Institut Pertanian Bogor
DAFTAR PUSTAKA 85 LAMPIRAN
2.6. Definisi Konsumen
2.8.2 Proses Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Armstrong (2004), proses pembelian berlangsung jauh sebelum pembelian aktual dan berlanjut jauh sesudahnya. Pemasar perlu berfokus pada seluruh proses pengambilan keputusan pembelian bukan hanya pada proses pembelian saja. Proses pengambilan keputusan pembelian terdiri lima tahap, seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 3. Proses pengambilan keputusan pembelian (Kotler dan Amstrong, 2004)
1. Pengenalan Kebutuhan
Pengenalan kebutuhan muncul saat pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan aktual dan sejumlah keadaan yang diinginkan. Kebutuhan dapat dipicu adanya rangsangan internal dan rangsangan eksternal.
Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Pengevaluasian alternatif Keputusan pembelian Perilaku setelah pembelian
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi atau mungkin tidak. Jika dorongan konsumen itu kuat dan produk yang memuaskan ada di dekat konsumen itu, konsumen mungkin akan membelinya kemudian. Jika tidak, konsumen bisa menyimpan kebutuhan itu dalam ingatannya atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan itu. Sumber informasi konsumen terdiri atas empat kelompok, yaitu:
a. Sumber pribadi meliputi keluarga, teman, tetangga, kenalan. b. Sumber komersial meliputi iklan, tenaga penjual, wiraniaga,
situs web, pedagang perantara, kemasan.
c. Sumber publik meliputi media massa, organisasi ranting konsumen, pencarian internet.
d. Sumber pengalaman meliputi penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk.
3. Pengevaluasian Alternatif
Tahap ketiga dari proses keputusan pembelian adalah evaluasi alternatif yaitu cara konsumen memproses informasi untuk mengevaluasi berbagai merek alternatif yang menghasilkan berbagai pilihan merek. Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi pembelian tertentu.
4. Keputusan Pembelian
Di tahap pengevaluasian, konsumen menyusun peringkat merek dan membentuk kecenderungan (niat) pembelian. Keputusan pembelian konsumen akan membeli merek yang paling disukai, tetapi ada dua faktor yang muncul di antara kecenderungan pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain dan faktor kedua adalah faktor situasi yang tak terduga. Konsumen mungkin membentuk kecenderungan pembelian berdasar pada pendapatan yang diharapkan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan Namun,
situasi yang tak terduga dapat mengubah kecenderungan pembelian.
5. Perilaku Setelah Pembelian
Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pasca pembelian. Konsumen akan melakukan tindak lanjut setelah pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan mereka, yang akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Konsumen yang puas akan cenderung melakukan pembelian ulang dan merekomendasikan produk kepada orang lain.
2.9. Impulse Buying
Menurut Sumarwan (2011), jenis pembelian konsumen terbagi menjadi tiga macam yaitu pembelian yang terencana sebelumnya, pembelian yang separuh terencana dan pembelian yang tidak terencana. Pembelian yang terencana sepenuhnya adalah jika konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan. Ketika konsumen sudah mengetahui produk yangt ingin dibeli dan keputusan merek yang akan dibeli diputuskan pada saat di dalam toko, pembelian bisa digolongkan dalam pembelian yang separuh terencana.
Beberapa konsumen sering kali membeli produk atau jasa tanpa direncanakan terlebih dahulu. Hal ini dapat disebabkan oleh penataan
display ayau pemotongan harga. Display atau peragaan tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang sedang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian seperti ini disebut sebagai pembelian impuls (impulse purchasing / impulse buying) (Sumarwan, 2011).
Berdasarkan penelitian Rook dalam Engel (2002), pembelian berdasarkan impulse tidak didasarkan pada pemecahan masalah konsumen dan paling baik dipandang dari prespektif hedonik atau pengalaman. Pembelian berdasar impulse mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik sebagai berikut:
1. Spontanitas, pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sekarang sebagai respon terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan.
2. Dorongan untuk membeli dengan segera. Ada motivasi untuk mengesampingkan yang lain dan bertindak dengan seketika.
3. Kesenangan dan stimulasi, merupakan desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi.
4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.
