• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Bank Sumut (Studi Pada Bank Sumut) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Di Bank Sumut (Studi Pada Bank Sumut) Chapter III V"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN UMUM JAMINAN HAK TANGGUNGAN

A.Tinjauan Umum Tentang Jaminan

1. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan

Istilah Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

“Zakerheid”, sedangkan istilah “Zakerheidsrecht” digunakan untuk hukum

jaminan atau hak jaminan. Namun istilah hukum jaminan ternyata mempunyai

makna yang lebih luas dan umum serta bersifat mengatur dibandingkan dengan

hak jaminan seperti halnya hukum kebendaan yang mempunyai ruang lingkup

yang lebih luas dan mempunyai sifat mengukur dari pada hak kebendaan serta

mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya,

disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain

istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan dapat dibaca dalam

Pasal 1 angka 23 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan. Agunan adalah :

“Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka

mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

Syariah.”

Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan

agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh

debitur kepada bank. Unsur-unsur agunan, yaitu :

(2)

b. Diserahkan oleh debitur kepada bank ;

c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.42

Didalam Seminar Badan Pembina Hukum Nasional yang diselenggarakan di

Yogyakarta, dari tanggal 20 s.d. 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan.

Jaminan adalah “menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan

uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan

erat sekali dengan hukum benda.”43

Konstruksi jaminan dalam definisi ini ada kesamaan dengan yang

dikemukakan Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan. Hartono Hadisoeprapto

berpendapat bahwa jaminan adalah “Sesuatu yang diberikan kepada kreditur

untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang

dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.”44

1) Difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditur (bank) ; Kedua definisi jaminan yang dipaparkan tersebut adalah:

2) Wujudnya jaminan ini dapat dinilai dengan uang ( jaminan materiil ) ;

dan

3) Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur dengan

debitur.

Istilah yang digunakan oleh M.Bahsan adalah jaminan. Ia berpendapat

bahwa jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan

42

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2011), Cet 2, hal.22

43

Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab tentang Credietverband, Gadai, dan Fiducia, (Bandung, Alumni Bandung, 1987), hal.227-265

44

(3)

debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.” 45

a) Telah lazim digunakan dalam bidang Ilmu Hukum, dalam hal ini

berkaitan dengan penyebutan-penyebutan, seperti hukum jaminan,

lembaga jaminan, jaminan kebendaan, jaminan perorangan, hak jaminan,

dan sebagainya ;

Alasan

digunakan istilah jaminan karena :

b) Telah digunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan tentang

lembaga jaminan, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Hak

Tanggungan dan Jaminan Fidusia.

Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang

merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu

diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang

seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah

hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Definisi ini difokuskan

pada pengaturan pada hak-hak kreditur semata-mata, tetapi juga erat kaitannya

dengan debitur. Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan.46

Kata “jaminan” dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada

Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan penjelasan Pasal 8

Undang-Undang Perbankan 1998, dari kedua ketentuan itu diketahui bahwa

jaminan erat hubungannya dengan masalah utang. Hal ini dikarenakan terkait

kepada peminjaman uang serta pelunasan hutang. Dalam perjanjian pinjam

45

M Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta, Rejeki Agung, 2002), hal.148

46

(4)

meminjam uang pihak kreditur meminta debitur menyediakan jaminan berupa

harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan hutang,47

Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan

yang sepenuhnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan

utang. Materi atau isi peraturan perundang-undangan tersebut memuat

ketentuan-ketentuan yang secara khusus mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan

penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan,

lembaga-lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang dan sebagainya.Di

dalam KUHPerdata (KUHPerdata) tercantum beberapa ketentuan yang dapat

digolongkan sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan dalam ketentuan hukum

KUHPerdata adalah sebagaimana yang terdapat pada Buku Kedua yang mengatur

tentang prinsip-prinsip hukumjaminan, lembaga-lembaga jaminan (Gadai dan

Hipotek) dan pada Buku Ketiga yang mengatur tentang penanggungan utang. untuk mengantisipasi

apabila sewaktu-waktu debitur tidak melunasi ataupun tidak mampu melunasi

hutangnya.Dari pengertian-pengertiandi atas tersebut, maka dapat dikatakan

bahawa jaminan merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko apabila

debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan tersebut merupakan second way

out apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan cara menjual jaminan

tersebut untuk memenuhi kewajibannya.

48

(1) Kedudukan Harta Pihak Peminjam

Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh

ketentuanketentuan KUHPerdata sebagai berikut.

47

Gatot Supramono, Perbankan dan masalah kredit suatu tinjauan yuridis,(Jakarta, Djambatan, 1995), hal. 34

48

(5)

Pasal 1131 KUHPerdata mengatur tentang kedudukan harta pihak

peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya

merupakan jaminan (tanggungan) atas utangnya. Pasal 1131 KUHPerdata

menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta

bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang

akan ada di kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan utang pihak

peminjam. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan salah satu

ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang

kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan

utangnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata pihak pemberi

pinjaman akan dapat menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari

semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih akan

dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak

untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh

pihak peminjam di kemudian hari. Dalam praktik seharihari yang dapat

disebut sebagai harta yang akan ada di kemudian hari adalah misalnya

berupa warisan, penghasilan, gaji, atau tagihan yang akan diterima pihak

peminjam. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata sering pula dicantumkan

sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan.Ketentuan

Pasal 1131 KUHPerdata yang dicantumkan sebagai klausul dalam

perjanjian kredit bila ditinjau dari isi (materi) perjanjian disebut sebagai

isi yang naturalia. Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi yang

(6)

isi perjanjian akan lebih baik, tetapi bila tidak dicantumkan, tidak

menjadi masalah kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti

demikian sudah diatur oleh ketentuan hukum yang berlaku. Dengan

memperhatikan kedudukan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata bila

dikaitkan dengan suatu perjanjian pinjaman uang, akan lebih baik

ketentuan tersebut dimasukkan sebagai klausul dalam perjanjian

pinjaman uang, termasuk dalam perjanjian kredit.

(2) Kedudukan Pihak Pemberi Pinjaman

Bagaimana kedudukan pihak pemberi piinjaman terhadap harta pihak

peminjam dapat diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata dapat disimpulkan

bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua

golongan, yaitu :

(a)Yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang

masing-masing; dan

(b)Yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi

pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.

Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam

menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil

penjualan harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu

menurut besarkecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara

pihak pemberi pinjaman itu mempunyai alasan yang sah untuk

(7)

kreditur dan pihak peminjam disebut nasabah debitur atau debitur. Pihak

pemberipinjaman yang mempunyai kedudukan didahulukan lazim

disebut sebagai kreditur preferen dan pihak pemberi pinjaman yang

mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren. Mengenai

alasan yang sah untuk didahulukan sebagaimana yang tercantum pada

bagian akhir ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata adalah berdasarkan

ketentuan dari peraturan perundangundangan, antara lain berdasarkan

ketentuan yang ditetapkan oleh Pasal 1133 KUHPerdata, yaitu dalam hal

jaminan utang diikat melalui gadai atau hipotek.

(3) Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak

pemberi pinjaman.

Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek

jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan

yang demikian diatur oleh Pasal 1154 KUHPerdata tentang Gadai, Pasal

1178 KUHPerdata tentang Hipotek. Larangan bagi pihak pemberi

pinjaman untuk memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang

sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan lembaga

jaminan tersebut tentunya akan melindungi kepentingan pihak peminjam

dan pihak pemberi pinjaman lainnya, terutama bila nilai objek jaminan

melebihi besarnya nilai utang yang dijamin. Pihak pemberi pinjaman

yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang

serta-merta menjadipemilik objek jaminan utang bila pihak peminjam

(8)

dapat mencegah tindakan sewenang-wenang pihak pemberi pinjaman

yang akan merugikan pihak peminjam.

Demikian secara umum beberapa ketentuan hukum jaminan yang

berkaitan dengan prinsip-prinsip hukum jaminan dalam lingkup hukum positif di

Indonesia, lembaga jaminan dan penanggungan utang sebagaimana yang

tercantum dalam KUHP, Buku Kedua dan Buku Ketiga.

2. Jenis-Jenis Jaminan

Menurut hukum perdata, jaminan dapat dibedakan menjadi dua jenis,

yaitu:

a. Jaminan perorangan

“Jaminan perorangan adalah selalu suatu perjanjian antara seorang

berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya

kewajiban-kewajiban si berutang (debitur)”. Dalam jaminan perorangan selalu

dimaksudkan bahwa untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur, yang

dijaminkan pemenuhannya seluruhnya sampai suatu bagian (jumlah) tertantu,

harta benda penanggungan (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan

- ketentuan perihal pelaksanaan (eksekusi) putusan-putusan pengadilan.

Pasal jaminan perorangan adalah suatu perjanjian ketiga yang

menyanggupi pihak berutang atau kreditur bahwa ia menanggung pembayaran

suatu utang bila yang berutang tidak menepati kewajibannya (Pasal 1820

KUHPer). Dalam hal ini dapat menjamin pembayaran sepenuhnya atau suatu

jumlah tertentu.

(9)

1) Si debitur ditagih terlebih dahulu, bila ada kekurangan barulah

kekurangan tersebut ditagih kepadanya (Pasal 1831 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata)

2) Jika ada penjamin lainnya, utang tersebut dipecah-pecah atau dibagi-bagi

diantara para penjamin (Pasal 1837 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata).49

Di dalam praktek lazim diperjanjikan bahwa penjamin menanggungkan

kedua Hak tersebut sehingga bila debitur cidera janji, maka kreditur dapat

langsung menuntut penjamin untuk pelunasan utang seluruhnya. Jika seorang

penjamin membayar utang debitur maka :

a) Dapat menuntut kembali dari debitur atas pembayaran utang sepenuhnya

yang terdiri dari utang pokok, berupa uang dan biaya-biaya.

b) Dapat dengan sendirinya mengambil alih segala hak-hak dari kreditur

terhadap debitur, seperti gadai dan hipotik.

b. Jaminan kebendaan

Jaminan kebendaan ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak

mendahulu di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan

mengikuti benda-benda yang bersangkutan

Dalam Pasal 1131 KUHPer yang menyatakan bahwa : ”Segala kebendaan

debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak baik yang sudah ada

maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala

perikatan perseorangan”. Jaminan yang bersifat hak kebendaan ialah ”suatu hak

49

(10)

yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan

terhadap tiap orang”.

Hak jaminan materiil atau kebendaan adalah hak yang memberikan kepada

seorang kreditur kedudukan yang lebih baik, karena :

1) Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan

atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok

benda tertentu milik debitur;

2) Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau

terikat kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat

memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi

kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Dalam hal ini terhadap

tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi utang-utangnya

karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan

barang yang berharga baginya.

Menurut J. Satrio dalam bukunya yang berjudul “Hukum Jaminan,

Hak-Hak Jaminan Kebendaan” disebutkan bahwa hak jaminan kebendaan memiliki

kekhasan, yaitu:

a) Mempunyai hubungan langsung dengan atau atas benda tertentu milik

debitur;

b) Dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja;

c) Mempunyai sifat droit de suite, artinya hak tersebut mengikuti

(11)

d) Yang lebih tua mempunyai kedudukan lebih tinggi; Dapat

dipindahtangankan atau dialihkan kepada orang lain.50

Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan kebendaan bergerak dan

jaminan kebendaan tidak bergerak. Untuk kebendaan bergerak, dapat dibebankan

dengan lembaga hak jaminan gadai dan fidusia sebagai jaminan utang, sementara

untuk kebendaan tidak bergerak, dapat dibebankan dengan hipotek dan hak

tanggungan sebagai jaminan utang.

3) Asas-Asas Hukum Jaminan

Menurut H. Salim HS, terdapat 5 (lima) asas-asas hukum jaminan, yaitu:

a. Asas Publicitet,

yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan

hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak

ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan

pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan

Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota, pendaftaran fidusia dilakukan

di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan

Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan

di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar;

b. Asas Specialitet,

50

(12)

yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat

dibebankan atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang

tertentu;

c. Asas tak dapat dibagi-bagi,

yaitu asas yang dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat

dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun

telah dilakukan pembayaran sebagian;

d. Asas inbezittstelling,

yaitu barang jaminan (gadai) berada pada penerima gadai;

e. Asas horizontal,

yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat

dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah Negara maupun tanah

hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi

tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.51

B.Tinjauan Umum Tentang Hak Tangungan

1. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

selanjutnya disebut UUPA maka dalam rangka mengadakan unifikasi hukum

tanah, dibentuklah hak jaminan atas tanah baru yang diberi nama hak tanggungan,

sebagai pengganti lembaga hipotik dengan hak milik, hak guna usaha dan hak

guna bangunan. Munculnya istilah hak tanggungan itu lebih jelas setelah

51

(13)

UUPAtentang hak tanggungan telah diundangkan pada tanggal 9 April 1996 yang

berlaku sejak diundangkannya Undang-Undang tersebut. Menurut Kamus Bahasa

Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barangyang dijadikan jaminan.

Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima.52

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan (droit de preference) atau

mendahulu kepada pemegangnya. Apabila debitur cidera janji, kreditur

pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum

tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-Pasal 1 ayat (1) UUPA menjelaskan bahwa Hak Tanggungan adalah hak

jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur

lain.

Dalam penjelasan umum UUPA butir 6 dinyatakan bahwa hak tanggungan

yang diatur dalam Undang-Undang ini pada dasarnya adalah hak tanggungan yang

dibebankan pada hak atas tanah. Namun pada kenyataannya seringkali terdapat

benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap

merupakan satu kesatuan dengan tanah yangdijadikan jaminan tersebut.

Penjelasan Umum UUHT angka 3 menyebutkan Hak Tanggungan sebagai

lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat, mengandung ciri-ciri :

52

(14)

undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada

krediturkreditur yang lain". Hak mendahulu dimaksudkan adalah

bahwakreditur pemegang hak tanggungan didahulukan dalam mengambil

pelunasan atas hasil penjualan eksekusi objek Hak Tanggungan.

b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun objek

itu berada (droit de suite). Pasal 7 UUHT menyebutkan bahwa hak

tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapa pun objek

tersebut berada. Hak itu terus mengikuti bendanya dimanapun juga

(dalam tangan siapapun juga) barang itu berada. Hak itu terus saja

mengikuti orang yang mempunyainya.

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak

ketiga dan memberikan kepastian, sebagaimana diatur dalam Penjelasan

Umum UUHT angka 3 huruf c.

