• Tidak ada hasil yang ditemukan

Provinsi Sumatera Utara

Dalam dokumen PENELITIAN TENTANG DEPORTASI TKI (Halaman 95-106)

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian: Praktek-Praktek yang Dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam Melindungi WNI yang Dideportas

3. Provinsi Sumatera Utara

a. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara74

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah embarkasi maupun debarkasi dalam hal pemberangkatan dan pemulangan TKI, oleh karena itu pemerintah Provinsi berupaya untuk meningkatkan pelayanan pemberangkatan dan pemulangan TKI di wilayahnya. Upaya penting yang pertama harus dilakukan adalah membentuk dasar hukum yang menjadi payung dalam perlindungan kepada TKI mulai dari pemberangkatan sampai dengan pemulangan, yaitu dengan membentuk Keputusan Gubernur Sumatera

74

Jimmy Pasaribu, Kepala Bagian Kesehatan dan Tenaga Kerja pada Biro Bina Kesejahteraan Sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, wawancara pada tanggal 11 Agustus 2010

Utara Nomor:560.05/1436K/Tahun 2008 (menggantikan Keputusan Gubernur Nomor:560/298/Tahun 2007) tentang Pembentukan Tim Pelayanan Pemberangkatan dan Pemulangan TKI di Pelabuhan Belawan dan Bandara Polonia Medan.

Tim yang dibentuk berdasarkan keputusan gubernur ini dibagi menjadi tiga tim dengan tugas sebagaimana berikut:

1) Tim Koordinasi bertugas:

a) Mengkoordinir unsur terkait untuk kelancaran pelaksanaan tugas operasional Pelayanan Pemberangkatan Pemulangan TKI di Pelabuhan Belawan dan Bandara Polonia Medan.

b) Menetapkan kebijakan, memberikan arahan dan pembinaan kepada tim petugas Pos Pelayanan Pemberangkatan dan Pemulangan TKI di Pelabuhan Belawan/Polonia Medan dan menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kegiatan serta mengkoordinir unsur terkait untuk kelancaran pelaksanaan tugas operasional di Pelabuhan Belawan/Polonia Medan.

2) Tim Posdal bertugas memberikan fasilitas kelancaran, kemudahan kepada para TKI yang akan berangkat ke luar negeri sesuai prosedur dan pulang ke Indonesia serta melakukan tindakan yang diperlukan atas pemberangkatan TKI non prosedural.

3) Tim Satgas membantu petugas Posdal untuk melakukan tindak lanjut temuan Tim Posdal terhadap penempatan TKI/WNI non prosedural.

Berdasarkan keterangan dari Jimmy Pasaribu, Kepala Bagian Kesehatan dan Tenaga Kerja pada Biro Bina Kesejahteraan Sosial, peran pemerintah daerah hanya sebatas memfasilitasi pembentukan dasar hukum untuk penanganan TKI. Selanjutnya yaitu pada proses pelayanan pemberangkatan dan pemulangan TKI, termasuk TKI bermasalah (TKI non prosedural), dilakukan oleh instansi yang tergabung dalam Tim Posdal maupun Tim Satgas. Kondisi ini memang disebutkan di dalam keputusan gubernur dimaksud, dimana disebutkan bahwa segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya keputusan ini dibebankan kepada DIPA Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Medan wilayah Kerja Sumatera Utara. Namun demikian sebenarnya

pemerintah daerah selalu mendapat informasi dari Konsulat Jenderal RI di Johor Bahru setiap kali ada pemulangan WNI ke wilayah Indonesia. Informasi yang diterima adalah berupa rekapitulasi WNI yang dideportasi dari Malaysia melalui Pelabuhan Pasir Gudang, Johor.

Informasi yang diterima tersebut merupakan surat yang dikirimkan oleh Konsulat Jenderal RI di Johor Bahru kepada Menteri Luar Negeri RI dan ditujukan juga kepada beberapa instansi lain serta beberapa pemerintah daerah (asal para TKI). Pada salah satu surat yang ditunjukkan oleh informan tentang rekapitulasi WNI yang dideportasi periode tanggal 12 s/d 23 Juli 2010 disebutkan sejumlah 382 WNI yang dideportasi ke beberapa wilayah di Indonesia. Beberapa daerah yang merupakan daerah asal para deportan adalah NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTT, NTB, dan Sulawesi Barat.

