HASIL PENELITIAN
4.4 Hasil Wawancara tentang Implementasi Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSU Methodist Susanna Wesley
4.4.1 Dukungan Manajemen
Implementasi program pencegahan dan pengendalian infeksi agar terlaksana perlu dukungan manajemen khususnya direktur sebagai pimpinan tertinggi di rumah sakit. Dukungan awal yaitu dengan membentuk komite dan tim pencegahan dan pengendalian infeksi. Berikut hasil wawancara dengan beberapa informan yang memberikan jawaban yang sama :
“dukungan manajemen dapat dilihat dari dibentuknya komite PPI tahun 2015 dalam rapat yang dihadiri beberapa kepala bagian beserta dokter dan perawat. Setelah itu dibuat SK Direktur untuk organisasi PPI, ketua komite/tim PPI, sekretaris, anggota komite/tim PPI”(Informan 2)
“kalau saya lihat dukungan manajemen terhadap implementasi PPI sudah ada dukungan dari direktur, makanya direktur membentuk komite untuk PPI bu..dan masing-masing kami yang diangkat kemudian dipanggil oleh direktur untuk diserahkan SK Direktur sesuai dengan peran dalam komite PPI”
(Informan 3)
“saya melihat dukungan manajemen sehingga terbentuk PPI dikarenakan untuk menunjang akreditasi terbaru diperlukan khusus komite PPI sebelumnya akreditasi terakhir versi 2012 yang dinilai INOS selain itu PPI juga sangat penting untuk menekan cost pengobatan pasien.. Komite PPI dibentuk awal Maret tahun 2015 kalau tidak salah, saat manajemen baru diadakan rapat dan atas saran direktur kepada manajemen perlu dibentuk komite dan memilih beberapa orang sebagai komite PPI, kemudian orang-orang yang terpilih tersebut diundang direktur bersama yayasan untuk penyerahan SK” (informan 6)
“Direktur sekarang ini kan masih baru jadi direktur membentuk komite PPI bersama-sama struktural kemudian kami di undang untuk menerima SK dan uraian tugas”(informan 4)
“saya bersama jajaran manajemen dan yayasan membuat rapat untuk membicarakan persiapan pelaksanaan akreditasi, nah..di situ kita sepakat membentuk pokja (kelompok kerja) dan masing-masing harus ada organisasinya, salah satunya PPI. Setelah semua setuju kami memutuskan untuk mengangkat beberapa orang dari unit-unit rumah sakit dan dianggap mampu bekerjasama untuk menempati posisi sebagai komite dan tim PPI dari beberapa nama-nama yang diajukan. Setelah itu saya membuat surat keputusan atas berdirinya organisai PPI dan surat keputusan sebagai yang terpilih namanya. Kemudian nama-nama tersebut diundang dalam rapat untuk penyerahan SK dan uraian tugas”(Informan 1)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa direktur bersama jajaran struktural rumah sakit sudah melakukan perencanaan untuk membentuk organisasi PPI sebagai persiapan untuk akreditasi rumah sakit, kemudian direktur bersama jajaran struktural membentuk komite dan tim PPI di rumah sakit. Memilih beberapa pegawai serta menetapkan menjadi ketua, sekretaris dan anggota. Pegawai yang sudah terpilih diberikan Surat Keputusan (SK) yang mengikat sebagai anggota sah komite PPI dan langsung diserahkan kepada masing-masing komite.
Pernyataan berbeda oleh 2 informan sebagai berikut :
“Yang angkat saya jadi komite PPI oleh tim PPI, itu pun baru 2 bulan ini saya jadi anggota. SK ada tapi saya belum pernah lihat apalagi bacanya”
(Informan 5)
“Dan saya dipilih oleh IPCN sebagai IPCLN untuk survei/mengontrol unit rawat inap digedung B atau Unit Lukas bu.. Penyerahan SK dan uraian tugas saya dikasih IPCN karena saya kan berada dibawah IPCN”(Informan 7) Terdapat 2 jawaban informan yang berbeda dimana informan menyatakan bahwa direktur sudah membentuk komite PPI di rumah sakit. Namun yang memilih dan menetapkan mereka sebagai anggota komite bukan direktur melainkan mereka dipilih oleh ketua dan SK sebagai anggota belum diserahkan.
