TESIS
Oleh
DONALD PADMALI
107011060/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DONALD PADMALI
107011060/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
NOMOR POKOK : 107011060
PROGRAM STUDI : KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing : Pembimbing I
Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Pembimbing II Pembimbing III
Prof.Dr.Budiman Ginting, SH, MHum Prof.Dr.Syafruddin Kalo, SH, MHum
Mengetahui :
Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN Prof.Dr.Runtung, SH, MHum
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum
2. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusinya, Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak Tanggungan itu berada (Droit de Suite), pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta Otentik, serta kepastian tanggal kelahiran Hak Tanggungan. Dalam penulisan ini terdapat tiga permasalahan, yaitu tentang mengapa diberikan perlindungan hukum terhadap Bank atas kredit yang diberikannya dengan jaminan Hak Tanggungan, bagaimana tindakan Bank atas adanya konflik alas hak dari Hak Tanggungan terhadap kredit yang telah diberikan, dan bagaimana upaya hukum yang dilakukan oleh Bank dalam mengatasi adanya konflik alas Hak Tanggungan pada debiturnya.
Penelitian yang dilakukan adalah bersifat yuridis normatif, yakni penelitian yang hanya melakukan analisis semata berdasarkan pada bahan-bahan kepustakaan dan juga studi dokumen. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriftif-analistis yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan permasalahan yang lebih komprehensif mengenai konflik alas hak dari hak tanggungan.
Hasil penelitian menunjukkan, pertama: alasan-alasan diberikannya perlindungan hukum terhadap bank sebagai kreditur atas kredit yang diberikannya dengan jaminan hak tanggungan, disebabkan karena dalam hal tersebut bank sebagai kreditur mendapatkan jaminan kebendaan guna menjamin pelunasan hutang debitur berupa alas hak tanah, sehingga dengan demikian perlu diberikannya perlindungan hukum khususnya bagi pemegang Hak Tanggungan apabila di kemudian hari debitur cidera janji atau tidak memenuhi kewajibannya terhadap kreditur. Selain itu, didukung pula dengan adanya asas-asas yang mendasari dari perlindungan hukum tersebut, di antaranya yaitu: Droit De Preference (Dalam mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai hak mendahulu (droit de preference), Droit De Suite (Kreditur pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (Droit de suite), jaminan umum Pasal 1131 KUHPerdata, Kepailitan pemberi Hak Tanggungan, Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kemudahan dan kepastian dalam eksekusi, serta kepastian tanggal kelahiran hak tanggungan. Kedua: Bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Bank (Kreditur) atas sengketa alas hak yang terjadi adalah yakni dengan melakukan somasi (surat peringatan utang) kepada nasabah (Debitur), melakukan gugatan kepada debitur melalui Pengadilan Negeri Uitvoer Bij Voorad, eksekusi putusan pengadilan, eksekusi akta pengakuan utang, eksekusi hak tanggungan, parate
eksekusi hak tanggungan, eksekusi terhadap penjamin, lembaga paksa badan serta kepailitan melalui Pengadilan Niaga. Ketiga: Bahwa adapun upaya/jalan keluar yang dapat dilakukan oleh bank sebagai pemegang Hak Tanggungan atas konflik alas hak yang dijadikan sebagai jaminan utang, maka bank melakukan tindakan restrukturisasi pinjaman (kredit), pengalihan fasilitas dan pelunasan sebagian ataupun seluruhnya. Selain itu, bank juga dapat melakukan upaya hukum dalam bentuk melakukan perlawanan pada Pengadilan Negeri, mengajukan gugatan terhadap para pihak penggugat, para pihak tergugat, Badan Pertanahan Nasional dan pihak kepolisian yang telah melaksanakan eksekusi terhadap objek yang dijadikan sebagai jaminan utang yang dibebani hak tanggungan didalamnya.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK
ATAS KONFLIK ALAS HAK DARI HAK TANGGUNGAN
(STUDY KASUS: PUTUSAN PN MEDAN REGISTER
NO. 113/PDT. G/2006/PN-MDN TANGGAL 01-03-2007)
Abstract
Legal protection provided by the Mortgage Act to creditors as the Receiver / Mortgage holder is giving precedence to the position holders of Mortgage lenders (Droit de Preference), Mortgage can not be divided, ease and certainty of execution, Mortgage follow the object in the hands of anyone Mortgage object was located (Droit de Suite), Mortgage provision made by an authentic deed, as well as date of birth Mortgage certainty.
The results showed, first: the reasons given legal protection against creditor bank as the credits are given to the mortgage collateral, because in terms of the bank as a lender to get material security to ensure repayment of the debt the debtor in the form of land title, and thus need given legal protection in particular for Mortgage holders at a later date if the debtor default or not meet its obligations to creditors. In addition, supported by the underlying principles of the protection of the law, among which are: Droit De Preference (In taking the redemption proceeds receivable from the sale of mortgage holders have creditors mendahulu rights (droit de preference), Droit de Suite ( holders of mortgage lender retains the right to sell the object auctions, despite already transferred their rights to another party (Droit de suite), general guarantees of Article 1131 Civil Code, bankruptcy giver Mortgage, Mortgage can not be divided, the ease and certainty of execution, and exact date of birth of mortgage. Secondly: That the remedy which can be done by Bank (Creditor) on the title dispute happens is that by doing a subpoena (debt warning letter) to the customer (debtor), making claims to debtors through Bij Uitvoer District Court Voorad, execution of judgment, execution of deed of acknowledgment of debt, execute mortgages, mortgage parate execution, execution against the surety, involuntary body weight, as well as the bankruptcy of the Commercial Court. Thirdly: That while the effort / way out that can be done by banks as holders of Rights Dependant upon conflicts title is used as collateral debt, bank loan restructuring actions (loan), transfer and settlement facilities partially or completely. Additionally, banks can also make an effort in the form of resistance in the District Court, filed a law suit against the plaintiff, the defendant, the National Land Agency dan the police who have carried out the execution of the object which is used as collateral for mortgage debt that eccumbered therein.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan dengan segala kerendahan hati kepada Yang Diatas, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan anugerah Nya yang memberikan kekuatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK ATAS KONFLIK ALAS HAK DARI HAK TANGGUNGAN ” dengan study kasus PN Medan Register No.113/Pdt.G/2006/PN/Medan Tanggal 01-03-2007 merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pasca sarjana progam study Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian tesis ini penulis telah banyak mendapat dorongan, bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting,SH, MHum, Bapak Prof.Dr.Syafruddin Kalo,SH, MHum selaku komisi pembimbing yang penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing dan mengarahkan penulis sejak awal hingga penyelesaian tesis ini.
Terima kasih juga kepada para Dosen Penguji : Ibu Dr.T.Keizerina Devi A, SH, CN, MHum dan Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, yang banyak memberikan masukan dan pendapat yang berharga untuk kesempurnaan tesis ini.
Tidak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk dapat mengikuti pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.Dr.Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang disediakan selama penulis menempuh pendidikan pasca sarjana.
3. Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat, dorongan dan inspirasi kepada penulis selama menempuh pendidikan pasca sarjana.
