• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4. Pembahasan

5.4.2. Proses Perancangan Lanskap Menteng Park

Proses adalah urutan langkah-langkah dalam bentuk keputusan yang mengakibatkan pemenuhan tujuan. Tahap proses desain pada Booth (1989) ini memliki tahapan dimulai dari penerimaan proyek (project acceptance), riset dan analisis (research and analysis), desain (design), gambar konstruksi (construction drawings), pelaksanaan (implementation), evaluasi setelah konstruksi (post- construction evaluation), dan pemeliharaan (maintenance).

Pada OZ, dilihat dari Gambar 40 alur proses dalam perencanaan dan perancangan ini pada umumnya sama dengan alur proses menurut Booth. Perbedaan pada beberapa tahapan ini hanya dalam istilah untuk proses yang dilakukan. Proses berdasarkan tahapan desain ini juga ada perbedaan dalam pemisahan tahapan untuk melakukan pekerjaan. Apabila dilihat dari tahapan serta istilah yang digunakan oleh OZ maka didapatkan tahapan Booth yang bisa menjadi dasar perbandingan dari tahapan perancangan yang digunakan OZ. Pada tahapan proses perancangan yang dimiliki OZ ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Booth (1983).

Persamaan terdapat pada tahap perisiapan dan perbedaan terdapat pada pengerjaan proses riset analisis serta tahap desain. Proses desain pada setiap proyek memiliki perbedaan sesuai dengan keputusan dari desainer yang dipengaruhi faktor luar (lingkungan dan klien). Keberhasilan dari proses riset dan analisis ini didukung dari adanya faktor internal dari desainer yaitu pengamatan, pengetahuan serta pengalaman dalam penanganan desain dalam proyek sehingga dapat membuat keputusan yang baik. Kelengkapan dari faktor internal ini mendukung knerja untuk mengolah data pada tapak. Apabila terdapat kekurangan dalam kelengkapan seorang desainer maka menyebabkan desain tidak sempurna.

Project Acceptance

Research and Analysis

Design Construction Drawings Implementation Post-Construction evaluation Maintenance Tahap Konsep Persiapan

Inventarisasi dan Analisis

Design Development

Detil Konstruksi

Pelaksanaan & Pemeliharaan

Selanjutnya dibahas mengenai proses perancangan pada OZ mengacu kepada tahapan Booth (1983) untuk mengetahui proses desain yang dilakukan.

5.4.2.1. Tahap Persiapan

Pada OZ ini sama dengan yang dikemukakan oleh Booth (1989) yaitu tahap awal yang dilakukan sebelum masuk kedalam proses dalam pengerjaan proyek tersebut. Pada Booth (1989) tahap persiapan dikenal dengan project acceptance. Pihak OZ melakukan kesepakatan terlebih dahulu dengan pihak klien atau owner mengenai proyek yang akan dijalankan. Berdasarkan rujukan dari teori

Gambar 40. Perbandingan Tahap Proses Perancangan ( A) Booth (1989) dan (B) Oemardi_Zain (2011).

( B ) ( A )

Booth tersebut maka OZ melakukan tahap penerimaan proyek (project acceptance). Dalam Simonds (1983) termasuk kedalam tahap commision adalah tahap dimana klien menyatakan keinginan atau kebutuhannya serta membuat definisi pelayanan dalam suatu perjanjian kerja.

Pihak OZ dan PT. Jaya Real Property Tbk melakukan diskusi dalam item pekerjaan yang dilkukan dan juga konsep awal yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan proses perancangan selanjutnya. Tahap persiapan ini mahasiswa tidak mengikuti saat proses pengerjaan proposal desain kepada pihak PT. Jaya Real Property. Tahap persiapan diketahui dengan melakukan wawancara dengan direktur mengenai hal yang berhubungan dengan proposal dan Surat Perintah Kerja (SPK). Setelah turun SPK, OZ kemudian melanjutkan proposal mengenai gambaran konsep kedalam tapak Menteng Park.

Konsep dasar Menteng Park yang dirumuskan oleh OZ terdiri dari rekreasi, edukasi, konservasi dan landmark ini dilakukan perbandingan berdasarkan tujuan dari pengembangan Bintaro Jaya dan juga peranan taman kota, sehingga didapatkan saling keterkaitan satu sama lainnya.