Dukungan manajemen lainnya yaitu menyediaan anggaran atau dana untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) kepada petugas rumah sakit dan tim PPI.
Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan didalam maupun diluar rumah sakit.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan sebagai berikut :
“Pendidikan dan pelatihan PPI untuk pegawai kami lakukan melalui sosialisasi kadang kami buat di ruang rapat tapi lebih sering di lapangan langsung di unit masing-masing via lisan seperti SPO 5 langkah cuci tangan, etika batuk, pembuangan limbah medis dan non medis.” (informan 1)
Adanya pendidikan dan pelatihan kepada petugas di rumah sakit tampak bahwa sudah ada dukungan pimpinan dalam perencanaan penyediaan anggaran.
Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan petugas dalam mencegah infeksi. Hal tersebut juga sama di sampaikan oleh informan 6 pada pernyataan sebagai berikut :
“Pendidikan dan pelatihan pegawai di rumah lebih sering kami buat dengan sosialisasi saja langsung saya buat dilapangan kalau di ruang rapat kadang susah ngundang pegawai ga mau datang jadi gitulah saya buat langsung di unit pas ga banyak pasien saya sosialisasikan kembali SPO cuci tangan, buang sampah medis dan non medis, etiak batuk, menyuntik yang benar dan APD”( Informan 6).
Selain pendidikan kepada seluruh petugas rumah sakit, direktur juga harus melakukan perencanaan anggaran pendidikan kepada tim sehingga diperoleh tim PPI yang memiliki sertifikat tentang PPI dasar dan lanjutan melalui seminar, lokakarya serta bimbingan teknis secara berkesinambungan. Tujuan pentingnya pendidikan dan pelatihan kepada tim yaitu menambah pengetahuan komite dan tim tentang PPIRS agar dapat melaksanakan program pendidikan dan pelatihan kembali kepada seluruh pegawai medis dan non medis, pasien, keluarga pasien maupun pengunjung di rumah
sakit. Namun tim PPI belum semua pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan di luar rumah sakit. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan menyatakan sebagai berikut :
“Anggota komite dan tim yang sudah pelatihan ke luar masih hanya saya yang lain belum rencana IPCN akan diberangkatkan ke Jakarta khusus untuk pelatihan IPCN, syukurlah karna pelatihan ini sangat membantu penerapan pelaksanaan PPI di rumah sakit kita ini” (Informan 2)
“Saya belum pernah bu ikut pendidikan dan pelatihan keluar tapi kalau pelatihan di dalam sudah pernah yang undang tim PPI”(Informan 7)
“Pendidikan dan pelatihan khusus untuk jabatan saya sekarang ini belum pernah ikut, inilah rencana saya di beri izin ikut pelatihan IPCN di Jakarta sudah lama saya tunggu-tunggu ini, karena PPI ini sangat luas sekali cakupannya, jadi kalau hanya baca buku kadang saya kurang paham. Selama ini belajar sendiri bu dari pedoman Depkes” (Informan 6)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa tim PPI belum seluruhnya pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari luar rumah sakit tentang PPI dasar maupun lanjutan yang berkaitan dengan jabatan dalam tim PPIRS.
Pendidikan dan pelatihan yang sudah dilakukan hanya kepada ketua tim yaitu tentang PPI dan berhubungan dengan jabatan sebagai IPCO. Sedangkan kepada tim yang lain hanya mendapat pendidikan dan pelatihan dari dalam rumah sakit. Hal ini tersebut juga disampaikan oleh informan 1 sebagai berikut :
“Saat ini komite dan tim yang sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan ke luar masih ketua saja tahun lalu ikut workshop, ini rencana IPCN akan kita berangkatkan ke Jakarta untuk mengikuti seminar PPI khusus untuk IPCN.