Di dalam surat ini disebutkan bahwa secara umum permasalahan yang dihadapi oleh WNI sehingga mereka dideportasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu pendatang ilegal murni yaitu karena memasuki Malaysia tanpa paspor atau pelanggar ketentuan imigrasi karena bekerja tanpa izin kerja yang sah, atau permit kerja telah habis masa berlakunya. Bagi pendatang ilegal murni, biasanya mereka adalah korban penipuan oleh kelompok yang terorganisir yang meminta sejumlah uang dengan diiming-imingi kemudahan mencari kerja. Sementara bagi pelanggar ketentuan imigrasi kebanyakan dari mereka adalah yang sengaja terus bekerja walau ijin kerja sudah habis, atau tidak mengetahui bahwa diperlukan dokumen yang sah untuk bekerja, atau tidak diuruskan permit oleh majikan dan ditelantarkan begitu saja, atau yang menyalahgunakan fasilitas bebas visa untuk kunjungan wisata singkat untuk bekerja.

b. Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Medan75

75

Suyono, Kepala Seksi Perlindungan pada BP3TKI Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, wawancara pada tanggal 12 Agustus 2010

Pelaksanaan penanganan pemberangkatan dan pemulangan TKI dilakukan oleh BP3TKI (yang berkedudukan sebagai sekretaris tim) berkoordinasi dengan instansi lainnya. Hal ini memang disebutkan dalam ketentuan tersebut bahwa segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya keputusan ini dibebankan kepada DIPA Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Medan wilayah Kerja Sumatera Utara. Menurut keterangan dari Suyono (Kepala Seksi Perlindungan BP3TKI Medan), pada saat ini Pemda Sumatera Utara hanya menerima deportasi beberapa orang saja atau yang bersifat darurat seperti karena tenggelamnya kapal atau pihak negara lain yang mengharuskan WNI pulang (karena suatu hal tertentu atau harus pulang pada hari itu juga). Selebihnya Tim Posdal hanya menerima beberapa WNI yang dideportasi namun yang berstatus legal. Pembentukan Satgas penanganan TKI bermasalah di Provinsi Sumatera Utara pada awalnya bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya deportasi besar-besaran di wilayahnya, namun semenjak tahun 2005 hingga sekarang, kegiatan tim Posdal tidak terlalu berfungsi sebagaimana tujuan awalnya. Salah satu hal utama yang menyebabkan kondisi demikian adalah karena keputusan penetapan wilayah untuk pemulangan deportan terletak pada pihak Negara Malaysia, yang lebih memusatkan pendeportasian melalui Tanjungpinang, sehingga fungsi tim Posdal di Sumatera Utara kurang berjalan maksimal. Kondisi ini sebenarnya dapat menjadi masalah baru bagi Pemda Sumatera Utara apabila sewaktu- waktu pihak Malaysia kembali melakukan perubahan lokasi pemulangan deportan tidak lagi di Tanjungpinang. Dengan memperhatikan kondisi ini maka perlu dijalin hubungan yang baik antara pihak Malaysia dan Indonesia agar mudah dalam berkoordinasi sehingga apabila terjadi pemulangan para deportan secara besar-besaran di suatu wilayah dapat diantisipasi dan hak asasi manusia para deportan dapat dipenuhi.

Selanjutnya informan mengatakan bahwa pada saat terjadi pemulangan TKI melalui Pelabuhan Belawan, maka Tim Satgas segera berkoordinasi untuk menangani para TKI berdasarkan temuan Tim Posdal. Pemulangan TKI itu pada dasarnya dilakukan terhadap TKI yang mempunyai masalah di Negara Malaysia, dimana mereka dikategorikan menjadi TKI legal (prosedural) dan TKI ilegal (non prosedural). Sebenarnya tugas dari tim