2.10.Consumer Decision Model
Consumer Decision Model dapat diartikan sebagai suatu model dengan enam variabel yang saling berhubungan, yaitu: Pesan Iklan (F, finding information), Pengenalan Merek (B, brand recognition), Kepercayaan Konsumen (C, confidence), Sikap Konsumen (A, attitude), Niat Beli (I, intention) dan Pembelian nyata (P, purchase), menurut (Howard dalam Durianto 2003).
Consumer Decision Model (CDM) merupakan proses pembedaan dan pengelompokan bentuk-bentuk pikiran konsumen, CDM memetakan alur bagaimana konsumen mencari dan mempertimbangkan suatu keputusan untuk membeli produk. Dimana masing-masing variabel yang telah disebutkan berinteraksi dan saling mendukung hingga berakhir di pembelian nyata. Sebagai mana terlihat dalam gambar (Durianto dkk, 2003), seperti berikut:
Gambar 4. Consumer Decision Model (Durianto dkk, 2003)
Dalam gambar terlihat bahwa alur model tersebut berawal dari konsumen yang menerima informasi atau pesan iklan (F). Informasi yang diterima dapat menyebabkan tiga kemungkinan pengaruh, yang dimulai dari
I P
F
A B
pengenalan merek oleh konsumen (B) atau dari informasi yang didapat langsung menambah perbendaharaan pikiran konsumen sebagai tingkat kepercayaan (C). Selain itu ada alur lain yaitu, dari informasi itu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen menunjukan kesesuaian yang akan membentuk sikap (A). Kemudian, dari pengenalan merek (B) dievaluasi apakah pengenalan tersebut sesuai dengan keingnan dan kebutuhan, kemudian membentuk sikap (A), serta menambah tingkat kepercayaan (C). Pengenalan merek mempunyai sumbangan berupa penguatan terhadap sikap dan keyakinan konsumen terhadap merek yang ditawarkan, sehingga diharapkan mampu menimbulkan niat beli (I) konsumen. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan suatu pembelian nyata (P). Berikut adalah paparan keenam variable yang diulas dalam CDM menurut (Howard dalam Durianto 2003): 1. Pesan Iklan (Information)
Pesan iklan yang ideal menurut Kotler dalam Durianto ,dkk ( 2003), harus mampu menarik perhatian (attention), mempertahankan ketertarikan (interest), membangkitkan keinginan (desire), dan menggerakan tindakan (action). Pesan Iklan (F) dalam Consumer Decision Model (CDM) menurut Howard dalam Durianto (2003) merupakan variabel penentu dari keenam variabel. Consumer Decision Model (CDM), menunjukan bahwa pesan iklan dapat menyebabkan: calon pembeli mengenal suatu merek, mengevaluasi merek-merek yang dibutuhkan calon pembeli, menentukan sikap dan mengukur seberapa besar kepuasan konsumen terhadap suatu merek serta atribut-atribut lainnya suatu produk.
2. Pengenalan Merek (Brand Recognation)
Pengenalan merek sangat penting untuk mengetahui sampai tingkat mana para pembeli mengetahui ciri – ciri suatu merek. Menurut John A Howard dalam Durianto (2003) pengenalan merek terkait dengan tingkat pengenalan pembeli akan ciri atau keistimewaan produk dibandingkan produk-produk sejenis lainnya. Kesan merek secara keseluruhan terbentuk atas tiga elemen, yaitu: Pengenalan Merek (Brand Recognation), Sikap Konsumen (Attitude) dan Kepercayaan Konsumen
terhadap produk (Confidence). Pengenalan merek merupakan landasan untuk terciptanya sikap dan keyakinan konsumen
3. Sikap Konsumen (Attitude)
Peter dan Olson dalam Durianto (2003) mengatakan bahwa sikap didefinisikan sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang. Bagi produsen data tentang sikap konsumen menjadi kebutuhan yang penting, karena dapat digunakan untuk melihat sikap konsumen di masa lalu serta dapat memprediksi sikap konsumen di masa yang akan datang. Engel, Black well dan Miniard dalam
Durianto (2003) menuliskan bahwa sikap terhadap suatu iklan dapat berfungsi sebagai peramal yang signifikan atas sikap terhadap suatu produk.
