• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu .1 Proses Ajar Didik.1 Proses Ajar Didik

Dalam dokumen SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU (Halaman 71-79)

ft Keterangan: ² = Kai kuadrat

PROSES SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

5.1 Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu .1 Proses Ajar Didik.1 Proses Ajar Didik

Proses ajar didik merupakan proses pewarisan kebudayaan dengan pengajaran. Pengukuran proses ajar didik responden dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner dan pendekatan kualitatif melalui wawancara kelompok. Wawancara kelompok dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih mendalam mengenai proses ajar didik.

Berdasarkan wawancara kelompok yang telah dilakukan peneliti terhadap pemuda parsahutaon, proses ajar didik yang terjadi di Parsahutaon Dalihan na

tolu bersifat non formal dan sebagian besar terjadi pada lingkungan keluarga.

Sebagian proses ajar didik dilakukan oleh orang tua dan saudara terdekat (seperti:

namboru, oppung, tulang). Proses awal ajar didik pada awalnya dilakukan ketika

seseorang sudah mengenal saudara terdekatnya yaitu dengan mengajarkan panggilan atau sebutan untuk memanggil saudara-saudara terdekatnya terutama keluarga kandung dari pihak ayah dan ibu. Hal tersebut karena seseorang akan sering menjalin komunikasi dengan keluarga kandung, baik dari pihak ayah maupun ibu.

Proses ajar didik juga dilakukan dengan mengajarkan mengenai upacara-upacara adat Batak dan sebagian besar dilakukan oleh orang tua kandung dari pemuda parsahutaon. Orang tua responden menjelaskan mengenai upacara adat dan kapan upacara adat tersebut dilaksanakan. Orang tua juga menjelaskan mengenai peranan-peranan yang harus dijalankan oleh setiap individu dalam

setiap upacara adat. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut apabila seseorang berperan sebagai boru dalam suatu upacara adat, maka dia harus bekerja atau melayani tamu yang hadir, sedangkan teman semarga menjadi tuan rumah. Sebagai tuan rumah, teman semarga berkewajiban untuk saling membantu kelancaraan upacara adat baik dalam hal dana maupun hal-hal lain yang mendukung kelancaran suatu upacara adat tersebut. Contohnya ketika seseorang kekurangan dana saat mengadakan upacara adat maka teman semarga wajib membantu kekurangan tersebut.

Proses ajar didik mengenai upacara adat biasanya dilakukan ketika keluarga para pemuda sedang menghadiri suatu upacara adat. Hal tersebut pernah dialami oleh Y (23 tahun). Ia menceritakan bahwa ketika ia mengikuti upacara pernikahan adat Batak orang tuanya menjelaskan mengenai kekerabatan Batak yang terdiri dari hula-hula, dongan sabutuha, dan boru serta peranan yang dimiliki ketiga unsur tersebut. Pada upacara pernikahan adat Batak posisi tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga orang-orang yang memiliki status tertentu berkumpul menjadi satu. Misalnya Hula-hula memiliki tempat tertentu. Pada saat itulah orang tua menjelaskan mengenai status dan peranan yang dimiliki seseorang berdasarkan adat Batak. Pada saat upacara adat Batak juga merupakan suatu peristiwa dimana keluarga besar dapat bertemu, maka pada saat itu juga orang tua menjelaskan mengenai panggilan-panggilan dan mengenalkan responden pada keluarga besarnya.

Tujuan dari proses ajar didik adalah memperkenalkan kepada para pemuda mengenai adat istiadat masyarakat Batak agar kekerabatannya tidak punah. Pemuda juga diharapkan untuk dapat ikut serta melestarikan kebudayaan tersebut.

Selain itu, tujuan proses ajar didik adalah untuk memperlihatkan bahwa masyarakat Batak memiliki kelebihan dengan suku-suku lain dalam hal kekerabatannya. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh kakek (ompung) dari salah satu responden pria berinisial Y (20 tahun):

“Orang Batak punya kelebihan dibanding suku-suku yang

lainnya. Kalian Lihat aja Orang Batak punya panggilan-panggilan untuk memanggil saudara-saudaranya. Bahkan yang gak hubungan darah pun ada panggilan-panggilannya. Kelebihan lainnya kalau kalian bertemu sama orang yang semarga sama kalian kalian bisa langsung martutur. Tanya aja dia keturunan nomor berapa. Itu yang harus membuat kita bangga sebagai orang Batak.”

