• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Diplomasi Jalur Dua

Dalam dokumen Antropologi Hukum Islam (Halaman 133-139)

Diplomasi jalur dua merupakan proses tiga tahap yang memungkinkan perwakilan-perwakilan kelompok bekerja ke arah

126

penyelesaian konflik ‘intergroup’ dalam lingkungan yang tidak mengancam, tidak menekan, dan tidak konfrontasional. Sebagaimana disebutkan, diplomasi jalur dua ini tidak dirancang untuk menggantikan diplomasi jalur satu atau resmi, tetapi diplomasi jenis ini seringkali membukakan jalan bagi negosiasi-negosiasi resmi dengan memulai perubahan sikap (attitude) pendapat umum dan para pengambil keputusan. Ada tiga tahap atau proses. Tahap pertama berupa serangkaian lokakarya atau forum tentang penyelesaian masalah. Lokakarya-lokakarya ini dirancang untuk membawa orang-orang berpengaruh dari kedua kelompok yang sedang konflik, tetapi bukan para pengambil keputusan utama, bersama-sama mencari cara-cara alternatif yang membatasi konfliknya. Tujuannya adalah untuk merubah persepsi mereka mengenai konflik dari ‘habis-habisan’ (zero-sum) ke ‘sama-sama menang’ (win-win). Hal ini bisa dicapai melalui proses pertemuan yang difasilitasi sebagai bagian dari lokakarya. Lokakarya ini difasilitasi oleh sebuah panel para ahli tentang psikologi konflik intergroup dan tentang pokok-pokok konflik yang dibahas. Para fasilitator tidak berusaha memaksakan atau bahkan menawarkan solusi untuk (mengakhiri) konflik, namun tujuannya sekedar untuk memudahkan komunikasi dan secara halus membimbing para peserta kearah perubahan sikapnya dan persepsi tentang dirinya sendiri. Melalui perubahan ini akan muncul kemampuan melihat konflik dalam bingkai baru (new

term). Ini adalah transformasi yang memungkinkan peralihan dari

memandang konflik sebagai ‘habis-habisan‘ ke memandang konflik sebagai ‘sama-sama menang’.

Lokakarya itu terdiri dari serangkaian pertemuan pleno dan kelompok kecil selama beberapa hari. Pertemuan-pertemuan resmi ini ditunjang dengan acara-acara sosial informal seperti makan malam dan tamasya. Atmosfirnya mendukung untuk menjembatani pendirian dan pengertian dan tidak mendukung untuk tawar menawar politik dan kekuasaan. Herbert C. Kelman merumuskan tujuh ciri utama lokakarya ini: “tujuan pemulihannya, proses analisisnya, fokusnya terhadap kebutuhan,

127

penetapan norma-norma alternatifnya, penekanannya terhadap pembelajaran yang tumbuh dari kemauan sendiri, peran fasilitator pihak ketiganya, dan sifat klinis usaha penelitiannya”.

Seperti disebutkan mengenai ‘protracted social conflict,’ konfliknya mengenai kebutuhan (needs) bukan kepentingan (interests). Kelman yakin bahwa memusatkan perhatian pada kebutuhan itu mendasar sekali dalam proses perubahan sikap dan persepsi.

Misalnya, jika kedua pihak bersikeras untu memiliki wilayah yang sama, mereka terkurung dalam batasan konflik ‘habis-habisan’, yang tuntutan satu pihak hanya bisa dipenuhi dengan mengorbankan tuntutan pihak lain. Akan tetapi, manakala mereka melihat di balik posisi ini, mereka mungkin menemukan bahwa satu pihak menginginkan wilayah itu untuk memenuhi kebutuhan keamanannya dan pihak lainnya untuk memenuhi kebutuhan identitasnya. Setelah mendefinisikan kembali konflik itu dalam rumusan ini, mereka bisa mulai mencari solusi yang akan membolehkan satu pihak menyatakan identitas nasionalnya tanpa membahayakan kemanan nasional pihak lain.

Dalam berurusan dengan kebutuhan-kebutuhan dasar kelompok-kelompok yang bertikai yang ada di suatu lahan yang terbatas (misalnya, pulau), fokus terhadap kewilayahan bisa menjadi berlarut-larut. Korelasi antara konflik sosial yang berlarut-larut dan pulau atau habitat yang terbatas bukanlah suatu kebetulan. Irlandia Utara, Cyprus, Sri Lanka, dan Fiji semuanya adalah contoh-contoh konflik jenis ini di dalam wilayah pulau yang terbatas. Dalam kasus-kasus ini terbatasnya lahan itu memperuwet konflik. Dalam konflik-konflik ini pihak-pihak yang berkonflik mesti bergerak melampaui pertikaian wilayah dan masuk ke dalam lingkungan di mana semua kepentingan kelompok-kelompok yang terlibat terpenuhi.

