seperti sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi. Angka garis kemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding dengan angka tahun sebelumnya

commit to user

krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan untuk penduduk perkotaan dan Rp. 27.413 bagi penduduk perdesaan.

Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasi kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraith melihat kemiskinan di Amerika Serikat terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan umum, kemiskinan kepulauan, dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnya melihat secara global, yakni kemiskinan massal/kolektif, kemiskinan musiman (cyclical), dan kemiskinan individu. Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli masyarakat menurun atau rendah. Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia.

1. Bapak Santoso

Bapak Santoso adalah seorang kepala keluarga yang berusia kurang lebih 52 tahun, dengan pendidikan tamat SD. Ia memiliki seorang istri yang bernama ibu Waginah. Bapak Santoso mempunyai enam orang anak. Anaknya masih ada yang duduk di sekolah dasar.

commit to user

Bapak Santoso tidak memiliki sawah. Karena sulit mendapatkan pekerjaan di desa maka beliau mencoba merantau di Sumatera menjadi buruh di perkebunan karet. Pekerjaannya disana mengumpulkan getah karet. Akan tetapi sudah dua tahun terakihr ini beliau pulang kembali ke desa karena tenaga yang dikeluarkan sudah berkurang tidak sekuat dulu. Hal ini karena usia beliau sudah lebih dari 50 tahun. Kemudian Bapak Santoso sekarang menjadi buruh tani. Sedangkan istrinya ibu Waginah menjadi buruh tani juga untuk meringankan beban perekonomian rumah tangga mereka. Beban pengeluaran mereka masih banyak karena anak bapak Santoso masih kecil yang masih membutuhkan biaya. Bapak Santoso merupakan salah satu KK yang mendapatkan jatah beras miskin atau raskin dari pemerintah. Jatah raskin biasanya didapat sebulan sekali dan dapat diambil di balai desa bila sudah ada pemberitahuan dari perangkat desa setempat.

Kondisi rumah tangga Bapak Santoso ini menempati sebuah rumah yang terbuat dari dinding bambu atau gedek akan tetapi sisi depan rumah sudah diganti dengan dinding kayu. Rumah berukuran 6x7 m2. Lantai rumah masih berlantaikan tanah, ruangan rumah dibagi menjadi dua kamar tidur, ruang tamu dan dapur. Keluarga ini sudah mempunyai fasilitas buang air besar meskipun masih tradisional yaitu kakus yang kondisi untuk kebersihan dan kesehatan masih kurang terjamin mutunya. Bahan

commit to user

bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar meskipun ada kompor gas yang didapat dari pemerintah desa akan tetapi jarang digunakan. Konsumsi daging, susu, atau lauk yang memadai hanya sekali dalam seminggu. Barang berharga yang dimiliki bapak Santoso adalah hewan peliharaan mereka yaitu dua ekor kambing yang kandangnya terletak di belakang rumah.

2. Bapak Wargono

Bapak Wargono berusia 55 tahun. Bapak Wargono tidak mempunyai sawah. Beliau hanya bekerja sebagai buruh tani. Istri Bapak Wargono bernama ibu Nyaminah, usianya sekitar 46 tahun. Ibu Nyaminah bekerja sebagai buruh pabrik. Bapak Wargono mempunyai empat orang anak. Mereka masih duduk di bangku Sekolah Menengah dan Sekolah Dasar. Rumah tangga Bapak Wargono mendapat jatah beras miskin dari pemerintah sejak empat tahun terakhir.

Rumah tangga Bapak Wargono menempati sebuah rumah yang masih berdinding dari anyaman bambu atau gedhek. Rumah ini berlantaikan tanah, ukurannya kurang lebih 5x6 m2. Rumah tangga ini tidak memiliki fasilitas buang air besar sendiri. Sumber air minum diperoleh dari sumur tetangga. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari menggunakan kayu bakar. Kompor gas dari pemerintah hanya digunakan sesekali saja supaya gas nya tidak

commit to user

cepat habis. Konsumsi daging, susu atau lauk hanya sekali dalam seminggu atau dua minggu sekali. Pembelian pakaian baru hanya dilakukan dalam satu tahun sekali. Itu pun hanya satu stel yaitu pada saat hari raya lebaran. Namun terkadang tidak membeli karena baju tahun lalu masih layak untuk dipakai dan masih bagus. Uangnya lebih digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain yang dianggap lebih penting. Bila anak-anaknya ada yang sakit mereka hanya membeli obat di warung mereka tidak memeriksakan sakitnya ke dokter.

3. Bapak Jumadi

Bapak Jumadi adalah seorang kepala keluarga berusia 50 tahu. Dengan pendidikan hanya sampai kelas 5 Sekolah Dasar. Sulit bagi beliau untuk memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai. Tidak ada pilihan lain baginya selain menjadi petani. Karena beliau tidak memiliki lahan sawah sendiri, Bapak Jumadi menjadi petani penyakap, yang mengerjakan sawah mlik orang lain dengan sistem bagi hasil. Sawah yang dikerjakan itu pun tidak terbilang luas, hanya satu kotak tu 0,25 ha.

