• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data prevalensi defisiensi vitamin D pada WUS di berbagai negara negara Eropa, Amerika, dan Asia (Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, India, Jepang dan Hongkong) bervariasi dari 42%-90%. Sampai saat ini sangat jarang dilakukan tentang prevalensi defisit vitamin D apalagi spesifik pada pekerja WUS. Dari beberapa studi yang ada, misalnya Oemardi et al. (2007) menemukan prevalensi defisit vitamin D sebesar 50% pada wanita berusia 45-55 tahun, sedangkan penelitian Setiati (2008) yang melibatkan 74 subjek penelitian wanita berusia 60- 75 tahun menemukan defisiensi vitamin D cukup tinggi yaitu 35.1%. Hasil penelitian kolaborasi antara Indonesia dan Malaysia pada 504 Wanita Usia Subur (WUS) berusia 18-40 tahun mendapatkan rata-rata konsentrasi serum 25(OH)D sebesar 48 nmol/L dengan prevalensi defisiensi sebesar 63% (Green et al. 2008).

Wanita pekerja merupakan bagian dari WUS yang perlu mendapatkan perhatian karena rentan terhadap masalah gizi terkait dengan peran fisiologisnya yaitu melahirkan dan menstruasi. Selain itu pekerja wanita seringkali jarang terpapar dengan sinar matahari. Hal ini terkait dengan jam bekerja dimulai dari pagi hingga sore hari dan bekerja di dalam ruangan tertutup sehingga berisiko terjadinya kekurangan vitamin D yang didapatkan dari sinar matahari (Looker et al. 2008). Selain itu faktor yang menyebabkan defisiensi vitamin D meliputi gaya hidup yang cenderung menghindari matahari, penggunaan sunblock, rendahnya asupan makanan kaya vitamin D. Defisiensi vitamin ini dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan sintesis vitamin D melalui fortifikasi makanan, pemberian suplementasi vitamin D dan melalui pajanan sinar matahari (Holick 2007).

Paparan sinar matahari merupakan sumber vitamin D yang paling baik dan tidak terdapat kasus intosikasi vitamin D akibat oleh paparan sinar matahari berlebihan (Holick 1988). Orang-orang yang tinggal dekat ekuator yang terpapar sinar matahari tanpa menggunakan pelindung sejenis sunblock, tabir surya memiliki konsentrasi serum 25(OH)D di atas 30 ng/mL (Kauffman 2009).

Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan penurunan efisiensi penyerapan kalsium dan posfor sehingga meningkatkan level PTH. Selain itu studi terbaru, defisit vitamin D meningkatkan risiko terjadi diabetes melitus tipe 2, gangguan kardiovaskular yang disebabkan hipertensi, obesitas dan gangguan profil lipid. Kekurangan vitamin D berkaitan dengan insulin resisten, diabetes melitus,

disfungsi sel β, penakit autoimun, arthritis, multipel sclerosis, kanker kolon, kanker payudara, kanker prostat, hipertensi dan penyakit kardiovaskular (Stroud et al.

2008).

Hanwell et al. (2010) pada penelitiannya membuktikan bahwa rata-rata serum 25(OH)D pada pekerja rumah sakit lebih tinggi pada musim panas daripada musim dingin dengan nilai serum 25(OH)D masing-masing 58.6 ± 16.5 nmol/L dan 38.8 ± 29.0 nmol/L. Demikian pula dengan hasil penelitian Pilz et al. (2012) yang meneliti 111 penderita hipertensi berusia 34-64 tahun di Austria yang diberi pajanan

matahari. Hasilnya menunjukkan adanya dapat meningkatkan serum 25(OH)D lebih tinggi di musim panas dibandingkan musim dingin.

Dengan meningkatnya jumlah WUS yang bekerja di dalam ruangan, penggunaan tabir surya dan peningkatan penggunaan angkutan umum juga telah membatasi waktu kegiatan di luar ruangan diperkirakan angka defisiensi vitamin D di Indonesia semakin meningkat. Upaya yang dilakukan hanya mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D, yang biasanya harganya mahal dan makanan sumber vitamin D terbatas. Sampai saat ini penelitian yang memberikan paparan sinar matahari pada kelompok WUS untuk memperbaiki dan mempertahankan serum 25(OH)D belum pernah dilakukan di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah paparan sinar matahari dapat memperbaiki status vitamin D, yang berdampak pada perbaikan tekanan darah dan profil lipid (K-total, K-LDL, K-HDL dan trigliserida) pada pekerja WUS.