Tahap kedua Diplomasi jalur dua adalah mempengaruhi pendapat umum dan merubah sikap dan persepsi kelompok-kelompok pendukung (protagonist). Perubahan-perubahan sikap dan persepsi ini tergantung perubahan yang dibuat oleh para

128

peserta dalam lokakarya pemecahan masalah. Hal ini sama sekali bukan proses yang sederhana atau seketika, tetapi proses yang memakan waktu lama, memerlukan ketegaran dan kesabaran yang luar biasa. Sebelum mengarahkan sasaran kepada kelompok-kelompok itu sendiri, para peserta lokakarya harus lebih dulu meyakinkan para pengambil keputusan dalam kelompok-kelompok mereka tentang kejujuran (veracity) persepsinya yang baru ditemukan itu. Setelah ini tercapai, masyarlakat yang lebih luas dapat menjalani proses transformasi. Komunikasi massa akan menjadi unsur penting dalam proses ini. Disamping media massa, jurnal-jurnal akademik, konferensi-konferensi serta acara-acara khusus dapat membantu perubahan persepsi. Proses ini dibantu dengan perolehan yang nyata yang dibuat dalam proses ketiga: pembangunan kerjasama ekonomi

Pembangunan kerjasama ekonomi tidak dilakukan sebagai pengganti resolusi konflik yang berorientasi pada penyelesaian masalah, tetapi sebagai sarana untuk memperkuat/meningkatkannya. Pembangunan kerjasama ekonomi itu hanya begitu, suatu usaha kerjasama yang tujuannya adalah untuk meringankan penderitaan material dari kelompok-kelompok yang bermusuhan. Usaha ini biasanya diarahkan kepada kelompok yang secara historis menjadi korban dan tidak berkembang.

Pemenuhan kebutuhan dasar pihak yang menjadi korban, baik melalui jalur komunal atau sebagai bagian dari strategi nasional, harus menjadi prioritas utama kebijaksanaan pembangunan pemerintah. Hanya dengan demikian kita dapat bergerak ke arah penanganan konflik sosial yang berlarut-larut.

Kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan mula-mula memberikan pekerjaan kepada mereka yang sudah lama sekali nganggur. Alangkah menakjubkan bagaimana orang bisa sependapat jika mempunyai pekerjaan yang membuatnya sibuk dan uang di kantong untuk belanja. Perolehan material ini tidak akan menghapus konflik, tetapi akan membantu meringankannya di bagian-bagian masyarakat yang paling parah dan akan

129

memberikan bukti yang nyata bahwa situasi bisa berubah dan berjalan (normal).

Diplomasi jalur dua telah dicoba dan terbukti berhasil dalam merubah sikap dan persepsi peserta lokakarya. Diplomasi ini merupakan langkah penting dalam membuka jalan bagi keberhasilan diplomasi jalur satu (track one diplomacy). Dalam kebanyakan kasus konflik sosial yang berlarut-larut, diplomasi jalur satu (track one diplomacy) sudah pernah dicoba dan gagal. Para elit berusaha melakukan tawar-menawar dan memanipulasi agar pemilihnya memperoleh perlakuan sebaik mungkin. Meskipun hal ini biasa dalam hubungan internasional, hal ini tidak akan berhasil menyelesaikan kasus-kasus ‘protracted social conflict’ yang tampak tidak bisa tarik lagi. Prakondisi untuk keberhasilan negosiasi para elit adalah perubahan persepsi yang dicapai diplomasi dua arah.

Perubahan-perubahan ini penting sekali untuk menciptakan lingkungan yang lebih positif di mana negosiasi-negosiasi yang substansial dapat terjadi.

F. Latihan dan Tugas

1. Bagi anggota kelas anda kepada empat kelompok kecil. Kembudian, coba diskusikan pengaruh diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial yang paling kuat yang terdapat pada masyarakat dan lingkungan kerja setiap peserta! Berikan contoh-contoh secukupnya.

2. Apa yang dimaksud bahwa diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial merupakan variabel antara (intervening variable)? Gambarkan dengan mengemukakan contoh-contoh yang diambil dari lingkungan anda.

3. Apakah kebijakan pemerintah dalam setiap sektor akan melahirkan stratifikasi sosial baru? Berikan beberapa contoh yang anda rasakan!

4. Bagaimana bunyi teisis teori Inkonsistensi Status itu? Coba terapkan dalam suatu kasus yang dialami oleh anda masing-masing!

130

5. Apa yang dimaksud dengan Diplomasi Jalur Dua? Gambarkan prosesnya!

131 Bab 15

Perbedaan antara Konsolidasi dan Interseksi yang Terjadi di Masyarakat

Dalam dokumen Antropologi Hukum Islam (Halaman 133-139)