4. Ibu Dr.T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.
6. Seluruh Staf/Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan hingga penulisan tesis ini.
7. Rekan-rekan seangkatan Tahun 2010 di Kelas A – B – C di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan memberikan semangat serta motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Teristimewa penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas cinta kasih, pengertian dan jasa yang sangat besar kepada Ibunda yang tercinta, Lie So Jek, yang telah merawat dan mendidik Penulis dari kecil. Tak lupa pula kepada istri tersayang, Elly, yang sangat mengerti akan kesibukan karena keterbatasan waktu bersama keluarga selama penulis menempuh pendidikan pasca sarjana. Kepada anak-anak penulis yang terkasih dan tersayang, Tasya – Richellen – Richie yang telah memberikan warna kehidupan yang bahagia dan ceria penuh dengan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan pasca sarjana ini.
Akhir kata, atas segala perhatian yang telah diberikan untuk hasil karya ini, sekali lagi penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan pendididikanm pasca sarjana ini. Semoga hasil karya ini sedikit banyak dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2013 Penulis,
(Donald Padmali)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : DONALD PADMALI
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 42 Tahun
Tempat & tanggal lahir : Medan, 27 April 1972
Alamat : Jl.Negara Nomor 67 B / 80 B Medan
Agama : Buddha
Status : Kawin
Telepon / HP : 081*633*4535
II. PENDIDIKAN FORMAL
SD Yayasan Perguruan Hang Kesturi Medan 1978 - 1984
SMP Yayasan Perguruan Hang Kesturi Medan 1984 - 1987
SMA Yayasan Perguran Hang Kesturi Medan 1987 - 1990
D 3 Universitas Sumatera Utara 1990 - 1994
DAFTAR ISI
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI KREDITUR ... 34
A. Alasan-alasan Diberikannya Perlindungan Hukum terhadap Bank Atas Kredit yang Diberikannya dengan Jaminan Hak Tanggungan ... 34
B. Perlindungan Negara yang Diberikan Kepada Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Sebagai Debitur ... 53
C. Kedudukan Kreditur Dalam Penjaminan dengan Hak Tanggungan ... 62
BAB III TINDAKAN BANK ATAS ADANYA KONFLIK ALAS HAK DARI HAK TANGGUNGAN TERHADAP KREDIT YANG DIBERIKAN... 78
B. Proses Seleksi dan Pengikatan Hak Tanggungan Oleh Bank
Atas Kredit yang Dimohonkan Oleh Debitur ... 84
C. Tindakan Bank Atas Terjadinya Konflik Alas Hak Tanggungan yang Diberikan Kepada Debitur ... 89
BAB IV UPAYA HUKUM DAN JALAN KELUAR OLEH BANK ... 101
A. Upaya Hukum yang Dilakukan oleh Bank dalam Mengatasi Adanya Konflik Alas Hak Tanggungan Pada Debiturnya ... 101
B. Jalan Keluar yang Dapat Dilakukan oleh Bank Dalam mengatasi konflik Alas Hak dari Hak Tanggungan ... 118
BAB V PENUTUP... 127
A. Kesimpulan ... 127
B. Saran ... 129
Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusinya, Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak Tanggungan itu berada (Droit de Suite), pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta Otentik, serta kepastian tanggal kelahiran Hak Tanggungan. Dalam penulisan ini terdapat tiga permasalahan, yaitu tentang mengapa diberikan perlindungan hukum terhadap Bank atas kredit yang diberikannya dengan jaminan Hak Tanggungan, bagaimana tindakan Bank atas adanya konflik alas hak dari Hak Tanggungan terhadap kredit yang telah diberikan, dan bagaimana upaya hukum yang dilakukan oleh Bank dalam mengatasi adanya konflik alas Hak Tanggungan pada debiturnya.
Penelitian yang dilakukan adalah bersifat yuridis normatif, yakni penelitian yang hanya melakukan analisis semata berdasarkan pada bahan-bahan kepustakaan dan juga studi dokumen. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriftif-analistis yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan permasalahan yang lebih komprehensif mengenai konflik alas hak dari hak tanggungan.
Hasil penelitian menunjukkan, pertama: alasan-alasan diberikannya perlindungan hukum terhadap bank sebagai kreditur atas kredit yang diberikannya dengan jaminan hak tanggungan, disebabkan karena dalam hal tersebut bank sebagai kreditur mendapatkan jaminan kebendaan guna menjamin pelunasan hutang debitur berupa alas hak tanah, sehingga dengan demikian perlu diberikannya perlindungan hukum khususnya bagi pemegang Hak Tanggungan apabila di kemudian hari debitur cidera janji atau tidak memenuhi kewajibannya terhadap kreditur. Selain itu, didukung pula dengan adanya asas-asas yang mendasari dari perlindungan hukum tersebut, di antaranya yaitu: Droit De Preference (Dalam mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai hak mendahulu (droit de preference), Droit De Suite (Kreditur pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (Droit de suite), jaminan umum Pasal 1131 KUHPerdata, Kepailitan pemberi Hak Tanggungan, Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kemudahan dan kepastian dalam eksekusi, serta kepastian tanggal kelahiran hak tanggungan. Kedua: Bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Bank (Kreditur) atas sengketa alas hak yang terjadi adalah yakni dengan melakukan somasi (surat peringatan utang) kepada nasabah (Debitur), melakukan gugatan kepada debitur melalui Pengadilan Negeri Uitvoer Bij Voorad, eksekusi putusan pengadilan, eksekusi akta pengakuan utang, eksekusi hak tanggungan, parate
eksekusi hak tanggungan, eksekusi terhadap penjamin, lembaga paksa badan serta kepailitan melalui Pengadilan Niaga. Ketiga: Bahwa adapun upaya/jalan keluar yang dapat dilakukan oleh bank sebagai pemegang Hak Tanggungan atas konflik alas hak yang dijadikan sebagai jaminan utang, maka bank melakukan tindakan restrukturisasi pinjaman (kredit), pengalihan fasilitas dan pelunasan sebagian ataupun seluruhnya. Selain itu, bank juga dapat melakukan upaya hukum dalam bentuk melakukan perlawanan pada Pengadilan Negeri, mengajukan gugatan terhadap para pihak penggugat, para pihak tergugat, Badan Pertanahan Nasional dan pihak kepolisian yang telah melaksanakan eksekusi terhadap objek yang dijadikan sebagai jaminan utang yang dibebani hak tanggungan didalamnya.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK
ATAS KONFLIK ALAS HAK DARI HAK TANGGUNGAN
(STUDY KASUS: PUTUSAN PN MEDAN REGISTER
NO. 113/PDT. G/2006/PN-MDN TANGGAL 01-03-2007)
Abstract
Legal protection provided by the Mortgage Act to creditors as the Receiver / Mortgage holder is giving precedence to the position holders of Mortgage lenders (Droit de Preference), Mortgage can not be divided, ease and certainty of execution, Mortgage follow the object in the hands of anyone Mortgage object was located (Droit de Suite), Mortgage provision made by an authentic deed, as well as date of birth Mortgage certainty.