Metode Desain, tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Kantor Sekretariat Daerah Kab. Bogor Jawa Barat pada 21 wanita sehat usia subur dari bulan Februari-Juni 2013. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian pre-post tanpa kelompok kontrol. Intervensi yang dilakukan adalah pemberian paparan sinar matahari selama 30 menit, 3 kali seminggu selama 12 minggu.

Populasi dan subjek penelitian

Populasi penelitian adalah wanita pekerja berusia 30-45 tahun yang bekerja di Kantor Sekretariat Daerah Kab. Bogor. Jumlah minimal subjek penelitian yang ditetapkan untuk penelitian ini menggunakan asumsi bahwa α= 5% (Zα= 1.96);

power of test=90% (Zβ=1.28); SD= 0.44, d=0.5 (Major et al. 2007), sehingga diperoleh jumlah minimum sampel 16 orang. Untuk antisipasi adanya subjek yang

drop out, maka jumlah sampel ditambah 30 persen, maka jumlah sampel minimal adalah 21 orang.

Daftar keseluruhan wanita usia subur berusia 30-45 tahun di Sekda Kab. Bogor yang diperoleh dari Bagian Kepegawaian Sekda Kab. Bogor sebanyak 55 orang. Penentuan subjek terpilih untuk mengikuti intervensi ditetapkan berdasarkan kriteria awal penapisan ditambah dengan jika salah satu dari profil lipidnya tidak normal. Berdasarkan kriteria tersebut terpilih 33 calon subjek penelitian dan terjadi

drop out sebanyak 12 orang, sehingga di akhir penelitian yang mempunyai data lengkap berjumlah 21 orang. Alasan drop out 12 orang adalah 4 orang tidak bersedia mengikuti intervensi karena sering dinas keluar, 3 orang tidak hadir saat pengambilan darah terakhir, 3 orang sakit tipus, dan 2 orang karena data tidak lengkap.

Untuk kegiatan pemberian paparan sinar matahari, dilakukan serangkaian proses seleksi dengan kriteria inklusi yaitu sehat, tidak sedang hamil atau menyusui, telah menikah, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak sedang menjalani diet, salah satu profil lipid darah tidak normal (K-total >200 mg/dL, K-LDL >130 mg/dL, trigliserida >150 mg/dL, K-HDL <50 mg/dL. Kriteria eksklusi adalah menderita penyakit infeksi dan belum menikah. Calon subjek penelitian diminta kesediaannya

untuk mengikuti penelitian hingga selesai dengan menandatangani informed consent.

Pelaksanaan paparan sinar matahari

Intervensi yang diberikan adalah paparan sinar matahari. Subjek diminta untuk memajankan wajah dan kedua lengan di bawah sinar matahari selama 30 menit dari pukul 09.00 sampai dengan 09.30, dilakukan tiga kali dalam satu minggu selama 12 minggu. Subjek diminta untuk tidak menggunakan tabir surya. Selama pemajanan subjek diberikan kegiatan senam (tidak terstruktur) berupa peregangan sehingga tidak membosankan.

Jenis dan cara pengumpulan data

Data karakteristik yang dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner meliputi nama subjek, umur, status pernikahan, tingkat pendidikan formal, lama bekerja, dan kebiasaan asupan suplemen. Data status gizi dengan pengukuran antropometri yang dikumpulkan sebelum dan setelah intervensi, yang meliputi berat dan tinggi badan. Pengukuran tinggi badan (TB) dilakukan di awal penelitian sedangkan pengukuran berat badan (BB) dilakukan awal dan di akhir intervensi. Sebelum pengukuran antropometri subjek diminta mengeluarkan isi saku/kantong baju, tidak mengenakan sepatu, melepaskan jaket. Berat badan pekerja WUS ditimbang dengan menggunakan timbangan injak merek Takana dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran TB menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Status gizi antropometri pekerja WUS ditentukan dengan menghitung Indeks Massa tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan (m2), kemudian dikategorikan menjadi kurus (IMT <18.5), normal (IMT 18.5–24.9), overweight (IMT 25-26.9) dan obesitas (IMT ≥27.0) (Departemen Kesehatan 1996).

