• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

E. Telaah Pustaka

3. Proses Pemaknaan dalam Film

Semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimnya, dan penerimanya oleh mereka yang menggunkannya (Van Zoest dalam Sudjiman, 1992:5).

Semiotika komunikasi mengkaji tanda atau signal dalam konteks komunikasi yang lebih luas, yaitu yang melibatkan berbagai elemen komunikasi. Pierce melihat tanda (representamen) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda (interpretant). Tanda, menurut pandangan Pierce adalah “...something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Tampak pada definisi Pearce ini peran subjek (somebody) sebagai bagian tak terpisahkan dari pertandaan, yang menjadi landasan bagi semiotika komunikasi. Semiotika komunikasi, menurut Umberto Eco dalam A Theory of Semiotics, adalah semiotika yang menekankan aspek produksi tanda (sign production), ketimbang sistem tanda (sign system). Di dalam semiotika komunikasi, tanda atau signal ditempatkan di dalam rantai komunikasi, sehingga mempunyai peran yang penting dalam komunikasi (Pilliang 2003:266).

Semiotika (semiotics) didefinisikan oleh Ferdinand de Saussure di dalam Course in General Linguistics, sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Implisit dalam definisi Saussure adalah prinsip, bahwa semiotika sangat menyandarkan dirinya pada aturan main (rule) atau kode sosial (social code) yang berlaku di di dalam masyarakat, sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif (Piliang 2003: 256).

commit to user

Analisis semiotik (semiotical analysis) juga merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberi makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat dalam satu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik yang terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur, film, sandiwara, radio, berbagai bentuk iklan), maupun yang terdapat diluar media massa (seperti karya tulis, patung, candi, monument, fashion show dan menu masakan suatu food festival) (Pawito, 2007:155-156)

Semiotik digunakan untuk melacak makna-makna yang diangkat dengan teks berupa lambang-lambang (sign). Dengan kata lain pusat perhatian analisi semiotik adalah pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam teks (Pawito, 2007:156).

Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Semiotik, menurut Fiske memiliki tiga kajian utama: (Sobur, 2001:94)

a. Tanda itu sendiri (the sign itself). Hal ini meliputi studi tentang berbagai tanda-tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu berhubungan dengan manusia yang menggunakannya.

b. Kode atau sistem dimana tanda-tanda itu diorganisir (the codes or system into which sign are organized). Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia, untuk menstramisikannya.

commit to user

c. Kebudayaan dimana kode atau lambang itu beroperasi (the culture within these codes and signs operate). Hal ini selanjutnya bergantung pada kegunaan kode-kode dan tanda-tanda untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

Pada perkembangannya, semiotik dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semiotik signifikasi dan semiotik komunikasi. Dulu, semiotika komunikasi digunakan untuk mempelajari tanda sebagai bagian dari proses komunikasi, dalam arti bahwa tanda hanya dianggap sebagaimana yang dimaksudkan pengirim dan demikian juga yang diterima penerima. Sekarang, semiotika komunikasi sudah lebih menekankan teori tentang produksi tanda, yang salah satunya mengamsusikan 6 faktor dalam komunikasi, yaitu: pengirim, penerima, kode, pesan, saluran komunikasi, dan acuan atau hal yang dibicarakan (Sobur, 2004:viii).

Semiotika signifikasi menaruh perhatian pada ‘relasi’ sistemik antara pernbendaharaan tanda, aturan pengkombinasiannya (kode), serta konsep-konsep (signified) yang berkaitan dengannya (Sobur, 2004:ix).

Tanda merupakan objek yang menjadi perhatian dalam semiotik. Karena itu semiotik memfokuskan perhatian utamanya pada teks. Dalam studi semiotik status penerima pesan atau komunikan dipandang memainkan peran yang lebih aktif dibandingkan dengan proses yang komunikasi lainnya.

Dalam studi tentang tanda, terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan. Ketiga unsur itu adalah tanda, acuan tanda, dan pengguna tanda. Tanda

commit to user

merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsikan oleh indra, dan mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri serta bergantung pada identifikasi oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda.

Pierce membagi tanda menjadi tiga, yaitu icon (sesuatu yang melaksakan fungsinya sebagai penanda yang serupa dengan objeknya), indeks (sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan petandanya), dan simbol (sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang oleh kaidah secara konvensi telah lazim digunakan oleh masyarakat) (Sobur, 2001:98).

Dalam usaha mencari makna suatu tanda, Pierce membuat teori triangle meaning, yang terdiri atas sign, object, interpretant. Hubungan segitiga makna Pierce ditampilkan sebagai berikut: (Soubur, 2001:115).

Gambar 1.1

ELEMEN MAKNA PIERCE

commit to user

Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Teori segitiga ini membahas persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.

Sedangkan Saussure, lebih meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan antara apa yang disebut signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi atau coretan bermakna, aspek material. Signified adalah gambaran mental, yaitu pikiran/konsep dari bahasa (Kurniawan, 2001:15). Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification. Dalam kata lain, signification adalah upaya dalam memberi makna terhadap dunia (Fiske, 1990:44, dalam Sobur, 2001:115) Seperti yang digambarkan sebagai berikut:

commit to user

Gambar 1.2

ELEMEN MAKNA SAUSSURE

Sumber 1.2: Fikse, 1990:44

Salah seorang pengikut Saussure, Roland Barthes, mengembangkan pemikiran Saussure. Ia tidak berhenti pada penanda (signifier) dan petanda (signified) dalam menjelaskan tanda seperti pada detail Saussure. Ia berpendapat bahwa dalam masyarakat tanda diproduksi dan dipahami serta bekembang dalam dua sistem.

