• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia

BOKS Akuntabilitas Pencapaian Inflasi

2. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia

Dalam rangka mengembangkan sektor riil dan UMKM, pada 2014, Bank Indonesia melaksanakan program pengembangan wirausaha. Selain meningkatkan jumlah wirausaha di sektor agribisnis, pengembangan wirausaha diarahkan untuk menghasilkan produk berorientasi ekspor dan substitusi impor guna mendukung program ketahanan pangan dan perbaikan struktur neraca perdagangan. Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dilakukan pendampingan wirausaha (coaching, training, dan monitoring) secara intensif kepada 371 orang wirausaha.

Pendampingan kepada wirausaha dilakukan Bank Indonesia bekerja sama dengan pendamping UMKM, tenaga ahli, dan praktisi bisnis antara lain dari kalangan universitas, dinas terkait, komunitas bisnis, asosiasi usaha, dan profesional business coach. Materi yang diberikan berupa motivasi berwirausaha, soft skill, dan pengetahuan teknis terkait aspek produksi, keuangan, serta pemasaran.

Upaya yang dilakukan oleh BI dalam memberdayakan UMKM mendapatkan apresiasi yang positif dari pemangku kepentingan. Pada triwulan IV-2014, indeks kepuasan pemangku kepentingan terhadap peran Bank Indonesia dalam program pengembangan UMKM rata-rata mencapai 5,50 (skala 6).

Selain program pendampingan wirausaha, diperlukan strategi pengembangan Ekosistem Kewirausahaan dalam upaya mempercepat pertumbuhan wirausaha di Indonesia. Melalui strategi ini, Bank Indonesia bekerja sama dengan kementerian dan instansi terkait mengeluarkan kebijakan yang mendukung terciptanya iklim wirausaha yang kondusif.

Pemanfaatan informasi kredit terus meningkat, sejalan dengan fungsinya mendukung fungsi intermediasi industri keuangan yang dilandasi prinsip kehati-hatian.

Sebagai langkah awal, Bank Indonesia menyelenggarakan forum “Entrepreneurship Strategic Policy Forum” dengan kementerian dan instansi terkait pada 20 November 2014. Untuk mengoptimalkan koordinasi, direncanakan pembentukan kelompok kerja di level teknis guna mendorong terlaksananya program wirausaha yang memiliki dampak luas dan multiplier effect yang besar dalam pengembangan wirausaha.

3.2.5.3. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM

Sebagai bentuk komitmen Bank Indonesia dalam mendukung pengembangan akses dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan atau akses kredit bagi UMKM. Sampai dengan triwulan IV-2014, Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam kegiatan antara lain sebagai berikut:

1. Bekerja sama dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD) sebagai partner dalam proyek hibah “Project to Document Global Best Practices on Sustainable Models of Pro-Poor Financial Services in Developing Countries” yang direncanakan pada 2014 sampai dengan 2017. Tujuan proyek adalah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan bagi masyarakat pedesaan di kawasan Asia Pasifik. Sebagai tahap awal, telah dihadiri Inception Workshop pada Mei 2014.

2. Forum “The 35th ASEAN SMEWG and Related Activities” di Siem Reap, Kambodia pada 24-28 November 2014. Bank Indonesia sebagai proponent proyek mempresentasikan progress proyek “Developing an ASEAN Benchmark for SME Credit Rating Methodology”. Selanjutnya, hasil kajian tersebut disosialisasikan kepada stakeholders seluruh negara ASEAN di Jakarta pada 5 Desember 2014.

3. Forum “65th APRACA Executive Committee Meeting” yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan APRACA dan menciptakan strategi yang dinamis untuk memperluas jaringan dan mengimplementasikan APRACA Strategic Plan (2013 – 2016). Selain itu, Bank Indonesia juga menghadiri forum “Regional Forum on Adaptation and Mitigation of the Impacts of Climate Change through Rural and Agriculture Finance” yang merupakan media berbagi pengalaman mengenai dampak perubahan iklim di daerah pedesaan dan tertinggal di kawasan Asia Pacific. Kedua forum dimaksud dilaksanakan di Kolombo, Sri Lanka pada 1-3 Desember 2014.

3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan

Guna mendukung infrastruktur sistem keuangan, Bank Indonesia mengelola Sistem Informasi Debitur (SID) yang mengelola data perkreditan dari lembaga keuangan. Melalui informasi track record debitur yang disediakan SID, lembaga keuangan dapat menilai dan menganalisa kelayakan calon debitur dalam memperoleh fasilitas kredit. Proses pemberian kredit berdasarkan informasi yang lengkap menunjang terlaksananya prinsip kehati-hatian dan meningkatkan efisiensi penyediaan dana di industri perbankan.

