• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

PROFIL KEBUN CAMPURAN Kasus

Kebun Campuran Mang Udin Biografi Mang Udin

Mang Udin adalah anak ketiga dari 9 bersaudara. Mang Udin lahir di Kampung Cengal Desa Karacak 53 tahun yang lalu. Ayahnya, Pak Uhir, adalah seorang petani yang juga lahir di Kampung Cengal Desa Karacak. Meski Pak Uhir seorang petani namun Pak Uhir berkeinginan agar anak-anaknya dapat mengecap pendidikan setinggi-tingginya. Mang Udin hanya menyelesaikan pendidikan di tingkat menengah pertama kelas 2 karena keterbatasan ekonomi Pak Uhir, Pendidikan tingkat dasar pada sekolah rakyat di Desa Karacak dijalani Mang Udin hingga lulus. Pendidikan Mang Udin dilanjutkan di Pesantren, yang setingkat dengan sekolah menengah pertama hingga kelas 2 melalui kenalan Pak Uhir. Mang Udin sendiri merasa kurang bersemangat untuk belajar karena dorongan orangtuanya dirasakan sangat kurang. Hal itu dirasakannya dalam perjalanan mengenyam pendidikan,.

Mang Udin biasanya membantu orangtuanya baik di sawah maupun di kebun setelah Mang Udin berhenti sekolah. Mang Udin ikut mencangkul di sawah saat musim tanam tiba. Saat panen tiba Mang Udin juga ikut memikul karung berisi padi ke rumah. Ketika tidak sibuk dengan pekerjaan di sawah, Mang Udinpun membantu orangtuanya bekerja di kebun seperti membuat petakan, menanam dan menyiangi. Pekerjaan di kebun ini dilakukan keluarga Mang Udin setelah pekerjaan di sawah khususnya penanaman selesai.

, Pak Uhir memberikan lahan seluas 1500 m2 untuk digarap Mang Udin pada tahun 1970 setelah melihat kesungguhan Mang Udin bekerja. Bapaknya menyerahkan pengelolaan sawah dan kebun kepada Mang udin ketika Pak Uhir mulai sakit-sakitan pada tahun 1975 dengan demikian Mang Udin menjadi tulang punggung keluarga yang mencari uang untuk dapat menyekolahkan adik-adiknya. Sebenarnya Mang Udin mempunyai seorang kakak laki-laki namun kakaknya itu lebih sering meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di luar desa.

Mang Udin menikah dengan Bi Isah, warga Kampung Seuseupan Desa Karacak pada tahun 1980. Pernikahan dengan Bi Isah melahirkan 4 orang anak, namun yang ada kini tinggal 3 anak perempuannya yaitu Laila (26 tahun), Nur (19 tahun) dan Ila (15 tahun). Kini ia tinggal bersama istri dan anak bungsunya.

Riwayat Kebun Campuran Mang Udin

Mang Udin mempunyai sawah, warisan dari orangtuanya, seluas 2500 m2. Mang Udin bercocok tanam padi di sawah sebanyak 2 kali dalam 1 tahun. , Jumlah panen padi yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok keluarga selama 2-3 bulan setiap kali panen. Untuk pemenuhan kebutuhan pokok selama 1 tahun Mang Udin mengelola kebun campurannya.

Mang Udin memiliki kebun milik pribadi seluas 1500 m2. Selain mengelola kebun tersebut mang Udin juga mengelola kebun milik keluarga, lumbung, seluas 3,75 hektar yang berada di 2 lokasi yakni di desa Karacak dan di perbatasan antara desa Karacak dan desa Cibeber.

Kebun milik pribadi Mang Udin diberikan oleh orangtuanya pada tahun 1970. Mang Udin diberi sepetak kebun yang luasnya hanya 1500 m2. Lahan tersebut termasuk tanah kongsi yakni tanah yang tidak diakui penduduk saat adanya penertiban kepemilikan lahan pada tahun 1960-an karena tanah tersebut dinilai kurang subur. Karakter lahan tersebut tanahnya merah, tandus bertopografi curam dan vegetasi yang ada hanyalah andam kencring.

