• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPIS PERTAMA

2.5 Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

Tujuan program pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit adalah untuk melindungi pasien, petugas dan pengunjung. Program pencegahan dan pengendalian infeksi dapat tercapai perlu dilakukan perencanaan secara rinci dalam membuat strategi dan langkah yang memerlukan koordinasi dari banyak pihak, baik individu, bagian maupun unit pelayanan di sarana kesehatan tersebut. Program harus dijabarkan secara tertulis dan menjadi dasar perencanaan pencegahan dan pengendalian infeksi serta memuat unsur standar akreditasi rumah sakit rumah sakit dan juga ketentuan pemerintah yang berlaku (Depkes RI, 2001).

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di rumah sakit menurut Scheckler dkk, 1998; Palmer, 1984; Kemenkes RI, 2011; Depkes RI, 2004; Depkes, 2008; dan Perdalin, 2015 yaitu :

1. Jejaring surveilans infeksi di rumah sakit

Surveilans infeksi rumah sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus-menerus, dalam mengumpulkan, identifikasi, analisa dan interpretasi dari data kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam

perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

Adapun tujuan surveilans infeksi rumah sakit terutama adalah : a. Mendapatkan data dasar infeksi rumah sakit

Dengan demikian dapat diketahui berapa resiko yang dihadapi oleh setiap psien yang dirawat di rumah sakit. Sebagian besar (90-95%) dari infeksi rumah sakit adalah endemik dan ini di luar dari KLB yang dikenal. Kegiatan surveilan ditujukan untuk menurunkan laju angka endemik tersebut.

b. Menurunkan laju infeksi rumah sakit

Dengan surveilans ditemukan faktor resiko infeksi rumah sakit yang akan diintervensi sehingga dapat menurunkan laju angka infeksi rumah sakit.

Untuk mencapai tujuan ini surveilans harus didasarkan cara penggunaan data, sumber daya manusia dan dana yang tersedia.

c. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi rumah sakit

Bila laju angka dasar telah diketahui, maka kita dapat segera mengenali bila terjadi suatu penyimpangan dari laju angka dasar tersebut, yang mencerminkan suatu peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (outbreak) dari infeksi rumah sakit.

d. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan penanggulangan

Data surveilans yang diolah dengan naik dan disajikan secara rutin dapat menyakinkan tenaga kesehatan untuk menerapkan Pencegahan dan

Penangglangan Infeksi (PPI). Data ini dapat melengkapi pengetahuan yang didapat karena lebih spesifik, nyata dan terpercaya. Umpan balik mengenai informasi seperti itu biasanya sangat efektif dalam menggiring tenaga kesehatan untuk melakukan upaya PPI RS.

e. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPIRS

Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans serta upaya pencegahan dn pengendalian telah dijalankan, maka masih diperlukan surveilans secara berkesinambungan guna menyakinkan bahwa permasalahan yang ada benar-benar telah terkendali.

f. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan

Penatalaksanaan pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan mencegah penularan infeksi serta menurunkan angka resistensi terhadap antimikroba akan menurunkan angka infeksi rumah sakit. Surveilans yang baik dapat menyediakan data dasar pendukung rumah sakit dalam upaya memenuhi standar pelayanan rumah sakit.

g. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS

Surveilans infeksi rumah sakit merupakan salah satu unsur untuk memenuhi akreditasi RS yaitu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

Jenis – jenis infeksi rumah sakit yang didata surveilans yaitu : a. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)

Infeksi Aliran Darah Primer merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya mikroba melalui peralatan yang masuk langsung ke sistem pembuluh darah yang biasa di sebut juga Blood Steam Infection (BSI)

Contohnya adalah pemasangan vena sentral, vena perifer, hemodialisa.

b. Infeksi Saluran Pernafasan/ Pnemonia/ Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Infeksi saluran nafas bawah yang mengenai parenkim paru akibat pemasangan alat dengan tirah baring lama. Contohnya adalah pemasangan enteral feeding, prosedur suction, pemasangan ventilator.

c. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluarn kemih murni (urethra dan permukaan kandung kemih) atai melibatkan bagian yang lebih dalam dari organ - organ pendukung saluran kemih (ginjal, ureter, uretra, kandung kemih). Populasi utama surveilans adalah pasien yang terpasang kateter menetap.

d. Infeksi Luka Operasi (ILO)

Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan implant dan diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi.