Belum bisa dilakukan semua kepada komite dan tim sebab biaya sangat mahal jadi yang petugas inti saja kita pilih ikut. Untuk saat ini pendidikan dan pelatihan kita dilakukan di dalam saja dulu oleh tim PPI kepada seluruh pegawai rumah sakit” (informan 1)
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dukungan direktur dalam perencanaan menyediakan anggaran pendidikan dan pelatihan kepada seluruh petugas dan tim PPI sudah ada namun terbatas untuk melakukan pendidikan dan pelatihan diluar rumah sakit kepada tim PPI. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4 Tim PPI yang Sudah Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Diluar Rumah Sakit serta Memiliki Sertifikat PPI
No Pendidikan dan pelatihan Jumlah %
1. Pernah dan memiliki sertifikat 1 10
2. Belum Pernah 6 90
TOTAL 7 100
Sumber : Pedoman Pengorganisasian Komite PPI RSU Methodist Susanna Wesley Dari data di atas bahwa mayoritas informan belum pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan diluar rumah sakit serta belum memiliki sertifikat PPI sebanyak 6 orang (90%) dan 1 orang (10%) informan sudah pernah dan memiliki sertifikat PPI.
Dukungan berikutnya yaitu direktur turut serta melakukan perencanan program PPI, melakukan monitoring pelaksanaan program, evaluasi kebijakan, mengadakan rapat rutin dan menerima pelaporan dari komite PPI. Dilakukan wawancara kepada 7 informan beberapa informan menyatakan sebagai berikut :
“Perencanaan program PPI disusun memang tidak bersama direktur, kami tim PPI yang susun lalu diajukan ke direktur. Selama tahun 2015 dalam menyusun perencanaan program PPI kami didatangkan pembimbing tapi ya gitulah belum sesuai juga karena yang di bimbing kan banyak pokja bukan pokja PPI saja. Setelah program ada kami buat panduan lalu SPO nya kemudian kami bawa ke direktur untuk di sahkan. Monitoring pelaksanaan program dilakukan direktur langsung ke perawat dilapangan, apalagi sudah
dekat akreditasi begini trus direktur menanya perawat tentang SPO cuci tangan, APD dll lah..serta melakukan praktek cuci tangan. Selanjutnya pertemua antara seluruh komite dan tim PPI dengan direktur memang belum pernah ada jadi selama ini rapat dengan direktur hanya saya. Pertemuan rutin hanya untuk undangan rapat evalusi kinerja semua pokja termasuk PPI Selain pertemuan itu direktur juga sering memanggil saya dan IPCN di ruangan kerja direktur untuk membahas evaluasi kebijakan PPI, direktur memberi masukan lalu bersama-sama memngkoreksi beberapa panduan dan kebijakan yang sudah dibuat.” (Informan 2)
“...kami membuat pedoman, kebijakan dan program. Semuanya dilaporkan ke direktur, yang melapor kadang ketua kadang ya saya, disitu direktur mengkoreksi apa yang kami buat kalau ada yang salah kami perbaiki lalu di tunjukkan lagi. Kalau evaluasi kebijakan direktur mengundang ketua komite untuk rapat kinerja pokja PPI sampai saat ini pun pertemuan rutin khusus bersama seluruh anggota komite tidak pernah, beberapa kali pertemuan direktur hanya mengundang ketua tim dan saya saja, tidak pernah mengundang seluruh anggota. Terkadang direktur melakukan edukasi langsung waktu monitoring tentang SPO PPI kepada petugas pada saat direktur meninjau lapangan”(Informan 6)
Dari uraian di atas dapat diketahui direktur belum pernah terlibat dalam melakukan perencanaan program PPI. Perencanaan program PPI dilakukan sepenuhnya oleh tim PPI. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan direktur ikut serta dalam melakukan monitoring pelaksanaan program untuk melihat kepatuhan perawat dalam melaksanakan kebijakan dari Standar Prosedur Operasional (SPO) yang sudah ditetapkan. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi kinerja pokja-pokja akreditasi rumah sakit. Evaluasi dan rapat khusus bersama komite dan tim PPI belum pernah dilakukan, direktur hanya melakukan pertemuan dengan mengundang ketua komite dan IPCN saja untuk melakukan evaluasi kebijakan manajemen dan kebijakan teknis program PPI yang sudah dilaksanakan. Dari dokumen kegiatan rapat atau pertemuan direktur dapat diketahui bahwa pertemuan atau rapat yang dilakukan
direktur kepada seluruh pokja tentang rapat evaluasi pokja-pokja akreditasi untuk mengetahui perkembangan pokja akreditasi dalam melakukan persiapan dokumen-dokumen sesuai dengan pokja-pokja yang akan dinilai.