Data tekanan darah dikumpulkan di awal dan akhir intervensi oleh dokter menggunakan alat ukur tensimeter. Tekanan darah diukur pada lengan kiri subjek dalam keadaan duduk setelah 10 menit beristirahat. Pengukuran dilakukan dua kali dengan selisih waktu minimal 5 menit, dan kemudian hasil pengukuran dirata- ratakan.

Pengumpulan data asupan makanan dilakukan dengan menggunakan food recall yang diambil 2 hari yaitu satu hari kerja dan satu hari libur sebelum intervensi dan setelah intervensi. Bahan makanan khususnya jajanan yang sering dikonsumsi oleh subjek, peneliti membeli makanan tersebut di warung sekitar tempat kerja subjek. Semua jenis makanan dan berat makanan dimasukkan ke dalam software

Nutrisurvey untuk dihitung energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin D dan kalsium. Khusus untuk vitamin D, peneliti menggunakan Food Composition Database in Japan. Hasil asupan makanan tersebut kemudian dibandingkan dengan AKG 2004 untuk mengetahui kecukupan zat gizi setiap subjek penelitian. Data kualitatif asupan pangan dikumpulkan menggunakan Food Frequency Questionnares (FFQ) yang telah dimodifikasi bahan makanannya merupakan data pendukung kuantitatif diambil satu bulan terakhir untuk menggambarkan frekuensi asupan makan subjek.

Pengambilan sampel darah pada awal dan akhir intervensi dilakukan secara serentak pada pagi hari (pukul 07.30 – 08.30). Subjek diminta untuk tidak makan dan minum sejak pukul 20.00 sampai dengan sebelum pengambilan darah

dilakukan di pagi hari. Sampel darah diambil sebanyak 5 mL melalui pembuluh vena yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (2 orang) dari Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Kota Bogor. Sampel darah diletakkan di dalam

ice box dan segera dibawa ke Laboratorium Kesehatan Kota Bogor untuk dilakukan analisis profil lipid dan kalsium serum. Pemisahan serum dilakukan dengan sentrifuse dan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.

Untuk analisis serum 25(OH)D dilakukan di Laboratorium Hormon Unit Rehabilitasi dan Reproduksi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB menggunakan metode ELISA dengan kit 25(OH)D EIA 5396. Serum disimpan dalam freezer pada suhu -200C sebelum dilakukan analisis secara bersama-sama antara baseline dan endline.

Data biokimia darah meliputi serum 25(OH)D, profil lipid dan kalsium serum. Pengambilan darah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu awal dan akhir intervensi. Sampel darah diambil sebanyak 5 mL melalui pembuluh vena yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (2 orang) dari Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor. Analisis serum 25(OH)D dilakukan di Laboratorium Hormon Unit Rehabilitasi dan Reproduksi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB menggunakan kit 25(OH)D EIA 5396, sedangkan untuk analisis K-total, K-LDL, K-HDL, trigliserida, dan kalsium serum darah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor.

Selama intervensi, setiap awal minggu kepada subjek dibagikan formulir untuk melaporkan (self reported) paparan matahari dan penggunaan suplemen. Selain itu subjek juga diminta mengisi formulir tentang manfaat yang dirasakan, keluhan yang timbul, sakit yang dialami dan obat-obatan yang digunakan. Selama pelaksanaan intervensi, subjek diminta untuk tidak minum suplemen apapun kecuali obat-obatan yang diresepkan oleh dokter.

Pengolahan dan analisis data

Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan SPSS versi 17. Sebelum dilakukan uji statistik lanjut, seluruh peubah hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk statistik deskriptif (rerata, standar deviasi, rentang dan frekuensi).