Lahan tersebut digarap kemudian oleh Mang Udin dengan tahap pembuatan petakan terlebih dahulu. Pemetakan dimaksudkan agar lahan yang kritis dengan kondisi kemiringan lahan yang curam dapat ditanami dengan membentuk lahan penanaman yang relatif datar untuk penanaman dengan berbagai jenis tanaman baik tanaman palawija maupun pepohonan. Jika petakan tidak dibuat terlebih dahulu maka keberhasilan penanaman akan sulit sekali karena rawan erosi tatkala hujan. Teknologi pemetakan di lahan kering seperti ini diketahui Mang Udin dari bapaknya sendiri. Pemetakan yang Mang Udin lakukan saat itu memanfaatkan kelompok liliurannya. Karena kegiatan pemetakan memerlukan tenaga kerja yang banyak.

Lahan yang 1500 m2 setelah dipetak lalu mang Udin membuat lubang tanam untuk cengkeh yang saat itu tengah menjadi tanaman idola. Sebelum ditanam lubang tersebut diberi jerami padi sebagai pupuk. Cengkeh ditanam di bagian ujung galengan selain itu juga ditanam kecapi. Kecapi dipilih karena daunnya relatif mudah lapuk sehingga baik untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Sementara itu di galengannya ditanami dengan tanaman pisang, ketela dan jagung. Pembuatan petak itu merupakan pekerjaan yang sulit dan jika diburuhkan akan memakan biaya yang tinggi maka petani merasa rugi jika ada lahan yang yang dibiarkan kosong begitu saja. Hal itu berarti selagi lahan masih kosong maka akan dimanfaatkan untuk ditanami. Sehingga dalam petakan yang tersedia petani menanam berbagai jenis.

Mang Udin memutuskan untuk menanam cengkeh meskipun Mang Udin belum berkeluarga dan terbesit dalam pikirannya bahwa cengkehnya nanti untuk masa depan dia dan anak istrinya di kemudian hari. Harapannya bahwa dengan kebunnya yang ditanami cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya kelak.

Ada sebagian tanaman cengkeh Mang Udin terkena penyakit cacar daun pada tahun 1982. Daun-daun pohon cengkeh rontok sehingga mengurangi hasil panen cengkeh. Namun pohon cengkeh yang tersisa tetap dipeliharanya.

Harga cengkeh di pasaran cenderung mengalami penurunan sampai pada tahun 1990 harga 1 kg cengkeh kering mencapai Rp.2.000 bahkan bisa mencapai Rp 1.800. Mang Udin teringat bahwa saat itu bersamaan dengan dibentuknya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang diketuai oleh Tommy Soeharto.

Harga cengkeh yang demikian murah menjadikan cengkeh dinilai tidak lagi layak untuk diusahakan karena keuntungannya yang diterima petani sangat kecil. Biaya upah pemetikan Rp 200 – 300 per 1 kg. Lalu biaya pemisahan cengkeh dari tangkainya untuk 1 kg cengkeh basah Rp 100 – Rp 150. Umumnya untuk menghasilkan 1 kg cengkeh kering diperoleh dari 3 kg cengkeh basah. Dengan demikian total biaya produksi khususnya biaya pemetikan dan pemisahan cengkeh dari tangkainya dari 3 kg cengkeh basah adalah Rp 900 – Rp 1.350. Biaya

produksi tersebut belum memasukan biaya penjemuran. Jika turun hujan saat penjemuran cengkehpun menjadi terkena cendawan dan harga jualnya menjadi lebih murah. Lalu karena harga cengkeh rendah akhirnya perhatian mang Udin dialihkan untuk mengembangkan manggis.

Riwayat Kebun Orang Tua Mang Udin

Riwayat kebun milik orang tua Mang Udin yang kini menjadi kebun lumbung, kebun milik keluarga, berbeda dengan riwayat kebun milik Mang Udin. Hal itu karena kebun lumbung lebih awal dibangun. Mang Udin mengetahui dari bapaknya , Pak Uhir, bahwa kebun milik Pak Uhir seluas hampir 2 hektar yang berlokasi di Kampung Cengal Desa Karacak bayang berada di desa dibangun ketika kakak sulungnya berusia 1 tahun yang ditelusuri itu terjadi pada tahun 1942. Mang Udin tidak tahu pasti bagaimana kondisi awal dari kebun tersebut hanya saja Mang Udin mengetahui jenis pepohonan yang ada di kebun dan cara penanamannya, serta perubahan jenis komoditi yang diunggulkan di kebun milik orangtuanya.

