• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Kondisi Industri Rajutan Binong Jati Tahun 1975-2004

4.2.3. Proses Produksi

Faktor yang mendukung kemajuan suatu usaha selain fakor modal dan tenaga kerja adalah proses produksi.Proses produksi pada industri rajutan Binong Jati terbagi dalam beberapa tahapan yakni sebagai berikut :

1. Merajut dari bahan baku benang (benang Arcrylic, Nylon, Spandex, Wol) hingga menjadi kain menggunakan mesin rajut datar/mesin rajut flattknitting. Pada proses ini bahan baku benang yang berbentuk gulungan akan dipasangkan pada mesin rajut flattknitting selanjutnya pegangan pada mesin ditarik sehingga nantinya akan menghasilkan kain rajutan. Jenis kain yang dihasilkan tergantung dari bahan baku benang. Kombinasi

warna kain rajut tergantung dari warna benang, untuk setiap pembuatan kain rajut dibuat dari berbagai macam warna. Pada proses ini tidak setiap pekerja dapat melakukannya. Merajut dengan mesin rajut flattknitting dikerjakan oleh pekerja yang memiliki skill serta pengalaman menggunakan mesin ini. Hal tersebut diperlukan agar hasil barang yang didapatkan berkualitas baik. Upah yang diterima oleh pekerja yang menggunakan mesin rajut ini akan lebih banyak karena pekerjaan ini memerlukan ketelitian dan kerapihan.

2. Proses linking atau menyambungkan kain rajut. Pada proses ini kain – kain rajutan akan disambungkan sehingga menjadi barang yang diinginkan seperti rompi, cardigan, bolero, baju hangat, pakaian muslim, pakaian biasa pria - wanita dan anak - anak, kerudung, syal, sarung tangan dll. Mesin linking ini dimiliki oleh setiap pengusaha rajutan dan jumlah mesin linking ini sama banyaknya dengan mesin rajut flattknitting karena setelah benang rajut diubah jadi kain maka akan disambungkan oleh mesin linking. Keterampilan pekerja linking akan menentukan kerapihan barang hasil produksi, maka dari itu pekerja linking melakukan pekerjaan ini dengan ketelitian. Pada proses linking ini juga membutuhkan skill dan keterampilan yang biasanya didapatkan pekerja dari hasil pengalamannya. 3. Menjahit merupakan proses ketiga dalam pembuatan barang rajutan. Tidak

terlalu sulit pada tahapan produksi ini biasanya pekerja yang melakukan pekerjaan ini adalah pekerja perempuan. Selain menjahit kancing, para pekerja juga harus membersihkan sisa – sisa benang hasil linking dengan

menggunakan gunting. Hal ini diperlukan agar hasil produksi rapi dan berkualitas. Yang tidak kalah pentingnya pada tahapan ini juga ada proses pemberian label merk sesuai dengan nama usahanya, namun yang memiliki merk pada produksi hanya para pengusaha yang diklasifikasikan pengusaha kelompok besar.

4. Mengobras. Pada tahapan ini barang hasil produksi yang telah selesai akan diobras terlebih dahulu agar hasil produksi semakin rapi dan maksimal. Barang yang diobras akan disesuaikan warna benang obrasannya dengan barang produksi.

5. Setrika steam uap. Setelah barang produksi selesai diobras maka dilakukan proses setrika dengan steam uap yang sudah menggunakan LPG. Proses ini juga merupakan proses penting karena kerapihan barang akan mempengaruhi kualitas barang yang akan dipasarkan. Proses setrika steam uap ini banyak dilakukan oleh pekerja laki – laki karena menyetrika dengan setrika steam uap membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk mengangkat setrikaan dan disambungkan dengan kabel sehingga memerlukan kehati – hatian dalam pekerjaan ini.