Uji statistik paired-sample t-test digunakan untuk membandingkan signifikansi peubah parametrik sebelum dan setelah intervensi. Untuk mengetahui hubungan masing-masing asupan zat gizi terhadap perubahan setiap parameter biokimia darah dan tekanan darah dilakukan uji bivariat dengan uji Pearson bila data terdistribusi normal (selisih K-total, LDL, HDL, trigliserida, tekanan darah sistolik dan diastolik, serum 25(OH)D, dan kalsium serum) dan uji korelasi Rank Spearman bila data tidak terdistribusi normal (asupan karbohidrat dan vitamin D).

Hasil dan Pembahasan Hasil penapisan awal

Berdasarkan kriteria awal penapisan, telah ditetapkan individu yang akan menjadi subjek dalam penelitian ini. Sebelum masuk masa intervensi subjek diminta untuk mencatat lama terpapar sinar matahari dan untuk tidak mengkonsumsi suplemen. Apabila mengkonsumsi suplemen diwajibkan untuk

mencatatnya selama masa intervensi. Data mengenai distribusi indeks massa tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik subjek disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Distribusi Indeks Massa Tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum intervensi Variabel Kriteria n % IMT (kg/m2) Kurus Normal Overweight Obesitas 0 13 5 15 0.0 39.4 15.2 45.5 Tekanan darah (mmHg) Sistolik

Normal Pre hipertensi Hipertensi 16 11 6 48.5 33.3 18.2 Diastolik Normal Pre hipertensi Hipertensi 18 7 8 54.5 21.2 24.2 Tabel 10 memperlihatkan bahwa berdasarkan distribusi IMT tidak terdapat calon subjek tergolong kurus, lebih dari 60% subjek memiliki IMT tidak normal yang terbagi menjadi 15.2% overweight dan persentase tertinggi (45.5%) subjek mengalami obesitas. IMT tertinggi subjek adalah 35.2 dan terendah 18.7. Jika dibanding dengan angka nasional berdasarkan Riskesdas 2007 yaitu penderita obesitas pada wanita di atas usia 15 tahun adalah sebesar 23.8%, maka prevalensi obesitas yang ditemukan pada calon subjek penelitian mendekati angka dua kali lipat angka nasional.

Pengukuran tekanan darah pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur sistolik dan diastolik calon subjek penelitian. Hipertensi apabila tekanan darah

sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg. Hasil penapisan pada penelitian ini ditemukan proporsi hipertensi 18.2% berdasarkan tekanan darah sistolik dan 24.2% berdasarkan diastolik. Angka ini masih dibawah angka hasil Riskesdas 2007 sebesar 29.8%. Hasil penelitian Aghamohammadzadeh dan Heagerty (2012) menyebutkan bahwa keadaan obesitas berkorelasi dengan peningkatan tekanan darah.

Di Indonesia, penderita hipertensi jumlahnya terus meningkat. Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 menunjukkan proporsi hipertensi penduduk usia 25 tahun ke atas sebesar 27.8 persen, pada laki-laki 27 persen dan perempuan 29 persen (SKRT 2001). Laporan Riskesdas 2007 menyebutkan bahwa prevalensi nasional hipertensi pada wanita usia 18 tahun ke atas adalah sebesar 31.7 persen (Balitbangkes 2007). Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan meningkatnya umur baik pada laki-laki maupun perempuan. Sebelum umur 35 tahun prevalensi hipertensi pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan terjadi sebaliknya setelah umur 35 tahun atau lebih. Hal ini berarti bahwa penderita hipertensi di Indonesia terjadi pada umur yang lebih muda dibandingkan hasil penelitian di India. Hasil penelitian di India menunjukkan risiko hipertensi meningkat pada kelompok umur 45 tahun atau lebih, pada perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki (Kusuma et al. 2003).

Kadar profil lipid serta prevalensi dislipidemia sebelum intervensi

Tabel 11 menunjukkan distribusi calon subjek penelitian berdasarkan profil lipid sebelum diberikan paparan sinar matahari. Persentase terbesar dari profil lipid yang tidak normal adalah kolesterol total diikuti dengan LDL dan HDL dengan jumlah mendekati 50%, sedangkan untuk trigliserida yang tidak normal persentasenya di bawah 20%. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata kolesterol total dan LDL lebih tinggi dari normal sedangkan rata-rata kolesterol HDL dan trigliserida masih tergolong normal.