Kesinambungan antara konsep didapatkan dari adanya konsep rekreasi dari OZ yang mendukung adanya ‘Health Care’ serta konsep konservasi dan edukasi ini dapat mewujudkan tujuan dari konsep ‘Earth care’ dalam mengembangkan

Gambar 41 . Perbandingan Pencapaian Konsep (a) Pengembangan kawasan Bintaro Jaya dan (b) Oemardi_Zain (2011).

Health Care Earth Care Energy Care Konservasi Edukasi Rekreasi (a) (b)

kawasan Bintaro Jaya. ‘Energy care’ ini diterapkan pada desain yang dibuat oleh OZ belum diterapkan pada Menteng Park.

Fitur ‘Health Care’ ini didapat dari adanya aktivitas rekeasi yang disediakan dalam Menteng Park bagi masyarakat Bintaro Jaya. Rekreasi ini berupa penyediaan sarana olahraga dan ketersediaan ruang hijau untuk mendukung aktivitas didalamnya.

Fitur ‘Earth Care’ yang ingin dicapai dalam mengembangkan kawasan Bintaro Jaya, didukung dengan adanya Taman Kota Bintaro Jaya (Menteng Park). Menteng Park memiliki arboretum dengan luas sekitar 590 m2. Hampir seluruh tapak ditutupi oleh vegetasi pohon, hal ini untuk membentuk suatu konservasi dalam tapak dengan menjadi suatu area resapan air dalam skala yang kecil. Konservasi ini bertujuan untuk melindungi badan air yang terdapat pada tapak. Penyediaan arboretum ini, dengan berbagai jenis vegetasi dapat mengundang habitat satwa liar yaitu burung. Atraksi burung dapat menarik perhatian bagi pengguna taman, sehingga terdapat pemahaman secara tidak langsung untuk peduli dengan lingkungan.

Konsep edukasi ini dukung dengan adanya pembelajaran mengenai jenis tanaman yang terdapat pada Menteng Park. Konsep landmark pada Menteng Park ini merupakan ide dari OZ untuk menampilkan suatu karakter pada tapak. Hal ini secara khusus menjadikan suatu identitas bagi Menteng Park. Fitur ‘Energy Care’ ini belum dapat didukung dari secara nyata dari konsep Menteng Park. Fitur ini bertujuan dalam penghematan listrik pada wilayah Bintaro Jaya. Pada Menteng Park belum adanya penggunaan elemen taman seperti lampu taman yang menggunakan solar panel.

Menteng Park ini merupakan proyek yang diajukan oleh PT. Jaya Real Property Tbk kepada OZ. Pihak pengembang menginginkan adanya pembuatan Taman Kota Bintaro Jaya (diresmikan dengan nama Menteng Park) direncanakan sebagai taman kota sehingga dalam proses perancangan ini diperlukan peninjauan mengenai peranan taman kota.

Berdasarkan pemaparan untuk peranan taman kota terhadap ekologis kota ini maka perancangan ini memiliki konsep dasar yang dapat memenuhi beberapa

Konsep Konservasi Design Key Drive

Konsep Rekreasi Design Key Drive Pengaturan klimatologis Pengaturan Hidrologis Pencegah Erosi Penyeimbang Alam Perlindungan Keindahan Kejiwaan Sosial Sarana Kesehatan

peranan Menteng Park sebagai taman kota bagi kawasan Bintaro Jaya. Konsep dasar pada Menteng Park ini mengacu kepada tujuan yang ingin tercapai.

Konsep dasar konservasi ini merupakan pencapaian tujuan dari pengaturan iklim (klimatologis), pengaturan persediaan air tanah (hidrologis), pencegah erosi (orologis), dan penyeimbang alam (edhapis). Dalam penerapan desain dalam Menteng Park ini diwujudkan dalam adanya pemilihan vegetasi pohon pada area arboretum yang baik dalam penyerapan air, penggunaan material hardscape, serta daerah pinggiran sungai ditunjang dengan penyediaan hijauan. Konsep dengan adanya hijauan ini juga dapat mewujudkan suatu perlindungan (protektif) dari polusi yang terjadi di perkotaan bagi pengguna taman dan juga secara tidak langsung menjadi sarana kesehatan bagi masyarakat perkotaan.

Konsep dasar rekreasi diwujudkan dalam bentuk area promenade,terrace, dan CPG. Rekreasi yang dapat dilakukan pada Menteng Park ini terdapat aktif dan pasif. Kegiatan pasif yaitu melakukan kegiatan dengan menikmati taman dengan keindahan lingkungan taman dengan adanya desain taman yang natural serta menarik, sedangkan kegiatan aktif adalah area yang dapat digunakan untuk sarana berolahraga maupun interaksi sosial dan bermain anak.

Tujuan taman kota dengan konsep rekreasi OZ dalam Menteng Park ini yang tercapai adalah sosial dan kejiwaan (psikis). Dalam peranan taman kota sebagai penunjang ekonomi (Abdillah, 2005) ini tidak diaplikasikan dalam tapak

Gambar 42. Pencapaian Peranan Taman Kota dalam Konsep Menteng Park

Konsep Menteng Park Oemardi_Zain (2011) Peranan Taman Kota

dengan pertimbangan latar belakang masyarakat Bintaro yang memiliki kondisii ekonomi menengah keatas dan hanya membutuhkan sarana untuk rekreasi. Namun, peranan secara ekonomi ini dapat terwujud apabila dalam Menteng Park ini melakukan penghematan listrik dengan penggunaan solar panel pada setiap elemen taman yang membutuhkan energi listrik, hal ini juga mendukung konsep Bintaro Jaya yaitu fitur energy care.

Konsep edukasi didapatkan dari adanya interaksi dengan alam. Berbagai vegetasi yang terdapat pada taman ini merupakan sarana dalam mendukung edukasi. Edukasi ini didapat dari adanya penciptaan lingkungan hidup secara sinergis di dalam tapak dengan perancangan yang baik.

Menteng Park untuk menjadi suatu taman kota yang baik harus memenuhi syarat taman kota. Menurut Arifin et al (2008), taman kota adalah taman umum dalam skala kota yang peruntukannya sebagai fasilitas untuk rekreasi, olahraga, dan sosialisasi masyarakat kota yang bersangkutan. Fasilitas disediakan pada taman disesuaikan dengan fungsinya dan fasilitas pendukung lainnya, meliputi : fasilitas rekreasi, fasilitas olahraga, fasilitas sosialisasi, fasilitas penunjang. Dari segi fasilitas, Menteng Park ini sudah memenuhi syarat sebagai taman kota seperti yang dikemukakan oleh Arifin et al (2008). Fasilitas rekreasi dalam Menteng Park berupa CPG, terrace dan promenade untuk ruang bersantai dan adanya entertainment stage untuk mengakomodasi kegiatan tertentu.

Fasilitas olahraga pada Menteng Park tidak disediakan secara lengkap hanya berupa jogging track, refleksi, wall climbing, dan penyediaan lapangan terbuka. Pembatasan fasilitas olahraga ini berdasarkan kondisi tapak yang tidak terlalu luas apabila dijadikan taman kota (1,5 hektar) namun cukup dalam mewadahi aktivitas masyarakat Bintaro Jaya. Fasilitas sosialisasi dipenuhi oleh Menteng Park dengan adanya lapangan terbuka, promenade cafe, maupun promenade (plaza).

Fasilitas pendukung berupa akses jalan untuk kendaraan bermotor, entrance, penyediaan tempat parkir bagi kendaraan bermotor dan sepeda dan lainnya sudah terdapat dalam Menteng Park. Fasilitas toilet yang disediakan dalam Menteng Park ini terbatas hanya terdapat dalam commercial area (gedung). Keberadaan toilet dalam Menteng Park ini seharusnya menjadi pertimbangan

dalam melakukan pemilihan dan peletakan fasilitas berdasarkan kebutuhan pengguna taman. Menteng Park perlu penambahan unit toilet pada desain dengan titik penempatan berada dekat dengan area yang memiliki aktivitas yang cukup tinggi yaitu area rekreasi (open lawn dan entertainment stage).

Apabila ditinjau dari segi luasan, Menteng Park belum memenuhi kriteria taman kota yang ideal. Menteng Park hanya memiliki luas sekitar 1.5 Ha, luasan tersebut masuk kedalam kategori taman lingkungan. Hal ini dikemukakan oleh Arifin et al (2008) luas taman lingkungan adalah 1-3 hektar, sedangkan taman kota memiliki luasan sekitar 10 hektar.

Menteng Park ini ditinjau dari letak tapak yang dikelilingi oleh perumahan dan berdasarkan luasan tapak merupakan taman lingkungan dengan skala cakupan pengguna yaitu warga kecamatan atau kelurahan stempat. Akan tetapi, pihak PT. Jaya Real Property ini ingin menjadikan Menteng Park sebagai taman kota untuk wilayah Bintaro Jaya. Taman ini terbuka untuk umum tanpa adanya pungutan bayaran untuk memasuki Menteng Park. Menteng Park tidak hanya diperuntukan untuk masyarakat kawasan Bintaro Jaya, namun dapat digunakan untuk Kota Bintaro secara luas.