Kelebihan dalam hal kekerabatan juga dijelaskan tidak hanya oleh keluarga dari para pemuda Parsahutaon melainkan dapat melalui diskusi adat berupa seminar mengani adat Batak yang dialami oleh C (25 tahun). Dalam seminar tersebut diajarkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adat Batak dan hal-hal yang berkaitan dengan kekerabatan masyarakat Batak. Ia menyatakan bahwa ketika ia mengikuti seminar tersebut ia dapat lebih mengetahui bahwa masyarakat Batak memiliki kekerabatan yang sangat kuat antar individu.

Hasil kuesioner memperlihatkan bahwa proses ajar didik yang dialami sebagian responden tergolong tinggi. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa terdapat 34 orang pemuda (85 persen) yang mengalami proses ajar didik yang tinggi. Pemuda yang mengalami proses ajar didik yang rendah sebanyak 6 orang(15 persen). Jumlah dan persentase proses ajar didik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Ajar Didik di

Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008

Proses Ajar Didik Jumlah Persentase (%)

Rendah 6 15

Tinggi 34 85

Total 40 100

5.1.2 Sanksi

Proses Sosialisasi terhadap dalihan na tolu dilakukan juga melalui sanksi. Sanksi tidak hanya berupa hukuman atau punishment tapi juga dapat berupa

reward atau pemberian ganjaran.

Orang tua dari salah satu pemuda parsahutaon menyatakan bahwa pemberian sanksi dalam sosialisasi adat dirasa kurang efektif karena apabila anaknya semakin dipaksa maka akan menimbulkan sikap ketidaksukaan terhadap adat Batak. Hal ini pernah ia alami ketika ia sering memaksa anaknya untuk ikut dalam acara pernikahan. Saat itu anaknya menjadi malas untuk datang ke berbagai acara adat dan menganggap adat Batak bertele-tele serta membosankan. Begitu juga dengan pemberian reward atau imbalan hanya sekali-sekali saja ia akan tertarik.

Hasil wawancara kelompok mengungkapkan bahwa individu yang memberikan sanksi terbanyak adalah orang tua. Proses sosialisasi melalui sanksi dilakukan apabila para pemuda malas menghadiri upacara adat. Ketika para pemuda malas, maka orang tua akan memaksa. Apabila para pemuda merubah pikiran maka biasanya orang tua akan memberikan imbalan kepada mereka. Imbalan dapat berupa material (uang) atau imaterial seperti ajakan “jalan-jalan” sehabis upacara adat berlangsung. Namun, apabila mereka tidak merubah pikiran

dan tetap untuk tidak ikut ke upacara adat, maka orang tua akan memaksa dan kemudian memarahi mereka.

Sanksi juga dilakukan apabila pemuda salah dalam menyebutkan sapaan atau panggilan kepada kerabat mereka. Biasanya keluarga tidak memberikan sanksi namun teguran dan meralat kesalahan mereka. Hal tersebut pernah dialami oleh I (23 tahun) dan S (22 tahun) pada saat itu ia salah dalam menyebutkan panggilan kepada saudara mereka, selanjutnya orang tua mereka menegur dan meralat kesalahan tersebut.

Pemberian sanksi tidak hanya dilakukan oleh orang tua tetapi dapat juga dilakukan oleh keluarga lainnya seperti tulang, bapak tua, ataupun saudara kandung lainnya dari ayah dan ibu. Dalam suatu upacara adat yang dialami oleh R (18 tahun) ia pernah diminta untuk membantu melayani para tamu saat ada upacara adat dari pihak ayahnya. Pada saat itu ia malas untuk melakukannya maka ia dimarahi oleh orang tuanya dan juga mendapatkan teguran dari namboru-nya.

Pemberian sanksi bagi individu yang sudah menikah berbeda dengan yang belum menikah. Berdasarkan wawancara dengan salah satu orang tua responden apabila seseorang yang sudah menikah malas datang ke upacara adat, maka apabila ia mengadakan upacara adat orang lain tidak akan datang ke acaranya. Sanksi lain adalah apabila seseorang tidak menjalankan peranan dalam dalihan na

tolu maka orang tersebut dapat dikucilkan oleh saudara-saudaranya.

Berdasarkan data hasil kuesioner pada Tabel 5 maka dapat dilihat bahwa sanksi tidak begitu dominan dalam proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Responden dengan sanksi yang rendah sebesar 22 orang (55 persen), sedangkan

sanksi yang tinggi sebesar 18 orang (45 persen). Hasil pengukuran sanksi dalam proses sosialisasi dalihan na tolu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sanksi di Parsahutaon

Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008

Sanksi Jumlah Persentase (%)

Rendah 22 55

Tinggi 18 45

Total 40 100

5.1.3 Ritus Kolektif

Ritus kolektif merupakan proses sosialisasi adat melalui saluran upacara-upacara adat. Untuk melihat sosialisasi melalui ritus kolektif, dapat diperoleh melalui wawancara kelompok dan kuesioner. Hasil kuesioner digunakan untuk mendapat gambaran singkat mengenai pernah atau tidaknya responden diajak ke suatu upacara adat oleh keluarga atau orang lain di sekitar lingkungannya. Setelah itu hasil tersebut diperdalam melalui wawancara kelompok yang dilakukan bersama pemuda parsahutaon. Berdasarkan kuesioner, dapat diketahui bahwa seluruh responden pernah diajak ke upacara-upacara adat.