4. Kepercayaan Konsumen (Confidence)
Menurut Russel dan Lane dalam Durianto (2003), kepercayaan merupakan tingkat kepastian konsumen yang menyatakan keyakinannnya dan penilaiannya terhadap suatu produk yang dinilai bebas Menurut Durianto (2003), kepercayaan konsumen adalah bagaimana pembeli dapat yakin atas keputusan mereka terhadap suatu merek, apakah produk tersebut dapat memuaskan kebutuhan konsumen atau tidak. Kepercayaan konsumen dapat meningkat jika calon pembeli sudah mendapatkan keterangan yang jelas yang didapat konsumen dari pesan iklan (informasi) yang ditayangkan di televisi secara berulang- ulang, brosur, pemasaran langsung, dan lainnya.
5. Niat Beli (Intention)
Niat beli adalah pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Niat beli terbentuk dari sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas produk. Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu produk akan menyebabkan menurunnya niat beli konsumen (Durianto, 2003). Secara umum keyakinan konsumen kepada suatu produk berbanding lurus dengan niat beli konsumen terhadap produk tersebut.
6. Pembelian Nyata (Purchase)
Pembelian nyata merupakan sasaran akhir dari pendekatan
Consumer Decision Model (CDM), baik untuk konsumen yang pertama kali membeli maupun yang melakukan pembelian ulang.
Berdasarkan pendekatan CDM, pengukuran efektivitas iklan digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel F (pesan iklan), B (pengenalan merek), C (keyakinan konsumen), dan A (sikap konsumen) terhadap I (niat beli) suatu merek atau produk dan juga untuk mencari informasi, apakah ada variabel antara dan variabel bukan antara dari B (pengenalan merek), C (keyakinan konsumen), dan A (sikap konsumen) yang dapat mempengaruhi F (pesan iklan) terhadap I (niat beli).
2.11.Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana butir-butir dalam kuisioner dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Umar, 2005). Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pernyataan dengan skor total. Pengujian korelasi pada penelitian ini adalah dengan menggunakan korelasi product moment sebagai berikut :
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Dimana :
: korelasi antara x dan y
x : skor pernyataan y : skor total
n : jumlah responden
Pengujian validitas terdiri dari uji validitas kuisioner dan uji validitas responden. Uji validitas kuisioner dilakukan terhadap seluruh butir soal yang ada dalam kuisioner dengan menguji 30 kuisioner, dan uji validitas responden dilakukan pada seluruh data yang diberikan responden dalam penelitian. Uji validitas responden diperlukan karena, menurut Umar (2002) bila responden merasa malu, takut, dan cemas akan jawabannya, maka besar
kemungkinan dia akan memberikan jawaban yang tidak benar. Uji validitas responden dilakukan dengan cara mentranspose matriks. Seluruh uji validitas baik kuisioner maupun responden dibantu oleh software MINITAB 14 dengan batas nilai error 5% dimana bila bila tingkat signifikasi kesalahan lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan valid dan dapat digunakan.
2.12.Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian, atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrument pengukuran (Umar, 2005). Reliabilitas (keandalan) merupakan suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuisioner (Nugroho, 2005). Kuisioner yang reliable adalah kuisioner yang apabila dicoba berulang pada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Penelitian kali ini melakukan uji reliabilitas dengan metode alpha cronbach’s dengan rumus sebagai berikut:
r11 (k 1k ) 1 ∑ Dimana =
r11 : reliabilitas instrumen k : banyak butir pertanyaan
: jumlah ragam total ∑ : jumlah ragam butir
Rumus untuk mencari ragam adalah:
∑ ∑
Dimana = : ragam
n : jumlah contoh (responden) : nilai skor yang dipilih
Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0.06 (Nugroho, 2005). Nilai cronbach’s Alpha dapat dihitung dengan bantuan software SPSS 16.
2.13.Structural EquationModeling (SEM)
Bagozzi dan Fornell dalam Ghozali (2005) menyatakan bahwa model persamaan struktural (SEM) adalah generasi kedua teknik analisis multivariat yang memungkinkan peneliti menguji hubungan antar variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran keseluruhan tentang model. Ghozali (2008) menyatakan, manfaat utama SEM dibandingkan generasi pertama multivariate seperti principal component analysis, factor analysis, discriminant analysis, atau multiple regression, SEM memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi bagi peneliti untuk menghubungkan antara teori dengan data.