The results showed, first: the reasons given legal protection against creditor bank as the credits are given to the mortgage collateral, because in terms of the bank as a lender to get material security to ensure repayment of the debt the debtor in the form of land title, and thus need given legal protection in particular for Mortgage holders at a later date if the debtor default or not meet its obligations to creditors. In addition, supported by the underlying principles of the protection of the law, among which are: Droit De Preference (In taking the redemption proceeds receivable from the sale of mortgage holders have creditors mendahulu rights (droit de preference), Droit de Suite ( holders of mortgage lender retains the right to sell the object auctions, despite already transferred their rights to another party (Droit de suite), general guarantees of Article 1131 Civil Code, bankruptcy giver Mortgage, Mortgage can not be divided, the ease and certainty of execution, and exact date of birth of mortgage. Secondly: That the remedy which can be done by Bank (Creditor) on the title dispute happens is that by doing a subpoena (debt warning letter) to the customer (debtor), making claims to debtors through Bij Uitvoer District Court Voorad, execution of judgment, execution of deed of acknowledgment of debt, execute mortgages, mortgage parate execution, execution against the surety, involuntary body weight, as well as the bankruptcy of the Commercial Court. Thirdly: That while the effort / way out that can be done by banks as holders of Rights Dependant upon conflicts title is used as collateral debt, bank loan restructuring actions (loan), transfer and settlement facilities partially or completely. Additionally, banks can also make an effort in the form of resistance in the District Court, filed a law suit against the plaintiff, the defendant, the National Land Agency dan the police who have carried out the execution of the object which is used as collateral for mortgage debt that eccumbered therein.
A. Latar Belakang
Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, karena dapat menentukan keberadaan dan kelangsungan
hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi orang
lain. Untuk mencegah masalah tanah tidak sampai menimbulkan konflik kepentingan
dalam masyarakat, diperlukan pengaturan, penguasaan dan penggunaan tanah atau
dengan kata lain disebut dengan hukum tanah.1
Persoalan tanah dalam era pembangunan dan industrialisasi semakin rumit
dan potensial menimbulkan gejolak. Pendekatan pemecahan tidak semata-mata
bersifat teknis yuridis, tetapi juga menyangkut pertimbangan sosial ekonomi.
Munculnya persoalan pertanahan akhir-akhir ini sudah cukup memberikan bukti
bahwa persoalan pertanahan telah menjadi persoalan laten. Tanah tidak hanya bernilai
ekonomis, akan tetapi juga dipandang memiliki nilai historis religius yang kuat.
Sehingga tidak jarang sampai mati pun tanah akan tetap dipertahankan. Begitu
kuatnya hubungan tanah dengan manusia menjadikan ciri khusus bagi persoalan
pertanahan yang berkembang di Indonesia.
UUPA dalam kaitannya dengan pembentukan hukum nasional, khususnya
hukum tanah nasional merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 33 ayat (3) yaitu: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat” hal ini dapat ditemukan dalam sifat, isi, tujuan maupun
semangat yang terkandung di dalam UUPA yang sekaligus merupakan bentuk
pengejawantahan aspirasi bangsa Indonesia dalam upaya melakukan pembaharuan
Hukum Tanah Nasional. Hal tersebut dapat dipahami apabila dilihat dari sejarah
kelahiran bangsa dan Negara Republik Indonesia, UUPA lahir sebagai bentuk
jawaban dari tuntutan atas kebutuhan perangkat hukum yang bersifat nasional yang
mampu mengatur serta memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
dalam rangka menuju cita-cita kemerdekaan yaitu untuk mencapai masyarakat yang
adil dan makmur. Pemberian jaminan kepastian hukum mengenai hakhak atas tanah
merupakan salah satu tujuan pokok dibentuknya UUPA, selain dalam usaha
pembaruan hukum dan dalam rangka untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan
Hukum Tanah Nasional.
Di dalam pelaksanaan ketentuan tersebut, maka diundangkanlah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA
(Lembaran Negara 1960-104). Dengan diundangkannya UUPA, berarti sejak saat itu
Indonesia telah memiliki Hukum Agraria Nasional yang merupakan warisan
kemerdekaan setelah pemerintahan kolonial Belanda.
Berdasarkan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
kepastian hukum Pertanahan, Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah.
Terhadap tanah yang telah didaftarkan selanjutnya diberikan tanda bukti hak atas
tanah, yang merupakan alat bukti yang kuat mengenai kepemilikan tanah (sertipikat
hak atas tanah).
Alas pemilikan hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertipikat hak
atas tanah di kantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai
alat pembuktian data formil atas kepemilikan atau penguasaan suatu bidang tanah,
baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi.2 Pada sertipikat hak milik
yang dimaksud merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya untuk
memiliki, menggunakan, mengambil manfaat lahan tanahnya secara turun-temurun,
terkuat dan terpenuh.
Hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia telah lama
mendapat perhatian. Sifat hubungan itu berkembang menurut berkembangnya budaya
terutama oleh pengaruh sosial, politik dan ekonomi. Kuatnya sistem penguasaan
tanah oleh masyarakat merupakan cermin dari sistem budaya dan perekonomian
tradisional yang ada di Indonesia. Masalah tanah merupakan masalah yang senantiasa
menarik perhatian dikarenakan tanah adalah sumber kehidupan selain air, apalagi
negara-negara yang masih agraris. Oleh karena itu, masalah pertanahan masih
merupakan masalah utama yang masih dihadapi oleh negara yang penghidupan
ekonominya masih ditunjang dari sektor pertanian.
2
Pada umumnya terdapat permasalahan-permasalahan di bidang pertanahan
yang diakibatkan belum diperolehnya jaminan dan kepastian hak atas tanah yang
dikuasai oleh perorangan atau keluarga dan masyarakat pada umumnya, sebagai
akibat tidak mempunyai bukti tertulis. Dalam proses pendaftarannya untuk
mendapatkan hak tertulis atau sertipikat sering terjadi masalah yang berupa sengketa,
baik dalam hal batas tanah maupun sengketa dalam hal siapakah yang sebenarnya
berhak atas tanah tersebut.
Konflik-konflik dalam bidang pertanahan pada kenyataannya tidak
terselesaikan secara baik termasuk oleh penguasa negara yang mempunyai
kewenangan tertinggi, padahal seharusnya dapat memberikan perlindungan hukum
yang layak untuk mencapai kemakmuran bagi rakyat. Bahkan tidak jarang melahirkan
pertumpahan darah/korban jiwa hanya berupaya untuk mempertahankan tanah yang
selama ini diklaim sebagai milik atau tumpangan hidup. Tentunya dapat dibayangkan
bagaimana akhir dari pertikaian/sengketa tanah yang masing-masing pihak
mengklaim sebagai pemilik. Pengusaha atau perusahaan dengan tegas bersikukuh
biasanya berdasarkan hak pakai yang diperoleh dari negara. Di sisi lain, berhadapan
dengan masyarakat/anggota masyarakat sebagai penggarap turun-temurun.3
Hakekat kepastian hukum sebenarnya terletak pada kekuatan sertipikat hak
atas tanah sebagai bukti pemilikan hak atas tanah termasuk di pengadilan. Namun,
kepastian hukum secara yuridis dengan penggunaan stelsel negatif pada hakekatnya
merupakan kepastian hukum relatif, dengan pengertian bahwa ketentuan peraturan
3
perundang-undangan hanya menjamin kepastian hukumnya selama tidak ada
dibuktikan sebaliknya.4 Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 32 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyebutkan
bahwa:
(1) Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya,
sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam
surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
(2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas
nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad
baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai
hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila
dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkan sertipikat itu tidak mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor
Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan
mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.