Lebih dua per tiga calon subjek penelitian (81.8%) memiliki rasio kolesterol total/HDL normal, namun terdapat hampir separuh calon subjek penelitian (45.5%) memiliki rasio LDL/HDL tergolong tidak normal. Hal ini disebabkan karena rata-rata kadar kolesterol HDL subjek di atas normal yaitu 57.0±30.1 (Tabel 11). Tingginya persentase obesitas dan rasio kolesterol total/HDL pada calon subjek penelitian dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko PJK. Li et al. (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia dan kolesterol HDL rendah pada pekerja disebabkan perubahan pola makan dan kurangnya aktifitas fisik.

Tabel 11 Distribusi subjek berdasarkan profil lipid sebelum intervensi Profil lipid Standar

normal

Rerata±SD Normal Tidak normal

(mg/dL) n % n % K-Total < 200 209.7±36.4 12 36.3 21 63.6 K-LDL < 130 133.0±33.8 14 42.4 19 57.6 K-HDL > 50 57.0±30.1 17 51.5 16 48.5 Trigliserida < 150 108.6±69.3 27 81.8 6 18.2 Rasio K-total/HDL ≤ 5 27 81.8 6 18.2 Rasio LDL/HDL ≤2.5 18 54.5 15 45.5 Karakteristik subjek

Umur subjek berada pada rentang 31 tahun sampai dengan 44 tahun dengan rerata 38.3±3.3 tahun. Rerata berat badan dan tinggi badan subjek sebelum intervensi adalah 56.6±10.5 kg (42.0-82.0 kg) dan 150±1 cm (140-170 cm). Rerata nilai IMT subjek sebesar 25.1±4.2 kg/m2 (18.7-34.1 kg/m2). Berdasarkan IMT tidak satupun subjek yang tergolong kurus, hampir separuh (47.6%) subjek tergolong status gizi normal, dan lebih dari separuh subjek memiliki IMT tidak normal yang terbagi menjadi 42.9% subjek tergolong obesitas dan 9.5% overweight (Tabel 12). Bila dibanding dengan angka nasional berdasarkan Riskesdas 2007 yang menemukan wanita berusia di atas 15 tahun mengalami obesitas sebesar 23.8%, maka prevalensi obesitas yang ditemukan pada penelitian ini hampir dua kali lipat angka nasional, menyebabkan risiko terkena penyakit degeneratif semakin besar.

Nilai rerata berat badan pekerja wanita adalah 56.6 kg dengan berat badan terendah subjek adalah 42.0 kg dan tertinggi 82.0 kg, sedangkan rata-rata tinggi badan subjek 150 cm dengan tinggi badan terendah adalah 140 cm dan tertinggi 170 cm. Status gizi antropometri pekerja wanita diukur dengan menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) (Departemen Kesehatan 1996). IMT merupakan salah satu ukuran antropometri yang digunakan untuk mengukur status gizi yakni dengan

membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan (m2), kemudian dikategorikan menjadi kurus (IMT <18.5), normal (IMT 18.5–24.9), overweight (IMT 25-26.9) dan obesitas (IMT ≥27.0).

Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata IMT subjek 25.1±4.2 kg/m2 dengan IMT terendah 18.7 kg/m2 dan tertinggi 34.1 kg/m2. Berdasarkan IMT tidak satupun subjek yang tergolong kurus, hampir separuh (47.6%) subjek tergolong status gizi normal, dan lebih dari separuh subjek memiliki IMT tidak normal yang terbagi menjadi 42.9% subjek tergolong obesitas dan 9.5% overweight. Bila dibanding dengan angka nasional berdasarkan Riskesdas 2007 yang menemukan wanita berusia di atas 15 tahun mengalami obesitas sebesar 23.8%, maka prevalensi obesitas yang ditemukan pada penelitian ini hampir dua kali lipat angka nasional, yang menyebabkan risiko terkena penyakit degeneratif semakin besar.

