• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pelaksanaan Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura Tahun 1966

PROYEK TRANSMIGRASI ANGKATAN DARAT II DESA HANURA DAN PERKEMBANGANNYA TAHUN 1966 SAMPAI 1979

A. Proses Pelaksanaan Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura Tahun 1966

Gambar 1

Lambang Desa Hanura (sumber: Dokumen Desa Hanura)

Pelaksanaan Proyek Trans-AD II Hanura telah direncanakan secara matang. Diawali dengan survey yang dilakukan oleh TNI-AD lewat Dinas Transmigrasi Angkatan Darat bekerjasama dengan Departemen Penerangan dan Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Republik Indonesia. survey dilakukan sejak bulan April, tahun 1966. Didalam kegiatan survey dilakukan pula mediasi dengan masyaraka Hurun sebagai penduduk asli tentang masalah perizinan pemanfaatan lahannya sebagai tempat pelaksanaan Proyek Trans-AD II Hanura. Masyarakat

mendapatkan sosialisasi tentang transmigrasi, alasan, dan dampak yang akan tibul setelah adanya transmigrasi. Pihak TNI-AD dibantu mengambil jalan ganti rugi untuk mengambil alih lahan milik warga Desa Hurun, agar tidak terjadi sengketa tanah di kemudian hari yang dapat merugikan kedua belah pihak.

Pada hari Selasa, tanggal 26 Juli 1966, puku 09.00 WIB, setelah rapat pertama pada tanggal 26 Mei 1966 dilaksanakanlah rapat kedua. Rapat lanjutan antara Kepala Kampung Hurun, pihak Trans-AD Hanura dan Pejabat Kabupaten lampung Selatan. Rapat dilaksanakan di Kantor Kabupaten Lampug Selatan. Rapat ini dihadiri oleh Kepala Kampung Hurun, Hasan Besri (Bupati Lampung Selatan), Ridwan (Wakil DPRGR Lamsel), Wedana Kantor Kabupaten Lamsel, Camat Teluk Betung, dan Peltu Jusuf, Dari Pihak Trans-AD dihadiri oleh Mayor Ardan, Mayor Sugito, Letda Ramadi, Letda Sutikno dan Sukatam. Rapat berjalan diawali pembukaan dari Bupati yang menyampaikan dan menanggapi tentang adanya pernyataan dari Warga Hurun yaitu; pertama, tanah yang dipakai untuk Proyek Trans-AD dan tanaman yang ada di atasnya diganti rugi seluruhnya. Kedua, tentang danya larangan terhadap warga Hurun yang ingin berladang namun dilarang oleh Kepala Negeri Teluk Betung. Tanggapan Bupati Lamsel bahwa, Trans-AD akan memanfaatkan tanah di Kampung Hurun yang belum digunakan atau masih tertutup dan Warga Hurun tetap berladang dan berintegrasi dengan anggota Trans-AD, kecuali yang bersedia menyerahkannya kepada pihak Trans-AD. Setelah itu, Kepala Kampung Hurun menyampaikan pernyataan bahwa pada prinsipnya Warga Hurun menyetujui tanah yang di gunakan