Pengelolaan data perkreditan juga memiliki peranan penting dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga Pemerintah dan negara, diantaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kementerian Hukum dan HAM. Bagi Bank Indonesia, tugas dan fungsi tersebut mencakup penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem

Sejalan dengan pertumbuhan data jumlah debitur dan rekening fasilitas yang dikelola SID, pemanfaatan informasi perkreditan oleh lembaga keuangan pada 2014 meningkat. Peningkatan jumlah permintaan informasi perkreditan tersebut mencerminkan tingkat pentingnya informasi perkreditan yang dikelola SID bagi lembaga keuangan. Jumlah informasi perkreditan yang dimanfaatkan oleh lembaga keuangan tercermin dari statistik permintaan Informasi Debitur Individual (IDI).

pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan diantaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan dan kendaraan bermotor, dan pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit.

Perkembangan SID semakin meningkat, baik dari sisi jumlah pelapor, data debitur, dan fasilitas yang dilaporkan, serta pemanfaatan informasi perkreditan oleh lembaga keuangan. Sampai dengan triwulan IV-2014, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID adalah sebanyak 119 Bank Umum, 1.339 Bank Perkreditan Rakyat, dan 28 Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB). Data perkreditan yang dilaporkan secara rutin setiap bulan oleh pelapor dari lembaga keuangan tersebut mencapai sejumlah 81,93 juta data debitur dan 179,87 juta rekening fasilitas. Jumlah data debitur mengalami peningkatan sebesar 1,59% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar 9,24% (yoy) dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah rekening fasilitas meningkat sebesar 3,48% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan mengalami peningkatan sebesar 16,35% (yoy) dari tahun sebelumnya (Tabel 3.3 dan Grafik 3.5). Pertumbuhan jumlah debitur dan rekening fasilitas setiap triwulan dalam satu tahun terakhir tergambar sebagaimana dalam Tabel dan Grafik dibawah:

Tabel 3.3

Jumlah Debitur-Fasilitas per Triwulan Pada 2013-2014

Jumlah Debitur 75 77,78 79,77 80,65 81,93 Jumlah Rekening Fasilitas 154,6 161,51 167,16 173,82 179,87

Grafik 3.5

Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan pada 2014   Tabel 3.4

Permintaan Informasi Debitur Individual per Triwulan pada Triwulan IV-2013 s.d. Triwulan IV-2014

Jumlah permintaan IDI pada triwulan IV-2014 yang mencapai 10,29 juta permintaan meningkat sebesar 25,95% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar 18,55% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Tabel 3.4 dan Grafik 3.6).

3.2.7. Koordinasi dan Kerja Sama dalam rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia-OJK Pasca-Pengalihan Fungsi Pengawasan Bank ke OJK

Pasca beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia dalam mengawasi dan mengatur kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, Bank Indonesia terus melakukan koordinasi dan kerja sama dengan OJK. Dalam pelaksanaan tugas masing-masing lembaga untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, koordinasi dan kerja sama kedua lembaga sangat penting karena eratnya keterkaitan tugas makroprudensial yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan tugas mikroprudensial yang menjadi kewenangan OJK.

Sampai dengan triwulan IV-2014, Bank Indonesia dan OJK secara reguler melakukan koordinasi dan kerja sama dengan mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB)32. Koordinasi dilakukan antara lain melalui (i) pertukaran informasi hasil pengawasan Lembaga Jasa Keuangan dan macro-surveillance, (ii) penyusunan stance Indonesia atau isu-isu di fora internasional, (iii) sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat, (iv) pengelolaan Pejabat dan Pegawai Bank Indonesia yang dialihkan atau dipekerjakan pada OJK, serta (v) penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki Bank Indonesia oleh OJK.

Untuk memperlancar kerja sama dan koordinasi dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang Bank Indonesia dan OJK, telah disepakati Petunjuk Pelaksanaan Forum Koordinasi Makroprudensial-Mikroprudensial (FKMM) yang merupakan protokol untuk mekanisme koordinasi BI-OJK dan Petunjuk Pelaksanaan Bersama (Mekanisme Kerja) Makroprudensial-Mikroprudensial yang merupakan turunan SKB BI-OJK.

Cakupan koordinasi yang telah diatur dalam Mekanisme Kerja Makroprudensial-Mikroprudensial mencakup koordinasi pertukaran informasi hasil pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan macro-surveillance, pemeriksaan bank, kerja sama di bidang sistem pembayaran, penyusunan kajian dan/atau penelitian bersama, stance Indonesia atas isu-isu fora internasional, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, pengelolaan rekening OJK di Bank Indonesia, serta koordinasi dan kerja sama Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia dan Kantor Regional/Kantor Cabang OJK.

Grafik 3.6

Permintaan Informasi Debitur Individual per Bulan pada 2014          ­       €‚ Bank Indonesia dan OJK menyusun protokol mekanisme koordinasi, mengembangkan sistem informasi, dan melakukan koordinasi di berbagai level.

32 SKB No.15/1/KEP.GBI/2013 dan No. PRJ-11/D.01/2013 tanggal 18 Oktober 2013 tentang Kerja sama dan Koordinasi Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang

3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran

Guna menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, dan efisiensi sistem pembayaran, pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran antara lain dengan penyiapan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Selain itu, Bank Indonesia juga memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran non-tunai dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada triwulan laporan Bank Indonesia melaksanakan berbagai program sebagai berikut: