• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINDAKAN BANK ATAS ADANYA KONFLIK ALAS

A. Proses Terjadinya Alas Hak Tanggungan yang Diberikan

masyarakat, yang salah satu usahanya adalah memberikan kredit. Dana yang ada pada Bank pada prinsipnya adalah milik masyarakat yang dipercayakan atau dititipkan kepada Bank, sehingga dalam mengelola dana tersebut Bank harus bertanggung jawab kepada masyarakat. Untuk itu, dalam memberikan kredit Bank harus menjalankan prinsip kehati-hatian. Di dalam pemberian kredit, Bank menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat kepada pihak yang membutuhkannya. Akan tetapi, kredit yang diberikan oleh Bank itu mengandung risiko, sehingga di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, ditentukan bahwa dalam memberikan kredit Bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.80

Berkenaan dengan Hak Tanggungan sebagai jaminan hutang, maka menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, ditentukan bahwa adapun pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Sementara itu, menurut Pasal 9 UUHT, adapun

80 Wijaya Adibrata, Tan Kamelo dan M. Husni, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam Terjadi Eksekusi Jaminan Fidusia, Http://repository.usu.ac.id, diakses tanggal 30 Agustus 2012.

pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Dengan demikian, yang menjadi pemegang Hak Tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberikan utang, yaitu baik itu orang perseorangan warga negara Indonesia maupun badan hukum. Dimana hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yang menyatakan pemegang Hak Tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.

Proses pengikatan perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dapat dilakukan melalui 2 (dua) tahap, yaitu:

1. Tahap Pertama, yaitu: Perjanjian Kredit dengan Klausul Pemberian Hak Tanggungan

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang bersifat konsensuil

(pactade contrahendo obligatoir) dan disertai kesepakatan atau pemufakatan antara

kreditur sebagai pihak pemberi pinjaman dan debitur sebagai pihak penerima pinjaman. Biasanya yang bertindak sebagai pihak pemberi fasilitas kredit adalah bank yang berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dijelaskan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia sebagai penghimpun dan penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pinjaman. Dalam praktik perbankan, biasanya sebelum perjanjian kredit dilaksanakan, maka pihak Bank telah menyediakan blanko perjanjian kredit terlebih dahulu untuk diberikan kepada setiap pemohon kredit, guna meminta persetujuan debitur mengenai isi perjanjian tersebut,

apakah debitur menerima atau menolak isi perjanjian tersebut.81 Hal-hal yang dipersyaratkan oleh pihak Bank yang tertuang dalam blanko perjanjian kredit tersebut antara lain yakni apabila Bank menganggap permohonan kredit tersebut layak untuk diberikan kepada debitur sesuai dengan kelengkapan hal-hal yang dipersyaratkan oleh pihak bank, maka Bakan memberikan Surat Penegasan Kredit atau Ampliasi yang berisi:82

a. Jumlah atau besar kredit yang disetujui; b. Jangka waktu pengembalian kredit;

c. Biaya-biaya seperti besarnya bunga dan biaya lain yang diperlukan; d. Syarat-syarat penarikan kredit;

e. Cara pengembalian kredit;

f. Bentuk jaminan kredit dan nilainya;

g. Syarat lain yang merupakan ketentuan bank secara umum.

Kemudian Surat Penegasan Kredit tersebut diberikan kepada debitur, untuk menyetujui atau tidak isi perjanjian kredit itu, dan apabila debitur menyetujui, maka akan dibukukan dalam bentuk suatu Perjanjian Kredit.

2. Tahap Kedua, yaitu: Proses Pembebanan Hak Tanggungan

Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap kegiatan, yaitu:

81

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 36.

a. Tahap Pemberian Hak Tanggungan

Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu:

1) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, yaitu:

a) Didahului dengan adanya janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan bagian tak terpisahkan dari perjanjian kredit bersangkutan;

b) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT);

c) Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) tersebut berfungsi sebagai bukti tentang pemberian Hak Tanggungan yang berkedudukan sebagai dokumen perjanjian kedua yang melengkapi dokumen perjanjian utang (perjanjian pokok).83

2) Isi dan format Akta Pemberian Hak Tanggungan

Ketentuan mengenai isi dan format dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu: a) Hal-hal yang wajib dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan

sesuai Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan:

83

M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 189-190.

(1) Nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan; (2) Domisili pihak-pihak;

(3) Penunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin; (4) Nilai tanggungan;

(5) Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.

b) Janji yang dapat dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka diatur di dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan dan terdapatnya sejumlah klausul yang dapat dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

b. Tahap Pendaftaran dan Penerbitan Hak Tanggungan 1) Proses Pendaftaran Hak Tanggungan

Proses pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, dimana pada tahap pendaftaran ini merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan dan prosesnya sebagai berikut:

a) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan; b) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penandatanganan Akta

Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan;

c) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan;

d) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya;

e) Hak Tanggungan lahir pada tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

2) Proses Penerbitan Sertipikat Hak Tanggungan

Proses penerbitan Sertipikat Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu:

a) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

c) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypoteek sepanjang mengenai hak atas tanah; d) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah

dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan;

e) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.