untuk Proyek Trans-AD, tetapi hanya tanah yang masih kosong. Warga Hurun tetap dapat berladang dan berkebun di tanahnya masig-masing walau di dalam batas milik Trans-AD, serta meminta kepada pihak Trans-AD untuk tidak mengganggu gugat tanah yang sudah ada hak milik Warga Hurun, jadi hanya tanah milik pemerintah saja yang digunakan. Pernyataan selanjutnya disampaikan oleh Wakil DPRGR yang menyatakan jika prinsip rakyat tetap seperti apa yang disampaikan oleh Kepala Kampung, maka Trans-AD tidak akan mendapatkan lahan. Wakil DPRGR meminta tanah larangan, tanah yang tidak boleh dijadikan Proyek Trans-AD, dua macam yaitu, tanah berair dan tanah tidak berair. Terakhir pernyataan disampaikan oleh Mayor Ardan yang menyampaikan bahwa pendirian Proyek Trans-AD tetap akan dilaksanakan, tanah yang berada di Km 12-14 jalan Tanjung karang-Padang Cermin seluruhnya akan diganti rugi. Mayor Ardan mempertanyakan dasar jika masyarakat merasa keberatan dan mengapa Warga Hurun tidak mengajukan keberatannya sejak saat survey dilaksanakan, sejak bulan april sampai Juli, tahun 1966. Mayor Ardan juga menyampaikan bahwa keberadaan Trans-AD adalah demi kepentingan masyarakat dan demi kemajuan, serta mengajak rakyat untuk andil dalam Revolusi. Rapat berakhir pada pukul 12.00 WIB, rapat pada hari itu belum mendapatkan keputusan, rapat dilanjutkan dengan musyawarah yang dilaksanakan pada 1 Agustus 1966 di tempat Kepala Kampung Hurun.34

34

Arsip Komando Pelaksana Transmigrasi Angkatan Darat Korem 043 Garuda Hitam, “Salinan Notulen Hasil Rapat Antara Kepala Kampung Hurun, Trans-AD

Musyawarah sebagai kelanjutan rapat sebelumnya dilaksanakan pada hari Senin, Tanggal 1 Agustus 1966, pukul 11.00 WIB, bertempat di rumah Kepala kampung Hurun. musyawarah dihadiri oleh Moch. Isa (Kepala Negeri Teluk Betung), Mayor Ardan (Pihak Trans-AD), Camat Teluk Betung, Bupati Lamsel, dan Wakil DPRGR Lamsel. Musyawarah diawali dengan pembicaraan oleh Kepala Negeri yang menyampaikan bahwa telah melakukan tiga kali musyawarah dengan Warga Hurun. Pembukaan Trans-AD bukanlah kehendak Bupati, Mayor Ardan, Mayor Sugito, ataupun kemauan Camat, tetapi proyek Trans-AD merupakan kehendak Pemerintah atau Negara. Kepala Negeri juga menyampaikan, baik dirinya ataupun Kepala Kampung tidak mendapatkan keuntungan atau menerima uang dari perizinan Proyek Trans-AD. Pembicaraan dilanjutkan oleh Mayor Ardan yang menjelaskan tentang perjalanan perjuangan TNI sejak tahun 1945 sampai dengan penumpasan Gestapu PKI. Mayor Adnan juga menjelaskan tentang alasan dilaksanakannya Trans-Ad. Tujuan dilaksanakannya Trans-Ad antara lain, untuk menjaga keamanan baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang, memanfaatkan hasil produksi untuk membantu pemerintah dalam usaha meningkatkan produksi, dan memajukan daerah-daerah yang masih tertinggal. Mayor Ardan juga berharap pengertian masyarakat tentang perjuangan dan pengorbanan jiwa raga TNI yang tidak sedikit. Pembicaraan dilanjutkan oleh Camat Teluk Betung, menyampaikan tentang usaha-usaha yang telah ditempuh oleh pihak Trans-AD antara lain, proses merintis, pendirian barak-barak, dan Pejabat Kabupaten Lampung Selatan, Tanggal 26 Juli 1966”, (Lampung: Korem 043 Garuda Hitam, 1966).

pendaftaran tanah/cek ganti rugi, dan pemetaan. Camat juga menyampaikan setuju dan sebuah kewajaran jika dalam usaha-usaha Trans-AD tersebut terdapat pohon yang ditebang. Bupati Lamsel dan Wakil DPRGR Lamsel dalam musyawarah ini meyakinkan Warga Hanura bahwa pelaksanaan Trans-AD tidak akan merugikan mereka, justru akan memberikan keuntungan-keuntungan moril dan materil. Oleh karena itu, masyarakat harus membantu penyelenggaraannya. Musyawarah berakhir pada pukul 13.30 WIB, tidak diadakan tanya jawab dan diputuskan pada tanggal 2 Agustus 1966 akan diadakan Sidang Segitiga antara Kampung Hurun, Trans-AD, dan Pemerintah Daerah Tingkat II Lampung Selatan.35