Kasus-kasus yang menyangkut sengketa dibidang pertanahan dapat dikatakan
tidak pernah surut, bahkan mempunyai kecenderungan meningkat dalam
kompleksitas maupun kuantitas permasalahannya, seiring dengan dinamika ekonomi,
sosial dan politik Indonesia. Sebagai gambaran dewasa ini di Indonesia, dengan
semakin memburuknya situasi ekonomi yang sangat terasa dampaknya.
4
Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/
badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik
terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat
memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan
kembali menegaskan kenyataan bahwa selama kemerdekaan Indonesia, negara masih
belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya, UUPA baru
sebatas menandai dimulainya era baru kepemilikan tanah yang awalnya bersifat
komunal berkembang menjadi kepemilikan individual.
Perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian bahwa suatu hubungan
hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan
hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak
lain untuk menunaikan prestasi.5
Kasus kontemporer yang pernah mengemukan dalam pemberitaan di media
massa di Indonesia, khususnya di Kota Medan, dalam kasus/sengketa kepemilikan
tanah yang terletak di Jalan Jati Pulo Brayan Bengkel Kota Medan. Kasus tersebut
bermula dari adanya gugatan perdata di Pengadilan Negeri Klas I-A Medan antara
AK dkk sebagai Penggugat dan RL sebagai Tergugat sebagaimana terdaftar dengan
Register Nomor 113/Pdt.G/ 2006/PN-Mdn.
5
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan Register Nomor
113/Pdt.G/2006/PN-Mdn Tanggal 01 Maret 2007, Pengadilan Negeri Medan
mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian. Pertimbangannya adalah bahwa
tuntutan Penggugat-penggugat sepanjang mengenai pembatalan kesepakatan atau
perjanjian dengan Tergugat dan tuntutan pengembalian atas semua surat-surat tanah
yang pernah diterima oleh Tergugat dari Penggugat dan tuntutan pengembalian tanah
terperkara tersebut dalam keadaan aman dan kosong oleh Tergugat kepada
Penggugat-penggugat, telah cukup beralasan dan patut untuk dikabulkan. Sebaliknya
bahwa mengenai tuntutan ganti rugi yang diminta Penggugat-penggugat kepada
Tergugat, oleh karena tidak secara tegas diperjanjikan antara Penggugat-penggugat
dengan Tergugat, maka tuntutan ganti rugi dimaksud haruslah ditolak.6
Berkenaan dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan Register Nomor
113/Pdt.G/2006/PN-Mdn Tanggal 01 Maret 2007 tersebut, maka secara nyata dan
fakta hukum bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan telah salah dan keliru
di dalam pertimbangan maupun putusannya tersebut dan telah merugikan pihak Bank.
Oleh karena, secara yuridis tanah-tanah yang menjadi objek sengketa dalam perkara
tersebut adalah telah memiliki surat tanda bukti hak yang sah yang berbentuk
sertipikat hak atas tanah dan telah diagunkan ke Bank dengan jaminan hak
tanggungan. Di antaranya yaitu:
6
1. Sertipikat Hak Milik Nomor 387 atas nama Muljadi tanggal 15 September 1995
yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kotamadya Medan, berdasarkan Akta
Jual Beli No.205/2008 tanggal 28-05-2008 yang dibuat oleh Lie Na Rimbawan,
SH, selaku PPAT. Kemudian telah diagunkan pada PT.Bank Danamon
Indonesia,Tbk Cabang Medan Pemuda dengan Hak Tanggungan Nomor
6081/2008 Peringkat I (Pertama) APHT. PPAT Lie Na Rimbawan, SH
No.208/2008 tanggal 28-05-2008 dan Hak Tanggungan Nomor 4273/2009
Peringkat II (Kedua) APHT. PPAT Lie Na Rimbawan, SH No.120/2009 tanggal
22/05/2009;
2. Sertipikat Hak Milik Nomor 395 atas nama Muljadi tanggal 23 Oktober 1995
yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kotamadya Medan, berdasarkan Akta
Jual Beli No.206/2008 tanggal 28-05-2008 yang dibuat oleh Lie Na Rimbawan,
SH, selaku PPAT. Kemudian telah diagunkan pada PT.Bank Danamon
Indonesia,Tbk Cabang Medan Pemuda dengan Hak Tanggungan Nomor
6081/2008 Peringkat I (Pertama) APHT. PPAT. Lie Na Rimbawan, SH
No.208/2008 tanggal 28-05-2008, Hak Tanggungan Nomor 4273/2009 Peringkat
II (Kedua) APHT. PPAT Lie Na Rimbawan, SH No.120/2009 tanggal 22/05/2009
dan Hak Tanggungan Nomor 12052/2010 Peringkat III (Ketiga) berdasarkan
APHT Nomor 379/2010 tanggal 18-10-2010 yang dibuat oleh PPAT Lie Na
Rimbawan, SH bersama dengan SHM No.387/Pulo Brayan Bengkel dan SHM
3. Sertipikat Hak Milik Nomor 489 atas nama Muljadi tanggal 25 Maret 1997 yang
diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kotamadya Medan, berdasarkan Akta Jual
Beli No.207/2008 tanggal 28-05-2008 yang dibuat oleh Lie Na Rimbawan, SH,
selaku PPAT. Kemudian telah diagunkan pada PT.Bank Danamon Indonesia,Tbk
Cabang Medan Pemuda dengan Hak Tanggungan Nomor 6162/2008 Peringkat I
(Pertama) APHT. PPAT. Lie Na Rimbawan, SH No.211/2008 tanggal
29-05-2008, Hak Tanggungan Nomor 4273/2009 Peringkat II (Kedua) APHT. PPAT Lie
Na Rimbawan, SH No.120/2009 tanggal 22/05/2009 dan Hak Tanggungan Nomor
12052/2010 Peringkat III (Ketiga) berdasarkan APHT Nomor 379/2010 tanggal
18-10-2010 yang dibuat oleh PPAT Lie Na Rimbawan, SH bersama dengan SHM
No.387/Pulo Brayan Bengkel dan SHM No.395/Pulo Brayan Bengkel;
Sertipikat hak atas tanah merupakan suatu alat bukti hak bagi pemilik tanah
yang menerangkan bahwa data mengenai tanah yang tertera didalamnya adalah
benar-benar miliknya. Oleh karena itu, dengan sertipikat tanah seorang ditetapkan
sebagai pemilik dari tanah yang bersangkutan, selama tidak ada pihak lain yang dapat
membuktikan sebaliknya.7 Penerbitan sertipikat hak atas tanah bagi pemilik tanah
mempunyai tujuan. Tujuan yang ingin dicapai adalah demi diperolehnya jaminan
kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah (Recht Kadaster), sebagaimana halnya
tujuan pendaftaran tanah menurut UUPA yang dituangkan Pasal 19 ayat (1) yaitu:
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di
7 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah”.
Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict
of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret
antara perorangan dengan perorangan, perorangan dengan badan hukum, badan
hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Artinya bahwa kebutuhan tanah
yang terus meningkat berdampak pada terjadinya konflik di bidang pertanahan.
Konflik tersebut menjadi sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah
menyatakan rasa tidak puas atau rasa keprihatinannya kepada pihak-pihak yang
dianggap sebagai penyebab kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang
diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat
diberikan respons/reaksi/penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan
pemerintah). Adapun kepastian hukum yang diamanatkan UUPA tersebut meliputi:
1. Kepastian subyek (pemegang haknya);
2. Kepastian obyek (luas, letak dan batas-batasnya);
3. Kepastian hak (jenis hak atas tanahnya).
Pada tanggal 23 Januari 2008 telah diajukan pula Gugatan Perlawanan atas
nama Sdr.Sofyan Widjaya dkk melalui kuasanya Sdr. DR. Januari Siregar, SH,
M.Hum, dkk, Advokat/Penasehat Hukum, sebagaimana terdaftar dengan Register
Nomor 22/Pdt.G/2008/PN-Mdn, yang amarnya berbunyi antara lain: Menyatakan
banding dengan Akte Banding No.174, tanggal 10 September 2009, akan tetapi
sebagaimana diketahui bahwa Perlawanan tersebut pada prinsipnya tidak menunda
pelaksanaan eksekusi tersebut.8
Bertolak dari hal tersebut di atas, maka pada tanggal 30 November 2011 telah
dilaksanakan eksekusi lahan seluas 70.506.45 M2 bersama 36 rumah di Jalan Jati
Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan oleh Juru
sita Pengadilan Negeri Medan. Dimana pelaksanaan eksekusi tersebut menimbulkan
perlawanan yang luar biasa dari pihak warga Jalan Jati yang pada akhirnya
menimbulkan aksi saling lempar batu antara warga dengan pihak kepolisian,
dikarenakan bahwa pelaksanaan eksekusi tersebut tidak sesuai dengan prosedur
hukum yang berlaku. Menurut salah seorang yang merupakan pemilik dari tanah yang
dieksekusi seluas 70.506.45 M2 tersebut mengatakan bahwa tanah yang dieksekusi
seluas 70.506.45 M2 dalam perkara No. 113/Pdt.G/2006/PN-Mdn, tanggal 1 Maret
2007 antara AK dkk dengan RL adalah milik orang lain dan BPN Medan tidak pernah
membatalkan sertipikat yakni 52 Sertipikat Hak Milik.9 Pada kenyataannya pula,
bahwa terhadap 52 Sertipikat Hak Milik tersebut, ternyata terdapat beberapa
sertipikat yang telah diagunkan ke Bank dalam hal telah melakukan perikatan/kontrak
dengan meminjam kredit di Bank dengan sertipikat hak milik tersebut sebagai
jaminannya, yang dalam hal ini sering disebut dengan istilah pembebanan hak atas
tanah (hak tanggungan).
8
Penetapan No. 20/Eks/2010/113/Pdt. G/2006/PN-Mdn Tanggal 07 September 2010.
9
Berkenaan dengan Sertipikat Hak Milik yang telah dijadikan agunan/jaminan
pada bank, maka terhadap hal tersebut telah dilakukan perjanjian antara debitur
dengan kreditur, yang mana di dalam perjanjian tersebut dimuat secara jelas dan
terperinci berkenaan dengan hal-hal dan ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan
oleh seorang debitur, di antaranya yaitu:
1. Menjalankan usahanya secara layak dan efisien;
2. Memberitahu Bank dengan segera apabila terjadi hal-hal yang mungkin
mengganggu jalannya perusahaan debitur atau yang akan merugikan keadaan
keuangan perusahaan Debitur;
3. Melakukan pembukuan mengenai keuangan perusahaan dan membuat
catatan-catatan yang mencerminkan keadaan keuangan perusahaan debitur yang
sesungguhnya serta hasil pengoperasian perusahaan Debitur yang sesuai dengan
prinsip-prinsip pembukuan yang diterima secara umum dan dilaksanakan secara
konsisten;
4. Memberikan kesempatan kepada karyawan-karyawan Bank dan atau kuasanya
untuk memeriksa pembukuan serta catatan-catatan lainnya mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan Debitur dan mempelajari
kontrak-kontrak yang dibuat oleh debitur dengan pihak ketiga;
5. Mengizinkan Bank untuk menempatkan karyawan-karyawannya dan/atau
kuasanya dalam perusahaan debitur guna ikut mengawasi pengelolaan perusahaan
6. Menyerahkan kepada Bank:
a. Laporan keuangan triwulan perusahaan debitur selambat-lambatnya 60 (enam
puluh) hari kalender setelah tanggal penutupan pembukuan tersebut; laporan
keuangan mana harus ditandatangani oleh pengurus perusahaan Debitur;
b. Laporan keuangan tahunan perusahaan debitur selambat-lambatnya 90
(sembilan puluh) hari kalender setelah penutupan tahun buku perusahaan
debitur; laporan keuangan tersebut harus dibuat oleh akuntan terdaftar yang
disetujui oleh Bank;
7. Menyimpan sebaik-baiknya surat-surat izin dan persetujuan-persetujuan yang
telah diperolehnya dari pihak yang berwenang dan apabila ternyata kemudian
diperlukan surat-surat izin dan persetujuan-persetujuan yang baru, Debitur wajib
segera mengurusnya;
8. Membayar pajak-pajak, bea materai, biaya-biaya dan semua tagihan-tagihan yang
wajib dibayar oleh Debitur sehubungan dengan usahanya.10
Selain itu, terdapat pula hal-hal dan ketentuan-ketentuan yang tidak boleh
dilakukan oleh Debitur, kecuali dengan persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari
Bank, di antaranya yaitu:
1. Membuat perjanjian kredit atau memperoleh kredit dari pihak ketiga;
2. Menjaminkan/menjual/memindahtangankan harta kekayaan Debitur kepada pihak
ketiga;
3. Menjual saham-sahamnya kepada pihak ketiga atau membeli saham-saham
perusahaan lain;
4. Mengadakan deversifikasi usahanya atau mengubah maksud dan tujuan
perusahaannya;
5. Merger atau konsolidasi dengan perusahaan lain;
6. Mengubah anggaran dasar perusahaan atau mengubah susunan pengurus
(termasuk Komisaris) atau perubahan dalam pendiri/pesero perusahaan Debitur;
7. Membayarkan dividen atau kewajiban lainnya kepada pendiri pesero perusahaan
Debitur.11
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan, yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut
atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Hak Tanggungan lahir
dengan sebuah perjanjian. Dalam kenyataan, banyak pihak pemberi hak tanggungan
yang ternyata lalai atau sengaja melalaikan kewajiban dalam pelaksanaan perjanjian,
misalnya melakukan penjualan terhadap barang jaminan.12 Pinjaman yang diberikan
(kredit) yang dimaksud ialah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat
11Ibid., hlm. 26.
12 Fia S. Aji, Kedudukan Kreditur dalam Penjaminan dengan Hak Tanggungan,
disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara Bank dan
lain pihak dalam hal pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.13
Fungsi dari pemberian jaminan adalah guna memberikan hak dan kekuasaan
kepada Bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut,
bila debitur bercidera janji tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian. Agar Bank dapat melaksanakan hak dan kekuasaan atas
barang jaminan termaksud, maka perlu terlebih dahulu dilakukan pengikatan secara
yuridis formil atas barang jaminan yang bersangkutan menurut ketentuan hukum
yang berlaku.14
Adapun asas-asas hak tanggungan adalah:15
1. Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur
pemegang hak tanggungan;
2. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali diperjanjikan lain;
3. Hak tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada;
4. Hak tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang berkaitan dengan
tanah yang baru akan ada dikemudian hari;
5. Hak tanggungan dapat dijadikan jaminan utang yang baru akan ada;
6. Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang;
13
Thomas Suyatno, dkk, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 50.
14
Ibid.
15
7. Hak tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek hak
tanggungan itu berada;
8. Hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu;
9. Hak tanggungan wajib didaftarkan;
10.Hak tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu.
Pembebanan hak atas tanah (hak tanggungan) merupakan hak jaminan
pembayaran hutang tertentu yang dibebankan atas hak atas tanah dari debitur kepada
kreditur, menggunakan akta PPAT yang dimohon kreditur kepada Kepala Kantor
Pertanahan setempat melalui prosedur perolehan sertipikat hak tanggungan dengan
pemenuhan persyaratan permohonan yang disampaikan oleh pemohon kepada Kepala
Kantor Pertanahan setempat melalui loket penerimaan.16
Salah satu hak yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai nilai
ekonomis serta dapat diperalihkan adalah hak atas tanah. Untuk menjamin
pelunasan dari debitur, maka hak atas tanah itulah yang digunakan sebagai
jaminannya. Ketentuan umum dari pemberian jaminan, bahwa syarat suatu
benda dapat dijadikan jaminan hak atas tanah, bahwa benda tersebut harus
memenuhi syarat-syarat antara lain: bahwa benda jaminan tersebut dapat dinilai
dengan uang karena hutang yang dijamin berupa uang, termasuk hak yang
didaftar dalam daftar umum karena harus memenuhi syarat publisitas,
mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cidera janji
maka benda yang dijadikan jaminan akan dijual di muka umum, serta
16
memerlukan penunjukan dalam undang-undang. Sebagai jaminan kredit tanah
mempunyai kelebihan antara lain adalah harganya yang tidak pernah turun
sehingga menjadi primadona bagi pelaku usaha dan perbankan dalam
melakukan transaksi ekonomi.17
Berkenaan dengan perjanjian kredit yang terjadi antara kreditur dengan
debitur tersebut, maka pada saat menghadapi kredit bermasalah, Bank sebagai pihak
kreditur hanya menggunakan dua pendekatan, yaitu:18
1. Restrukturisasi
Biasanya berlaku bagi debitur yang usahanya masih memiliki prospek dan
pemilik serta manajemen memiliki komitmen menyelesaikan kewajiban.
Umumnya, bank menawarkan perubahan struktur kredit, perpanjangan tenor
pinjaman, dan pemotongan suku bunga.
2. Settlement (penyelesaian)
Ini berlaku bagi debitur yang sulit memenuhi seluruh kewajibannya dan usahanya
sudah tidak prospektif lagi. Dalam kebijakan ini, filosofinya adalah
meminimalkan kerugian bukan memaksimalkan keuntungan. Sebab, Bank sudah
pasti rugi saat memutuskan settlement. Dimana hapus tagih ini bertujuan
meminimalisir kerugian yang diderita Bank. Agar hapus tagih tidak menimbulkan
moral hazard, maka perlu pengaturan tegas dalam anggaran dasar perusahaan.
17
LBH Makasar, Hak Tanggungan, Http://www.lbh-makassar.htm, diakses tanggal 17 April 2012.
Aturan itu juga mencakup siapa saja yang berhak memutuskan kebijakan tersebut.
Umumnya, hapus tagih di Bank swasta berawal dari divisi, kemudian diajukan ke
direksi. Selanjutnya direksi mengajukan kebijakan tersebut ke komisaris untuk
diambil keputusan akhir. Dengan aturan dan sistem yang jelas, maka hapus tagih
tidak akan menimbulkan moral hazard oleh pihak tertentu.
Sengketa mengenai tanah dapat dicegah, paling tidak dapat diminimalkan
apabila diusahakan menghindari penyebabnya, sengketa-sengketa itu adalah peristiwa
hukum, sehingga sebab-sebabnya dapat diketahui dan dikenali dengan kembali
melihat melalui pandangan-pandangan hukum tanah yang ada. Dari
sengketa-sengketa di pengadilan, proses penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang
panjang, adakalanya sampai bertahun-tahun. Hal tersebut dikarenakan adanya
tingkatan pengadilan yang harus dilalui yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi
dan Mahkamah Agung.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di latar belakang, maka ditariklah beberapa rumusan
permasalahan. Adapun beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini,
yakni sebagai berikut:
1. Mengapa diberikan perlindungan hukum terhadap Bank atas kredit yang
diberikannya dengan jaminan Hak Tanggungan?
2. Bagaimana tindakan Bank atas adanya konflik alas hak dari Hak Tanggungan
3. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan oleh Bank dalam mengatasi adanya
konflik alas Hak Tanggungan pada debiturnya?
C. Tujuan Penelitian
Berangkat dari latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka
dapat diketahui yang menjadi tujuan dari penelitian tesis ini. Adapun yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui alasan-alasan diberikannya perlindungan hukum terhadap
Bank atas kredit yang diberikannya dengan jaminan Hak Tanggungan.
2. Untuk mengetahui tindakan Bank atas adanya konflik alas hak dari Hak
Tanggungan terhadap kredit yang telah diberikan.
3. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh Bank dalam mengatasi
adanya konflik alas Hak Tanggungan pada debiturnya.
D. Manfaat Penelitian
Ditetapkannya beberapa permasalahan, diharapkan akan memberikan manfaat
baik secara teoritis maupun secara praktis, maka penelitian ini setidaknya diharapkan
mampu memberikan ataupun menyumbangkan beberapa manfaat, yakni sebagai
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wacana pemikiran dan
paradigm mengenai masalah sengketa pertanahan, khususnya mengenai
perlindungan hukum terhadap Bank atas konflik alas hak dari hak tanggungan.
b. Penelitian ini juga diharapkan nantinya akan memberikan sumbangan atau
konstribusi, khususnya terhadap perlindungan hukum terhadap Bank atas
konflik alas hak dari hak tanggungan yang terjadi di masyarakat, serta
melengkapi bahan-bahan penelitian dan penanganan-penanganan
masalah-masalah sengketa alas hak atas tanah dari hak tanggungan.