Kebun campuran milik orangtua Mang Udin, selanjutnya disebut kebun lumbung, ditumbuhi dengan jenis karet, durian, manggis, cengkeh, buni, rambutan, kecapi, limus, kemang, petai, jengkol, nangka, kuweni, duku, manii, kelapa, aren. Mang Udin masih ingat orangtuanya menyadap getah karet ketika dia masih duduk di bangku SD. Harga getah karet tidak menarik lagi setelah lulus SD antara tahun 1960-an ke atas hingga tahun 1970-an . Saat itu tidak tahu pasti berapa harga getah karet namun Mang Udin ingat bahwa getah karet pernah mencapai harga 1 kg getah karet basah seharga 3 ringgit atau jika dijadikan rupiah menjadi Rp 7,5. Banyak karet milik orangtuanya Mang Udin ditebangi lalu hasil kayunya dijadikan sebagai kayu bakar, kayu rencek ketika harga karet jatuh .

Cengkeh menjadi primadona di Karacak pada tahun 1970-an karena harga cengkeh saat itu bisa setara dengan harga 1 gram emas, saat itu berharga Rp.10.000,00. Orangtua Mang Udin lalu menanami kebunnya yang masih kosong dengan tanaman cengkeh. Lalu ketika ada program intensifikasi tanaman cengkeh pada tahun 1975-an yang mengenalkan teknik budidaya cengkeh yang semestinya

membuat pak Uhir menebang pepohonan yang berdekatan dengan cengkeh. Hal ini dimaksudkan agar cengkeh dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam ruang tumbuh yang semestinya. Jenis pohon apapun ditebangnya yang dinilai akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan cengkeh. Hanya jenis durian dan petai tidak ditebang meskipun berdekatan dengan cengkeh karena kondisi tajuknya yang di atas dinilai tidak mengganggu tajuk cengkeh. Untuk selanjutnya riwayat kebun menyerupai dengan riwayat kebun milik pribadi Mang Udin. Saat cengkeh tuurn drastis di tahun 1990 maka cengkeh-cengkeh di kebun lumbung inipun ditebang dan beralih ke manggis.

Kebun lumbung Mang Udin yang terdapat banyak pohon manggis dijadikan sebagai demoplot untuk kegiatan riset peningkatkan produktivitas dan kualitas kebun manggis yang dilakukan oleh Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB (PKBT IPB) pada tahun 2001. Penjarangan dilakukan dengan menebang berbagai jenis pohon yang berdekatan dengan manggis. Pada awalnya Mang Udin berkeberatan dengan perlakuan penjarangan ini karena merasa sayang dengan pohon-pohon yang ditebang karena pohon tersebut juga sudah berbuah. Namun setelah mendapatkan penjelasan dan Mang Udin memahaminya bahwa memang dengan rapatnya pepohonan cabang-cabang pohon manggis menjadi banyak yang mati karena berdesakan. Akhirnya Mang Udin sepakat untuk melakukan penjarangan dimaksudkan agar manggis dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kegiatan lainnya adalah memperbaiki kondisi petakan atau terasering, pemupukan, pemangkasan cabang, penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit. Kebun lumbung Mang Udin juga dikelola bersama dengan kakaknya yang dahulu lebih berorientasi bekerja di luar desa saat ini.

Pengelolaan Kebun Mang Udin

Kebun campuran milik orangtua Mang Udin dibangun secara tradisional dahulu. Penanaman dilakukan dengan cara menanam biji langsung ke dalam tanah. Istilah yang sering digunakan penduduk lokal adalah ceb laur , artinya setelah biji ditanam ke dalam tanah lalu dibiarkan begitu saja agar tumbuh sendiri. Biji apapun khususnya biji buah-buahan ditanam di kebun. Penanaman dilakukan

tanpa menggunakan jarak tanam dan tidak ada pemberian tanda pada tanah yang sudah ditanami. Sehingga di setiap kesempatan dan ada biji yang dimiliki maka di lahan-lahan yang nampaknya masih kosong senantiasa ditanam biji-biji pohon. Saat itu yang diharapkan adalah biji-biji tersebut dapat tumbuh menjadi pepohonan yang menghijaukan lahan. Hasil penanaman dengan cara demikian adalah kebun-kebun yang rapat dengan jarak tanam tidak teratur seperti yang masih terlihat saat ini. Jenis manggis ditanam didekat tunggul atau tanaman lain yang sudah ada seperti durian. Hal ini karena manggis relatif lama tumbuh sehingga khawatir saat penyiangan manggis akan tertebas. Sehingga tidak heran jika di beberapa kebun nampak pohon manggis tumbuh berdampingan dengan jenis lain khususnya durian. Kondisi ini memberikan keuntungan saat panen buah durian karena pohon manggis dapat dijadikan sebagai tempat panjatan.

Mang Udin menanam pepohonan dalam kebun umumnya mempertimbangkan 3 hal yaitu 1) pohon tersebut mempunyai nilai jual atau untuk kebutuhan hidup subsisten , 2) dikuasai teknik pembibitannya, dan 3) tersedia bibitnya baik biji maupun anakan alamnya.

Desakan kebutuhan rumah tangga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Harapan terhadap hasil kebun yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga membuat Mang Udin mengembangkan jenis-jenis pohon yang memiliki nilai jual seperti manggis, durian, melinjo, petai, jengkol, cempedak dan pala.

Kebun campuran didalamnya terdapat pepohonan yang bernilai ekonomi. terkadang kebun dijadikan sebagai alat jaminan tatkala Mang Udin membutuhkan uang tunai segera dengan cara meminjam pada orang lain. Dalam sistem gadai ada kesepakatan berapa jumlah yang dipinjam. Selama uang belum dikembalikan maka hasil kebun yang ada sesuai kesepakatan apakah seluruh isi kebun atau hanya jenis-jenis pohon tertentu menjadi milik yang meminjamkan uang. Namun selama gadai berlangsung pepohonan yang ada di kebun tidak boleh ditebang kecuali sesuai kesepakatan untuk pohon manii, puspa dan sengon artinya pohon penghasil kayu boleh ditebang.

Manggis memang menjadi tanaman idola bagi Mang Udin dan petani lainnya kini. Akan tetapi dalam kebun Mang Udin tidak hanya ada manggis

masih ada jenis-jenis lain yang komersil. Kondisi kebun yang terdiri dari beragam jenis ini tetap dipertahankan Mang Udin dengan pertimbangan bahwa produksi buah ditentukan pula oleh kondisi cuaca, jika satu jenis tidak berbuah atau berbuah hanya tidak sesuai harapan maka harapannya jenis lain dapat berbuah dan memberikan penghasilan baginya. Jenis-jenis pohon produktif yang umumnya saat ini terdapat di kebun campuran adalah manggis, durian, melinjo, petai, jengkol dan manii. Sebagian kecil pohon produktif masih ada seperti kuweni, duku, kemang, limus, cempedak, nangka, dan rambutan. Beberapa jenis yang mulai sulit ditemui seperti kecapi, gandaria, kupa, buni, rukem dan kluwek.

Pak Tohir menasehati agar kebunnya ditanami dengan jenis pala karena pala senantiasa berbuah sepanjang tahun. Hingga saat ini setiap bulannya pohon pala diborong oleh pembeli. Strategi penanaman dengan manggis secara bertahap ini berkaitan dengan ketersediaan benih terbatas dan persiapan lahan yang tidak sedikit pengorbanan tenaga dan waktu pengerjaannya. Terbatasnya benih manggis karena saat itu buah manggis sudah laku di pasaran. Penjualan buah manggis dengan sistem borongan menjadikan pemilik kebun terbatas untuk menikmati buah yang besar sehingga terbatas pula menyediakan biji manggis untuk disemaikan. Persiapan lahan berupa pemetakan memerlukan tenaga dan waktu yang tidak sedikit. Pemetakan secara bertahap dilakukan dengan sistem liuran

Mang Udin sekeluarga, ibunya, istrinya dan anak-anaknya menyiapkan manggis yang akan dijual esok harinya saat musim manggis tiba di setiap malam. Manggis disusun dalam toros seperti cincin yang bertingkat. Dalam 1 tingkatan terdapat 5 mangggis diikat mebentuk lingkaran. Lingkaran manggis tersebut disusun ke atas sebanyak 5. Dalam 1 toros itu terdapat 25 buah manggis. Esok paginya setelah shalat subuh Mang Udin membawa manggis-manggis tersebut dengan cara dipikul untuk dijual di pasar leuwiliang. Manggis dijual secara eceran biasanya siang hari Mang Udin kembali pulang ke rumah.

Intensifikasi Kebun

Mang Udin menilai bahwa tidak ada masalah dalam pengelolaan kebunnya khususnya pohon manggis yang menjadi komoditi unggulan. Hal itu sebelum ada Program Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Kebun Manggis yang dilaksanakan oleh PKBT IPB Biasanya sejak umur 8-10 tahun pohon manggis mulai belajar berbuah. Satu pohon manggis umumnya dapat menghasilkan 20 – 50 kg setiap tahun sekali pada musim buah. Begitu pula dengan jenis lainnya Setiap tahun pepohonan penghasil buah berbuah. Dua hingga tiga tahun sekali umumnya terjadi panen raya buah-buahan. Saat panen raya dimana semua jenis pohon penghasil buah berbuah bersamaan dan sehingga hasil kebun berupa produksi buah melimpah.

Mang Udin memahami bahwa produksi buah manggis dan buah jenis lainnya akan tergantung pada kondisi cuaca. Jika saat masa pembungaan seringkali turun hujan maka banyak bunga gagal menjadi buah. Sebaliknya jika saat pembungaan tidak banyak hujan turun maka banyak bunga yang berhasil menjadi buah. Dari pengamatan Mang Udin selama ini bahwa panen raya manggis biasanya terjadi setiap tiga tahun sekali. Sementara panen raya durian biasanya terjadi dua tahun sekali.

Ketika PKBT-IPB datang untuk melakukan riset dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas manggis, kebun keluarga Mang Udin dijadikan sebagai demoplot karena di kebunnya itu banyak terdapat manggis selain jenis-jenis lainnya. Itu dilakukan setelah Mang Udin mendapatkan penyuluhan tentang budidaya manggis yang tepat. Mang Udin menyadari bahwa manggis di kebunnya tertanam dengan jarak yang sangat rapat baik antar jenis maupun dengan jenis lainnya. Pola tanam seperti ini terbentuk karena dahulu secara tradisional orangtua menanam biji langsung di lapangan tanpa jarak tanam teratur. Manggis ditanam di dekat pohon atau tunggul pohon yang sudah ditebangi. Ini dilakukan agar manggis tidak tertebas saat penyiangan karena pertumbuhan manggis relatif lebih lama dibandingkan dengan rumput.

Mang Udin memahami bahwa dengan jarak tanam yang sangat rapat akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan cabang-cabang pohon manggis

menjadi tidak optimal sehingga berpengaruh terhadap produksi buahnya yang juga tidak optimal.

Akhirnya Mang Udin dengan mendapatkan pendampingan dari PKBT-IPB membenahi kebunnya. Beberapa jenis pohon termasuk jenis manggis yang berdekatan dengan manggis ditebang agar manggis tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain pembenahan jarak tanam, manggis juga diberi pupuk kandang dan pupuk organik agar produksi buah dan kualitas buah meningkat. Teras-teras juga diperbaiki. Dahulu pohon ditanam dipinggir teras karena bagian pinggir teras tersebut adalah lapisan topsoil yang relatif subur dibandingkan lapisan subsoil. Namun tampak bahwa perkembangan menjadi tidak seimbang. Akhirnya teras-teras diperbaiki sehingga pohon-pohon berada di tengah teras bukan di bagian pinggir.

Upaya pembenahan kebun ini bagi Mang Udin merupakan upaya untuk meningkatkan produksi manggis. Mang Udin merasakan bahwa kebutuhan hidup keluarganya dirasakannya dari waktu ke waktu semakin meningkat, harapannya kebutuhan tersebut dapat dipenuhi sebagian dari hasil kebun.

Upaya intensifikasi kebun ini berimplikasi terhadap curahan waktu dan tenaga yang dikorbankan untuk pengelolaan kebun. Itu disadari bahwa jika dahulu paling sering 1 kali setahun penyiangan dilakukan namun kini frekuensi penyiangan meningkat menjadi 2 kali setahun. Intensifikasi bukan hanya peningkatan frekuensi penyiangan akan tetapi juga pembuatan lubang tanam, pembibitan, pemupukan dan pemanenan.