2. Membuat kebijakan dan prosedur

Kebijakan dan prosedur harus didasarkan kepada pengukuran pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial yang valid secara ilmiah serta memiliki pengaruh positif untuk proses pencegahan infeksi nosokomial. Kebijakan dan prosedur yang disediakan secara umum pada 2 (dua) tingkatan yaitu :

a. Hal – hal yang diketahui secara luas oleh organisasi dan dapat diaplikasikan oleh seluruh pemberi pelayanan

b. Kebijakan dan prosedur dapat diaplikasikan pada sebuah tempat fasilitas kesehatan. Kebijakan dan prosedur tersebut terdiri dari menjamin ketepatan dan kelayakan kebijakan dan prosedur, memantau dan mengawasi kepatuhan terhadap kebijakan, pedoman dan persyaratan akreditasi, dan mengutamakan kesehatan petugas. Petugas yang bekerja pada pelayanan kesehatan sering terpapar kepada penyakit infeksi. Mereka juga dapat menularkan atau beresiko menularkan kepada pasien atau petugas kesehatan lainnya.

Depkes RI (2008) kebijakan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang perlu disiapkan oleh rumah sakit adalah :

a. Kebijakan Manajemen

1. Ada kebijakan kewaspadaan isolasi a. Kebersihan tangan (hand hygiene)

b. Alat Perlindungan Diri (APD) : sarung tangan, masker, google (kacamata pelindung), face shield (pelindung wajah), gaun

c. Peralatan perawatan pasien

d. Penangan linen

e. Manajemen limbah dan benda tajam f. Pengendalian lingkungan

g. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen h. Kesehatan karyawan atau perlindungan petugas kesehatan i. Penempatan pasien

j. Hygiene respirasi/ Etika batuk k. Praktek menyuntik yang aman l. Praktek untuk lumbal punksi

2. Ada kebijakan tentang pengembangan SDM dalam PPI 3. Ada kebijakan tentang penggunaan antibiotik yang rasional 4. Ada kebijakan tentang pelaksanaan surveilans

5. Ada kebijakan tentang pemeliharaan fisik dan sarana yang melibatkan tim PPI

6. Ada kebijakan tentang kesehaatan karyawan 7. Ada kebijakan penanganan KLB

8. Ada kebijakan penempatan pasien

9. Ada kebijakan upaya pencegahan infeksi ILO, IADP, ISK, Pneumonia, VAP

b. Kebijakan Teknis

- Ada SPO tentang kewaspadaan isolasi

- Ada SPO kebersihan tangan

- Ada SPO pengunaan Alat Perlindungan Diri (APD) - Ada SPO penggunaan peralatan perawatan pasien - Ada SPO pengendalian lingkungan

- Ada SPO pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen - Ada SPO kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan - Ada SPO penempatan pasien

- Ada SPO hygiene respirasi/ etika batuk - Ada SPO praktek untuk lumbal punksi

- Upaya – upaya pencegahan infeksi dan rekomendasi yaitu kotak sampah untuk benda tajam, tempat sampah untuk limbah medis infekksius dll.

3. Intervensi langsung untuk memutus transmisi penularan penyakit

Upaya pengendalian infeksi nosokomial ditujukan untuk menurunkan laju infeksi. Untuk itu perlu dibuat pilar pedoman standar atau kebijakan pengendalian infeksi yaitu penerapan standar precaution (cuci tangan dan APD) penerapan isolasi precaution, penerapan antiseptik, aseptik, desinfeksi, serta sterilisasi

4. Pendidikan dan pelatihan

Pada dasarnya seluruh petugas kesehatan harus mengetahui mengapa pencegahan infeksi penting. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan merupakan kegiatan untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan petugas dalam mencegah

infeksi. Diharapkan setelah pelatihan setiap petugas mengalami perubahan perilaku dan meningkatnya kesadaran petugas untuk terlibat dalam program pencegahans infeksi. Topik – topik pendidikan dan pelatihan yang akan diajarkan harus terdiri dari : siklus transmisi penyakit, rute penyakit, bagaimana memotong siklus tersebut, penggunaan tindakan kewaspadaan isolasi dalam menangani pasien, metode meminimalkan transmisi penyakit. Bentuk pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer dan video melalui diskusi, tatap langsung serta demonstrasi. Setelah timbul perubahan perilaku dan peningkatan kesadaran pendidikan dan pelatihan dilakukan secara terus – menerus. Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan didalam rumah sakit itu sendiri atau diluar rumah sakit.