Istri Bapak Jumadi bernama ibu Jumini usianya 45 tahun. Ibu Jumini bekerja menjadi buruh pabrik kacang. Beliau hanya lulusan Sekolah Dasar.

commit to user

Bapak Jumadi mempunyai lima orang anak, yang tiga masih sekolah dan yang dua sudah tidak sekolah dan merantau ke Kalimantan menjadi buruh tambang batu bara.

Bapak Jumadi mempunyai rumah yang didirikan di atas tanah peninggalan orang tuanya yang tidak begitu luas. Lantai bangunan rumahnya dari tanah dengan dinding rumah dari kayu sederhana. Rumah tangga Bapak Jumadi ini sudah memiliki sumur dan fasilitas buang air besar yang sangat sederhana. Setiap bulan rumah tangga Bapak Jumadi mendapatkan jatah beras miskin dari pemerintah. Bahan bakar yang digunakan untuk memasak adalah kayu bakar. Dalam satu minggunya konsumsi daging atau susu atau lauk pauk daging ayam hanya sekali dalam seminggu atau bahkan tidak mengkonsumsi. Pembelian pakaian baru dalam setahun hanya membeli satu stel, yaitu pada saat lebaran hari raya, bahkan terkadang tidak membeli karena baju masih bagus. Bila salah satu anggota keluarga Bapak Jumadi sakit, jarang sekali beribat ke puskesmas. Cukup diobati dengan jamu tradisional yang biayanya lebih murah. Tetapi bila sakitnya agak parah biasanya dibawa ke puskesmas.

4. Bapak Sastro Wagono

Bapak Sastro Wargono berusia 55 tahun. Beliau hanya mengenyam pendidikan sampai lulus Sekolah Dasar. Sejak lulus SD, Bapak Sastro Wagono bekerja mencari nafkah demi

commit to user

menyambung hidup keluarganya. Istri Bapak Sastro Wagono bernama ibu Jasmi, yang berusia 50 tahun. Bapak Sastro mempunyai sawah yang luasnya hanya 0,2 ha yang merupakan warisan dari orang tua ibu Jasmi. Ibu Jasmi sendiri mempunyai pekerjaan sebagai buruh tani. Mereka mempunyai enam orang anak yang keempat anaknya sudah berkeluarga dan dua masih sekolah.

Luas bangunan rumah Bapak Sastro Wagono kira-kira 5x6 m2. Dinding ruang utamanya sudah ditembok akan tetapi belum dikuliti. Tapi dinding dapurnya masih dari anyaman bambu atau

gedek. Fasilitas buang air besar rumah tangga ini masih bersama- sama dengan rumah tangga lainnya. Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar. Pada umumnya kompor yang didapat gratis dari pemerintah jarang digunakan hanya sesekali saja. Dalam seminggu, konsumsi daging atau susu atau ayam hanya sekali bahkan tidak pernah mengkonsumsi. Pembelian pakaian baru untuk setiap pembelian hanya satu tahun yaitu pada saat lebaran dan jumlahnya hanya satu stel. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, mereka hanya membeli obat di warung atau kalau tidak sembuh dalam waktu yang lama baru akan periksa ke mantri karena biayanya relatif lebih murah.

commit to user

5. Bapak Waluyo

Usia Bapak Waluyo 60 tahun, ia hanya bisa mengenyam bangku pendidikan sampai kelas 4 SD, berikut penuturannya :

“ Sekolah saya di SD Mblibak, karena dulu di desa sini ga ada sekolah SD, saya kelas empat sudah putus sekolah, jadi buruh di tempatnya orang. Memang saya anaknya orang tidak mampu. Orang tua saya dulu tidak kuat bayar sekolah”

Istri Bapak Waluyo bernama ibu Dasi, usianya sekitar 55 tahun. anak mereka ada tiga orang. Yang dua orang sudah berkeluarga dan mereka merantau ke Sumatra sebagai buruh di perkebunan karet, tinggal satu anak yang masih sekolah namanya Suparti.

Dinding rumah Bapak Waluyo masih terbuat dari bambu. Lantai bangunan tempat tinggalnya juga masih dari tanah. Banguan rumah ini tidak begitu luas, kira-kira 5x6 m2. Keluarga ini belum mempunyai fasilitas buang air besar sendiri. Sumber air minum rumah tangga Bapak Waluyo berasal dari air sumur. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari menggunakan kayu bakar. Setiap bulannya keluarga Bapak Waluyo menndapatkan jatah beras beras miskin dari pemerintah. Konsumsi daging atau susu atau ayam hanya sekali dalam seminggu atau tidak pernah mengkonsumsi. Pembelian pakaian baru untuk setiap tahun hanya sekali yaitu pada waktu lebaran dan jumlahnya hanya satu stel.

commit to user

Bapak Waluyo hanya memiliki sawah yang luasnya tidak begitu luas yaitu 0,18ha yang diperoleh dari warisan orang tua Bapak Waluyo.

Dokumen terkait