5.4.2.2. Riset dan Analisis

Pada tahap riset dan analisis ini, OZ tidak melalui tahapan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Booth (1989). Tahap inventarisasi dan analisis ini dalam proses perancangan seharusnya terdapat beberapa data fisik, data biofisik, dan data sosial yang seharusnya mengalami kajian secara lengkap.

Menurut Booth (1989) tahap riset dan analisis ini adalah tahap dimana untuk menyiapkan base plan pada tapak. Base plan ini adalah data baik spasial maupun tidak mengenai kondisi dan stuktur fisik pada tapak. Pada OZ, data yang sudah menjadi acuan untuk proses perancangan hanya berupa bentuk tapak dalam bentuk CAD, foto kondisi eksisting, serta peta kontur. Hal ini juga diungkapkan oleh Dahl dan Molnar (2003) pada tahap ini desainer harus mengumpulkan informasi tentang aspek gagasan awal. Akan tetapi, pertimbangan yang perlu dingat bahwa daftar informasi yang diperoleh tidak semuanya diperlukan.

Data yang berpengaruh dalam desain ini kemudian menjadi acuan dalam melakukan proses analisis secara cepat (quick analysis). Data yang terdapat pada OZ ini tidak dilengkapi oleh data iklim, arah angin pada tapak, hidrologi, maupun sosial sebagai acuan dalam desain Menteng Park. Hasil dari analisis pada setiap komponen yang ada pada tapak ini akan menunjang untuk mengukur keberhasilan dalam pencapaian tujuan pembuatan Menteng Park ini.

Data yang diperlukan dalam menentukan fasilitas untuk aktivitas dalam tapak ini adalah adanya data sosial. Data sosial dalam proses perancangan taman kota yang ideal diperlukan untuk mencapai pemenuhan persepsi serta kebutuhan masyarakat. Laurie (1984) menyatakan bahwa perancangan dan perencanaan harus tanggap terhadap konteks sosial dan cara yang didapatkan untuk memberikan suatu lingkungan nyaman adalah belajar dari pengamatan dari pengamatan dan konsultasi langsung dengan para anggota masyarakat suatu kelompok tertentu pada masyarakat yang ditentukan oleh faktor seperti usia dan sosio-ekonomi. Sehingga berdasarkan hal tersebut maka desain yang diterapkan dapat mengakomodasi kebutuhan, memenuhi persepsi dan keinginan dari masyarakat. Akan tetapi, data sosial dari pihak masyarakat Bintaro Jaya ini tidak dimiliki oleh pihak OZ karena terkait dengan pihak PT. Jaya Real Property Tbk yang menjadi owner dalam proyek Menteng Park. Persepsi dan keinginan yang diwujudkan dalam Menteng Park ini berdasarkan sudut pandang owner untuk memiliki taman kota yang dapat memfasilitasi aktivitas masyarakat Bintaro Jaya dan dapat menciptakan lingkungan yang baik.

Dalam pengerjaan riset dan analisis, OZ melakukan dengan teknik analisis secara cepat (quick analysis). Riset maupun analisis yang dilakukan hanya berdasarkan permasalahan yang dapat terlihat langsung pada tapak seperti letak dan bentuk tapak, polusi, bising, serta kenyamanan dan keselamatan pengguna. Pengumpulan data dalam bentuk foto keadaan eksisting dari berbagai sudut pandang ini dapat berguna untuk mengingat kembali kondisi pada tapak tersebut.

Riset dan analisis yang harus dilakukan tidak hanya berdasarkan dari segi visual dalam tapak, namun memerlukan peninjauan lebih lanjut dari data fisik dan biofisik pada tapak. Kekuatan hubungan antara lingkungan dibangun dan

lingkungan hidup alami tergantung pada pendekatan perancang dan tidak dapat dipisahkan dari kondisi lokasi (Reid, 1996).