Pengembangan pendidikan dan pelatihan dilakukan kepada :

a. Petugas rumah sakit : semua petugas rumah sakit harus mengetahui prinsip pencegahan infeksi.Semua petugas yang berkaitan dengan pelayanan harus mengikuti pelatihan pencegahan infeksi. PPIRS secara berkala melakukan sosialisasi/ simulasi PPI kepada semua petugas, semua karyawan baru, mahasiswa mendapat orientasi PPI

b. Tim pencegahan dan pengendalian infeksi : wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan lanjut Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Memiliki sertifikat pencegahan dan pengendalian infeksi serta mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, lokakarya serta mendapat bimbingan teknis secara berkesinambungan.

Pendidikan dan pelatihan PPI menurut Perdalin (2015) yaitu :

a. Diklat PPI kepada : seluruh staff (dokter, perawat, non medis) serta mahasiswa, PPDS

b. Sosialisasi PPI kepada : pasien, keluarga pasien, pengunjung, dan masyarakat sekitar rumah sakit

5. Penggunaan antimikroba yang rasional

Menjadi pertimbangan khusus dalam pemberian antibiotik karena kesalahan penggunaan antibiotik yang kurang tepat dan mahal akan memberi kontribusi atas masalah yang terus berkembang tentang resistensi antibiotik. Pemberian antibiotik 5 – 7 hari untuk mencegah infeksi setelah bedah tidak berfungsi baik dan ini bukan termasuk penggunaan antibiotik profilaksis. Pengunaan antimikroba yang rasional sebaiknya berdasarkan indikasi, profilaksis (teraupetik) dan empirik (definitif).Di dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi memerlukan koordinasi dari berbagai pihak oleh karena itu diperlukan jalur komunikasi dan garis komando yang tergambar jelas di dalam struktur organisasi dan dikomunikasikan kepada seluruh staf. Hal terpenting dalam melaksanakan semua kegiatan dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi menurut Harley (1985) yaitu pencegahan infeksi sesungguhnya adalah masalah pengawasan dan peningkatan kemampuan manusia bukan membunuh kuman dengan lebih sempurna atau membeli peralatan yang lebih baik.

Gambar 2.4 Program PPI

Sumber : Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (Perdalin, 2015)

Depkes RI (2004) pedoman dasar yang membantu pengelola melaksanakan program agar berhasil mencakup : (a) kebijakan – kebijakan dan prosedur – prosedur tertulis yang dibuat untuk menangani situasi dimana pasien atau staf terpapar dengan resiko infeksi; (b) melakukan orientasi staf sebelum kebijakan, anjuran atau prosedur baru dimulai dan memberikan tindak lanjut pelatihan serta ketika penguatan pengelolaan dibutuhkan; (c) pastikan suplai, peralatan dan fasilitas yng memadai tersedia sebelum dimulai agar dapat memastikan kepatuhan; (d) lakukan kajian ulang secara regular untuk memastikan cukupnya perubahan atau praktik yang dianjurkan, memecahkan masalah – masalah baru dan memberikan ruang atas perhatian staf.

PENGGUNAAN

Kemenkes RI (2013) program akan efektif apabila mempunyai : pimpinan yang ditetapkan, pelatihan staf yang baik, metode untuk mengidentifikasi dan proaktif pada tempat beresiko infeksi, kebijakan dan prosedur yang memadai, pendidikan staf, melakukan koordinasi ke seluruh rumah sakit.

2.6 Faktor – Faktor Keberhasilan Pelaksanaan Program Pencegahan dan