• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

F. Strategi Kelangsungan Hidup Rumah Tangga Petani Miskin

Manusia diciptakan sebagai mahluk sosial dan mahluk yang cerdas yang senantiasa berusaha untuk mencari jalan keluar atas permasalahan yang sedang terjadi. Dalam kondisi berekonomian yang kurang bagus dan untuk bertahan hidup, Baik yang berupa strategi atau solusi secara internal (strategi yang dilakukan secara individu dilingkup sesama anggota keluarga) maupun eksternal (strategi yang dilakukan diluar lingkup anggota keluarga dan berinteraksi langsung dengan masyarakat). Hal ini mereka lakukan agar dapat bertahan hidup. Strategi merupakan cara hidup dalam menghadapi suatu urusan atau masalah, agar urusan atau

masalah tersebut dapat dijalankan dengan baik dan benar. Dalam penelitian

ini beberapa strategi kelangsungn hidup rumah tangga petani yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Hemat dalam Pengeluaran Keluarga

Tekanan sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat miskin pada umumnya berkaitan dengan masalah pemenuhan kebutuhan dasar dan terbatasnya akses memanfaatkan peluang kebutuhan dasar dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan

commit to user

hidup manusia, baik kebutuhan konsumsi individu (makan, rumah, pakaian) maupun kebutuhan keperluan pelayanan sosial tertentu (air minum, sanitasi, transportasi, kesehatan, pendidikan). Menurut The Kian Gie, kebutuhan pokok sebagai suatu paket barang dan jasa yang oleh masyarakat dianggap perlu tersedia bagi setiap orang. Kebutuhan ini merupakan tingkat minimum yang dapat dinikmati oleh seseorang. Hal ini berarti kebutuhan pokok antara daerah yang satu dengan yang lain berbeda, dengan demikian bebutuhan pokok merupakan spesifik.

Rumah tangga petani miskin di desa Serutsadang dalam memenuhi kebutuhan adalah dengan cara mengecilkan kebutuhan sehari-hari, ini dilakukan para istri petani. Misalnya setiap hari mereka dalam kebutuhan sehari-hari menghabiskan Rp 20.000,00 (dua puluh ribu) maka mereka harus mampu menekan pengeluaranya menjadi Rp 15.000,00 (lima belas ribu rupiah). Kebutuhan konsumsi makanan bagi mereka bukan lagi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan gizi. Mereka hanya mampu menjadikan makanan sebagai senjata untuk menghindar dari ancaman kelaparan.

Sejak harga minyak tanah naik banyak pula ibu-ibu yang kembali menggunakan kayu bakar untuk memasak. Meskipun dari mereka sudah mendapatkan jatah kompor dan tabung gas secara gratis dari pemerintah. Seperti yang di ungkapkan oleh istri bapak Waluyo ibu Kemi berikut ini :

commit to user

“sejak minyak tanah naik saya menggunakan kayu bakar untuk memasak, soalnya minyak tanah mahal. Kompor gas yang dibagikan perangkat desa saya gunakan sesekali saja, biar lebih irit mba.”

Hal serupa juga disampaikan Bapak Santosa, berikut ini pernyatannya:

“pas minyak tanah naik dan harganya melebihi bensin, istri saya langsung beralih ke kayu bakar mba. Karena lebih murah dan lebih mengirit biaya. Kompor gas dipakai kalau pada waktu merebus air buat minum teh atau anak-anak saya membuat indomie.”

Dengan menggunakan kayu bakar mereka bisa menghemat pengeluaran karena tidak terbebani untuk membeli minyak tanah. Untuk mendapatkan kayu bakar mereka tidak perlu membeli, mereka biasa mencari ranting-ranting kayu dan bambu yang ada di kebun- kebun.

commit to user

Menurut bapak Jumadi beliau mengatakan :

“ saya harus berhemat mba, agar uang tidak cepat habis, beli kebutuhan seadanya dan yang dibutuhkan saja mba.”