ini adalah memberikan bantuan kepada TKI yang berstatus legal (dikirim oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta/PPTKIS). Namun demikian, bagi mereka yang berstatus ilegal pun akan diberikan bantuan untuk dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. Hal ini diberikan dengan alasan kemanusiaan, karena para TKI ilegal merupakan korban dari perbuatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan dari proses pengiriman mereka ke negara tujuan (Malaysia). Pemusatan penanganan TKI di Provinsi Sumatera Utara oleh BP3TKI juga tidak terlepas dari pandangan masyarakat yang menilai bahwa penanganan TKI bermasalah haruslah diurus oleh BP3TKI. Padahal BP3TKI hanyalah mengurus tenaga kerja yang ingin bekerja secara prosedural. Sedangkan WNI di luar negeri yang bermasalah, seharusnya diurus oleh Dinas Sosial untuk menyelesaikan permasalahan sosialnya. Namun sayangnya informan mengemukakan bahwa Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara pada saat ini tidak mempunyai peranan dalam membantu menyelesaikan pemulangan TKI bermasalah yang dipulangkan melalui Tim Satgas. Banyaknya jumlah TKI bermasalah yang ditangani oleh BP3TKI dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.15

Rekapitulasi Keberangkatan dan Kepulangan dari Bandara Polonia Medan, Pelabuhan Belawan, dan Teluk Nibung Tanjung Balai

Periode Januari s/d Desember 2009

No .

Keberangkata n

Formal Informal Jumlah Kedatanga

n

Formal Informal Jumlah

Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr 1. B. Polonia 1.700 0 8.772 4 2.28 5 12.76 1 B. Polonia 828 7.20 9 1 2.62 0 10.65 8 2. P. Belawan 599 501 1 806 1.867 P. Belawan 512 942 - 931 2.385 3. Tl. Nibung 4.401 1.149 35 8 2.67 7 8.585 Tl. Nibung 1.22 1 997 51 8 1.25 5 4.001 Jumlah 6.660 10.42 2 36 3 5.76 8 23.21 3 Jumlah 2.56 1 9.14 8 51 9 4.80 6 17.04 4 Sumber: BP3TKI Medan

Tabel 3.16

Rekapitulasi Keberangkatan dan Kepulangan dari Bandara Polonia Medan, Pelabuhan Belawan, dan Teluk Nibung Tanjung Balai

Periode Januari s/d Agustus 2010

Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr 1. B. Polonia 1.028 10.644 - 407 12.079 B. Polonia 364 3.083 - 903 4.350 2. P. Belawan 116 80 - 50 246 P. Belawan 225 228 - 437 890 3. Tl. Nibung 2.714 220 97 950 3.981 Tl. Nibung 775 412 171 676 2.034 Jumlah 3.858 10.944 97 1.407 16.306 Jumlah 1.364 3.723 171 2.016 7.274

Sumber: BP3TKI Medan

Pada proses penanganan TKI bermasalah, maka tim yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah Tim Satgas. Bentuk-bentuk perlindungan hak asasi manusia yang diberikan kepada para deportan (yang sebagian besar TKI) pada proses deportasi meliputi pemberian kebutuhan fisik para deportan seperti tempat penampungan, permakanan dan fasilitasi transportasi pada proses pemulangan ke daerah asal para deportan. Namun demikian, proses penanganan para deportan untuk kembali ke daerah asalnya tidak terlepas dari beberapa kendala yang dihadapi oleh instansi yang tergabung dalam Satgas. Misalnya, pemerintah Provinsi belum mempunyai rumah penampungan sendiri yang diperuntukkan bagi para deportan. Rumah penampungan yang digunakan adalah milik BP3TKI yang hanya dapat menampung sejumlah empat orang TKI saja. Tempat penampungan ini sebenarnya adalah tempat penampungan para calon TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri. Sementara itu, koordinasi untuk pemenuhan hak-hak para TKI yang dipulangkan ini, khususnya masalah penampungan, belum dapat dikoordinasikan dengan Dinas Sosial.

Permasalahan juga dihadapi pada proses pengangkutan TKI ke daerah asalnya masing-masing, dimana tim mengalami kesulitan untuk memulangkan TKI yang berasal dari Nusa Tenggara Timur karena jangkauan bis (perusahaan Antar Lintas Sumatera) yang digunakan untuk mengangkut para TKI hanya sampai daerah Jawa Timur saja. Hal ini disebabkan belum ada kerjasama antara pemerintah daerah (dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur) untuk memfasilitasi pengangkutan ke daerah NTT.

c. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara76

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara adalah anggota di dalam tim koordinasi dan tim Posdal, serta menjadi ketua di dalam tim Satgas. Namun menurut Botb Sihombing, Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja, instansi ini hanya berperan dalam hal koordinasi dengan instansi lainnya. Sedangkan pelaksana di lapangan dalam hal penanganan TKI termasuk TKI bermasalah adalah merupakan tanggung jawab dari BP3TKI. Beliau mengatakan bahwa Disnakertrans hanya menerima laporan saja dari BP3TKI, dimana jika ada informasi tentang pemulangan TKI maka pegawai yang ditugaskan akan bergerak dan apabila ada hal-hal yang perlu dibahas maka akan dibawa dalam forum rapat. Selama ini koordinasi dengan instansi terkait dapat dikatakan berjalan cukup baik, dimana setiap instansi sudah mengerti tugas di dalam tim untuk menangani TKI bermasalah, sejak mereka turun dari kapal laut sampai dipulangkan ke daerah asalnya masing- masing. Justru hal yang dapat menimbulkan masalah adalah dari pihak deportan, diantaranya tempat tinggal para deportan ini ternyata tidak sesuai yang dituliskan dalam dokumen perjalanan, deportan yang turun di tengah perjalanan dan kemudian bertemu dengan calo untuk kemudian “didaur ulang”, kemampuan para calon TKI yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang diminati, serta ketidakmampuan perusahaan pengiriman TKI untuk menyiapkan calon tenaga kerja yang berkualitas.

Botb Sihombing menyarankan kepada tim penanganan TKI bermasalah untuk membuat sistem koordinasi yang dapat berupa suatu Protap/model, dimana jika terjadi deportasi maka saat pemulangan deportan harus dipastikan bahwa mereka sampai di tujuan, dan juga harus ada kontrol atau pendampingan. Jika perlu di setiap Provinsi yang dilewati harus dilakukan kontrol untuk menghitung deportan yang akan dipulangkan ke daerah asalnya.

d. Kantor Imigrasi Polonia77

76

Botb Sihombing, Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, wawancara pada tanggal 11 Agustus 2010

77

A. Rachman, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Polonia pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, wawancara pada tanggal 12 Agustus 2010

Kepala Kantor Imigrasi Polonia, A. Rachman, mengatakan bahwa pada dasarnya, terdapat dua jenis deportasi, yaitu deportasi terhadap illegal migrant worker dan deportasi terhadap pendatang yang baru saja tiba kemudian ditolak masuk oleh petugas Imigrasi Malaysia karena ketidakberesan dokumen. Alasan yang diajukan oleh petugas Imigrasi Malaysia terhadap penolakan masuknya WNI sebenarnya merupakan hal yang sederhana saja, yaitu yang bersangkutan tidak mempunyai living cost

atau return ticket. Namun, deportasi WNI dari Malaysia yang melalui Bandara Polonia Medan dikategorikan sebagai pemulangan TKI yang memang habis masa kontraknya dan proses pemulangan ini dapat ditangani sendiri oleh Bandara Polonia Medan. Hal ini dikarenakan deportasi atau pemulangan WNI yang sebagian TKI melalui Bandara Polonia adalah mereka (TKI) yang dikategorikan sebagai TKI legal dan mereka dianggap mampu untuk membiayai pemulangan kedaerah asalnya (dengan asumsi mereka sudah mampu membeli tiket pesawat yang dapat dikatakan sebagai transportasi mewah). Lebih lanjut informan mengatakan bahwa jarangnya pemulangan TKI ilegal melalui Bandara Polonia dikarenakan sejak tahun 2009 telah dihentikan proses pengiriman TKI ke Malaysia oleh Pemerintah Indonesia. Namun demikian mungkin saja ada pengiriman TKI ilegal oleh oknum-oknum tertentu. Hal ini dikarenakan kondisi yang berkembang saat ini dan telah menjadi trend di Malaysia yakni adanya keinginan masyarakat kelas menengah ke bawah untuk memiliki pramu bakti (pembantu) namun secara finansial masyarakat kelas menengah ke bawah itu tidak sanggup untuk memberikan upah. Agar terhindar dari kewajiban membayar, maka warga Negara Malaysia tersebut membuat masalah dengan TKI yang bekerja dengan mereka, sehingga TKI tersebut dideportasi dan mereka terbebas dari kewajibannya.