Bollen dalam Ghozali (2005), menyatakan SEM tidak seperti analisis multivariat biasa, SEM dapat menguji secara bersama-sama hal berikut ini: 1. Model structural : hubungan antara konstruk independen
dependen.
2. Model measurement : hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten)
Terdapat beberapa istilah variabel yang biasa digunakan dalam SEM, yaitu: 1. Variabel laten : variabel yang tidak bisa diukur secara
langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi.
2. Variabel manifest : indikator-indikator yang dapat diukur
3. Variabel eksogen : variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model
4. Variabel endogen : variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam suatu model penelitian
Secara teknis SEM dibagi dalam dua kelompok,yaitu SEM berbasis
covariance dan SEM berbasis variance atau sering disebut component based SEM yang mempergunakan software SmartPLS dan PLS Graph.
Covariance Based SEM lebih bertujuan memberikan pernyataan tentang hubungan kausalitas atau memberikan deskripsi mekanisme hubungan
kausalitas (sebab-akibat). Sedangkan Component Based SEM bertujuan mencari hubungan linear prediktif antar variabel (Ghozali 2008). Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbedaan antara Covariance Based SEM dengan Variance Based SEM:
Tabel 3. Perbedaan Covariance Based SEM dengan Variance Based SEM (PLS)
No Kriteria PLS CBSEM
1. Tujuan Berorientasi prediksi Berorientasi pendugaan parameter
2. Pendekatan Berbasis varian (ragam) Berbasis kovarian (peragam) 3. Asumsi Spesifikasi prediktor
(nonparametric) Multivariate normal distribution,independence , observation (parametric) 4. Estimasi Parameter Konsisten sebagai indikator dan sample size
meningkat (consistency at large)
Konsisten
5. Skor Variabel Laten
Secara eksplisit diestimasi indeterminate
6. Hubungan Epistemik antara variabel laten dan indikatornya
Dapat dalam bentuk
reflective maupun
formative indicator
Hanya dengan reflektif indikator
7. Implikasi Optimal untuk ketepatan prediksi
Optimal dengan ketepatan parameter 8. Kompleksitas Model Kompleksitas besar (100 konstruk dan 1000 indikator)
Kompleksitas kecil sampai menengah (< 100 indikator)
9. Besar Sample Kekuatan analisis
didasarkan pada porsi dari model yang memiliki jumlah prediktor terbesar. Minimal direkomendasikan berkisar dari 30-100 kasus
Kekuatan analisis berdasarkan pada model spesifik minimal direkomendasikan berkisar dari 200-800
2.14.Analisis Diskriminan
Supranto (2004) menyatakan bahwa analisis diskriminan merupakan teknik menganalisis data, variabel tak bebas (disebut criterion) merupakan kategori (non-metrik, nominal, ordinal, atau kualitatif) sedangkan variabel bebas sebagai prediktor merupakan metric (interval atau rasio, bersifat kuantitatif).
Adapun tujuan analisis diskriminan, adalah sebagai berikut:
1. Membuat fungsi diskriminan atau kombinasi linear, dari prediktor atau variabel bebas yang bisa mendiskriminasi atau membedakan variabel tak bebas atau criterion kedalam kategori yang tepat
2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara kategori / kelompok, dikaitkan dengan variabel bebas atau prediktor.