Tabel 12 Karakteristik subjek sebelum perlakuan

Variabel Rerata±SD Kriteria n %

Usia (tahun) 38.3±3.3 30-34 35-39 40-44 3 13 5 14.3 61.9 23.8 IMT (kg/m2) 25.1±4.2 Kurus Normal Overweight Obesitas 0 10 2 9 0.0 47.6 9.5 42.9 K-total (mg/dL) 210.0±27.1 Normal Tidak normal 8 13 38.1 61.9 K-LDL (mg/dL) 134.4±24.3 Normal Tidak normal 10 11 47.6 52.4 K-HDL (mg/dL) 54.6±10.4 Normal Tidak normal 9 12 42.9 57.1 Trigliserida (mg/dL) 104.6±59.1 Normal Tidak normal 18 3 85.7 14.3 Rasio koles/HDL 4.0±0.9 Normal

Tidak normal 20 1 95.2 4.8 Rasio LDL/HDL 2.6±0.7 Normal Tidak normal 14 7 66.7 33.3 Serum 25(OH)D (ng/dL) 15.7±4.1 Defisiensi Tidak cukup Cukup 3 14 4 14.3 66.7 19.0 Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa profil lipid subjek sebelum intervensi, terlihat bahwa rata-rata serum kolesterol total dan LDL lebih tinggi dari normal sedangkan rata-rata trigliserida dan HDL masih tergolong normal. Jika dilihat dari besarnya persentasi profil lipid, terlihat bahwa lebih dari separuh jumlah subjek memiliki kadar K-total di atas normal, sedangkan K-LDL yang tergolong normal mendekati separuh jumlah responden. Sementara trigliserida dan K-HDL yang tergolong normal lebih dari separuh responden. Lebih dua per tiga subjek penelitian (85.7%) memiliki rasio K-total/HDL normal, namun terdapat lebih sepertiga subjek (38.1%) memiliki rasio K-LDL/HDL tergolong tidak normal.

Tingginya persentase obesitas dan rasio K-LDL/HDL pada calon subjek penelitian dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko PJK.

Asupan dan tingkat kecukupan zat gizi

Nilai rerata asupan energi dan zat gizi yang diukur pada pekerja wanita untuk energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin D dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 13. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk keenam macam zat gizi tersebut adalah energi 1800 kkal, protein 50 gram, lemak 48 gram, karbohidrat 292.5 gram, vitamin D 5 µg (200 IU) dan kalsium 800 mg (LIPI 2004).

Tabel 13 menunjukkan rata-rata asupan zat gizi subjek sebelum dan setelah intervensi. Persentase perbandingan antara asupan dengan angka kecukupan gizi atau %AKG. Kecukupan energi subjek baik sebelum maupun setelah intervensi masih jauh dari kecukupan, dimana rata-rata kecukupan sebelum intervensi sebesar 59.1% (22.1% - 101.6%) dan setelah diberikan intervensi 75.1% (47.2% - 112.6%). Hasil perhitungan % AKG makro pada pekerja wanita untuk energi termasuk kategori kurang. Rerata asupan energi meningkat dari 1065 kalori sebelum intervensi menjadi 1352 kalori setelah intervensi. Hampir seluruh subjek mengkonsumsi nasi sebagai sumber utama energi. Hasil uji t memperlihatkan bahwa ada perbedaan nyata sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

Tabel 13 Asupan zat gizi sebelum dan setelah intervensi

Asupan Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohirat (g) Vitamin D (µg) Kalsium (mg) Sebelum 1065 36.3±13.4 37.2±15.0 175±166 1.3±2.4 229±150 Setelah 1352 45.0±9.3 58.3±18.8 208±124 1.0±2.4 249±175 p value 0.000 0.003 0.000 0.472 0.141 0.67

1) t-test berpasangan (p<0.05 ada perbedaan nyata sebelum dan setelah intervensi)