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitur cidera janji

menurut Pasal 6 UUHT, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai

hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan tersebut. Sedangkan Pasal 14 UUHT menegaskan bahwa

Sertipikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang

(15)

tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta hypotheek sepanjang

mengenai hak atas tanah.53

2. Asas-Asas Hak Tangungan

Hak Tanggungan sebagai satu-satunya lembaga Hak Jaminan Atas Tanah

untuk pelunasan utang tertentu mempunyai beberapa asas, yaitu sebagai berikut:

a. Droit De Preference

adalah hak kreditur pemegang Hak Tanggungan untuk menjual lelang

harta kekayaan tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan dan

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, jika

debitur cidera janji. Dalam pengambilan pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan tersebut kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak

mendahulu daripada kreditur yang lain.

b. Droit De suite.

Hak Tanggungan tetap membebani objek Hak Tanggungan di tangan

siapapun benda tersebut berada. Ketentuan ini berarti bahwa kreditur

pemegang Hak Tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut,

biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain. Dua kedudukan

istimewa yang ada pada pemegang Hak Tanggungan tersebut mengatasi

dua kelemahan perlindungan yang diberikan secara umum kepada

kreditur oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Menurut pasal tersebut bila hasil

penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi piutang

semua kreditur maka tiap kreditur hanya memperoleh pembayaran

53

(16)

sebagian, seimbang dengan jumlah piutangnya masing-masing. Kalau

harta kekayaan tersebut berpindah kepada pihak lain, sehingga harta

bukan lagi kepunyaannya maka harta tersebut bukan lagi merupakan

jaminan pelunasan piutangnya. 54

c. Tidak dapat dibagi-bagi.

Dalam Pasal 2 ayat (1) UUHT menyatakan Hak Tanggungan membebani

objek-objek tersebut secara utuh, jika kreditnya dilunasi secara

anggsuran, Hak Tanggungan yang bersangkutan tetap membebani setiap

objek untuk sisa utang yang belum dilunasi.Sifat tidak dapat dibagi-bagi

dapat disimpangi, yaitu apabila Hak Tanggungan dibebankan pada rumah

susun atau beberapa hak atas tanah dengan syarat harus diperjanjikan

secara tegas dalam Akta Pemberian Hak tanggugan yang bersangkutan,

bahwa pelunasan hutang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara

angsuran yang besarnya sama dengan nilai Hak Milik atas satuan rumah

susun yang merupakan bagian rumah susun yang dijaminkan atau nilai

masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian objek Hak

Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut,

dengan ketentuan bahwa kemudian Hak Tanggungan itu hanya

membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa hutang

yang belum dilunasi. 55

d. Asas pemisahan horizontal.

54

Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUHT, (Semarang, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008), hal. 54

55

(17)

Pembebanan Hak Tanggungan atas sebidang tanah tidak dengan

sendirinya meliputi bangunan, tanaman dan hasil karya yang dibangun

diatasnya. Pembebanan jaminan atas tanah tanpa diikuti dengan

bangunan, tanaman dan hasil karya yang dibangun diatasnya berarti Hak

Tanggungan hanya membebani tanah saja. Jika pembebanan Hak

Tanggungan meliputi tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya

yang dibangun diatasnya harus ditegaskan dalam akta. Walaupun pemilik

bangunan, tanaman dan hasil karya yang dibangun diatasnya bukan

pemilik tanah akan tetapi dimungkinkan untuk dapat menjaminkannya

dalam rangka memperoleh kredit yang diminta pemilik tanah.56

e. Accessoir.

Kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi dan hapusnya Hak Tanggungan

ditentukan oleh adanya peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin.

Tanpa adanya piutang tertentu yang secara tegas dijamin pelunasannya

tidak akan ada Hak Tanggungan. Asas spesialitas. Dalam akta

pembebanan Hak Tanggungan selain nama, identitas dan domisili

kreditur dan debitur wajib disebut juga secara jelas dan pasti piutang

yang mana yang dijaminkan beserta jumlahnya atau nilai tanggungannya.

Juga diuraikan secara jelas dan pasti mengenai benda-benda yang

ditunjuk menjadi objek Hak Tanggungan.

f. Asas publisitas.

56

(18)

Agar adanya Hak Tanggungan tersebut, siapa kreditur pemegangnya,

piutang yang mana dan berapa jumlahnya yang dijamin serta

benda-benda yang mana yang dijadikan jaminan, dengan mudah dapat diketahui

pihak yang berkepentingan, wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan

setempat, dengan dibukukan dalam Buku Tanah Hak Tanggungan dan

disalin catatan tersebut pada sertifikatnya.57

3. Subjek dan Objek Hak Tanggungan

Subjek Hak Tangungan adalah pemberi hak tanggungan dan pemegang

hak tanggungan. Pasal 8 disebutkan bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang

atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan.

Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak

tanggungan adalah pada saat didaftarkannya hak tanggungan, maka kewenangan

untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan diharuskan

ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pembuatan buku tanah hak

tanggungan, Untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat

didaftarkannya hak tanggungan yang bersangkutan. Dengan demikian

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum tesebut dengan sendirinya harus

ada pada waktu pemberi hak tanggungan di hadapan PPAT sedangkan kepastian

adanya kewenangan tersebut mengenai tanah harus dibuktikan dengan sertipikat

hak atas tanah yang bersangkutan. Pada saat didaftar itulah hak tanggungan yang

diberikan lahir.

57

(19)

Pada waktu hak tanggungan diberikan dihadapan PPAT kewenangan tersebut

tidak wajib harus dibuktikan dengan sertipikat. Kalau dilakukan dengan alat-alat

pembuktian lain, untuk dapat memberi keyakinan pada PPAT mengenai

kewenangan pemberi hak tanggungan yang bersangkutan. Dalam penjelasan Pasal

10 menunjuk pada bukti dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, girik bukan merupakan surat tanda bukti pemilikan. Tetapi bisa

digunakan sebagai tambahan petunjukmengenai kemungkinan bahwa wajib pajak

sebagai tambahan petunjuk mengenai kemungkinan bahwa wajib pajak adalah

pemilik tanah yang bersangkutan.58

a. Hak Milik.

Berdasarkan Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT yang mengatur

mengenai objek hak tanggungan yaitu :

b. Hak Guna Usaha.

c. Hak Guna Bangunan.

d. Hak Pakai, baik hak atas tanah negara.

e. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya

Dari kelima hak atas tanah tersebut, maka yang memerlukan penjelasan

lebih lanjut adalah mengenai hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan

hak pakai, sedangkan hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya

yang telah cukup jelas. Keempat hak atas tanah tersebut disajikan berikut ini :

1) Hak Milik

58

(20)

Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan

dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan

kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang,

ketertiban umum, dan tidak mengganggu hak orang lain.

2) Hak Guna Usaha

Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara, meliputi

bidang pertanian, peternakan, pekerbunan, perikanan.luas minimum lima

hektar untuk perorangan dan luas maksimum 25 hektar untuk badan

usaha. Luas maksimum ditetapkan oleh menteri negara agraria.

3) Hak Guna Bangunan

Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah

yang bukan miliknya sendiri selama jangka waktu tertentu.

4) Hak Pakai, baik hak atas tanah negara.

Hak untuk menggunakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau

tanah milik orang lain, yang member wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat.

5) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya

Hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dinyatakan

dengan tugas dan dinyatakan di dalam akta pemberian hak atas tanah

yang bersangkutan.

4.Proses Pembebanan Hak Tanggungan

Proses pembebanan Hak Tanggungan menurut Penjelasan Umum angka 7

(21)

a. tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian

Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya

disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang

dijamin;

b. tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat

lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.