Pertama, sistem primer yang merupakan hasil konvensi masyarakat. Dalam signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Tahapan ini biasa disebut denotasi, makna denotasi merupakan makna harafiah dari suatu objek, yaitu apa yang tergambar pada objek tersebut.

Sistem yang kedua dinamakan sistem sekunder, dimana tanda pada pelapis pertama (sistem primer) pada akhirnya menjadi signifier yang berhubungan pula dengan signified pada lapis kedua. Tahap ini biasa disebut konotasi dimana konotasi adalah suatu tanda yang berhubungan dengan satu

commit to user

atau lebih fungsi tanda, makna konotasi dapat bervariasi diantara satu orang dengan orang lain hal ini disebabkan ada perbedaan diantara mereka (Budiman, 1999:108-109). Atau dengan kata lain konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif.

Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Di dalam mitos terdapat tiga pola dimensi penanda, petanda dan tanda namun mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya. Atau dengan kata lain mitos adalah sistem pemaknaan tahap kedua. mitos terletak pada tingkat kedua penandaan, setelah terbentuk sistem tanda – penanda – petanda, dimana tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudaian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Hal ini dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:

commit to user

GAMBAR 1.3

SIGNIFIKASI DUA TAHAP BARTHES

Sumber 1.3: Fiske, 1990:88

Selain itu barthes, juga menyoroti relasi antara tanda dengan manusia. Dengan meminjam istilah Hjemslev, sebagai pengganti konsep – konsep seperti penanda maupun petanda dari saussure. Barthes membedakan lapis ekspresi (expression = E) dari lapis isi (content = c). Eksprsi dan isi berelasi (relation = R) sehingga menghasilkan signifikasi : RC. Sistem ERC pada tingkat pertama ini pada gilirannya akan menjadi unsur pada sistem tingkat kedua. Sistem ERC menjadi lapis ekspresi (signifier) dari sistem kedua (ERC)RC. Dari sinilah oleh Hjemselv dinamakan sebagai semiotik konotatif: sistem pertama merupakan lapisan denotasi sedangkan sistem kedua (sebagai perluasan) lapis konotasi. Dengan kata lain, sebuah system konotasi adalah sistem yang lapis ekspresinya sendiri tersusun oleh sebuah signifikasi (Budiman, 1999:65).

commit to user

Konotasi melibatkan simbol-simbol, historis dan hal-hal yang berhubungan dengan emosi. Di pihak lain, denotasi menunjukkan arti literature atau eksplisit dari kata-kata dan fenomena yang lain. Pada level ini terbentuk mitos.

Gambar 1.4 Peta Tanda Barthes

Peta Tanda Roland Barthes Sumber 1.4: Alex Sobur 2001: 69.

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat yang bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi dalam konsep Barthes tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan tetapi juga mengandung kedua tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Dalam pengertian Barthes denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara

1. Signifier (PENANDA) 2.Signified (PETANDA) 3. Denotative Sign (TANDA DENOTATIF) 4. Connotative signifier (PENANDA KONOTATIF)

6. Connotative Sign (Tanda Konotatif) 5. Connotative signified

commit to user

konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan, dengan demikian, sensor atau represi politis. Konotasi menurut Barthes identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu dalam tahapan analisis data.

Pada signifikasi yang kedua berhubungan dengan isi, tanda berkerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan Beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos adalah produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif misalnya mengenai hidup dan mati, manusia dewa, dan lain sebagainya. Sedangkan mitos saat ini misalnya mengenai maskulinitas, feminitas, ilmu pengetahuan, life style dan kesuksesan.

Mitos menurut barthes adalah sebuah sistem komunikasi yang mana sebuah pesan kemudian mitos tidak akan menjadi sebuah obyek, sebuah konsep atau sebuah ide, karena mitos adalah sebuah metode penandaan yakni sebuah bentuk.

Mempelajari mitos adalah suatu teknik yang menarik dan memberikan hasil yang baik untuk masuk kedalam titik tolak ideologis. Alex sobur mengatakan bahwa mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud, mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam satu kesatuan budaya (Sobur, 2001:128).

commit to user

Selain itu semiotik merupakan suatu pendekatan yang menekankan kewajaran, fungsi, rasionalitas yang ditemukan dalam berbagai pendekatan kehidupan dimana bertujan untuk mengungkapkan perilaku orang.

Film adalah produk kebudayaan, di dalamnya terdapat arti denotasi dan konotasi dari kode-kode yang membuat gambar-gambar dalam film memiliki arti yang banyak dan beragam. Analisis semiotik bertujuan untuk mengkaji simbol-simbol yang ada dalam film yang kemudian direpresentasikan dalam kehidupan nyata, sehingga dapat diperoleh makna tertentu.

Dari dua pernyataan diatas menunjukkan bahwa pembelajaran budi pekerti dan toleransi dapat dikaji dengan pendekatan semiotik. Dan jika dihubungkan dengan film yang merupakan produk budaya, pendekatan semiotik bertujuan untuk mengkaji simbol-simbol yang ada dalam film yang kemudian direpresentasikan dalam kehidupan nyata, sehingga dapat diperoleh makna tertentu.