Pada tanggal 2 Agustus 1966 yang jatuh pada hari Selasa, pukul 12.00 WIB, dilaksanakan Rapat Segitiga antara Warga Kampung Hurun, Pemerintah Kabupaten Lamsel, dan Trans-AD. Rapar dilaksanakan di Kantor Kabupaten Lampung Selatan dan dihadiri oleh, perwakilan kampung Hurun, Wakil Pemerintah Daerah Tingkat II Lamsel dan Perwakilan dari pihak Trans-AD. Bupati membuka jalannya rapat dengan menjabarkan proses kegiatan Trans-AD sejak bulan April sampai dengan pelaksanaan rapat tanggal 2 Agustus 1966. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kegiatan Trans-AD yang disetujui antara lain, pemetaan, pendaftaran/cek ganti rugi, dan pendiria barak-barak. Persetujuan dilaksanakannya Proyek Trans-AD dengan syarat yaitu, hak-hak masyarakat tidak dinodai, masyarakat juga memiliki

35

Arsip Komando Pelaksana I Kementrian Angkatan Darat Korem 043 Garuda Hitam, “salinan notulen musyawarah dengan Rakyat Hurun, Tanggal 1 Agustus 1966”, (Lampung: Korem 043 Garuda Hitam, 1966).

pengorbanan, masyarakat dapat hidup berintegrasi dengan Trans-AD, dan ada ganti rugi atas lahan yang digunakan. Sempat terjadi kesalah pahaman antara Kepala Kampung Hurun dengan warganya yang di dalam rapat disampaikan oleh Mad Nuh sebagai perwakilan Kampung Hurun. Mad Nuh pertama menyampaikan prinsip bahwa masyarakat menyetujui adanya Trans-AD di Kampung Hurun demi kemajuan. Kedua, Mad Nuh menyampaikan bahwa Kepala Kampung Hurun tidak pernah memberikan penjelasan-penjelasan tentang adanya Proyek Trans-AD dengan alasan tidak tahu. Ketiga, meminta pertimbangan agar masyarakat Hurun tidak kehilangan mata pencaharian bertani dan berkebun. Ditanggapi oleh bupati Lamsel, prinsip rakyat yang setuju dengan diadakannya Proyek Trans-AD II Hanura namun tidak ingin tanahnya diganggu gugat adalah masalah yang ingin diselesaikan dalam rapat tersebut. Pernyataan keberatan masyarakat yang disampaikan oleh Mad Nuh dianggap telah terlambat, mengingat pihak Trans-AD telah melangkah jauh untuk melaksanakan proyek ini dan harus mengambil alih sebagian tanah milik masyarakat Hurun untuk dikorbankan demi pembangunan. Peltu Jusuf menyampaikan pendapat dari masyarakat Hurun yang berisi agar lahan yang terkena pembangunan jalan atau bangunan mendapatkan ganti rugi dan sisanya tetap menjadi milik masyarakat. penyelesaian masalah dalam rapat tersebut disampaikan oleh Perwakilan Pihak Trans-AD, Mayor Ardan, keputusannya yaitu, Proyek Trans-AD II Hanura bertempat diantara Km 12-14, jalan Teluk Betung-Padang Cermin. Setiap masyarakat mendapatkan haknya, penduduk Hurun yang memiliki kebun dan tinggal di dalam batas wilayah Trans-AD akan diajak hidup bersama, bergotong royong membangun