OZ melakukan pertimbangan dalam menentukan desain Menteng Park dalam hal memprioritaskan kenyamanan dan keamanan pengguna serta menjaga lingkungan yang ada agar selaras dengan desain yang ada. OZ dalam pertimbangan keselamatan pengguna tapak, berusaha menciptakan desain yang aman bagi pengguna, sedangkan dalam pertimbangan terhadap peningkatan kualitas lingkungan dilakukan dengan mendesain tapak dengan vegetasi yang mampu menjaga serta meningkatkan kualitas lingkungan dan juga desain dengan minimal penggunaan perkerasan sehingga dapat menyerap air. Hal ini akan didapatkan lebih fungsional apabila OZ melakukan pengukuran berdasarkan kontur yang ada pada tapak. Pengukuran ini berfungsi untuk mengetahui titik permasalahan pada tapak dan juga desain memiliki ukuran yang baik.

Tidak adanya hasil dari riset dan analisis ini dalam bentuk spasial merupakan hasil dari kesepakatan dalam pelaporan hasil antara pihak klien dan OZ. Pihak OZ bertanggung jawab mulai dari tahap desain yang berawal dari konsep, pengembangan desain, dan gambar kerja. Teknik quick analysis yang diadaptasi oleh OZ dan konsultan lainnya adalah salah satu cara untuk mencapai progres proyek yang harus dilaporkan dalam tenggat waktu tertentu. Teknik ini dapat mengurangi waktu yang dihabiskan dalam pelaksanaan pengkajian data-data terkait dengan tapak tersebut, sehingga dapat secara cepat masuk kedalam tahap desain.

Kelemahan dalam proses riset dan analisis yang dilakukan OZ adalah tidak adanya dokumen yang tersimpan baik berupa data deskriptif maupun data spasial pada tapak seperti yang dikemukakan oleh Reid (1996), grafis yang dihasilkan pada tiap tahapan proses perancangan berfungsi untuk mencatat, mengeluarkan, dan menyampaikan ide-ide atau informasi. Sehingga, sebaiknya setiap tahapan proses perancangan yang dikerjakan terdapat spasial ataupun pengerjaan menggunakan komputer dan disimpan untuk dokumen pengerjaan. Hal mengenai riset dan analisis ini penting untuk dilakukan sebelum adanya proses pembentukan dari konsep karena dapat mengetahui keadaaan sebelumnya dari tapak secara lebih jelas. Tujuan dari riset dan analisis adalah untuk desainer untuk menjadi

familiar dengan tapak, dalam rangka untuk mengevaluasi dan menentukan karakter tapak, masalah dan potensi (Booth, 1983).

Dasar pemikiran yang kuat dalam merancang suatu tapak akan mengurangi revisi gambar pada tahap atau proses desain selanjutnya. OZ mengalami revisi gambar hingga beberapa kali, hal ini dikarenakan bukan hanya dari pertimbangan permintaan dari pihak klien untuk desain Menteng Park namun tahap riset analisis yang tidak dilakukan secara terperinci yang terdiri dari aspek fisik, biofisik dan sosial. Hasil analisis yang tidak terperinci ini berdasarkan budget yang dikeluarkan dari pihak klien untuk proses desain Menteng Park. Apabila semakin lama rentang waktu dan semakin besar dana yang diberikan oleh pihak klien maka hasil analisis akan lebih spesifik.

Proses dalam perancangan dapat mengalami percepatan, namun prinsipnya tetap sama untuk mewujudkan proyek tersebut pada tapak secara efektif. Tujuan harus dipahami serta mengetahui bagaimana sifat fisik tapak dan sekitarnya. (Simonds dan Starke, 2006).

5.4.2.3. Design (Desain)

Tahap desain merupakan tahap dimana desainer merencanakan lingkungan dengan memaksimumkan potensi untuk mencapai tujuan serta dapat mengintegrasikan karyanya secara harmonis dengan alam (Simonds dan Starke, 2006). Pada tahapan Booth terdapat perbedaan dari OZ. Pada tahap desain ini

Ideal Functional Diagram

Site Related Concept Plan

Form Composition Study

Preliminary Master Plan

SchematicPlan

Master Plan Design Development

Konsep Dasar (Zona) Pengembangan konsep

Konsep Desain

Design Development

Oemardi_Zain Booth (1978)

Booth (1983) mengemukakan beberapa hal item yang dikerjakan yaitu diagram fungsi, diagram hubungan tapak, concept plan, studi bentuk perancangan, preliminary design, schematic plan, master plan, design development. Pada OZ tidak dikenal dengan adanya tahapan schematic plan, namun hal tersebut sudah mencangkup dalam proses perancangan yang dikerjakan. Perbedaan juga terdapat pada tahap pengembangan desain pada OZ yang mencakup preliminary master plan, schematic plan, master plan dan design development. Pengembangan desain yang dikemukakan oleh Booth pada proses perancangan OZ adalah pengembangan untuk hardscape (denah dimensi dan material) dan softscape (denah penanaman tanaman).