Proses pemeriksaan terhadap WNI yang baru saja tiba di Bandara Polonia adalah sebatas pemeriksaan fisik dokumen keimigrasian, yaitu pemeriksaan terhadap surat alasan mengapa WNI dipulangkan atau ditolak masuk dari Negara Malaysia. Dalam surat penolakan masuk (notice of refusal entry) yang dikeluarkan oleh pejabat Imigrasi Malaysia, biasanya disebutkan beberapa sebab mengapa WNI dilarang masuk ke Malaysia, yaitu: tidak mempunyai paspor yang sah, atau tidak mempunyai visa, atau orang yang

dilarang masuk berdasarkan ketentuan keimigrasian. Selanjutnya petugas imigrasi di Bandara Polonia akan melakukan wawancara terhadap WNI yang dipulangkan. Jika mereka adalah WNI yang hanya sekedar berkunjung (sebagai turis) di Malaysia maka ia selanjutnya diperbolehkan pulang ke daerah asalnya sebagaimana warga negara biasa. Namun jika ia ternyata adalah WNI yang bekerja sebagai TKI maka penanganan yang bersangkutan selanjutnya akan diserahkan kepada Tim Posdal. Dengan demikian maka, dapat dikatakan tugas dari Kantor Imigrasi hanyalah sebatas pemeriksaan dokumen keimigrasian setiap WNI yang dipulangkan, apakah TKI atau warga negara pada umumnya. Sedangkan penanganan terhadap yang bersangkutan, khususnya pemenuham HAM bagi TKI yang dipulangkan, bukan menjadi bagian dari tugas Kantor Imigrasi melainkan tugas dari Tim Posdal.

e. Kantor Imigrasi Belawan78

Kepala Kantor Imigrasi Belawan, Martahan Hutapea, mengatakan bahwa meskipun Tim Posdal di Pelabuhan Belawan yang dibentuk dengan SK Gubernur tetap ada, namun sejak tahun 2006 sudah tidak ada lagi pendeportasian melalui Pelabuhan Belawan karena Pemerintah Malaysia memfokuskan pendeportasian melalui Tanjungpinang. Peran Imigrasi dalam tim Posdal ialah memberikan ijin masuk/mendaratkan kemudian tim Posdal mendata mana TKI biasa yang kemudian pulang secara biasa dan mana TKI yang bermasalah untuk kemudian dipulangkan oleh Dinas Perhubungan bekerjasama dengan Bus Antar Lintas Sumatera (ALS). Hal ini memang dibenarkan oleh Kepala Unit Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Pelabuhan Belawan, Charagitha Probo, bahwa pada dasarnya orang-orang yang datang di Pelabuhan Belawan adalah WNI biasa yang bekerja di Malaysia. Mereka pulang kembali ke Indonesia karena memang masa kerja (kontrak) sudah habis atau sedang cuti bekerja. Pencatatan yang dilakukan oleh petugas di TPI Pelabuhan Belawan adalah meliputi keberangkatan dan kedatangan penumpang ferry, tidak ada catatan khusus tentang pemulangan TKI bermasalah.

78

Martahan Hutapea, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Belawan pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, wawancara pada tanggal 13 Agustus 2010

f. Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara79

Dinas Kesejahteraan dan Sosial berkedudukan sebagai anggota dalam Tim Koordinasi Daerah. Namun demikian instansi ini tidak terlibat di dalam pelaksanaan Tim Satgas (perlindungan TKI yang bermasalah). Instansi ini justru lebih berperan dalam menangani TKI bermasalah yang dipulangkan oleh Tim Satgas Pemulangan TKIB dan Keluarganya dari Malaysia ke Kota Tanjungpinang dilanjutkan menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Berdasarkan informasi dari Batara, Kepala Seksi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia, Dinas Kesejahteraan dan Sosial menerima surat dari Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial tentang pemulangan pekerja migran bermasalah dan keluarganya yang dideportasi dari Malaysia. Selanjutnya instansi ini berkewajiban untuk menuntaskan pelaksanaan pemulangan dari Provinsi asal ke daerah asal.

Para TKIB yang dideportasi dari Malaysia karena masalah ketidaklengkapan dokumen bekerja, dimana sebagian besar dari mereka bekerja melalui jalur ilegal (tekong/calo). Surat dari Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial tersebut berisikan daftar manifest TKIB asal Sumatera Utara. Mereka dipulangkan dari Jakarta menuju Medan dengan menggunakan angkutan darat (bis dari Perum Damri), untuk selanjutnya dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing (di beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Utara) oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Begitu para TKIB tiba di Medan, Dinas Kesejahteraan dan Sosial langsung memulangkan TKIB tersebut ke daerah asalnya dan berkoordinasi dengan Dinas Sosial kabupaten/kota untuk memastikan bahwa mereka tiba di daerahnya masing-masing. Koordinasi juga dilakukan dalam rangka proses pemantauan dan pemberdayaan terhadap TKIB yang ingin kembali bekerja sebagai TKI dengan cara memberikan pelatihan yang diperlukan sesuai dengan minat pekerjaan yang digeluti.