Hasil dari upaya intensifikasi kebun khususnya tanaman manggis ini tidak dapat diketahui secara pasti oleh Mang Udin. Karena Mang Udin terbiasa memanen buah manggis dengan sistem borongan kepada tengkulak. Namun yang diketahui Mang Udin bahwa ada peningkatan kualitas buah manggis yang dahulu kebanyakan tampilan buah nampak kusam, burik namun setelah diintensifikan ada sebagian manggis yang nampak kulit buahnya bersih.

Kebun lumbung ini meskipun kedua orangtuanya sudah meninggal namun kebun tidak dibagi-bagikan. Kebun tetap dijaga utuh namun dikelola oleh Mang Udin bersama kakaknya yang sebelumnya bekerja di luar desa. Dalam benak

Mang Udin ada kekhawatiran saudaranya terutama yang tidak tinggal di desa akan menjual kebun hasil pembagian warisan. Padahal dia teringat dengan pesan orangtuanya untuk tetap memelihara kebunnya. Oleh karena itu bersama kakaknya mereka menjaga keutuhan kebun itu dan ketika kebun panen raya maka hasil kebun dibagikan kepada semua saudara kandungnya.

Penebangan Pohon di Kebun Campuran

Sebenarnya penebangan pepohonan di kebun campuran telah dilakukan oleh pemilik kebun sejak dahulu. Pak Uhir biasanya mendatangi tengkulak kayu menjual sengon, kayu manii, puspa. Uang penjualan kayu tersebut diperuntukkan biaya pendidikan adik-adik Mang Udin yang bersekolah di Cibadak, Sukabumi. Selain sengon Pak Tohir pernah juga menebang pohon durian yang terkena petir sehingga tidak produktif lagi.

Belum lama ini pada tahun 2007 Mang Udin menebang pohon durian di kebun lumbung. Tujuan penebangan pohon durian ini adalah untuk membeli kebun di Ciawi Tali, di perbatasan Desa Karacak dan Desa Cibeber. Sebanyak 11 pohon durian ditebang para tengkulak kayu. Total pendapatan dari penjualan 11 pohon durian mencapai 15 juta. Keputusan menebang pohon durian ini sebelumnya dibicarkan dahulu dengan kakak-kakaknya nya dan adiknya yang masih tinggal di desa. Hasil penjualan kayu durian ini digunakan untuk membeli kebun seluas kurang lebih 1 ha berdekatan dengan kebun lumbung yang sudah ada sebelumnya di sana.

Koperasi Pasar Baru Manggis

Pada tahun 2006 Mang Udin masuk menjadi anggota Koperasi Unit Usaha Al Ikhsan. Meski dahulu berdasarkan pengalamannya menimbulkan persepsi negatif terhadap koperasi namun setelah mendengar penjelasan pengurus Koperasi Unit Usaha ,yang sebagian besar adalah pengajar di sekolah yayasan AL Ikhsan yang berlokasi di Kampung Darma Bakti, akhirnya Mang Udin mendaftarkan diri untuk menjadi anggota koperasi tersebut. Kini pengelolaan kebun manggisnya

berada dalam manajemen Pengelolaan Kebun Bersama dalam koperasi. Manfaat yang dirasakan mang Udin menjadi anggota koperasi adalah harga manggis yang ditawarkan koperasi lebih tinggi dibandingkan ke tengkulak. Selain itu adanya pemberian subsidi berupa pemupukan. Menurut rencana akan dikembangkan sistem “Dana Talangan Panen”. Dana ini dibagikan (dipinjamkan) kepada para anggota lalu petani membayarnya dengan hasil panen. Pembayaran pinjaman petani berdasarkan hasil pendapatan dari manggis. Jika belum berhasil melunasi dari manggis, maka bisa ditunda untuk tahun berikutnya pelunasan tersebut.

Pertimbangan Memilih Manggis

Buah durian yang matang biasanya akan jatuh dari pohonnya dan dapat diambil oleh orang lain. Pemilik pohon seringkali tidak mengetahuinya. Mang Udin mensiasati buah durian yang hilang dengan cara mengikat buah-buah durian agar ketika matang tidak jatuh. Upaya pengikatan juga tidak berhasil karena