Para pemuda parsahutaon sebagian besar diajak oleh orang tua, namboru,

tulang, bahkan sepupu-sepupu mereka. Orang tua mereka berpendapat dengan

mengajak mereka ke upacara adat maka orang tua dapat memperkenalkan upacara adat Batak kepada mereka dan memperkenalkan mereka kepada keluarga terdekatnya. Keluarga para pemuda juga ingin mengajarkan kepada mereka bahwa apabila seseorang malas datang ke upacara adat, maka apabila di kemudian hari

orang tersebut mengadakan upacara adat, maka orang juga akan berbuat demikian terhadapnya.

Namun upacara-upacara adat masih terbatas pada upacara perkawinan dan kematian. Selain itu berdasarkan wawancara kelompok dengan para pemuda

parsahutaon diketahui bahwa para pemuda sebagian besar juga diajak untuk

berpartisipasi membantu kelangsungan upacara adat tersebut. Namun, partisipasi tersebut tidak terlalu berkaitan dengan adat karena para pemuda belum menikah. Dalam masyarakat Batak, seseorang yang sudah menikah dapat memperoleh hak-hak tertentu seperti mangulosi. Partisipasi dalam suatu upacara adat pernah dialami oleh I (23 tahun). Ketika itu ia berpartisipasi menjadi penerima tamu saat upacara pernikahan dari sepupunya. Selain itu partisipasi dalam upacara adat juga pernah dialami oleh Y (23 tahun). Ia mempersiapkan dan menyediakan makanan ketika ada upacara adat di rumah saudaranya.

Selain keluarga yang berperan mengajak para pemuda untuk ikut serta dalam upacara adat adalah teman bermain. Hal tersebut dialami oleh pemuda

parsahutaon ketika ada salah satu anggota mereka yang menikah. Para pemuda

parsahutaon diajak untuk menghadiri upacara pernikahan yang berdasarkan pada

adat Batak. Pada saat itu mereka juga ikut berpartisipasi bersama para orang tua yang merupakan anggota perkumpulan Parsahutaon Dalihan na tolu untuk

manortor (tarian adat Batak) saat orang tua memberikan ulos kepada mempelai.

5.1.4 Alokasi Posisi

Proses sosialisasi melalui alokasi posisi yaitu dimana adanya peranan-peranan tertentu yang dijalankan berdasarkan status yang dimilikinya baik dalam

keluarga atau masyarakat untuk keberlangsungan dalihan na tolu. Alokasi dapat dilihat melalui jawaban kuesioner untuk memperoleh gambaran singkat mengenai proses sosialisasi tersebut dan kemudian diperdalam melalui wawancara kelompok dengan beberapa responden. Dari hasil kuesioner dapat diketahui bahwa alokasi posisi banyak dilakukan oleh orang tua mereka. Di samping itu keluarga kandung dari ayah dan ibu mereka seperti ompung, namboru, tulang juga berperan memperkenalkan mengenai dalihan na tolu kepada mereka. Hal tersebut dilakukan karena keluarga adalah agen sosialisasi utama.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemuda parsahutaon, diketahui bahwa keluarga para pemuda berperan dalam mengajarkan mengenai sapaan-sapaan, mengenalkan kepada saudara-saudara terdekat, dan mengajak pemuda untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam upacara-upacara adat Batak. Selain keluarga, alokasi posisi juga dilakukan oleh teman bermain mereka. Teman bermain sering mengajak mereka untuk ikut serta dalam upacara adat dan menjelaskan mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan kekerabatan masyarakat Batak. Hal tersebut dialami oleh Y (23 tahun) yang memiliki teman bermain beretnis Batak yang lebih banyak dibandingkan suku lain di luar Batak.

Selain keluarga dan teman bermain, alokasi posisi juga dilakukan oleh para tokoh adat melalui seminar adat Batak yang diselenggarakan oleh para tokoh adat. Tokoh adat memiliki peran untuk tetap menjaga kelangsungan adat Batak. Oleh sebab itu, ia mengadakan suatu seminar mengenai adat Batak yang menjelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adat Batak diantaranya mengenai kekerabatan Dalihan Na Tolu.

5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu

Dalam dokumen SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU (Halaman 71-79)

Dokumen terkait