desa, namun penduduk tersebut hanya boleh memiliki tanah seluas 2 Ha, sebagian tanahnya diganti rugi oleh Trans-AD. Masyarakat yang tinggal di luar batas Transad, namun memiliki kebun di dalam wilayah Trans-AD, maka tanah kebun diganti rugi. Masyarakat yang ada di dalam maupun di luar wilayah Trans-AD II Hanura tetap mendapatkan hak yang sama, masyarakat akan menuai hasil dari apa yang telah dikorbankan. Perjanjian, batas-batas lahan Trans-AD dan klasifikasi ganti rugi telah jelas dalam rapat tersebut.36 Pada tanggal 12 Agustus 1966 dilaksanakan Acara Penyelesaian Tanah-Tanah Masyarakat, diputuskan bahwa Km 12-14 di Kampung Hurun yang secara resmi menjadi lahan untuk Proyek Trans-AD II Hanura.37 Pembayaran anti rugi tidak langsung dilaksanakan setelah keputusan, Trans-AD masih melakukan pengukuran-pengukuran dan pembangunan barak-barak untuk tempat tinggal sementara peserta Trans-AD.

Pada bulan September 1966, anggota Trans-AD II Hanura didatangkan terlebih dahulu tanpa keluarga dan sementara tinggal di barak-barak untuk membangun rumah dan fasilitas-fasilitas lain yang dibutuhkan untuk memulai kehidupannya sendiri setelah didatangkan bersama keluarga dan mengenal keadaan sekitar. Bangunan yang dibangun antara lain, rumah tempat tinggal Trans-AD,

36

Arsip Dinas Transmigrasi Angkatan Darat Komando Pelaksana I Korem 043 Garuda Hitam, “Salinan Notulen Sidang Segi Tiga Antara Rakyat kampong Hurun, Pemerintah, Kabupaten Lampung Selatan dan Trans-AD, Tanggal 2 Agustus 1966”, (Lampun, Korem 043 Garuda Hitam).

37

Arsip Kolak Korem 043 Garuda Hitam, ”Salinan Keputusan Rapat Segi Tiga Antara Wakil Rakyat Kampung Hurun dengan Pemerintah Kabupaten Lamsel dan Pihak Trans-AD sebagai sambungan Rapat Umum di Kampung Hurun, tanggal 12 Agustus 1966”, (Jakarta: Korem 043 Garuda Hitam, 1966).

masjid, sekolah SD sampai SMP, Sekolah Pendidikan Guru (SPG), jalan raya sepanjang 12,5 Km dari Ibu Kota provinsi, kantor desa, dan lapangan. Pembangunan rumah dan fasilitas-fasilitas lain dibangun secara gotong-royong.

Gambar 2

Rumah Anggota Trans-AD II Hanura (sumber: Dokumen Desa Hanura)

Fasilitas dan permukiman di Desa Hanura pada awalnya dibangun oleh Para Anggota Trans-AD dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Tembok, jendela, dan pintu rumah dibuat dengan bahan kayu dan alas rumah masih berupa tanah. Bangunan kantor kepala desa, sekolah, dan masjid masih menggunakan kayu.

Pohon kelapa atau tanaman keras yang lain menjadi patok penanda batas tanah antar rumah milik Anggota Trans-AD.38

Pada tahun 1967 para anggota Trans-AD II Hanura yang berasal dari Jawa mulai diberangkatkan bersama keluarga. Pemberangkatan anggota Trans-AD yang berasal dari Pusat, Kodam Siliwangi, Kodam Diponegoro, Kodam Brawijaya, dan Veteran. Pemindahan para Anggota Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura dilakukan secara seremonial. Para anggota TNI-AD yang ikut dalam proyek transmigrasi dilepas dari kesatuannya melalui upacara kemudian diberangkatkan bersama keluarga menggunakan kereta yang disebut dengan Kereta Luar Biasa (KLB). KLB merupakan kereta yang gerbongnya digunakan khusus untuk mengantar para anggota Trans-AD dari bagian timur Pulau Jawa sampai ke pelabuhan. Anggota Trans-AD diturunkan di sebuah pelabuhan yang berada di Provinsi Banten, yaitu Pelabuhan Merak. Transmigran kemudian melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kapal motor. Kapal yang digunakan adalah Kapal Motor Krakatau, Halimun, dan Bukit Barisan. Pada periode tersebut baru terdapat tiga kapal yang digunakan untuk penyeberangan dari Pulau Jawa ke Sumatera. Kapal pengangkut para transmigran bersandar di Pelabuhan Panjang Provinsi Lampung.