PPAT/Pembuat Pejabat Akta Tanah adalah sebagai pejabat umum yang

diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta

pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak

Tanggungan. PPAT diangkat oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional dan masing-masing diberi daerah kerja. Ia hanya berwenang

membuat akta mengenai tanah yang ada di wilayah daerah kerjanya, kecualidalam

hal-hal khusus dengan ijin Kepala Kantor BPN Wilayah Propinsi. Akta yang

dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik.

Pasal 11 ayat (1) UUHT menyebutkan bahwa Akta Pemberian Hak

Tanggungan wajib mencantumkan :

1) Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan. Apabila Hak

Tanggungan dibebankan pula pada benda-benda yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah milik orang perseorangan atau badan hukum lain

daripada pemegang hak atas tanah, pemberi Hak Tanggungan adalah

pemegang hak atas tanah bersama-sama pemilik benda tersebut;

2) Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di

(22)

dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili

pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta

Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;

3) Penunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1). Penunjukan

utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud pada huruf

ini meliputi juga nama dan identitas debitur yang bersangkutan;

4) Nilai tanggungan;

5) Uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan. Uraian yang jelas

mengenai objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada huruf ini

meliputi rincian mengenai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan

atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian

mengenai kepemilikan, letak, batas-batas, dan luas tanahnya.

Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh

PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila objek

hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang

telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum

dilakukan pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan

pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Dalam pemberian hak tanggungan

di hadapan PPAT, wajib dihadiri oleh pemberi hak tanggungan dan penerima hak

tanggungan dan disaksikan oleh dua orang saksi.59

59

(23)

Menurut Pasal 13 UUHT, Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan

pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan

dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.Dengan pengiriman

oleh PPAT berarti akta dan warkah lain yang diperlukan itu disampaikan ke

Kantor Pertanahan melalui petugasnya atau dikirim melalui pos tercatat.

Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan

membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak

atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut

pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Mengenai tanggal buku-buku hak tanggungan adalah tanggal hari ke tujuh

setelah penerimaan secara lengkap suratsurat yang diperlukan bagi

pendaftarannya dan jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang

bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Kepastian tanggal buku-tanah

itu dimaksudkan agar pembuatan buku-tanah Hak Tanggungan tidak berlarut-larut

sehingga dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan dan mengurangi

kepastian hukum. Dengan adanya hari tanggal buku-tanah hak tanggungan, maka

hak tanggungan itu lahir, asas publisitas terpenuhi dengan dibuatnya buku-tanah

hak tanggungan dan hak tanggungan mengikat kepada pihak ketiga.

Menurut Pasal 14 ayat (1) UUHT. sebagai tanda bukti telah adanya hak

tanggungan, kepada pemegang hak tanggungan akan diberikan Sertipikat Hak

(24)

Tanggungan merupakan tanda bukti adanya hak tanggungan, maka sertipikat

tersebut membuktikan sesuatu yang pada saat pembuatannya sudah ada.

Mengenai bentuk Sertipikat Hak Tanggungan, diatur lebih lanjut dalam

Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan,

dan Sertipikat (seharusnya ditulis Sertipikat), bahwa Sertipikat Hak Tanggungan

itu terdiri atas salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan salinan Akta Pemberian

Hak Tanggungan yang bersangkutan, yang dibuat oleh Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota setempat dan dijahit menjadi satu dalam sampul dokumen

dengan bentuk sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996.

5.Lahir dan Berakhirnya Hak Tangungan

Menurut Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Hak Tangungan, terhadap

pembebanan Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Selain

itu di dalam Pasal 13 ayat 5 jo Pasal 4 Undang-Undang Hak Tangungan tersebut

lahir pada hari dan tanggal buku tanah Hak Tanggungan lengkap surat-surat yang

diperlukan bagi pendaftarannya. Dengan demikian, Hak Tanggungan itu lahir dan

baru mengikat setelah dilakukan pendaftran, karena jika tidak dilakukan

pendaftaran itu pembebanan Hak Tanggungan tersebut tidak diketahui oleh umum

dan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.60

60

(25)

Menurut Pasal 18 ayat (1) UUHT, berakhirnya atau hapusnya Hak

Tanggungan karena hal-hal sebagai berikut:61

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan (konsekuensi

sifat accessoir-nya)

b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan.

c. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh

Ketua Pengadilan Negeri.

d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan

Menurut Pasal 22 ayat (1) UUHT, setelah Hak Tanggungan hapus, Kantor

Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas

tanah dan sertipikatnya. Permohonan pencoretan diajukan oleh pihak yang

berkepentingan dengan melampirkan sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi

catatan oleh kreditur bahwa pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu lunas.

Apabila karena suatu hal sertipikat Hak Tanggungan dapat diganti dengan

pernyataan tertulis dari kreditur bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena

piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas (Pasal

22 ayat (4) UUHT). Apabila kreditur tidak bersedia memberikan pernyataan

sebagaimana dimaksud, maka pihak yang berkepentingan dapat meminta turut

campurnya pengadilan dengan cara mengajukan permohonan perintah pencoretan

tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat

Hak Tangggungan didaftar (Pasal 22 ayat (5) UUHT). 62

61

Ibid.

62

(26)

Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang

dijadikan jaminan tidak menyebabkan hapusnyapiutang yang dijamin. Piutang

kreditur tetap ada tetapi tidak lagi mendapat jaminan secara preferen. Dalam hal

hak atas tanah berakhir jangka waktunya dan diperpanjang berdasarkan

permohonan yang diajukan sebelum berakhir jangka waktu tersebut, maka Hak

Tanggungan tetap melekat kecuali ada pembaharuan hak atas tanah menjadi baru

maka Hak Tanggungan semula membebani menjadi hapus sehingga harus

dilakukan pembebanan Hak Tanggungan baru. Dalam hal perpanjangan maupun

pembaharuan hak atas tanah dibutuhkan surat persetujuan kreditur selaku

(27)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI PERJANJIAN KREDIT DENGAN

JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI BANK SUMUT

A.Prosedur Penjaminan berupa Hak Tanggungan dalam Perjanjian Kredit di PT.Bank SUMUT Cabang Sukaramai

Proses Penjaminan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap

kegiatan, yaitu tahap Pemberian Hak Tanggungan, yang dilakukan dihadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan kedua, tahap Pendaftaran Hak

Tanggungan, yang dilakukan di kantor Pertanahan. Tahap Pemberian Hak

Tanggungan diawali atau didahului dengan janji untuk memberikan Hak

Tanggungan sebagai jaminanpelunasan utang tertentu. Janji untuk memberikan

Hak Tanggungan tersebut dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak

terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian

lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Tahapan ini dapat disimpulkan dari

ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa

“Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan

Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang

dituangkan didalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian

utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang

menimbulkan utang tersebut.”