6. Quality Control (QC) dan packing. Proses ini merupakan tahapan terakhir dari proses produksi rajutan sebelum barang dipasarkan. Pada proses QC barang yang telah jadi diperiksa dulu (disortir) apakah layak untuk dipasarkan atau tidak. Jika barang tersebut dibawah kualitas maka akan dipisahkan dan nantinya barang tersebut akan dijual eceran dengan harga yang lebih murah. Namun bila barang tersebut layak untuk dipasarkan

maka akan dilakukan proses packing/proses pengepakan barang. Proses packing ini dilakukan perlusin setelah sebelumnya barang produksi rajutan dimasukan ke dalam plastik. Apabila akan dijual eceran maka barangnya akan dipisahkan dan tidak dimasukan kedalam karung ukuran besar untuk kemudian siap dipasarkan. Pada tahapan ini dilakukan oleh pekerja perempuan atau ibu – ibu rumah tangga karena pada tahapan ini tidak sulit untuk mengerjakannya hanya perlu menghitung perlusin saja.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa proses produksi pada industri rajutan Binong Jati Bandung harus melalui beberapa tahapan. Proses produksi rajutan ini dikerjakan oleh pekerja yang sesuai dengan kemampuannya masing – masing karena setiap tahapan memiliki kesulitan. Untuk proses merajut dengan mesin rajut datar/flatknitting dan menyambungkan kain rajut dalam proses linking diperlukan keterampilan dan skill serta pengalaman membuat rajutan karena dalam proses tersebut menentukan kualitas barang yang dihasilkan yang nantinya akan mempengaruhi jumlah pesanan dari konsumen. Kualitas sumber daya manusia juga ikut menentukan kualitas seseorang dalam hal ini adalah pekerja rajut Binong Jati akan memberikan pengaruh pada pembagian tugas kerja dalam proses produksi pada industri rajutan Binong Jati. Hal tersebut akan berkaitan dengan upah yang diterima pekerja yang pastinya ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki pekerjanya itu.

4.2.4. Pemasaran

Pemasaran merupakan proses akhir dalam sebuah industri yang merupakan proses penyaluran hasil produksi kepada distributor agar sampai ke tangan konsumen. Apabila pemasaran berjalan lancar maka akan mendatangkan keuntungan bagi sebuah industri. Untuk lebih jelas mengenai distribusi pemasaran produk rajutan Binong Jati, peneliti akan menjabarkan melalui tabel dibawah ini.

Tabel 4.9

Distribusi Produk Rajutan Binong Jati dari tahun 1975 – 2004

Tempat Pemasaran Tahun

Jakarta Bandung Jabar P. Jawa Luar Jawa Luar Negeri 1975 Tanah Pasar Baru - - - -

Abang

1980 Tanah Pasar Baru - - - - Abang

1990 Tanah Pasar Baru Cirebon Semarang - - Abang, ITC Kebon

Mangga Kalapa Dua,

Cipulir

2000 Tanah Pasar Baru Cirebon Semarang Bukittinggi, - Abang, ITC Kebon Majalengka Surabaya Lombok

Mangga Kalapa Malang Banjarmasin Dua,

Cipulir

2004 Tanah Pasar Baru Cirebon Semarang Banjarmasin, Malaysia Abang, ITC Kebon Majalengka Surabaya Lombok, Singapura Mangga Kalapa, Malang Bukittinggi,

Dua, BIP Magelang Makassar, Cipulir Medan Sumber : Diolah dari hasil wawancara dengan Suhaya WondoTanggal 24 Juli 2009.

Berdasarkan data pada tabel di atas produk rajut Binong jati sejak tahun 1975 dan 1980 mulai di pasarkan ke Pasar Tanah Abang Jakarta dan Pasar Baru Bandung, hal tersebut dikarenakan kedua wilayah tersebut merupakan ibukota Provinsi yang mayoritas masyarakatnya memiliki tingkat konsumsi serta gaya hidup yang tinggi. Pemasaran produk rajut ini semakin berkembang di Tahun 1990 meliputi wilayah Cirebon dan Semarang, kedua Kota ini juga merupakan Kota besar yang sedang berkembang dan cukup potensial bagi penyerapan produk rajut Binong Jati. Mulai tahun 2000 pemasaran lebih luas lagi, di Provinsi Jawa Barat saja tidak hanya Cirebon namun juga ditambah Majalengka, di Pulau Jawa meliputi Semarang, Surabaya, Malang bahkan sampai ke luar Pulau Jawa yakni pasar Haur Kuning Bukittinggi, Lombok dan Banjarmasin. Semua wilayah yang menjadi tempat pemasaran produk rajutan Binong Jati merupakan tempat yang potensial karena masyarakatnya memiliki tingkat daya beli yang tinggi.