Di sisi lain, proses modernisasi yang semakin menggema, membuat pola pikir petani menjadi sangat rasional, tidak semata-mata mengikuti prinsip mendahulukan selamat dan menghindari resiko seperti yang dikemukakan Scoot. Popkin menyatakan bahwa petani juga akan bertindak secara sadar untuk meningkatkan kondisi sosial ekonominya melalui rencana ke masa yang akan datang. Hal ini terlihat dari cara petani mengganti sistem panen dari menggunakan ani-ani menjadi sabit, dimana waktu yang diperlukan menjadi semakin singkat sehingga bisa menghemat biaya produksi, demikian juga dalam penggunakan traktor, pestisida dan lain-lain.

Ini memperlihatkan bahwa tidak ada petani yang sama sekali berpegang teguh pada moral ekonomi dahulukan selamat dan

Gambar2. Petani miskin memasak dengan kayu bakar

commit to user

menghindari resiko, dan juga tidak ada yang sama sekali berkalkulasi rasional. Keduanya ditetapkan dalam kejidupan sehari-hari secara elektis sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

2. Mencari Penghasilan Tambahan

Kemiskinan yang dialami petani pada umumnya disebabkan karena hasil yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhannya. Ketidakcukupan itu antara lain tercemin pada keadaan rumah-rumahnya. Perumahan mereka pada umumnya berlantaikan tanah dan berdinding kayu berkualitas rendah, bahkan ada pula yang terbuat dari anyaman bambu. Dinding yang seharusnya diganti, tetap dibiarkan rapuh sehingga menimbulkan kesan tidak sehat dan kurang rapi. Perlengkapan rumah tangga yang dimiliki juga tidak menunjukkan bahwa ekonomi mereka baik. Meja, kursi, dan benda- benda lainnya umumnya masih tradisional. Sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga, khususnya air minum diambil dari sumur, sedangkan untuk mandi, mencuci, dan kakus atau WC umumnya dari sumur terkadang dari sungai. Antar warga yang tidak mempunyai sumur dapat menggunakan sumur tetangga, atau beberapa warga membuat sumur dengan gotong royong. Mereka yang mempunyai kamar mandi dengan fasilitas yang lengkap umumnya hanya orang- orang yang mampu saja.

commit to user

Kondisi kemiskinan di desa Serutsadang dapat juga diamati dari penduduk dalam mencari nafkah. Sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya dari pertanian dengan proporsi petani tanpa lahan (buruh tani) lebih banyak daripada petani pemilik. Keadaan ini merupakan ciri umum petani kecil yang mengandalkan sumber penghasilan keluarganya dari lapangan pekerjaan sebagai buruh tani. Dilain pihak, rumah tangga yang mempunyai lahan pertanian tidak menjamin bebas dari kemiskinan, karena begitu kecilnya luas pemilikan lahan. Menurut rata-rata petani pemilik hanya mempunyai 1-2 k0tak sawah (0,14ha – 0,28ha). Hanya sebagian kecil petani yang mempunyai lahan yang luas.

Sempitnya lahan olahan dan rendahnya keproduktifitas sawah yang dimiliki petani menyebabkan hasil usaha tani dalam setahun hanya mampu menutupi kebutuhan mereka hanya dalam beberapa bulan. Menyadari bahwa hasil pertanian tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya maka mereka banyak yang mencari tambahan dengan melakukan pekerjaan sambilan, baik di sektor usaha tani maupun di luar sektor usaha tani. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Waluyo berikut ini:

“pekerjaan sambilan ya itu tadi buruh tani di sawah, kalau ada tetangga yang membutuhkan tenaga saya, mocok mba, sawah saya sempit tidak bisa diandalkan untuk kebutuhan hidup, ”

commit to user

Terlihat dalam pertanian itu tampaknya petani dan keluarganya tidak harus terus menerus berada di lahan pertaniannya. Dalam masa-masa tertentu, terutama setelah tahap penanaman selesai, mereka memiliki banyak waktu luang karena masa-masa seperti itu biasanya mereka hanya sesekali pergi ke lahan pertanian. Dengan demikian, sebenarnya mereka mempunyai waktu yang dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan di luar sektor pertanian sebagai mata pencaharian tambahan atau sambilan. Akan tetapi mengingat tingkat pendidikan petani pada umumnya rendah, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pada umumnya rendah, maka jenis-jenis pekerjaan yang tersedia di daerah atau luar daerah hanya jenis-jenis pekerjaan tertentu yang dapat mereka kerjakan. Pekerjaan sambilan yang dilakukan oleh para petani antara lain menjadi buruh tani, buruh bangunan, beternak, merantau dan sebagainya.