Dari ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT tersebut dapat diketahui, bahwa

pemberian Hak Tanggungan harus diperjanjikan terlebih dahulu dan janji yang

(28)

terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian

lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Ini berarti setiap janji untuk

memberikan Hak Tanggungan terlebih dahulu dituangkan dalam perjanjian utang

piutangnya. Dengan kata lain sebelum Akta Pemberian Hak Tanggungan dibuat

dalam perjanjian utang piutang untuk dicantumkan “janji” Pemberian Hak

Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, berhubung sifat Hak

Tanggungan sebagai perjanjian accessoir. Menurut penjelasan atas Pasal 10 ayat

(1) UUHT, pemberiah Hak Tanggungan tersebut karenanya haruslah merupakan

perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin

pelunasannya. Implementasi dari ketentuan Pasal 10 UUHT tersebut dalam

praktek perbankan seperti pengikatan kredit di PT Bank SUMUT dapat dilihat

dari isi Prosedur perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok yang senantiasa

mencantumkan klasula tentang agunan, salah satu point penting yang diatur dalam

klausul ini adalah guna menjamin pembayaran utang debitur kepada bank dengan

semestinya, baik pinjaman pokok, bunga, denda, dan biaya-biaya lainnya, maka

debitur menyerakan agunan berupa tanah dan bangunan, tanaman dan hasil karya

yang ada di atasnya yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah tersebut dan

merupakan milik pemegang hak atas tanah, dan atas penyerahan tersebut akan

dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan atau Hak Tanggungan.63

Ditentukan dalam penjelasan atas Pasal 10 ayat (1) UUHT, yakni

perjanjian yang menimbulkan hubungan utang piutang ini dapat dibuat dengan

akta di bawah tangan atau harus dibuat dengan akta otentik, bergantung pada

63

(29)

ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu. Ini berarti, bahwa

hubungan kedua utang piutang tersebut harus dibuat secara tertulis, tidak harus

dengan akta otentik atau akta notarial, bisa saja dibuat secara di bawah tangan,

seperti yang dipraktekkan di Kantor Bank Sumut Cabang Sukaramai Medan,

asalkan hal itu dilakukan sesuai ketentuan hukum yang mengatur materi

perjanjiannya, sepanjang materi perjanjiannya tidak diharuskan dituangkan ke

dalam akta otentik, maka materi perjanjian yang menimbulkan hubungan utang

piutang tersebut dapat dituangkan ataudibuat dengan akta dibawah tangan. Di

Kantor Bank Sumut Medan, kredit dengan plafon Rp. 50.000.000., (limapuluh

juta rupiah) perjanjian kreditnya dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan saja.64

Pada saat bank mendeteksi adanya gejala kredit bermasalah, kejujuran dan

watak kooperatif debitur mempunyai peranan yang menentukanagar supaya

mereka dapat menangani kredit tersebut secara cepat dan tepat. Untuk itu watak

merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan

atau menetapkan untuk memberikan kredit. Berikut beberapa kriteria yang

menjadi pertimbangan Bank Sumut dalam memberikan kredit yaitu :65

1) Karakter atau watak peminjam sangat mempengaruhi pengembalian

kredit. Seringkali terjadi tunggakan atau kemacetan kredit bukan

disebabkan kegagalan usaha tetapi dari watak orang tersebut. Disamping

itu beberapa watak debitur atau calon debitur yang dapat dijadikan

pedoman yang positif bagi bank dalam menilai permohonan kredit antara

64

Hasil Wawancara dengan Bapak Zulkifli Pulungan Selaku Kepala Divisi Hak Tanggungan PT.Bank SUMUT Cabang Sukaramai Medan

65

(30)

lain adalah belajar dari pengusaha lain; selalu menepati janji;

mendahulukan kepentingan perusahaan dari pada kepentingan pribadi;

berorientasi ke masa depan; kreatif; tanggap. Hemat, dan senang ilmu.

2) Kapasitas, Dapat diartikan dengan kemampuan, kesanggupan, yaitu

kemampuan calon debitur dalam mengembangkan dan mengendalikan

usahanya serta kesanggupannya dalam menggunakan fasilitas kredit yang

diberikan oleh bank.

3. Collateral atau jaminan atas setiap kredit Jaminan kredit adalah sumber

dana debitur untuk melunasi kredit. Apabila debitur tidak mampu

menyediakan dana untuk membayar bunga atau melunasi kredit dari hasil

usahanya sehingga kredit yang diberikan berkembang menjadi kredit

macet, maka kreditur dapat menjual barang jaminan.

4. Condition of economy and sector of business atau kondisi ekonomi

Apapun jenis dan bentuk fasilitas produksi yang dimiliki oleh debitur,

account officer harus meneliti kondisi ekonomi calon debitur, oleh

karenanya kondisi ekonomi yang menyangkut atau mempengaruhi atau

mendorong calon debitur perlu mendapat sorotan. Karena mungkin sekali

terdapat kondisi atau situasi yang memberikan dampak positif atau

negatif terhadap usaha calon debitur. Untuk itu mengenai aspek kondisi

ekonomi pemohon kredit yang dianalisa meliputi jenis usaha; bentuk

usaha atau group usaha lainnya; dan besarnya permohonan yang

(31)

5. Capital atau modal calon debitur Untuk memperoleh kredit calon debitur

harus memiliki modal terlebih dahulu. Jumlah dan struktur modal calon

debitur harus dapat diteliti untuk mengetahui tingkat rasio dan

solvabilitasnya, karena permodalan dan kemampuan keuangan dari suatu

debitur akan mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan

bayar kredit. Jadi, masalah likuiditas dan solvabilitas dari suatu badan

usaha menjadi penting artinya dalam usaha untuk memperoleh kredit

yang diinginkan.

B.Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan bagi debitur dalam perjanjian kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan di PT.Bank SUMUT Cabang Sukaramai

Pengertian eksekusi dalam perkara perdata tidak diatur dalam peraturan

perundang-undangan. Untuk itu pengertian eksekusi harus dicari di luar peraturan

perundang-undangan yang ada. Pengertian eksekusi menurut beberapa sarjana

hukum belum ada kesamaan pandangan. Pengertian eksekusi menurut R. Subekti

dikatakan bahwa “eksekusi atau pelaksanaan putusan mengandung arti bahwa

pihak yang dikalahkan tidak mau menaati putusan itu secara sukarela sehingga

putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum. Sejalan

dengan pendapat tersebut adalah pendapat Sudikno Mertokusumo yang

menyatakan “Pelaksanaan putusan/eksekusi ialah realisasi dari kewajiban pihak

yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan

(32)

Dalam membicarakan masalah eksekusi tentunya tidak terlepas dari

pengertian eksekusi itu sendiri, oleh karena itu ada beberapa pendapat ahli hukum

dari beberapa literature seperti terurai di bawah ini :

1. sesuai pendapat dari Ridwan Sahrani, bahwa eksekusi/pelaksanaan

putusan pengadilan tidak lain adalah realisasi dari pada apa yang

merupakan kewajiban dari pihak yang di kalahkan untuk memenuhi suatu

prestasi yang merupakan hak dari pihak yang di menangkan, sebagai

mana tercantum dalam putusan pengadilan.

2. Pendapat Sudikno Mertokusumo, bahwa pelaksanaan putusan hakim atau

eksekkusi pada hakikatnya adalah realisasi dari pada kewajiban dari

pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam

putusan tersebut.

3. Pendapat M. Yahya Harahap, bahwa eksekusi sebagai tindakan hukum

yang di lakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu

perkara oleh karena itu eksekusi tidak lain dari pada tindakan yang

berkesinambungan dan keseluruhan proses hukum perdata. Jadi eksekusi

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata

tertib berita acara yang terkandung dalam HIR atau RBG.