2. Secara Praktis
a. Lewat penelitian ini diharapkan dapat memperdalam kajian tentang
perlindungan hukum terhadap Bank atas konflik alas hak dari hak tanggungan.
b. Penelitian ini diharapkan pula bisa memberikan masukan yang lebih lagi bagi
para pengambil kebijakan khususnya dalam hal ini pemerintah dan juga pihak
Bank, agar sengketa alas hak atas tanah dari hak tanggungan tidak lagi
merajalela dan mengakar dalam kehidupan masyarakat, baik saat ini maupun
di masa-masa yang akan datang.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan juga penelusuran penulis di perpustakaan
Universitas Sumatera Utara terhadap penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum
PN Medan Register No.113/Pdt.G/2006/PN-Mdn Tanggal 01-03-2007)”, belum
pernah ditulis oleh peneliti lain. Sehingga bisa dikatakan kalau penelitian yang
dilakukan ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik itu secara
ilmiah maupun secara akademis oleh penulis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Pada dasarnya merupakan sebuah kewajiban bahwa penelitian selalu disertai
pemikiran teoritis, sebab adanya hubungan timbal balik antara teori dengan
kegiatan-kegiatan pengumpulan data, konstruksi data, pengolahan data dan analisis data.19
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau
proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.20
Talcott Parsons menempatkan hukum sebagai salah satu sub-sistem dalam
sistem sosial yang lebih besar. Di samping hukum, terdapat sub-sub sistem lain yang
memiliki logika dan fungsi yang berbeda-beda, yakni budaya, politik dan ekonomi.
Menurutnya, perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia adalah prinsip pengakuan
dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada
Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Dimana
perlindungan hukum yang dimaksud terdiri atas dua macam, yakni:
19
Ronny Hanitidjo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 41.
20
1. Perlindungan hukum preventif, dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah
mendapat bentuk yang definitif;
2. Perlindungan hukum represif, dimana lebih ditujukan dalam penyelesian
sengketa.21
Teori yang dijadikan landasan pada penulisan ini adalah teori kepastian
hukum, yang menyebutkan bahwa unsur terpenting dalam penerapan hukum adalah
unsur penegak hukum itu sendiri. Di dalam perwujudan tujuan hukum ke dalam
masyarakat yang memenuhi unsur keadilan dan kepastian hukum, maka masih
tergantung minimal pada dua hak lain, yaitu:
1. Kebutuhan akan hukum yang semakin hari semakin besar yang oleh hukum harus
selalu dipenuhi;
2. Kesadaran hukum manusia dan masyarakat yang semakin hari semakin bertambah
tinggi sehingga hal tersebut harus direspons dengan baik oleh hukum itu sendiri.
Di dalam pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan
memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang
dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya.
Dalam penulisan tesis ini juga sangat berhubungan dengan masalah perlindungan
hukum, khususnya bagi Bank atas konflik alas hak yang terjadi dari suatu hak
tanggungan. Sebagaimana definisi dari hak tanggungan yang telah diuraikan dalam
latar belakang penelitian ini, maka yang dapat dijadikan obyek hak tanggungan
adalah hak-hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan, yakni hak milik, hak
guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan
wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan dapat juga dibebani
hak tanggungan. Dijadikannya hak pakai sebagai obyek hak tanggungan merupakan
langkah maju dalam hukum pertanahan kita juga bagi warga negara asing menjadi
pemegang hak pakai atas tanah negara yang bila hak tersebut akan dijadikan jaminan
disertai persyaratan bahwa modal yang diperoleh harus dipergunakan untuk kegiatan
pembangunan di Indonesia.
Pemegang hak tanggungan dalam hal ini adalah orang perseorangan atau
badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.22 Berkenaan
dengan hal tersebut di atas, maka dapat dilihat beberapa ciri-ciri dari Hak
Tanggungan, yaitu:23
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya
atau yang dikenal dengan droit de preference;
2. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapa pun benda itu berada
atau disebut dengan droit de suit;
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga
dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan;
4. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.
22
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Jaminan, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 52.
23
Hak Tanggungan tidak dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh suatu
perjanjian (perjanjian kredit) antara debitur dan kreditur. Dalam perjanjian itu diatur
tentang hubungan hukum antara kreditur dan debitur, baik menyangkut besarnya
jumlah kredit yang diterima oleh debitur, jangka waktu pengembalian kredit maupun
jaminan yang nantinya akan diikat dengan hak tanggungan. Oleh karena Hak
Tanggungan tidak dapat dilepaskan dari perjanjian kredit, itulah sebabnya maka Hak
Tanggungan dikatakan accessoir (mengikuti) perjanjian pokoknya.
Perjanjian kredit Bank selalu merupakan perjanjian yang bersifat konsensuil.
Bagi perjanjian kredit yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh atau
klausul conditions precedent, tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu
merupakan perjanjian yang konsensuil sifatnya. Adapun yang dimaksud dengan
syarat-syarat tangguh atau klausul conditions precedent pada suatu perjanjian kredit
ialah fakta atau peristiwa yang harus dipenuhi atau terjadi terlebih dahulu setelah
perjanjian ditandatangani oleh para pihak sebelum Bank berkewajiban menyediakan
kredit dan sebaliknya sebelum nasabah debitur berhak menggunakan kreditnya.24
Dengan kata lain, setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh Bank dan
nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan
penarikan kredit. Atau sebaliknya, setelah ditandatanganinya perjanjian kredit oleh
kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi Bank untuk menyediakan
kredit sebagaimana yang diperjanjikan.25
24
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2009), hlm. 176.
25
Kredit yang diberikan oleh kreditur mengandung resiko, maka dalam setiap
pemberian kredit, Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa ada suatu
perjanjian tertulis. Itu sebabnya diperlukan suatu jaminan kredit dengan disertai
keyakinan akan kemampuan debitur melunasi utangnya. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang
menyatakan dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau
itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dalam menjalankan suatu perjanjian khususnya dalam perjanjian kredit, para
pihak (debitur, kreditur) selalu dibebani dua hal yaitu hak dan kewajiban. Menurut
Subekti, bahwa suatu perikatan yang dilahirkan oleh suatu perjanjian, mempunyai
dua sudut: sudut kewajiban-kewajiban (obligations) yang dipikul oleh suatu pihak
dan sudut hak-hak atau manfaat, yang diperoleh oleh lain pihak, yaitu hak-hak
menurut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu. Jadi, hak
tanggungan merupakan jaminan hak atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberi kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur
lainnya.26
26
Maksud dari kreditur diutamakan dari kreditur lainnya yaitu apabila debitur
cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan dapat menjual barang agunan melalui
pelelangan umum untuk pelunasan utang debitur. Kedudukan diutamakan tersebut
tentu tidak mempengaruhi pelunasan utang debitur terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Hukum mengenai perkreditan modern yang dijamin dengan hak tanggungan
mengatur perjanjian dan hubungan utang-piutang tertentu antara kreditur dan debitur,
yang meliputi hak kreditur untuk menjual secara lelang harta kekayaan tertentu yang
ditunjuk secara khusus sebagai jaminan (obyek hak tanggungan) dan mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut jika debitur cidera janji.
Proses pembebanan hak tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan,
yaitu:27
1. Tahap pemberian hak tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT,
yang didahului dengan perjanjian utang piutang atau yang dijamin;
2. Tahap pendaftaran oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya hak
tanggungan yang dibebankan.