Jika para deportan memerlukan tempat penampungan sementara sambil menunggu jadwal pemulangan, maka mereka akan ditempatkan di beberapa panti milik Dinas Kesejahteraan dan Sosial, seperti panti sosial atau panti jompo. Tempat khusus yang diperuntukkan bagi deportan sampai saat

79

Batara, Kepala Seksi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia pada Dinas Kesejahteraan dan Sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, wawancara pada tanggal 18 Agustus 2010

ini belum ada. Biasanya pemulangan para deportan ke daerah asalnya di Provinsi Sumatera Utara tidak terjadi dalam waktu yang lama, sehingga mereka tidak akan lama berada di tempat penampungan sementara.

g. Dinas Perhubungan80

Informan dari Dinas Perhubungan, Darwin Purba, mengatakan bahwa pada saat ini instansi ini tidak berkoordinasi dengan instansi-instansi yang terkait perihal deportasi, namun instansi ini masih menempatkan dua orang pegawai kami di Pelabuhan Belawan sebagai anggota tim Posdal. Mereka sebenarnya bukan merupakan anggota yang khusus ditugaskan dalam tim Posdal, tetapi mereka adalah pegawai yang bertugas di pelabuhan dan menjalankan tugas sehari-hari di pelabuhan, namun juga ditugaskan untuk membantu tim Posdal pada saat terjadi pemulangan para TKI dari Malaysia.

Peranan Dinas Perhubungan dalam hal penanganan deportasi adalah murni pada penyediaan sarana transportasi sebagai jasa angkut pemulangan TKI yang bermasalah. Penyedia sarana transportasi yang selama ini telah menjalin kerjasama dengan baik adalah perusahaan bus Antar Lintas Sumatera (ALS). Dinas Perhubungan menitipkan para TKI yang bermasalah tersebut kepada pengelola bus dan awak bus untuk diantarkan kembali ke tempat asalnya. Peran Dinas Perhubungan hanya sebatas memberikan kemudahan mendapatkan sarana transportasi dimana pembiayaannya dibebankan kepada BP3TKI.

h. Kepolisian Resor Kota Medan81

Poltabes Medan turut serta menjadi anggota Satgas Penertiban dan Penindakan Penempatan TKI Non Prosedural, namun sampai saat ini Poltabes Medan belum pernah terlibat dalam penanganan deportasi massal. Informan dari Kepolisian Resort Kota Medan, Sucipto (penyidik pada Unit Tindak Pidana Tertentu Satuan Reskrim), mengatakan bahwa sejauh ini Poltabes Medan bekerjasama dengan BP3TKI hanya menangani PPTKIS maupun tenaga kerja yang tidak melalui prosedur/ilegal.

80

Darwin Purba, KSD Darat pada Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, wawancara pada tanggal 18 Agustus 2010

81

Sucipto, penyidik pada Unit Tindak Pidana Tertentu Satuan Reskrim pada Kepolisian Resor Kota Medan, wawancara pada tanggal 16 Agustus 2010

Peranan Poltabes Medan dalam Satgas sejauh ini belum begitu banyak karena memang kasusnya lebih banyak terjadi di Belawan yang otomatis ditangani oleh KP3 Belawan. Dalam rangka menghentikan penyalahgunaan ijin oleh PPTKIS yang ada di wilayah Medan, Poltabes Medan berkoordinasi dengan BP3TKI dan instansi lain yang terlibat dalam Satgas membentuk suatu penanganan deportasi dalam bentuk tata cara kerja. Sebagai contoh kasus, apabila diindikasikan ada salah satu PPTKIS ilegal maka Poltabes bekerjasama dengan BP3TKI mengkroscek, apakah betul PPTKIS itu legal atau tidak untuk kemudian dapat diambil suatu tindakan hukum.

Dalam dokumen PENELITIAN TENTANG DEPORTASI TKI (Halaman 95-106)