Pemasaran produk rajut Binong jati mencapai puncaknya di tahun 2004 bukan hanya di Dalam Negeri saja yang bertambah seperti di BIP (Bandung Indah Plaza), Makassar dan Medan namun merambah ke Luar Negeri yakni Singapura dan Malaysia. Cakupan pemasaran produk rajut yang semakin luas di pengaruhi juga oleh kemampuan para pengusahanya dalam mengembangkan strategi pemasaran baik melalui pameran – pameran maupun menjaga hubungan baik dengan para supplier dan pedagang langganan yakni para pedagang grosir.

Upaya pengusaha rajutan dalam memperkenalkan produknya dilakukan melalui media cetak, media elektronik dan promosi secara tidak langsung pada konsumen. Pada awalnya promosi yang dilakukan secara tidak langsung oleh

konsumen dilakukan melalui mulut ke mulut, maksudnya adalah konsumen yang menyukai produk rajut Binong Jati akan memberitahukan atau menginformasikan adanya produk rajut yang murah namun berkualitas yang ada di wilayah Binong. Seiring dengan perkembangannya, para pengusaha melakukan promosi dengan cara yang lebih efektif yakni melalui media cetak dan media elektronik. Promosi melalui media cetak dilakukan pengusaha dengan memasang poster – poster iklan produk rajutan di sekitar wilayah Binong. Sedangkan melalui media elektronik dilakukan melalui radio lokal dan TV lokal. Selain strategi promosi di atas, keterlibatan Pemerintah Kota Bandung juga sangat berarti bagi perkembangan industri Rajut Binong Jati agar semakin dikenal oleh masyarakat luas.

Para pengusaha rajutan Binong Jati bila ingin lebih memajukan lagi usahanya seharusnya dapat melakukan perbaikan dalam semua aspek kegiatan usahanya agar unit usaha rajutan yang dikelola dapat terus berkembang. Maju mundurnya suatu kegiatan usaha bukan hanya ditentukan oleh kualitas barang produksi yang dihasilkannya tapi harus memperhatikan pula komoditi pasar yang akan dihadapi sehingga para pengusaha bisa lebih mempersiapkan strategi yang akan digunakannya yang akan berguna untuk lebih meningkatkan lagi pemasaran produk yang dihasilkannya.

Pola dalam proses pemasaran yang ada di industri rajutan Binong jati sangat bervariasi. Secara umum pemasaran produk terbagi atas tiga sistem yaitu yang pertama sistem perorangan yakni produsen langsung menjual produk pada konsumen secara eceran maupun pesanan lusinan melalui kios rajut yang mereka miliki yang letaknya berdekatan tempat produksi rajutan tersebut. Yang kedua

dengan sistem perantara yakni produsen menyalurkan barang ke pedagang perantara yang nantinya akan diteruskan pada konsumen. Yang ketiga melalui sistem supplier yakni dari produsen/pengusaha rajut kemudian didistribusikan kepada pedagang perantara lalu disalurkan lagi kepada para supplier yang membawa produk rajut Binong Jati dan memperkenalkannya ke luar negeri melalui pameran pada akhirnya sampai ke konsumen. Untuk lebih mengetahui lebih jelas pola pemasaran pruduk rajutan Binong jati maka peneliti akan menyajikan dalam bagan pemasaran berikut ini.

Bagan 4.1

Pola Pemasaran sistem Langsung/Perorangan

Pengusaha Kios Konsumen Rajut Rajut

Bagan 4.2

Pola Pemasaran sistem Perantara

Pengusaha Pedagang Konsumen Rajut Perantara

Bagan 4.3

Pola Pemasaran sistem Supplier

Pengusaha Pedagang Supplier Konsumen Rajut Perantara

Bagan di atas menunjukan rangkaian pemasaran yang dilakukan oleh pengusaha rajut Binong jati. Mulai dari pemasaran secara langsung/perorangan yakni pihak pengusaha (produsen) langsung mendistribusikan pada konsumen

melalui kios rajut yang mereka miliki, pemasaran dengan cara seperti itu lebih banyak dilakukan secara eceran dan keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha akan langsung diperoleh karena tidak melalui perantara. Meskipun keuntungan yang didapatkan tidak terlalu banyak tapi hal ini menjadi salah satu media promosi agar konsumen bisa secara langsung memilih barang rajutan di kios rajut yang dimiliki para pengusaha.

Pola pemasaran yang kedua yakni dilakukan dengan sistem perantara yakni produsen mendistribusikan produk rajutan pada pedagang perantara yang telah menjadi langganan tetap seperti para pedagang di Pasar Tanah Abang dan Pasar Baru Bandung yang telah menjadi langganan sejak tahun 1975. Dengan pola pemasaran seperti ini maka jaringan pemasaran akan lebih luas karena pedagang perantara dapat mendistribusikan kembali produk rajut kepada para penjual grosir dan keuntungan yang diperoleh lebih besar karena produk rajutan dijual perlusin dan pesanan datang dalam jumlah yang banyak. Namun kekurangannya para produsen rajut tidak dapat menentukan langsung harga penjualan kepada konsumen karena mereka menjualnya secara lusinan kepada pedagang perantara.

Pola pemasaran yang ketiga dilakukan dengan para suplier sebagai perantara. Para supplier akan mempromosikan produk rajutan Binong Jati yang diperkenalkan melalui pameran oleh para supplier ke luar negeri, pemasaran yang dilakukan para pengusaha rajut bersifat lokal dan hanya dilakukan untuk pasar dalam negeri saja sementara untuk skala ekspor dilakukan oleh para supplier. Hal tersebut tentu saja secara tidak langsung akan menguntungkan para pengusaha rajutan Binong Jati karena produk rajutan mereka dikenal sampai ke mancanegara.

Namun kekurangannya para pengusaha rajut tidak bisa campur tangan dalam memasarkan produknya ke mancanegara karena yang berhak mengatur adalah para supplier yang sebelumnya telah membeli produk rajut dari pedagang perantara. Selain itu sistem penjualan di industri Rajut Binong Jati adalah sistem penjualan terputus jadi barang rajutan yang dipesan akan langsung di bayarkan sesuai jumlah pesanan. Resiko barang yang dipesan tidak habis terjual tidak ditanggung oleh produsen (pemilik usaha rajut).

Dari ketiga pola pemasaran di atas dapat disimpulkan bahwa pola pemasaran yang sering dilakukan oleh para pengusaha rajut Binong Jati adalah yang memakai pola pemasaran dengan sistem perantara dengan alasan sudah banyak langganan yang memesan produk rajutan pada para pengusaha. Pesanan khususnya datang dari para pedagang di Pasar Tanah Abang Jakarta yang biasanya memesan produk rajutan dalam jumlah banyak sehingga keuntungan yang didapatkan oleh para pengusaha menjadi lebih besar serta dengan pola pemasaran melaui pedagang perantara jaringan pemasaran semakin luas karena produk rajut dapat di salurkan kembali pada pedagang grosir (wawancara dengan Suhaya Wondo Tanggal 23 Oktober 2009).

Selain itu juga terdapat beberapa orang penduduk Binong jati yang disebut sebagai distributor. Mereka tidak membuat produk rajutan sendiri namun mereka hanya mengambil produk rajut dari para produsen kemudian mereka menjualnya di rumah mereka sendiri yang dijadikan kios usaha. Mereka lebih sering menjual secara eceran, keuntungan yang di dapatkan memang tidak terlalu banyak namun

dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya (Wawancara dengan Udung, 29 Januari 2010).

Berdasarkan kenyataan pada proses pemasaran produk rajutan yang ada di lapangan, para pengusaha rajutan Binong Jati mengharapkan adanya bantuan dan bimbingan dari pihak pemerintah maupun pihak – pihak terkait dalam masalah pemasaran produksi agar para pengusaha rajut Binong Jati dapat memasarkan sendiri produknya ke semua sektor tanpa campur tangan pihak supplier karena pada umumnya para pengusaha masih kurang menguasai seluk beluk pemasaran secara luas terhadap barang – barang yang dibuatnya serta Pemerintah di harapkan dapat membantu untuk mengembangkan potensi yang ada di wilayah Binong Jati dengan cara pengembangan infrastruktur baik sarana maupun prasarananya sehingga kawasan Binong Jati dapat menjadi objek Wisata Produksi Rajut di Indonesia.

4.3 Peran Masyarakat Dalam Mengembangkan Industri Rajutan