B. Proses Seleksi dan Pengikatan Hak Tanggungan Oleh Bank Atas Kredit Yang Dimohonkan Oleh Debitur

Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila kredit yang telah dikucurkan tidak dapat dikembalikan. Dengan adanya jaminan tersebut, apabila debitur tidak mampu membayar, maka kreditur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya.

Di dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus. Dimana pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata. Dalam Pasal 1131 KUHPerdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara

bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain: benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang) dan benda tersebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain. Sementara itu, pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia.

Jaminan tersebut dimaksudkan agar kreditur mempunyai kedudukan yang kuat dan aman serta terjamin untuk memperoleh kembali dana yang telah disalurkan dan adanya kepastian hukum. Barang yang dijadikan objek jaminan dapat berupa benda bergerak maupun yang tidak bergerak. Salah satu benda yang lazim dijadikan jaminan adalah tanah. Pengaturan tentang jaminan berupa tanah, pemerintah telah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sebagai ganti dari Lembaga Jaminan Hipotik, sedangkan untuk benda bergerak diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Jaminan secara hukum berfungsi untuk menutupi hutang yang ditimbulkan oleh debitur, karena itu jaminan merupakan sarana perlindungan bagi para kreditur yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjamin debitur.84

84Ibid.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terhadap jaminan tersebut, maka Bank hendaklah mempertimbangkan 2 (dua) faktor, yaitu;

1. Secured, artinya jaminan kredit mengikat secara yuridis formal, sehingga apabila

suatu hari nanti nasabah debitur melakukan wanprestasi (cedera janji), maka Bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi;

2. Marketable, artinya bila jaminan tersebut hendak dieksekusi, maka dapat segera

dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.

Sebagaimana pada uraian sebelumnya, maka proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yakni:85

a. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang didahului dengan perjanjian utang piutang atau yang dijamin;

b. Tahap pendaftaran oleh Kantor Pertanahan yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.

Pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah hanya terjadi bila dengan tegas dinyatakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan. Bila hal itu tidak dinyatakan dengan tegas (secara eksplisit), maka Hak Tanggungan hanya terjadi atas tanahnya saja. Dimana hal ini

adalah sesuai dengan asas pemisahan horizontal yang dianut oleh Hukum Tanah Nasional.86

Di dalam rangka memperoleh kepastian mengenai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan tersebut, ditentukan pula bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan beserta surat-surat lain yang diperlukan bagi pendaftarannya wajib dikirimkan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganannya. Demikian pula pelaksanaan kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan yang dimaksudkan di atas ditetapkan batas waktunya, yaitu 1 (satu) bulan untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar.

Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau

accessoir pada suatu piutang tertentu yang didasarkan pada suatu perjanjian utang

piutang atau kredit, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang atau kredit yang dijamin pelunasannya. Jika piutang yang bersangkutan beralih kepada kreditur lain, Hak Tanggungan pun beralih kreditur yang lain. Pencatatan peralihan Hak Tanggungan tersebut tidak memerlukan Akta PPAT, tetapi cukup didasarkan pada akta beralihnya piutang yang dijamin. Pencatatan peralihan itu dilakukan pada buku tanah dan sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan, serta pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dijadikan jaminan. Demikian juga Hak Tanggungan menjadi hapus karena hukum apabila karena pelunasan atau

86 St. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Edisi Kedua, Cetakan I, (Bandung: Alumni, 1999), hlm. 66.

sebab lain, maka piutang yang dijaminnya menjadi hapus. Dalam hal ini pun pencatatan hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan cukup didasarkan pada pernyataan tertulis dari kreditur bahwa piutang yang dijaminnya hapus.

Kredit yang dijaminkan pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian kredit atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan. Kredit yang dijamin dengan Hak Tanggungan dapat berupa kredit yang sudah ada maupun yang belum ada tetapi sudah diperjanjikan, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan Bank Garansi. Jumlahnya pun dapat ditentukan secara tetap di dalam perjanjian yang bersangkutan dan dapat pula ditentukan kemudian berdasarkan cara perhitungan yang ditentukan dalam perjanjian yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan, misalnya kredit bunga atas pinjaman pokok dan ongkos-ongkos lain yang akan timbul yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian.

Pemberian kredit dengan jaminan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah harus dilakukan pembebanan jaminan secara sempurna untuk melindungi kepentingan kreditur. Salah satu aspek pembebanan Hak Tanggungan yang sempurna adalah perlunya janji-janji dari pemberi Hak Tanggungan yang dicantumkan dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan. Menurut penjelasan Pasal 11 UUHT, janji-janji tersebut sifatnya fakultatif (pilihan yang boleh dimasukkan atau tidak perlu dimasukkan) dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya akta, namun bagi kreditur adanya janji-janji dari pemilik jaminan adalah suatu keharusan, karena

janji-janji yang dicantumkan dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan yang kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan, maka janji-janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.

C. Tindakan Bank Atas Terjadinya Konflik Alas Hak Tanggungan yang