4.4.2 Struktur Organisasi
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang struktur organisasi menyatakan bahwa informan mengetahui dan mampu menjelaskan susunan struktur organisasi PPI yang sudah ditetapkan di RSU Methodist Susanna Wesley dengan baik.
Gambar 4.1 Struktur Organisasi dan Tata Hubungan Kerja Komite PPI RSU Methodist Susanna Wesley
Sumber : Pedoman Pengorganisasian Komite PPI RSU Methodist Susanna Wesley Setelah komite dibentuk, struktur organisasi sudah disusun dan belum pernah mengalami perubahan. Beberapa kutipan wawancara dengan informan sebagai berikut :
TIM PPI Komite PPI DIREKTUR UTAMA /
DIREKTUR
IPCN
IPCLN
Sekretaris (IPCN)
“Mengenai struktur organisasi komite PPI ada. Struktur organisasi PPI langsung berada dibawah direktur. Komite bertanggung jawab kepada direktur” (Informan 2)
“Struktur organisasi PPI di rumah sakit ini ada yang paling atas adalah direktur, komite PPI, tim PPI kemudian IPCN dan IPCLN” (Informan 3) Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa RSU Methodist Susanna Wesley sudah dibentuk komite PPIRS yang bertanggung jawab langsung ke direktur agar menekan angka infeksi yang terjadi di rumah sakit dengan bertujuan mencegah dan mengendalikan infeksi. Hal tersebut juga sama dengan yang disampaikan oleh informan pada pernyataan berikut ini :
“Struktur organisasi langsung dibawah direktur tidak ada perantara lalu komite PPI, tim PPI, IPCN lalu IPCLN. Komite bertanggung jawab ke direktur. Ketua komite juga sebagai ketua tim itulah IPCO, ada sekretaris komite itulah saya sebagai IPCN.. Di RS kami ini hanya punya 1 IPCN dan 2 IPCLN, anggota tim PPI ada 3 orang. Karna RS kami in masih kecil pasien juga belum banyak tapi pencegahan infeksi kan harus tetap dilaksanakan.
Sebagian anggota komite adalah anggota tim PPI” (Informan 6)
Informan menginformasikan bahwa struktur organisasi PPI sudah terdiri dari komite dan tim PPI Komite terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Sekretaris adalah IPCN rumah sakit. Tim PPI terdiri dari 1 IPCN dan 3 perawat PPI. IPCN sudah dibantu oleh 2 orang IPCLN dari perawat rawat inap.
Pertanyaan diajukan kepada informan mengenai unit yang terlibat di dalam keanggotaan komite PPIRS. Semua informan menjawab seharusnya semua unit terlibat. Namun keterlibatan departemen keperawatan belum ada di dalam komite PPIRS. Pernyataan ini diperkuat dari hasil wawancara :
“Anggota komite diambil dari setiap unit kecuali petugas kebersihan karena mereka didatangkan dari luar. Rumah sakit menyewa petugas kebersihan
outsourching. Sebenarnya harus semua unit di rumah sakit terliba, terutama departemen keperawatan karena secara fungsional pembinaan perawat berada dibawah komando kepala keperawatan, sehingga kepala keperawataharus terlibat langsung alasannya perawat paling sering kontak langsung dengan pasien dan keluarga jadi pengawasannya harus ketat..”(Informan 6)
Pemeriksaan dokumen pengorganisasian PPI RSUMSW tentang keanggotaan komite PPIRS, departemen keperawatan atau staff komite keperawatan tidak termasuk sebagai anggota atau konsulen. Dan dari pengamatan departemen keperawatan tidak dilibatkan didalam komite PPIRS.
Selanjutnya pertanyaan diajukan kepada informan mengenai siapa saja yang ada di dalam komite PPIRS. Ada informan yang menjawab hanya tahu ketua dan sekretaris saja.
“..yang saya tahu ketua komite dan sekretaris saja bu itupun saya tau waktu saya diangkat jadi anggota komite. Kalau anggota yang lain saya gak tau.