4. Pendapat Soepomo, bahwa hukum eksekusi mengatur cara dan syarat-

syarat yang di pakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang

berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila yang kalah

tidak bersedia dengan suka rela memenuhi putusan yang telah di tentukan

(33)

Dari beberapa definisi di atas jelaslah bahwa eksekusi merupakan upaya

pemenuhan prestasi oleh pihak yang kalah kepada pihak yang menang dalam

perkara di pengadilan dengan melalui kekuasaan pengadilan sedangkan hukum

eksekusi merupakan hukum yang mengatur hal ihwal pelaksanaan putusan hakim.

Namun yang dimaksud dengan eksekusi dalam hubungannya dengan Hak

Tanggungan tidaklah termasuk dalam pengertian apa yang dinamakan eksekusi

riil, karena eksekusi riil hanya di lakukan setelah adanya pelelangan. Eksekusi

dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan bukanlah merupakan eksekusi riil

akan tetapi yang berhubungan dengan penjualan dengan cara lelang objek Hak

Tanggungan yang kemudian hasil perolehannya dari penjualan objek

HakTanggungan tersebut dibayarkan kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan,

apabila ada sisanya di kembalikan kepada debitur.66

Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan berbunyi “Apabila debitur

cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual

objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. Pasal 14 ayat (2)

Undang-undang Hak Tanggungan menyatakan dengan tegas bahwa “Sertifikat

hak tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA’.

Pengaturan eksekusi jaminan dalam bentuk hak tanggungan, diatur dalam

Pasal 6 dan Pasal 14 ayat (2) j.o. Pasal 20 ayat (1) a Undang-undang Hak

Tanggungan.

66

(34)

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan,

Eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu:

a. Pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual Hak Tanggungan

atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.

b. Eksekusi atas titel eksekutorial yang terdapat pada Sertifikat Hak

Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)

UUHT; Irah-irah (kepala putusan) yang dicantumkan pada sertifikat Hak

Tanggungan memuat kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA” dimaksudkan untuk menegaskan

adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat Hak Tanggungan, sehingga

apabila debitur cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga Parate Executie

sesuai dengan Hukum Acara Perdata, atau

c. Eksekusi di bawah tangan, yaitu penjualan objek Hak Tanggungan yang

dilakukan oleh Pemberi Hak Tanggungan, berdasarkan kesepakatan

dengan Pemegang Hak Tanggungan, jika dengan cara ini akan diperoleh

harga yang tertinggi.

Adapun dalam ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan

dikemukakan tiga jenis eksekusi Hak Tanggungan yaitu:

1) Apabila debitur cidera janji, maka kreditur berdasarkan hak pemegang

(35)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UndangUndang Hak Tanggungan,

objek Hak Tanggungan dijual melalui pelangan umum;

2) Apabila debitur cidera janji, berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat

dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

ayat (2) UUHT dijual melalui pelelangan umum;

3) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan

objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan

demikian akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan harga

tertinggi

Proses Eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh PT.Bank Sumut

Medan dapat dilakukan apabila si Debitur telah macet dalam membayar kredit

selama 6 (enam) bulan yang dimana kemudian PT.Bank Sumut selaku Kreditur

dapat langsung melakukan lelang setelah jatuh tempo tanpa diketahui oleh pihak

Debitur agar Hutang dari si Debitur dapat bisa langsung lunas. PT. Bank Sumut

langsung melakukan eksekusi karena langsung menggangap pihak Debitur sudah

tidak mampu lagi melakukan pembayaran kredit.67

Pada asasnya, pelaksanaan eksekusi harus melalui penjualan di muka

umum atau melalui lelang (pasal 1 ayat (1) UUHT). Dasar pikirannya adalah

diperkirakan, bahwa melalui suatu penjualan lelang terbuka, dapat di harapkan

akan diperoleh harga yang wajar atau paling tidak mendekati wajar, karena dalam

suatu lelang tawaran yang rendah bisa di harapkan akan memancing peserta lelang

lain untuk mencoba mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran. Hal

67

(36)

ini merupakan salah satu wujud bagi perlindungan undang-undang kepada

pemberi jaminan.

Proses Eksekusi yang dilakukan oleh PT.Bank Sumut dalam

mengeksekusi Hak Tanggungan adalah melalui lembaga KPKNL (Kantor

Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Dari hasil penjualan objek hak

tanggungan tersebut, PT. Bank Sumut selaku Kreditur berhak mengambil

pelunasan piutangnya.Dalam hasil penjualan itu lebih besar dari pada piutang

tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak

pemberi hak tanggungan.68

Dalam pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan

kewenangan kepada pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek Hak

Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitur cidera janji.

Pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meminta persetujuan terlebih

dahulu dari pemberi Hak Tanggungan dan tidak perlu pula meminta penetapan

Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan

yang di jadikan jaminan tersebut.

Eksekusi Hak Tanggungan harus melalui pelelangan umum. Agar

pelaksanaan penjualan itu dapat dilakukan secara jujur (fair), maka Undang-

Undang Hak Tanggungan mengharuskan agar penjualan itu dilakukan melalui

pelelangan umum menurut tata cara yang di tentukan dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Sesuai yang di tentukan oleh pasal 20 ayat (1) UUHT.

68

(37)

Pemegang Hak Tanggungan Pertama tersebut cukup mengajukan

permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang

(KPKNL) dalam rangka eksekusi objek Hak Tanggungan yang telah di jadikan

jaminan oleh debitur. Oleh karena kewenangan pemegang Hak Tanggungan

pertama tersebut merupakan kewenangan yang di berikan oleh undang-undang

(kewenangan tersebut dipunyai demi hukum).

Pasal 1 Huruf 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /Pmk.06/2010

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang j.o. Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 106/Pmk.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

KeuanganNomor 93/Pmk.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang,

menyatakan bahwa Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, yang

selanjutnya disebut KPKNL adalah instansi vertical Direktorat Jenderal Kekayaan

Negara yang berada dibawah dan bertanggungjawab lansung kepada kepala kantor

wilayah.

Wewenang KPKNL diatur dalam Pasal 1 angka 15 dan Pasal 8 (1)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010.

Pasal 1 angka 15

Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang

Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela.

Pasal 8 ayat (1) dan (2)

1) Pejabat Lelang terdiri dari: a Pejabat Lelang Kelas I dan b. Pejabat Lelang

(38)

2) Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis

lelang atas permohonan Penjual/Pemilik Barang.

Berdasarkan kedua Pasal tersebut maka wewenang KPKNL adalah

melaksanakan lelang, baik Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan

Lelang Noneksekusi Sukarela, untuk semua jenis lelang atas permohonan

Penjual/Pemilik Barang Tugas dan fungsi KPKNL diatur sesuai dengan Pasal 30

dan Pasal 31 PMK No.135/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006.

Tugas KPKNL adalah melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan

negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Dan untuk melaksanakan tugas

tersebut, KPKNL menyelenggarakan fungsi: inventarisasi, pengadministrasian,

pendayagunaan, pengamanan kekayaan Negara; registrasi, verifikasi dan analisa

pertimbangan permohonan pengalihan serta penghapusan kekayaan Negara;

registrasi penerimaan berkas, penetapan, penagihan, pengelolaan barang jaminan,

eksekusi, pemeriksaan harta kekayaan milik penanggung hutang/penjamin hutang;

penyiapan bahan pertimbangan atas permohonan keringanan jangka waktu

dan/atau jumlah hutang, usul pencegahan dan penyanderaan penanggung hutang

dan/atau penjamin hutang, serta penyiapan data usul penghapusan piutang negara;

pelaksanaan pelayanan penilaian; pelaksanaan pelayanan lelang; penyajian

informasi di bidang kekayaan Negara, penilaian, piutang Negara dan lelang;

pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang negara serta pemeriksaan

kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang dan eksekusi barang

jaminan; pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang atau

(39)

Lelang; inventarisasi, pengamanan dan pendayagunaan barang jaminan;

pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan piutang

negara dan lelang; verifikasi dan pembukuan penerimaan pembayaran piutang

negara dan hasil lelang; pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Kekayaan

Negara dan Lelang.