Menginjakan kaki di tanah Lampung, para transmigran melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kendaraan yang telah disediakan yaitu truk-truk yang biasa digunakan untuk mengangkut para anggota TNI saat bertugas, milik

38

Wawancara dengan Sukarsono (68 tahun, Kepala Dusun A, Anak dari Pelda. Purn. Sankardi), Tanggal 15 Maret 2016.

KOREM 043/Garuda Hitam. Dengan mengendarai truk para transmigran melewati jalanan tanah dan berbatu untuk sampai di lokasi proyek Trans-AD. Tak jarang para transmigran harus turun dari kendaraan untuk mengeluarkan truk yang tidak dapat berjalan karena bannya terjebak lumpur. Para anggota transmigran yang dipindahkan masih cukup kuat berjalan kaki untuk sampai di Desa Hanura.39

Anggota Trans-AD yang berasal dari Kodam Sriwijaya diberangkatkan. Beberapa anggota menggunakan bus dan sisanya menggunakan truk pasukan milik TNI-AD. Para anggota Trans-AD yang berasal dari Kodam Sriwijaya didatangkan sehari sebelum pemberangkatan Anggota Trans-AD dari Jawa. Anggota Trans-AD Kodam Sriwijaya ditugaskan untuk menysun acara pembukaan Proyek Trans-AD II Hanura sekaligus menyambut kedatangan para Trans-AD.

Setelah sampai di Desa Hanura pada tanggal 17 Maret 1967, para transmigran disambut dengan upacara oleh kesatuan KOREM 043/Garuda Hitam di lapangan Desa Hanura. Suasana haru menyelimuti keluarga anggota transmigran, karena pada waktu itu Desa Hanura masih berupa wilayah yang dikelilingi oleh hutan lebat dan tempat tinggal yang disediakan masih berupa bangunan yang terbuat dari kayu dan material lain dari hutan.40

Tahun 1971 dilaksanakan prosesi ganti rugi oleh Pihak Trans-AD kepada Warga Hurun yang Tanahnya Terkena Proyek Trans-AD II Hanura berdasarkan

39

Wawancara dengan Pudiardjo (70 tahun, anak dari Serka. kariman, Kodam Diponegoro) tanggal 18 April 2016.

40

Wawancara dengan Sitompul (81 tahun, Staf Komando Pelaksana (Kolak) Trans-AD II) tanggal 14 Maret 2016.

ketentuan yang telah disepakati pada musyawarah yang pernah dilaksanakan sebelumnya pada tahun 1968. Masyarakat Hurun pada waktu itu meminta peninjauan kembali terhadap nilai ganti rugi tanah yang telah disepakati, karena telah melewati masa dua tahun sejak keputusan tanggal 5 September 1966, maka nilai tanah ikut mengalami perubahan. Pihak Trans-AD menanggapi permintaan masyarakat untuk melakukan peninjauan kembali dengan diadakan sidang yang dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 1968. Sidang dilaksanakan di ruang DPRGR Lamsel. Pihak Kolak I sebagai pelaksana Trans-AD menyetujui dan memutuskan adanya peninjauan ulang untuk harga ganti rugi tanah. Hasil keputusan Kolak I yang disampaikan pada rapat tersebut antara lain: pertama, Peninjauan kembali harga lama yang akan disesuaikan dengan harga sekarang. Kedua, dipakai sebagai pedoman dalam penempatan harga hak milik rakyat yaitu tarif penetapan harga panitia 5 September 1966 dinaikan 3 kali lipat untuk semua jenis hak milik rakyat yang tanahnya terkena Proyek Trans-AD dengan catatan bahwa harga-harga ini atau ketetapan panitia tersebut berlaku sampai dengan akhir bulan September 1968, dengan ketentuan bahwa setelah batas waktu tersebut berakhir maka ketetapan harga tersebut akan ditinjau kembali. Ketiga, semua tanam tumbuh hak milik rakyat yang blum dibayar tidak dapat diganggu gugat oleh Trans-AD dan masih tetap hak milik rakyat yang bersangkutan dengan ketentuan bahwa pemilik tanah dapat mengambil hasilnya dari tanam tumbuh tersebut. Seluruh anggota rapat menyepakati keputusan Kolak I Trans-AD.41