Siapa ibu IPCN saya ga tau juga” (Informan 5)
Selain itu ada informan juga menjelaskan bahwa beberapa anggota komite adalah anggota tim PPI. Berikut kutipan hasil wawancara :
“Anggota komite ada yang tidak bekerja lagi tapi belum diganti dikarenakan keterbatasan pegawai. Sebagian anggota komite adalah anggota tim PPI.
Anggota komite ada yang tidak bekerja lagi tapi belum diganti dikarenakan keterbatasan pegawai. Baru-baru ini ada sebagian posisi yang sudah kami masukkan ganti yang sudah tidak kerja lagi. Yang saling berkoordinasi hanya tim PPI, IPCN, IPCLN” (Informan 6)
Berdasarkan hasil wawancara dari informan 6 dapat disimpulkan bahwa sumberdaya manusia untuk mengisi organisasi PPI di RSU Methodist masih terbatas sehingga ada anggota komite juga sebagai anggota tim PPIRS.
Pada pemeriksaan dokumen, struktur organisasi terdapat didalam dokumen pedoman pengorganisasian rumah sakit. Di sekretariat komite PPIRS terpampang gambar struktur organisasi tetapi tidak mencantumkan nama-nama yang menjabat dalam organisasi. Pada pengamatan tidak pernah terlihat seluruh anggota berkumpul.
Hanya ada IPCN yang ada disekretariat komite PPIRS.
Pertanyaan tentang pertemuan atau rapat komite untuk membahas laporan tim PPI, informan menyatakan bahwa belum pernah ada pertemuan atau rapat komite PPIRS.
“...sejak saya jadi anggota PPI belum pernah ikut rapat dengan seluruh komite, saya selalu diundang rapat oleh tim PPI saja bu.. itupun kami membahas tentang surveilans dan monitoring kepatuhan perawat..”(Informan 7)
Dari penelitian dokumen program kerja PPI tidak dijumpai adanya dokumen kerja komite yang ada hanya dokumen kerja tim PPI. Dimana hanya mencantumkan seluruh kegiatan-kegiatan tim PPI tahun 2016.
4.4.3 Uraian Tugas
Uraian tugas merupakan uraian tertulis tentang apa yang menjadi konstribusi tiap pemegang jabatan kepada organisai yang harus memuat hal-hal apa saja yang merupakan konstribusi dari komite PPI. Berdasarkan hasil indepth interview dengan para informan didapatkan hasil tentang uraian tugas.
Berdasarkan hasil wawancara informan 5 tentang uraian tugas sesuai dengan jabatan yang di emban sebagaimana informasi yang diperoleh dari informan kelima berikut ini :
“Uraian tugas saya tertulis sebagai perwakilan unit di komite PPI ga pernah lihat bu tapi saya sering dapat perintah mengerjakan apa yang disuruh ketua tim dan ibu IPCN saja bu kek ngisi formulir apa yang dibutuhkan unit, misalnya APD trus mengawasi anggota saya apakah mereka masih taat memakai APD, menjaga kebersihan unit, sebenarnya masih banyak bu tapi itu yang saya ingat. Buat laporan tentang kelengkapan atau tidak lengkapnya sarana yang terkait dengan PPI”(Informan 5)
Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa uraian tugas informan kelima menjelaskan bahwa uraian tugas tidak ada tertulis dan melaksanakan tugas PPI sesuai perintah dari ketua tim PPI dan IPCN.
Hal berbeda diinformasikan pada informan ketiga tentang uraian tugas maka diperoleh informasi sesuai dengan pernyataan berikut ini :
“Uraian tugas saya ada dan pernah baca. Selama ini saya tugasnya lebih banyak di tim di suruh ketua buat SPO sesuai dengan kebutuhan unit saya bekerja sama dengan anggota tim yang lain. Kalau direktur setuju SPO tadi di sahkan lalu saya sosialisasikan sama anggota di unit saya biar kerja sesuai SPO”(Informan 3)
Dari hasil informasi tersebut, menunjukkan bahwa informan sudah mengetahui uraian tugasnya sebagai anggota komite dan anggota tim PPI yaitu sebagai penentu dan pelaksana kebijakan PPI, membuat kebijakan SPO kemudian melaporkan kepada ketua lalu diajukan kembali kepada direktur untuk dilakukan pengesahan, setelah itu melakukan sosialisasi ke unit kerja. Demikian juga informasi yang diperoleh dari informan kedua berikut ini :
”...Saya sebagai ketua komite dan tim PPI juga harus tau dong uraian tugas saya. Saya lebih banyak bekerjasama dengan tim, mereka lebih perduli, jadi kami menyusun panduan/ pedoman kewaspadaan universal, kebijakan SPO setiap unit-unit terkait, membuat program PPI, melaporkan evaluasi program, melakukan sosialisasi pelatihan SPO PPI di rumah sakit. Nanti semuanya di laporkan ke direktur lalu kita sama-sama evaluasi mana yang perlu dirubah atau ditingkatkan lagi kinerja tim PPI”(Informan 2)
Dari hasil informasi tersebut, menunjukkan bahwa informan mampu menguraikan uraian tugas yang di emban. Informan menyatakan bahwa uraian tugas sebagai ketua komite dan IPCO adalah membuat panduan dan kebijakan SPO PPI, kemudian melaporkan kepada direktur untuk dilakukan pengesahan, melakukan sosialisasi kebijakan SPO ke unit-unit di rumah sakit. Demikian juga informasi yang diperoleh dari informan keenam dan ketujuh berikut ini :
“Saya sebagai IPCN juga bertugas mengontrol lapangan dan membuat laporan-laporan program terutama laporan rutin tiap bulan kejadian infeksi di rumah sakit.Setiap hari saya mengontrol keadaan lingkungan rumah sakit, karna harus bersih. Saya mengumpulkan data HAIs harian, data kejadian infeksi pasien yang sedang dirawat setiap hari. Bersama tim PPI membuat SPO. Melakukan orientasi kepada pegawai baru, melakukan pendidikan dan pelatihan kepada petugas serta memantau kepatuhan petugas melaksanakan SPO sebagai tindakan pencegahan infeksi.Setelah itu membuat laporan untuk diteruskan kepada ketua tim lalu bersama ketua komite/tim PPI menyampaikan laporan kepada direktur”(Informan 6)
“Saya melihat IPCN bekerja aktif mengontrol dilapangan terkadang bukan hanya memantau saja tapi ikut memberikan edukasi” (Informan 7)
Berdasarkan pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa informan mampu menjelaskan tentang uraian tugas IPCN adalah mengunjungi ruangan setiap hari, mengumpulkan data kejadian infeksi, melakukan penilaian kepatuhan petugas kesehatan tentang PPI dan membuat laporan kepada ketua dan direktur.
Secara umum para informan menyatakan bahwa keseluruhan informan mengetahui uraian tugas menujukkan bahwa pengetahuan yang baik tentang uraian tugasnya. Terdapat panduan PPIRS mencantumkan semua tugas masing-masing penjabat dalam sruktur organisasi dan yang di sebutkan oleh informan memang
belum semua sesuai dengan yang ada di panduan. Hal ini menunjukkan bahwa pejabat komite PPI belum melaksanakan uraian tugas sehingga tim PPI melaksanakan uraian tugas sebagai komite dan tim PPIRS. Diperkuat dengan pernyataan informan kedua sebagai berikut :
“Sebagai orang-orang yang duduk dalam organisasi seharusnya tahu uraian tugas masing-masing dan itu sudah disosialisaikan tapi tetap saja ada anggota yang tidak melaksanakan uraian tugasnya bu..susah merubah mainset orang untuk mau perduli, tidak merasa sebagai anggota sturktur organisasi, mungkin kurang keinginan untuk memahami saja. tidak semua anggota dapat berkordinasi dengan baik, ada yang perduli dan ada juga yang cuek. Kadang diundang tidak mau datang”(Informan 2)
pernyataan yang sama dari informan ketiga sebagai berikut :
“Sebagian anggota komite ada yang tidak bekerja lagi dan ada yang sudah diganti tapi ada juga belum ada penggantinya, entah kenapa bu belum ada gantinya kurasa kurang orang. Yang masih anggota aja pun bu ga pernah
“Sebagian anggota komite ada yang tidak bekerja lagi dan ada yang sudah diganti tapi ada juga belum ada penggantinya, entah kenapa bu belum ada gantinya kurasa kurang orang. Yang masih anggota aja pun bu ga pernah