Perwujudkan pertanggungjawaban atas penyelenggaraan tugas dan fungsi

KPKNL dansebagai pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 maka

disusun laporan akuntabilitas kinerja KPKNL untuk setiap tahun anggaran.

Dengan tersusunnya laporan akuntabilitas KPKNL diharapkan para pelaksana

tugas KPKNL dapat semakin terdorong dan termotivasi untuk meningkatkan

kinerja dengan demikian sasaran dan tujuan sebagaimana digariskan dalam visi

dan misi dapat tercapai. Selain itu, diharapkan pula berbagai kegiatan yang telah

dilaksanakan akan dapat dievaluasi, sehingga untuk pelaksanaan selanjutnya dapat

berjalan dengan lebih baik lagi.

C.Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur dalam pelaksanaan eksekusi perjanjian kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan di PT.Bank Sumut Cabang Sukaramai

Perlindungan hukum menurut Satjipto Rahajo, adalah untuk melindungi

kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya

untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. 69

69

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , Cet. V (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 53

Sedangkan

perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon ada dua bentuk perlindungan

(40)

diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan pemerintah

mendapat bentuk yangdefinitif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan menyelesaikan

sengketa.70

Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan

masyarakat, hal ini dikarenakan bank sangat membutuhkan masyarakat dalam

melakukan kegiatan usahanya. Guna tetap mempertahankan kepercayaan

masyarakat terhadap bank maka pemerintah harus melindungi masyarakat dari

tindakan lembaga ataupun oknum pegawai bank yang tidak bertanggung jawab.

Perlindungan terhadap nasabah dalam bidang pelayanan perbankan merupakan

suatu ketentuan yang tidak boleh diabaikan begitu saja, dikarenakan nasabah

merupakan unsur yang sangat berperan sekali dalam dunia perbankan, dalam ari

kata mati hidupnya perbankan bersandarkan pada kepercayaan dari pihak

masyarakat/nasabah. Dalam rangka pemberdayaan nasabah jasa perbankan, maka

Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang bertanggung jawab sebagai pelaksana

otoritas moneter sangat diharapkan sekali mempunyai kepeduliannya.

Denganberlakunya PBI No.7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Dalam proses pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak bank selaku

kreditur kepada debitur, kemungkinan terjadi resiko seperti kemacetan dalam

pelunasan hutang oleh debitur sangatlah besar. Sehingga diperlukan jaminan

kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank kepada debitur guna menjamin

pelunasan kredit tersebut. Jaminan yang paling banyak digunakan adalah hak atas

tanah, karena nilai atau harganya yang cenderung meningkat.

70

(41)

Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah memberikan konsekuensi logis

terhadap pelayanan jasa perbankan yang ada. Oleh karena itu, pelaku usaha jasa

perbankan dituntut untuk :71

1. Memberikan pelayanan terbaik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan jasa yang diberikannya.

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

4. Menjamin kegiatan usaha perbankan berdasarkan ketentuan standar

perbankan yang sudan berlaku.

Dalam pelaksanaan perjanjian tidak tertutup kemungkinan terjadinya

pengingkaran perjanjian, yang lazimnya dalam bahasa hukum dikenal dengan

istilah wanprestasi diartikan sebagai kelalaian debitur untuk memenuhi

kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.72

Akibat hukum bagi pihak yang melakukan wanprestasi dapat berupa

gugatan oleh pihak yang dirugikan.Akan tetapi perlu diingat bahwa wanprestasi

tidak terjadi serta merta pada saat debitur lalai memenuhi kewajibannya.Hal

tersebut baru dianggap terjadi, apabila sudah ada teguran berupa somasi

pernyataan lalai dari pihak kreditur kepada debitur.Tenggang waktu tersebut

berkaitan dengan asas itikad baik yang tertulis dalam pasal 1338 ayat (3) yang

2017 72

(42)

berbunyi “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Ada empat

akibat apabila terjadi wanprestasi

a. Perikatan tetap ada

b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (pasal 1243 KUH

perdata)

c. Beban risiko beralihuntuk kerugian debitur jika halangan itu timbul

setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan

besar dari pehak kreditur, oleh karena itu debitur tidak dibenarkan untuk

berpegang pada keadaan memaksa.

d. Jika perikatan lahir dari perikatan timbal balikkreditur dapat

membebaskan diri dari kewajibannya memberi kontra prestasi dengan

menggunakan pasal 1266 KUH perdata.

Disamping debitur harus menanggung hal tersebut diatas, maka yang dapat

dilakukan kreditur dalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima

kemungkinan sebagai berikut (pasal 1276 KUH perdata)

1) Memenuhi/ melaksanakan perjanjian

2) Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi

3) Membayar ganti rugi

4) Membatalkan perjanjian, dan

5) Membatalkan perjanjian disertai ganti rugi.

Namun selain hal diatas perlu juga diingat mengenai ketentuan pasal 1266

(43)

persetujuan yang timbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya. Dalam hal yang demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi

pembatalannya harus dimintakan kepada hakim.Permintaan ini juga harus

dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya perjanjian

dinyatakan dalam perjanjian.Jika syarat batal tidak dimintakan dalam perjanjian,

hakim adalah leluasa untuk menurut keadaan atas permintaan sitergugat

memberikan jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, namun

jangka waktu tidak boleh lebih dari satu bulan.”

Ketentuan dari pasal diatas berkaitan dengan perlindungan konsumen, oleh

karena itu dapat dilihat bahwa pembatalan perjanjian tidak boleh dibatalkan secara

sepihak, namun dimintakan pembatalan kepengadilan.Dengan demikian kita harus

menggugat untuk wanprestasi atau ingkar janji. Jadi,mencantumkan diperjanjian

sangatlah penting. Pasal 1234 KUHPerdata mengisyaratkan bahwa objek

perjanjian adalah pemenuhan prestasi berupa :73

a) Menyerahkan sesuatu

b) Melakukan sesuatu

c) Tidak melakukan sesuatu

Mekanisme yang digunakan dalam rangka perlindungan nasabah oleh

Bank Indonesia adalah sebagai berikut :

(1)Memperketat perizinan bank. Memperketat pemberian izin untuk suatu

pendirian bank baru adalah salah satu cara agar bank tersebut kuat dan

73

(44)

berkualitas sehingga dapat memberikan keamanan bagi nasabahnya.

Undang-Undang Perbankan menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi

apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan sebagai berikut :

(a) Susunan Organisasi

(b) Permodalan

(c) Kepemilikan

(d) Keahlian di bidang perbankan

(e) Kelayakan rencana kerja

(2)Memperketat pengaturan di bidang perbankan Pengaturan ini meliput i

ketentuan mengenai permodalan, manajemen, kualitas aktiva produktif,

likuiditas, rentabilitas dan lain-lainnya. Ketentuan pengaturan tersebut

baik secara langsung maupun tak langsung bertujuan melindungi pihak

nasabah.