commit to user

Walaupun pekerjaan buruh tani ini masih di lingkungan pertanian, namun karena ada beberapa informan yang disamping menggarap sawahnya sendiri, tetapi juga menjadi buruh pada petani lain, maka perkerjaan tersebut penulis masukkan ke dalam mata pencaharian sambilan. Seperti yang dilakukan oleh Bapak Sastro Wargono sebagi berikut :

“ Boleh dibilang pekerjaan lain saya adalah buruh tani, biasanya sehari saya dikasih upah tigapuluh lima ribu sampai empat puluh ribu mba. Saya dibantu istri menjadi buruh tani juga. Lumayan mba dari pada istri saya menganggur di rumah”

Menjadi buruh tani bukan cuma monopoli yang tidak memiliki sawah, petani yang berlahan sempit pun kadang ikut nyambi menjadi buruh tani disamping mengerjakan sawahnya sendiri. Biasanya jasa buruh tani banyak dibutuhkan saat musim tanam dan misim panen. Hal ini bukan karena bukan cuma petani kaya saja yang membutuhkan jasa buruh tani, tetapi yang berlahan sempit juga mencari jasa buruh tani, karena proses tanam dan panen adalah pekerjaan yang paling berat yang membutuhkan banyak tenaga untuk menyelesaikannya.

Kaum wanita, terutama ibu-ibu juga turut bekerja sebagai buruh tani untuk meringankan beban suaminya. Upah kerja buruh laki-laki dan perempuan bedanya cukup jauh. Untuk laki-laki satu harinya memperoleh Rp35.000,- sampai Rp 40.000,-. Sedangkan

commit to user

wanita memperoleh Rp 20.000,- sampai Rp 25.000,- per hari. Hal ini dikarenakan pekerjaan yang dilakukan kaum laki-laki lebih berat seperti memanen padi atau ngedos, ngompres atau menyemprot hama, dan lain-lain. Sedangkan pekerjaan yang dilakukan kaum wanita umumnya lebih ringan, seperti tandur (menanam padi), matun (menyiangi rumput), dan sebagainya. Bila diperhatikan upah buruh tani yang di dapat relatif tinggi. Akan tetapi pekerjaan sebagai buruh tani bisa dibilang sebagai pekerjaan yang tidak tetap (hanya pada musim-musim tertentu saja tenaganya banyak dibutuhkan, seperti pada musim tanam dan musin panen). Selain musim-musim tersebut jasa buruh tani jarang dibutuhkan, karena para petani pemilik yang berlahan sempit lebih suka mengerjakan tanamannya sendiri untuk lebih menghemat biaya produksi.

Pekerjaan sambilan lainnya yang banyak dilakukan adalah beternak. Beternak yang dilakukan mereka meliputi pemeliharaan ayam, itik, kambing. Beternak ayam dan itik yang dimaksudkan

Gambar 4. Kaum wanita turut bekerja sebagai buruh tani

commit to user

adalah beternak secara kecil-kecilan yang jumlahnya tidak lebih dari 20 ekor dan caranya tradisional. Kandang sederhana terbuat dari anyaman bambu dan diletakkan disudut rumah belakang. Ayam yang dianggap baik untuk diternakkan adalah ayam kampung. Selain ditetaskan, telur-telur ayam tersebut dijual ayam-ayam yang sudah besar. Untuk ternak kambing para petani ini membeli yang masih kecil dan dibesarkan. Setelah besar mereka menjualnya kembali dan membeli kambing yang kecil untuk dibesarkan lagi. Jumlahnya pun hanya 2-3 ekor. Para petani miskin tidak memiliki sapi, hal ini disebabkan memelihara sapi memerlukan modal yang lumayan besar.