Tabel 13 juga menunjukkan bahwa kecukupan protein sebelum dan setelah pemberian paparan sinar matahari berbeda signifikan, meskipun masih di bawah Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (72.6% dan 90%). Kisaran AKG sebelum intervensi (19.6% - 116%) lebih rendah dibanding setelah intervensi (54.6% - 123.2%). Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Indriani et al. ( 2011) yang menemukan kecukupan protein pada pekerja wanita sebesar 107%. Rata-rata asupan protein sebelum (36.3 gr) dan setelah intervensi (45.0 gr) lebih rendah bila dibanding hasil kajian Riskesdas 2010 pola asupan penduduk Indonesia berdasarkan asupan protein 9-14% total energi (48.4 g/hari- 75.3 g/hari). Kemungkinan masih belum tercapainya pemenuhan AKG protein karena masih kurangnya asupan sumber protein hewani. Pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur ayam, dan ayam, sedangkan daging, dalam sebulan terakhir tidak dikonsumsi oleh subjek.

Asupan lemak sebaiknya tidak lebih dari 25% asupan total energi. Jika AKG energi adalah 1800 Kkal, sebaiknya tidak lebih 25% dari AKG adalah 50 gram lemak sehingga rata-rata asupan subjek sebelum intervensi sebesar 37.2 g lemak memenuhi sekitar 77.5% AKG lemak atau 18.6 % dari total energi AKG. Jika dibanding dengan asupan rata-rata subjek, sebelum intervensi asupan lemak di atas 25% total energi, sementara setelah intervensi meningkat mendekati 29.15% total energi. Asupan lemak setelah intervensi pada penelitian ini hampir sama dengan

temuan Riskesdas 2010 yang melaporkan bahwa pola asupan lemak penduduk Indonesia sekitar 24-36% dari total energi. Hasil penelitian Adachi et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat tren peningkatan kadar kolesterol darah seiring dengan tren peningkatan asupan protein dan lemak di Jepang selama 50 tahun.

Kecukupan karbohidrat sebelum dan setelah intervensi tidak berbeda bermakna, meskipun pada setelah intervensi terlihat sedikit lebih tinggi. Pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) disebutkan bahwa kebutuhan karbohidrat sebesar 65% total energi atau sebesar 292.5 g/hari wanita 30-49 tahun. Jika dibandingkan dengan angka ini, maka persentasi asupan karbohidrat subjek sebelum intervensi 59.9% total energi dan setelah intervensi meningkat menjadi 70.9% total energi.

Kecukupan vitamin D baik sebelum maupun setelah intervensi tidak berbeda bermakna (p>0.05) dan masih jauh dari angka kecukupan, dimana rata-rata kecukupan sebelum intervensi sebesar 26.0% dan setelah intervensi 20%. Sebagian besar subjek tidak mengkonsumsi sumber vitamin D pada produk makanan, dikarenakan sumber vitamin D pada makanan sangat terbatas. Ditemukan subjek dengan asupan vitamin D di atas AKG, yang diperoleh dari suplemen yang dikonsumsi setiap hari oleh subjek penelitian. Berdasarkan hasil food recall sumber utama vitamin D yang dikonsumsi oleh subjek adalah telur ayam, daging sapi, energen, yogurt, susu bubuk, susu high calcium low fat, keju dan kuning telur.

Kecukupan gizi kalsium tergolong sangat rendah di bawah 35%. Rendahnya asupan kalsium subjek disebabkan kurangnya dalam mengkonsumsi pangan hewaninya yang merupakan sumber kalsium utama seperti susu dan ikan teri. Berdasarkan hasil wawancara menggunakan FFQ, pangan sumber kalsium yang sering dikonsumsi subjek adalah tempe (85.7%) dan tahu (71.4%).

Status serum 25(OH)D dan kalsium serum sebelum dan setelah intervensi Kepatuhan subjek untuk mengikut intervensi terkategori rendah, diperoleh rata-rata kepatuhan 50.3%, dengan persentase terendah 22.2 persen dan tertinggi 97.2 persen. Alasan subjek tidak mengikuti intervensi secara rutin adalah dinas, rapat, sakit, dan ada anggota keluarga yang sakit.

Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak, yang sumber utamanya

Dokumen terkait