(3)Memperketat pengawasan bank Dalam rangka meminimalkan resiko

yang ada dalam bisnis bank, maka pihak otoritas, khususnya Bank

Indonesia harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan tehadap

bank-bank yang ada baik terhadap bank-bank pemerintah maupun

terhadap bank swasta.

Hubungan hukum yang terjadi antara nasabah dengan bank dapat terwujud

dari suatu perjanjian (dalam hal perjanjian kredit). Pada pelaksanaanya PT.Bank

Sumut dalam melepaskan kreditnya lebih sering menggunakan perjanjian kredit

notariil, yaitu yang hanya boleh dibuat atau dihadapan notaris disamping itu ada

(45)

tersebut biasanya sudah berupa perjanjian baku yang dibuat dalam bentuk

formulir.Dalam perjanjian kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan dimana semua

isinya harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak,

walaupun salah satu pihak dalam hal ini pihak PT.Bank Sumut yang posisinya

lebih kuat daripada nasabah kredit. Bila dalam isi perjanjian kredit tersebut

semakin banyak mencantumkan klausula yangmembebankan/memberatkan

nasabah kredit maka kepentingan pihak Bank akan semakin terlindungi.74

Dalam pelaksanaan perjanjian kredit pada PT. Bank Sumut Cabang

Sukaramai Medan, upaya-upaya yang dilakukan untuk melindungi nasabah dari

klausula baku dalam perjanjian kredit tersebut antara lain:75

(a)Perlindungan pada saat pembuatan dan perumusan Perjanjian Kredit

dengan Jaminan Hak Tanggungan oleh PT.Bank Sumut dalam

perumusan perjanjian kredit harus berdasar pada peraturan yang ada dan

tetap memperhatikan kepentingan nasabah yaitu adanya jaminan

kepastian hukum untuk memberi perlindungan nasabah. Isi dan bentuk

surat perjanjian diatur dalam SK Dir No. 27/162/KEP/DIR dan Surat

Edaran BI No. 27/7/UPPB tanggal 13 Maret 1995 tentang Kewajiban

Penyusunan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank. PT.Bank Sumut

sendiri.Setiap perjanjian yang berbentuk perjanjian standart didukung

oleh peraturan standart (General Condition), yaitu dengan

mencantumkan klausula yang mengandung perlindungan bagi pihak yang

74

Hasil Wawancara dengan Bapak Zulkifli Pulungan Selaku Kepala Divisi Hak Tanggungan PT.Bank SUMUT Cabang Sukaramai Medan

75

(46)

lemah. Perlindungan terhadap nasabah ini harus tercantum di dalam

rumusan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak, karena pada

hakekatnya adanya perjanjian standart tersebut adalah demi tercapainya

pemenuhan perjanjian sebagaimana disepakati oleh kedua belah pihak,

yaitu Bank dan nasabah kredit.

(b)Perlindungan terhadap Isi Perjanjian Kredit harus ditandatangani oleh

nasabah kredit dari PT.Bank Sumut. Perjanjian ini sudah disediakan oleh

pihak bank dan sudah tercetak dalam bentuk-bentuk formulir tertentu,

yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para

pihak hanya mengisikan data-data informatif saja dengan sedikit atau

tanpa perubahan klausula-klausulanya.

(c)Perlindungan dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit.

Dalam pelaksanaan perjanjian kredit antara nasabah dan PT.Bank Sumut

tak jarang sering timbul permasalahan yang dapat menghambat

pelaksanaan perjanjian kredit itu sendiri. Oleh karena itu PT.Bank Sumut

menyedikan kotak saran dan jika timbul permasalahan yang komplek

maka PT.Bank Sumut melaksanakan kebijakanyang dikeluarkan oleh

Bank Indonesia yaitu PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian

Pengaduan Nasabah. PT.Bank Sumut berupaya untuk menyelesaikan

masalah sesuai dengan PBI No. 7/7/PBI/2005 yaitu apabila pengaduan

lisan harus diselesaikan dalam 2 (dua) hari kerja dan pengaduan tertulis

bank wajib menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari

(47)

umum pemberian kredit PT.Bank Sumut dijelaskan bahwa langkah

pertama yanmg dilakukan bila terjadi perselisihan dalam perjanjian yang

kredit antara PT.Bank Sumut dan nasabahnya adalah diselesaikan secara

musyawarah dan mufakat. Ini menunjukan adanya upaya penyelesaian

secara baik untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak dalam

pelaksanaan perjanjian kredit tersebut. Selain itu ketentuan-ketentuan

dalam peraturan umum pemberian kredit tetap berlaku untuk segala

macam perjanjian kredit dengan ketentuan bahwa jika dalam suatu

perjanjian kredit terdapat ketentuan yang menyimpang dari peraturan

umum pemberian kredit ini, maka ketentuan-ketentuan itulah yang

berlaku. Jadi terdapat kejelasan peraturan yang digunakan dalam

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

1. Prosedur Penjaminan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap

kegiatan, yaitu tahap Pemberian Hak Tanggungan, yang dilakukan dihadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan kedua, tahap Pendaftaran Hak

Tanggungan, yang dilakukan di kantor Pertanahan. Tahap Pemberian Hak

Tanggungan diawali atau didahului dengan janji untuk memberikan Hak

Tanggungan sebagai jaminanpelunasan utang tertentu. Janji untuk memberikan

Hak Tanggungan tersebut dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak

terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian

lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

2. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh PT.Bank Sumut

Medan dapat dilakukan apabila si Debitur telah macet dalam membayar kredit

selama 6 (enam) bulan yang dimana kemudian PT.Bank Sumut selaku Kreditur

dapat langsung melakukan lelang setelah jatuh tempo tanpa diketahui oleh

pihak Debitur agar Hutang dari si Debitur dapat bisa langsung lunas. PT. Bank

Sumut langsung melakukan eksekusi karena langsung menggangap pihak

Debitur sudah tidak mampu lagi melakukan pembayaran kredit.

3. Dalam pelaksanaan perjanjian kredit pada PT. Bank Sumut Cabang Sukaramai

Medan, upaya-upaya yang dilakukan untuk melindungi nasabah dari klausula

Referensi

Dokumen terkait

Nilai ini sangat dipengaruhi oleh pertanyaan pertanyaan yang diajukan dalam angket penelitian, seperti pada nilai rendah, bahkan dengan nilai prosentase yang lebih besar

Habitual buyer , yaitu konsumen yang berada pada tingkat kedua dari suatu piramida brand loyalty pada umumnya, dan dapat dikategorikan sebagai konsumen yang puas dengan merek

Disamping itu, pembangunan Jalan Lingkar Dalam Selatan yang disesuaikan dengan Tata Ruang Kota Banjarmasin dilakukan dalam rangka mengurangi mobilitas yang mengarah ke pusat

Keluarga Berencana dan Kontrasepsi Cetakan 8, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.. Metode Penelitian Keperwatan dan Tekhnik

Harapan kepada pemangku kebijakan ditinjau dari pertanyaan tindakan lebih menekankan pada pertanyaan tabel 1: nomer 3 dan 4 tentang alasan tidak menggunakan kondom saat

Hal yang dimohonkan oleh Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas norma Undang- Undang in casu Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016

masalahan eksternal yaitu adanya perubahan persyaratan administrasi untuk mengikuti pendidikan PPNS yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, yang mempersyaratkan

Kelompok Uu Lonto memecahkan masalah yang terkait latar belakang perlawanan rakyat Aceh,.Kelompok Patmura memecahkan masalah siasat Belanda dalam perang Aceha,Kelompok Imam