Pada tahap pemberian hak tanggungan oleh pemberi Hak Tanggungan kepada
kreditur, Hak Tanggungan yang bersangkutan belum lahir. Hak Tanggungan itu baru
lahir pada saat dibukukannya dalam buku tanah di Kantor Pertanahan. Oleh karena
itu, kepastian mengenai saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut adalah sangat
27
penting bagi kreditur.28 Saat tersebut bukan saja menentukan kedudukannya yang
diutamakan terhadap kreditur-kreditur yang lain, melainkan juga menentukan
peringkatnya dalam hubungannya dengan kreditur-kreditur lain yang juga pemegang
hak tanggungan dengan tanah yang sama sebagai jaminannya.
Kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak mendahului daripada
kreditur-kreditur yang lain (droit de preference) untuk mengambil pelunasan dari
penjualan tersebut. Kemudian Hak Tanggungan juga tetap membebani obyek hak
tanggungan di tangan siapapun benda itu berada. Ini berarti bahwa kreditur pemegang
Hak Tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah
dipindahkan haknya kepada pihak lain (droit de suite).29 Sehingga dengan demikian,
hak kebendaan melekat kepada Bank (droit de suite) sebagai kreditur sepanjang
hutang belum dilunasi oleh debitur, yakni sebagai jaminan hutang debitur tersebut.
Dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan kepada pihak lain tanpa
seizin pihak kreditur, maka kreditur dapat mengajukan action pauliana, yaitu hak dari
kreditur untuk membatalkan seluruh tindakan kreditur yang dianggap merugikan.
Dengan demikian, dalam perjanjian tanggungan, pihak kreditur tetap diberikan
hak-hak yang dapat menghindarkannya dari praktek-praktek “nakal” debitur atau
kelalaian debitur.
28
Ibid.
29
2. Konsepsi
Agar konsep-konsep yang dipergunakan dalam suatu penelitian, terutama
konsep-konsep yang terkait langsung dengan variable penelitian tidak ditafsirkan atau
tidak diartikan berbeda-beda, maka perlu dirumuskan suatu kerangka konsep atau
dengan mempergunakan model definisi operasional.30 Hal ini untuk menghindari
terjadi perbedaan pemahaman dalam penelitian ini.
Adapun definisi operasional dan istilah-istilah yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Perlindungan hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh
aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik
fisik maupun mental, kepada korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror,
dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan,
penyidikan, penuntutan dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan.31
b. Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit (agent
of development) dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran yang diberikan baik
kepada perorangan maupun kelompok/perusahaan (agent of trust) serta peredaran
uang.32
30
Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Thesis, (Medan: Universitas Sumatera Utara), hlm. 72.
31
Raja Untung, Pengertian Perlindungan Hukum, Http://www.id.shvoong.com, diakses tanggal 18 April 2012.
32
c. Konflik adalah merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau
tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun
dalam hubungannya dengan orang lain.33
d. Alas hak adalah bukti hak dasar seseorang dalam membuktikan hubungan hukum
antara dirinya dengan hak yang melekat atas tanah.34
e. Perjanjian Kredit adalah ikatan antara Bank dengan debitur yang isinya
menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua pihak sehubungan dengan
pemberian atau pinjaman kredit (pinjam uang).35
f. Kreditur adalah orang memberi hutang/kredit atau pihak yang memiliki piutang
karena perjanjian atau undang-undang.36
g. Debitur adalah pihak yang memiliki hutang kepada pihak lain atau pihak yang
mempunyai hutang karena perjanjian atau undang-undang.37
h. Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang yang
memberikan kedudukan istimewa kepada seorang kreditur terhadap
kreditur-kreditur lain.38
i. Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak
tanggungan yang bersangkutan.39
33
Killman dan Thomas, Manajemen Konflik, Http://www.jurnal-sdm.blogspot.com, diakses tanggal 18 April 2012.
34
Memahami Arti Penting Riwayat Kepemilikan Tanah, Http://www.kab-mukomuko.bpn.go. id, diakses tanggal 18 April 2012.
35
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 98.
36
Marwan, M. & Jimmy P, Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hlm. 156.
37
Ibid.
38
j. Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.40
G. Metode Penelitian
Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan dalam penelitian ini
haruslah mengikuti metode-metode penelitian yang telah ditetapkan oleh Universitas
Sumatera Utara, hal ini untuk mendapatkan hasil maksimal. Adapun metode
penelitian yang dipergunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang
hanya melakukan analisis semata berdasarkan pada bahan-bahan kepustakaan dan
juga studi dokumen. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah bersifat
deskriftif-analistis yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan permasalahan yang lebih
komprehensif mengenai konflik alas hak dari hak tanggungan. Adapun yang menjadi
permasalahan pokok yang akan diteliti adalah menyangkut dengan perlindungan
hukum terhadap Bank sebagai kreditur dan mengenai pertanggungjawaban negara
dan perlindungan yang diberikan kepada Bank dan pemegang sertifikat hak atas
tanah.
39
Ibid.
40
2. Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder.
Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, meliputi
surat-surat pribadi, buku-buku, sampai pada dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan
oleh pemerintah.41 Materi penelitian ini didapatkan dengan cara mengumpulkan
referensi yang berkaitan dengan objek penelitian yang diteliti, meliputi:
a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang mengikat dari sudut norma
dan peraturan berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan,
yang meliputi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register Nomor
113/Pdt.G/2006/PN-Mdn Tanggal 01-03-2007, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta beberapa
undang-undang lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.
b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan-bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer berupa buku-buku bacaan yang relevan dengan
penelitian ini, hasil tulisan seperti tesis, jurnal, makalah, hasil penelitian, artikel,
bahkan pendapat dari pakar hukum yang sesuai dengan topik kajian penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier, merupakan bahan-bahan penunjang dan bahan-bahan yang
dapat memberikan petunjuk-petunjuk maupun penjelasan-penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder yakni meliputi Kamus, majalah, dan surat
kabar.
41
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara telaah pustaka (library
research) dan studi dokumen, yakni berupa putusan pengadilan, buku-buku, jurnal,
dokumen, dan sumber teoritis lainnya sebagai dasar penyelesaian pokok masalah
dalam penelitian ini. Bahan kepustakaan dan dokumen yang diteliti berkaitan dengan
permasalahan seputar perlindungan hukum terhadap Bank atas konflik alas dari Hak
Tanggungan.
4. Analisis Data
Analisis adalah hal terpenting pada penelitian dalam rangka memberi jawaban
terhadap permasalahan yang diteliti. Pada penelitian ini analisis data dilakukan secara
kualitatif dengan menggunakan logika deduktif, yakni mempelajari, menganalisis
dan memperhatikan kualitas data, sehingga diperoleh data yang bisa menjawab
permasalahan dari penelitian ini. Menurut Lexy J. Moleong, analisis data kualitatif
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.42
Selain itu, juga berusaha mencari aturan-aturan, nilai-nilai maupun sistem
perlindungan hukum yang terdapat dalam pustaka yang terkait untuk dirumuskan
42