3. Menentukan prediktor (variabel bebas) yang mana yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedaan antar kelompok. 4. Mengklasifikasikan atau mengkelompokkan objek/kasus atau responden
kedalam suatu kelompok/kategori didasarkan pada nilai variabel bebas. 5. Mengevaluasi keakuratan klasifikasi
Berikut ini adalah bentuk model diskriminan, yang pada penelitian kali ini akan dicari persamaannya:
Dimana :
: variabel bebas / prediktor ke j dari responden ke i
: koefisien atau timbangan diskriminan dari variabel atau atribut ke j
Analisis diskriminan bertahap menurut Supranto (2004) dianalogkan sebagai regresi berganda bertahap (stepwise), di mana variabel bebas atau prediktor dimasukkan secara berurutan (sequentially) berdasarkan pada kemampuannya untuk mendiskriminankan setiap kelompok. Suatu rasio F dihitung untuk setiap prediktor dengan jalan melakukan suatu analisis
varian univariant, dimana kelompok diperlakukan sebagai variabel kategori (non-metrik) dan prediktor sebagai variabel kriterion atau variabel dependen. Suatu prediktor dengan dengan nilai rasio F yang tinggi, yang pertama-tama terpilih untuk dimasukkan dalam fungsi diskriminan, kalau prediktor tersebut memenuhi kriteria dan toleransi tertentu. Prediktor kedua
ditambahkan berdasarkan pada the highest adjusted or partial F ratio, dengan memperhitungkan prediktor yang telah dipilih sebelumnya, dan seterusnya. Setiap prediktor yang telah diuji untuk retensi berdasarkan pada hubungannya dengan prediktor lainnya yang telah dipilih. Proses pemilihan dan retensi dilanjutkan sampai semua prediktor memenuhi kriteria signifikansi untuk dimasukkan dan dipertahankan dalam fungsi diskriminan.
2.15.Penelitian Terdahulu
Astriyani (2011) mengambil judul penelitian Analisis Efektivitas Iklan Televisi dan Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Es Krim Wall‟s Magnum Berdasarkan Karakteristik Gender dalam Kasus Mahasiswa S1 IPB. Hasil analisis mengungkapkan bahwa iklan televisi es krim Wall‟s Magnum hanya sampai niat beli untuk mahasiswi dan hanya sampai tahap terbangunnya kepercayaan dan sikap konsumen pada mahasiwa.
Sulaeman (2011) mengambil judul penelitian Pengukuran Analisis Model Struktural dan Analisis Diskriminan Es Krim Wall‟s Magnum Pada Konsumen Pengguna Social Media (Studi Kasus Mahasiswa Program Strata 1 IPB). Hasil analisis model struktural dapat diketahui bahwa penginformasian yang dilakukan oleh Wall‟s Magnum di sosial media
efektif hingga ke pembelian nyata. Analisis diskriman menunjukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelian sehingga tercipta rasa menyukai produk es krim Wall‟s Magnum Classic adalah status kemahasiswaan, saran keluarga, bentuk kemasan, merek, pengetahuan produk, dan kepercayaan bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan faktor- faktornya adalah status kemahasiswaan, pengetahuan varian es krim, bentuk kemasan, harga, merek, manfaat dan gaya hidup. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelian sehingga tercipta rasa menyukai produk es krim Wall‟s Magnum Almond adalah faktor harga dan gaya hidup menurut persepsi laki-laki dan faktor kepercayaan dan pengalaman terdahulu bagi perempuan. Selain itu faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelian sehingga tercipta rasa menyukai produk es krim Wall‟s Magnum Chocolate Truffle menurut persepsi laki-laki adalah faktor wiraniaga, besarnya pengeluaran konsumen, pengetahuan varian es krim, manfaat, tempat pembelian, dan kepribadian, sedangkan menurut persepsi perempuan adalah
faktor saran dari teman, kondisi cuaca, saran dari wiraniaga, pengetahuan produk, tempat pembelian dan kepribadian.
Hayati (2011) mengambil judul penelitian Analisis Penerapan Quality Of Work Life (QWL) Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Karyawan. Penelitian ini menggunakan analisis model struktural dengan menggunakan
software SmartPLS, hasil analisis menyimpulkan bahwa penerapan QWL dan kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif secara signifikan terhadap komitmen karyawan. Berdasarkan uji PLS terlihat bahwa terdapat perbedaan persepsi karyawan antara pria dan wanita terhadap penerapan QWL. Namun, tidak terdapat perbedaan yang berarti antara kepuasan kerja dan komitmen karyawan baik wanita maupun pria.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Dalam era teknologi seperti sekarang persaingan antar produsen penyedia jasa layanan internet seperti mobile broadband sangatlah ketat. Penelitian ini bermula dari pemikiran tentang cara pemasaran produk Smartfren yang merupakan produk baru hasil merger antara PT Mobile-8 Telecom (Fren) dan PT Smart Telecom. Sebagai produk baru tentunya tidak mudah untuk memasarkan produk yang mereknya belum terlalu dikenal di masyarakat. Dalam memasarkan produknya Smartfren memerlukan komunikasi pemasaran yang tepat, salah satu cara yang paling efektif adalah dengan membuat iklan televisi yang mampu dengan sekaligus menyasar banyak kelompok konsumen.