Disamping itu ada beberapa petani yang berdagang kecil- kecilan, diantaranya berjualan bunga setaman dipasar, berjualan sayur-sayuran, dan berjualan makanan tradisional seperti glethuk dan sebagainya.

Selain pekerjaan yang disebutkan di atas, di desa Serutsadang ada juga istilah kerja serabutan, maksudnya bekerja apa saja yang bisa mereka lakukan. Diantaranya tukang bangunan, menjadi buruh panggul, dan lain-lain.

Ada juga beberapa istri petani yang bekerja sebagai buruh pabrik. Dan upah yang di dapat bisa membantu penghasilan tambahan suami yang hanya sebagai petani kecil. Seperti istri Bapak Wargono berikut pernyataannya :

commit to user

“ istri saya bekerja sebagai buruh pabrik, atas inisiatif istri saya senidiri yang mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami”

Hal yang sama seperti yang dikatakan Bapak Jumadi yaitu sebagai berikut :

“ karena banyak kebutuhan yang harus kami penuhi maka istri saya menjadi buruh pabrik kacang. Hasilnya lumayan lah mba “

Kecenderungan generasi muda petani di desa Serutsadang sangat minim mereka lebih suka merantau daripada menjadi petani. Alasan mereka lebih suka merantau adalah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Ada kecenderungan mereka enggan bekerja di sektor pertanian dengan anggapan status yang rendah. Alasan lain adalah tidak ada pekerjaan lain yang memadai yang ada di desa. Dalam kondisi yang sulit seperti itu, pergi merantau merupakan solusi yang terbaik bagi mereka. Kota tujuan warga desa yang merantau adalah Palembang , Jambi, Jakarta, ada pula yang menjadi TKI di Malaysia dan Brunai Darussalam. Karena banyaknya generasi muda yang pergi merantau, kebanyakan petani adalah mereka yang usianya sudah kurang produktif, rata-rata mereka sudah berumur lebih dari 55 tahun. Menurut mereka adalah mumpung usianya masih muda jadi tenaganya masih kuat. Seperti apa yang disampaikan Bapak Santoso berikut ini :

“ anak saya enam, yang dua pergi merantau ke Jambi pekerjaannya mencari getah karet. Mereka lebih suka merantau karena uang yang diperoleh lebih banyak

commit to user

daripada kerja di desa, lagian umurnya mereka mumpung masih muda.. “

Dari uraian diatas bisa dilihat adanya orientasi keluar sektor pertanian di lokasi penelitian yang didominasi oleh generasi muda pada anak-anak petani. Telah disebutkan di atas tadi bahwa tenaga kerja pertanian adalah merupakan tenaga musiman, sehingga dengan mendesaknya kebutuhan ekonomi dan senggangnya waktu maka tenaga-tenaga pertanian tersebut mempunyai keinginan untuk bekerja di sektor non pertanian. Perkembangan ekonomi non pertanian di lokasi penelitian juga mengalami suatu dinamika, seperti berkembangnya home industri, konveksi, bengkel, perdagangan dan sebagainya. Memang di kota proporsi perkembangan ekonomi non pertanian di desa ini relatif kecil. Sehingga tenaga kerja yang tidak terserap di sektor pertanian maupun non pertanian di daerahnya akan keluar ke daerah lain dengan harapan akan memperoleh pekerjaan yang lebih memadai.

3. Mencari Pinjaman

Bagi para petani di desa Serutsadang mengambil pinjaman adalah sesuatu yang sebisanya mereka hindari, apalagi di Bank atau rentenir, kareana mereka takut tidak bisa melunasinya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Jumadi berikut ini :

“saya tidak berani hutang di Bank, takut tidak mampu membayar pas melunasinya, saya hanya berani utang di arisan RT, karena ga ada bunganya mba”

commit to user

Berikut penuturan Bapak Wargono :

“ tidak sembarangan saya utang, saya utang sama saudara sendiri belum pernah ke Bank, kalau bener-bener kebutuhan yang mepet, itu pun jumlahnya tidak banyak. Tapi saya sudah bisa melunasi, “

Selain karena alasan takut, alasan para petani tidak suka mengambil hutang di Bank adalah prosedur yang dibutuhkan terlalu rumit. Namun dalam kondisi yang sangat terpaksa misalnya terjadi kegagalan panen, kebutuhan punya hajat atau kejadian yang mendesak mereka baru akan mencari pinjaman pada kerabat atau tetangga, pegadaian atau koperasi desa.