41

Arsip Kodam 043 Garuda Hitam, “Berita Acara Peninjauan Kembali Ganti Rugi Harga-Harga Tanam Tumbuh Milik Rakyat Hurun Tanggal 6 Juli 1968”,

Gambar 3. Peta dan Pembagian Kavling Proyek Trans-AD II Hanura (Sumber: Dokumen Korem 043 Garuda Hitam)

(Lampung: Korem 043 Garuda Hitam, 1968).

Desa Hanura berada di atas tanah seluas 600 Ha yang diperoleh melalui proses ganti rugi dari Desa Hurun. Hampir sebagian areal tanah terdiri atas areal perkebunan pisang dan bukit-bukit. Ganti rugi lahan dibayarkan oleh Proyek Trans-AD II Hanura pada tanggal 1 September 1971, dilaksanakan di Madrasah Desa Cilimus, diketuai oleh Mayor Burhanudin sebagai Kepala Petugas Lapangan Hanura, dalam ganti rugi mengalami perubahan kenaikan harga menjadi 1,5 kali lipat dari Harga yang disepakati sebelumnya pada tanggal 5 September 1966 dan peninjauan kembali tahun 1968. Pembayaran diserahkan kepada 179 warga Hanura yang tanahnya digunakan sebagai Proyek Trans-AD. Areal tanah yang terkena Proyek seluas 606,40 Ha seharga Rp 13.268.639,67. Ganti rugi tanah baru menyelesaikan 498,65 Ha dan sisanya 107,75 Ha diselesaikan tanggal 2 September 1971. Pembayaran ganti rugi telah selesai seluruhnya pada tanggal 6 Desember 1971 dan tanah milik anggota Trans AD II Hanura didata untuk disertifikasi.

Anggota Proyek Trans-AD II Hanura yang didatangkan merupakan anggota TNI-AD yang berasal dari enam KODAM dengan rician jumlah sebagai berikut: KODAM Siliwangi sebanyak 14 KK, KODAM Diponegoro sebanyak 86 KK, KODAM Brawijaya sebanyak 32 KK, KODAM IV Sriwijaya sebanyak 12 KK, Departemen Pertahanan Pusat sebanyak 4 KK, dan Veteran sebanyak 9 KK.42

42

Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, “Proyek Transad Hanura”, (Lampung: Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, 1979).

Tabel 1. Jumlah Penempatan Anggota Tiap Dusun Dari Masing-masing KODAM KODAM KK/DUSUN A B C D PUSAT 1 2 1 - IV SRIWIJAYA 5 2 2 5 VI SILIWANGI 7 4 1 3 VII DIPONEGORO 23 20 23 17 VIII BRAWIJAYA 3 9 10 8 VETERAN - 4 2 4

(Sumber: Dokumen Desa Hanura tahun 1966)

Pembagian tanah kavling untuk dijadikan rumah dan pekarangan milik anggota Trans-AD di tiap dusun dilakukan secara acak. Hal ini bertujuan agar setiap anggota Trans-AD bisa saling berbaur dan bergotong-royong membangun lingkungan dusunnya. Berdasarkan tabel, anggota Trans-AD II Hanura paling banyak berasal dari KODAM VII Diponegoro dan yang paling sedikit berasal dari Pusat.

B. Proses Adaptasi Masyarakat Proyek Trans-AD II Hanura dengan