• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

C. Psikotropika dan Narkotika

Psikotropika menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1997 pasal 1 yang mengatur tentang Psikotropika, Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dalam pasal 2, Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan, digolongkan menjadi :

a. Psikotropika golongan I, yaitu Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya: brolamfetamina, etisiklidina, etriptamina, katinona, (+)-lisergida, mekatinona, psilobibna, rolisiklidina, tenamfetamina, tenoksilidina.

b. Psikotropika golongan II adalah Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantugan, contohnya: amfetamina, deksamfetamina, fenetilina, fenmetrazina, fensiklidina, levamfetamina, meklokualon, metamfetamina, metamfetamina rasemat, metakualon, metilfenidat, sekobarbital, zipepprol, levometamfetamina.

c. Psikotropika golongan III adalah Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya:

amobarbital, buprenofrina, butalbital, flunitrazepam, glutetimida, katina, pentazosina, pentobarbital, siklobarbital.

d. Psikotropika golongan IV adalah Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya: allobarbital, alprazolam, amfepramona, aminorex, barbital, benzfetamina, bromazepam, brotizolam, delorazepam, diazepam, estazolam, etil amfetamina, etil loflazepate, etinamat, etklorvinol, fencamfamina, fendimetrazina, fenobarbital, fenproporeks, fentermina, fludiazepam, flurazepam, halazepam, haloksazolam, kamazepam, ketazolam, klobazam, klosazolam, klonazepam, klorazepat, klordiazepoksida, klotiazepam, lefetamina, loprazolam, lorazepam, lormetazepam, mazidol, medazepam, mefenoreks, meprobamat, mesokarb, metilfeno barbital, metiprilon, midazolam, nimetazepam, nitrazepam, nordazepam, oksazepam, oksazepam, oksazolam, pemolina, pinazepam, pipadrol, pirovalerona, prazepam, sekbutabarbital, temazepam, tetrazepam, triazolam, vinilbital (Presiden Republik Indonesia, 1997).

Pabrik Obat, Pedagang Besar Farmasi, Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah, Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, Dokter, Lembaga Penelitian dan/atau Lembaga Pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan Psikotropika (Presiden Republik Indonesia, 1997).

Dalam rangka melakukan pengendalian dan pengawasan, Menteri berwewenang mengambil tindakan administratif terhadap Pabrik Obat, Pedagang Besar Farmasi, Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah, Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, Dokter, Lembaga Penelitian dan/atau Lembaga Pendidikan, dan Fasilitas Rehabilitasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika (Presiden Republik Indonesia, 1997).

Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang No.5 tahun 1997, dapat berupa :

1. Teguran lisan 2. Teguran tertulis

3. Penghentian sementara kegiatan 4. Denda administratif

5. Pencabutan izin praktek (Presiden Republik Indonesia, 1997).

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang (Presiden Republik Indonesia, 2009a).

Narkotika digolongkan ke dalam 3 golongan, yaitu golongan I, II, dan III. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

a. Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, contohnya: tanaman Papaver Somniferum L, tanaman koka, daun koka, kokain mentah, kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina, tanaman ganja, tetrahydrocannabinol, delta 9 tetrahydrocannabinol, asetorfina, acetil–alfa–metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida, alfa-metilfentanil, alfa-metiltiofentanil, beta-hidroksifentanil, beta-hidroksi-3-metil-fentanil, desmorfina, etorfina, heroina, ketobemidona, 3-metilfentanil, 3-metiltiofentanil, MPPP, para-fluorofentanil, PEPAP, tiofentanil, brolamfetamina, DET, DMA, DMHP, DMT, DOET, etiskilidina, etriptamina, katinona, MDMA, (+)-lisergida, meskalina, metkatinona, 4- metilaminoreks, MMDA, N-etil MDA, N-hidroksi MDA, paraheksil, PMA, psilosina, psilotsin, psilosibina, rolisiklidina, STP, DOM, tenamfetamina, tenosiklidina, TMA, amfetamina, deksamfetamina, fenetilina, fenmetrazina, fensiklidina, levamfetamina, levometamfetamina, meklokualon, metamfetamina, metakualon, zipepprol, opium Obat, campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan Narkotika.

b. Narkotika golongan II, yaitu Narkotika berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: alfasetilmetadol, alfameprodina, alfametadol alfaprodina, alfentanil, allilprodina, anileridina, asetilmetadol, benzetidin, benzilmorfina, betameprodina, betametadol, betaprodina, betasetilmetadol bezitramida, dekstromoramida, diampromida, dietiltiambutena, difenoksilat difenoksin, dihidromorfina, dimefheptanol, dimenoksadol, dimetiltiambutena, dioksafetil butirat, dipipanona, drotebanol, ekgonina, etilmetiltiambutena, etokseridina, etonitazena, furetidina, hidrokodona, hidroksipetidina, hidromorfinol, hidromorfona, isometadona, fenadoksona, fenampromida, fenazosina, fenomorfan, fenoperidina, fentanil, klonitazena, kodoksima, levofenasilmorfan, levomoramida, levometorfan, levorfanol, metadona, metadona intermediate, metazosina, metildesorfina, metildihidromorfina, metopon, mirofina, moramida intermediate, morferidina, morfina-N-oksida, morfin metobromida, morfina, nikomorfina, norasimetadol, norlevorfanol, normetadona, normorfina, norpipanona, oksikodona, oksimorfona, petidina intermediat A, petidina intermediat B, petidina intermediat C, petidina, piminodina, piritramida, proheptasina, properidina, rasemetorfan, rasemoramida, rasemorfan, sufentanil, tebaina, tebakon, tilidina, trimeperidina, garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.

c. Narkotika golongan III, yaitu Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, contohnya: asetildihidrokodeina, dekstropropoksifena, dihidrokodeina, etilmorfina, kodeina, nikodikodina, nikokodina, norkodeina, polkodina, propiram, buprenorfina, garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas, campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan Narkotika, campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan Narkotika (Presiden Republik Indonesia, 2009).

Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah, Apotek, Rumah Sakit, Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai

Pengobatan, Dokter, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan wajib membuat,

menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya (Presiden Republik Indonesia, 2009).

Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif oleh Menteri atas rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berupa:

1. Teguran 2. Peringatan

4. Penghentian sementara kegiatan

5. Pencabutan izin ( Presiden Republik Indonesia, 2009).

Dokumen terkait