4. Menjalin Kehidupan Gotong Royong dengan Tetangga dan

Kerabat

Setiap manusia tidak seorang pun diantara kita yang menyangkal adanya kenyataan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sejak dari kecil hingga sampai kematiannya dia tidak pernah hidup sendiri tetapi selalu

commit to user

berada dalam suatu lingkungan sosial yang berbeda satu sama lainnya. Lingkungan sosial yang dimaksud adalah suatu bagian dalam suatu lingkungan hidup yang terdiri atas hubungan antara individu dan kelompok. Pola-pola organisasi serta segala aspek yang ada dalam masyarakat yang lebih luas. Dengan adanya hal tersebut terjadilah interaksi diantara mereka. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa hubungan sosial diantara masyarakat pedesaan (petani) lebih intim bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Dalam kehidupan petani, budaya gotong royong bukanlah suatu hal yang asing, hal itu pula yang dirasakan oleh masyarakat desa Serutsadang yang mayoritasnya bekerja disektor pertanian.

Memang tidak dapat dipungkiri, seiring dengan perkembangan zaman,telah terjadi perubahan bentuk gotong royong. Hal ini bisa dipahami karena bagaimanapun sederhananya suatu kebudayaan akan mengalami perubahan karena sesuai dengan hakikat kebudayaan itu sendiri yang bersifat dinamis. Kalau tidak disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, maka perubahan itu terjadi kaena faktor dari dalam masyarakat itu sendiri (internal). Perubahan kebudayaan secara internal dapat terjadi bilamana salah satu unsur kebudayaan itu sudah tidak dapat memenuhi fungsinya, atau bilamana pendukung kebudayaan itu sendiri merasa bahwa suatu unsur budaya tertentu sudah tidak diperlukan lagi karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Bahwa dalam proses perubahan kebudayaan di Indonesia khususnya didaerah pedesaan, terjadi pergeseran nilai-nilai budaya. Hal ini mempengaruhi bentuk dan sifat gotong royong yang ada

commit to user

pada masyarakat. Prof. Dr. Koentjaraningrat menyatakan bahwa telah terjadi perubahan sistem gotong royong dalam bidang pertanian menjadi sistem upah. Meskipun demkian aktifitas gotong royong masih tampak balam aktifitas kehidupan masayarakat yang lain, dimana hal ini bisa meringankan beban seseorang, terutama bagi yang berada dalam himpitan ekonomi.

4.a. Gotong Royong Dalam Membangun Rumah (“sambatan”)

Salah satu bentuk aktivitas kegotongroyongan dalam masyarakat desa Serutsadang adalah gotongroyong dalam membangun rumah. Kendatipun aktivitas kegotongroyongan dalam kegiatan ini tidak meliputi seluruh pekerjaan dalam proses pembuatan rumah, akan tetapi yang menarik disini adalah pengerahan tenaganya yang tanpa upah. Dalam arti pesertanya tidak diupah dengan uang, tetapi hanya sekedar dijamu dengan makanan dan minuman.

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai aktivitas kegotongroyongan masyarakat desa Serutsadang dalam pembangunan rumah uraiannya adalah sebagai berikut : pertama-tama ditanamkan batu yang ukurannya cukup besar ke dalam tanah yang fungsinya adalah sebagai

alas untuk mendirikan tiang-tiang penyangga atau soko berupa kayu-kayu

besar, bisa juga berupa beton. Pada saat pemasangan soko sekaligus

dipasang bandar sebagai penyangga. Setelah rangka bangunan terbentuk

pekerjaan selanjutnya adalah membuat rangka atap. Pertama-tama dibuat

wuwungan, yaitu kayu-kayu yang berfungsi sebagai penyangga atap yang

commit to user

penyangga genteng. Semua pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh tukang bangunan.