Booth (1983) lebih lanjut mengemukakan bahwa banyak tahap dari perancangan yang saling tumpang tindih dan saling membaur sehingga susunannya menjadi tidak jelas dan nyata. Beberapa dari tahapan tersebut bisa pararel satu dengan yang lainnya dalam hal waktu dan muncul serentak. Pada dasarnya OZ melakukan tahapan yang sama namun pemisahan pada beberapa tahap tidak terlalu jelas. Berikut ini adalah hasil analisis yang ditinjau dari tahapan OZ berdasarkan tahapan perancangan pada Booth.

1. Diagram fungsi, Diagram Keterkaitan Ruang dan Rencana Konsep. Tahap diagram fungsi, diagram keterkaitan ruang dan rencana konsep ini merupakan tahap yang penting dilakukan untuk proses dalam membentuk kesesuaian pada tapak baik dari segi desain, penempatan dan letak ruang. Pada dasarnya OZ melakukan tahap ini, namun perbedaan terdapat dalam hasil grafis serta istilah yang digunakan. Pada OZ tahap diagram fungsi, diagram keterkaitan ruang dan rencana konsep masuk kedalam tahap pengembangan konsep.

Booth (1983) menyatakan bahwa tujuan dari diagram fungsi ideal adalah mengidentifikasi hubungan terbaik dan paling sesuai pada fungsi dan ruang yang diajukan dalam desain. OZ melakukan diskusi dengan klien untuk menentukan zona awal untuk fungsi dalam tapak. Hal yang dirumuskan adalah area masuk, area transisi dan area inti untuk kegiatan dalam tapak. Selain itu, terdapat beberapa pertimbangan akses antar ruang, border pada kelliling tapak, dan penempatan fasilitas dalam area tersebut.

Tahap pembuatan diagram fungsi ini tidak digambarkan secara langsung oleh pihak OZ namun diinterpretasikan kedalam tahap pengembangan zona tapak dengan layout desain yang akan diterapkan. Tahap diagram fungsi ini seharusnya hanya berupa suatu pola-pola diagram belum masuk kedalam tapak seperti yang dikemukakan oleh Booth (1983) bahwa tidak ada realisme bergambar dalam solusi pada tahap desain awal. Pihak OZ menyatukan diagram fungsi ini pada tapak yang sudah terbentuk pola desainnya. Dapat dilihat pada Gambar 27 pembagian zona ini, pihak OZ melakukan zona pada gambar yang sudah terdapat bentukkan pola desainnya.

Diagram fungsi, diagram keterhubungan tapak, dan rencana konsep pada Booth dalam OZ dijadikan menjadi satu tahapan dalam perumusan konsep dasar kedalam zonasi tapak. Pertimbangan OZ, untuk memberikan zonasi pada tapak yang sudah terdapat desain ini adalah untuk memudahkan penyampaian maksud kepada klien sehingga diperlukan visualisasi secara jelas dan menarik tidak hanya dalam bentuk diagram pada tapak. Diagram fungsi merupakan acuan untuk desain yang akan dilkukan.

Dampak dari diagram fungsi yang tidak dilakukan terlebih dahulu sebelum proses desain adalah fungsi ruang dan kebutuhan ruang tidak akan terakomodasi dengan baik, sehingga sebaiknya OZ menetapkan diagram tersebut dalam bentuk suatu zonasi awal tidak menyatu dengan proses desain. Zonasi awal ini merupakan acuan dalam menentukan jarak, luasan, keterkaitan antar ruang, sehingga fasilitas dan aktivitas dalam tapak sudah dalam penempatan yang baik. Menurut Simonds dan Starke (2006), pengorganisasian ruang yang baik akan menghasilkan hubungan yang saling mengisi, harmonis dan tercipta keseimbangan. Hubungan fungsional ini akan menggambarkan kedekatan zona satu sama lainnya. Pertimbangan kedekatan letak antar zona mempengaruhi jalur sirkulasi penghubung, sehingga hal ini perlu pertimbangan yang baik sebelum melakukan bentukan desain pada tapak.

Rencana konsep merupakan keberlanjutan dari tahap sebelumnya. Dalam tahap ini dapat terdapat perbedaan hasil grafis dibandingkan dengan diagram

Dokumen terkait