Dalam mengkomunikasikan dan memperkenalkan produk barunya kepada konsumen, Smartfren membuat iklan televisi dengan slogan “I Hate Slow” yang berdurasi cukup panjang yaitu 1 menit 30 detik. Promosi yang dilakukan oleh Smartfrententu saja mempunyai tujuan untuk meningkatkan penjualan. Dari hal tersebut akan dilihat efektivitas iklan televisi mobile broadband Smartfren versi “I Hate Slow” terhadap proses keputusan pembelian konsumen yang dianalisis menggunakan Consumer Decision Model (CDM) dengan Analisis Model Struktural (SEM). Kemudian peneliti mencoba menganalisis keberadaan impulse buying yang terjadi setelah konsumen menyaksikan iklan televisi mobile broadband Smartfren versi “I
Hate Slow” dengan menambahkan jalur langsung dari variabel pesan iklan (F) menuju niat beli (I) dan berlanjut menuju pembelian nyata (P). Selain itu juga dicari kemungkinan adanya impulse buying secara langsung ketika konsumen telah menyaksikan iklan versi „I Hate Slow” dan langsung melakukan pembelian nyata terhadap mobile broadband Smartfren. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memodifikasi Consumer Decision Model
(CDM) dengan menambahkan garis regresi langsung dari pesan iklan (F) menuju pembelian nyata (P).
Keputusan pembelian konsumen dapat dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen baik internal maupun ekternal yang
mencakup pengaruh lingkungan, perbedaan individu, serta proses psikologis. Setiap orang tentunya berbeda dalam menilai faktor tersebut, penelitian ini juga akan mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian nyata dilihat dari persepsi kelompok yang membeli maupun yang tidak melakukan pembelian terhadap mobile broadband
Smartfren. Selanjutnya hasil dari penelitian ini dapat menjadi rekomendasi untuk membuat kebijakan pemasaran bagi produsen mobile broadband
Smartfren. Untuk lebih jelasnya perhatikan kerangka pemikiran berikut:
Gambar 5. Kerangka pemikiran penelitian
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
pembelian nyata mobile broadband Smartfren
Analisis Diskriminan berdasarkan membeli dan
tidak membeli Pengenalan mobile
broadband Smartfren
Komunikasi Pemasaran
Iklan Televisi Smartfren
Efektivitas Iklan Televisi
Consumer Decision Model (CDM)
Impulse Buying
Fungsi Diskriminan
Rekomendasi Kebijakan Pemasaran Analisis Model
Struktural (SEM) dengan SmartPLS
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Pertaian Bogor (IPB) yang berlokasi di Dramaga, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), hal ini dikarenakan mahasiswa Institut Pertanian Bogor adalah konsumen potensial bagi penyedia layanan internet seperti mobile broadband Smartfren, dilihat dari besarnya konsumsi mahasiswa akan internet. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari mahasiswa strata satu (S1) IPB yang pernah menyaksikan iklan mobile broadband Smartfren versi “I Hate Slow”, data tersebut dikumpulkan
dengan teknik wawancara yang sesuai dengan kelengkapan kuisioner penelitian yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh pihak lain untuk tujuan lain dimana peneliti hanya menggunakan data yang sudah ada untuk mendukung penelitian. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini antara lain seperti data pengguna internet dunia maupun Indonesia,
market share berbagai merek mobile broadband yang ada di Indonesia, data yang tentang Smartfren baik melalui website, maupun katalog yang terdapat pada gerai resmi yang didatangi oleh peneliti, serta sumber data lain berupa literatur fisik maupun internet yang dapat mendukung penelitian ini.
3.4. Jumlah Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 IPB yang pernah menyaksikan iklan televisi mobile broadband Smartfren versi “I hate Slow”. Penelitian ini menggunakan 150 responden, peneliti memutuskan hal tersebut dikarenakan untuk analisis efektivitas iklan dengan menggunakan model struktural dengan software SmartPLS dibutuhkan sampel antara 30- 100 selain itu untuk langkah antisipasi peneliti mencari 50 responden