Proses selanjutnya adalah pekerjaan menaikkan atap. Pekerjaan menaikkan rangka atap ini tidak hanya dilakukan oleh tukang bangunan saja, tetapi dibantu oleh tetangga-tetangga dekat. Setelah itu dilakukan pemasangan dinding. Dindingnya bisa berupa kayu, anyaman bambu atau

gedeg.atau batu bata. Setelah dinding rumah sudah jadi selanjutnya atapnya

dipasangi genteng. Pekerjaan terakir adalah membuat kamar-kamar yang disekat dengan dinding-dinding.

Dalam aktivitas kegotongroyongan tidak meliputi seluruh pekerjaan, melainkan hanya pada saat menaikkan atap rumah dan memasang genteng. Rangka atap rumah itu sendiri dirakit dibawah oleh tukang bangunan. Setelah rangka selesai dirakit, barulah rangka atap itu dinaikkan. Pekerjaan ini dipimpin oleh tukang dan pelaksanaannya dibantu oleh para tetangga. Pekerjaan yang ini merupakan pekerjaan yang paling berat dalam proses pembangunan rumah, dan harus dilakukan oleh banyak orang, tidak

commit to user

mungkin hanya dilakukan oleh beberapa orang saja. Adapun waktu yang dilakukan biasanya sudah ditentukan beberapa hari sebelumnya.

Pemilik rumah sudah memberitahu tetangga bahwa ia akan menaikkan atap disertai hari dan waktu pelaksanaannya. Tetangga yang sudah diberitahu secara otomatis akan bersedia untuk membantu. Kegiatan gotongroyong semacam ini dinamakan dengan istilah sambatan, yang dilakukan oleh kaum pria, sedangkan kaum wanita ibu-ibu membantu memasak menyiapkan makanan.

4.b. Gotong Royong Punya Hajat

Kehidupan masyarakat desa Serutsadang yang juga tidak jauh berbeda dengan masyarakat desa lainnya dengan ciri-ciri yang hampir sama mempunyai persoalan hidup yang hampir sama. Dalam memecahkan persoalan yang mereka hadapi dengan berbagai cara yang didasarkan atas kesadaran untuk hidup berdampingan dan saling membutuhkan. Hal ini terlihat jelas pada saat mempunyai hajat seperti pada saat pesta pernikahan, khitanan atau sunatan dan lain-lain. Bukan hanya tetangga yang dalam lingkup satu RT saja yang membantu, akan tetapi juga diluar lingkup RT lain turut membantu agar pelaksanaan punya hajat berjalan dengan lancar.

Dalam pesta perkawinan para tetangga biasanya memberikan sumbangan moril dan materiil. Disamping mereka turut serta membantu memasak, mengatur, membereskan dan membantu menyiapkan apa saja yang dibutuhkan serta memberikan sumbangan dalam bentuk uang. Biasanya bapak- bapak memberikan bantuan uang antara Rp 20.000,-

commit to user

sampai Rp 25.000,- sedangkan untuk ibu-ibu menyumbang kebutuhan pokok beras atau gula.

Sehari sebelum acara berlangsung, sebagian besar kerabat, tetangga maupun teman berkumpul membantu di rumah orang yang mempunyai hajat tersebut. Sehingga suasana rumah sudah tampak ramai sehingga seolah-olah di rumah tersebut sudah terjadi pesta karena dipenuhi tetangga-tetangga yang membantu menyiapkan persiapan. Demikian bentuk proses gotongroyong dalam pesta perkawinan, dalam acara yang lain juga tidak jauh berbeda.

4.c. Gotong Royong Secara Spontan

Gotong Royong secara spontan ini terjadi secra spontan tanpa permintaan pada waktu seorang penduduk desa mengalami kematian atau bencana. Kematian merupakan suatu peristiwa yang menyedihkan karena putusnya hubungan antara seseorang dengan keluarganya. Karena hampir semua orang akan berduka bila mengalami peristiwa ini. Disamping itu tidak seperti peristiwa lain yang kejadiannya dapat direncanakan, sehingga segala sesuatunya dapat dipersiapkan dengan baik. Pada peristiwa kematian

Dokumen terkait