• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V LATAR BELAKANG PERUSAHAAN

5.2 Pembagian / Unit Usaha

5.2.1 PT. Tasik Raja, Estate

1. Letak dan Lokasi

Perkebunan PT. Tasik Raja adalah salah satu anak cabang dari PT. United Kingdom Indonesian Plantation (UKINDO) dan merupakan anggota dari Anglo Eastern Plantation (AEP) yang terletak di Desa Bukit Tujuh Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhan Batu dengan ketinggian tempat ± 8 - 10 m diatas permukaan laut.

Adapun letak dari PT. Tasik Raja ini adalah dikelilingi oleh perkebunan lainnya, seperti:

1) Sebelah Timur berbatasan dengan PTP III Aek Roso 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan PT. Torganda

3) Sebelah Utara berbatasan dengan PTP III Aek Roso

4) Sebelah Barat berbatasan dengan PT. First Mujur Plantation.

2. Pembagian Rayon

Perkebunan PT. Tasik Raja Estate seluas 6.093,30 ha dibagi atas tiga rayon yaitu : a. Rayon I seluas 1.998,5 ha yang terdiri dari :

2. Divisi I seluas 594,5 ha 3. Divisi II seluas 627,5 ha

4. Divisi III seluas 776,5 ha

a. Rayon II seluas 1.832,6 ha yang terdiri dari : 5. Divisi VII seluas 639,5 ha

6. Divisi VIII seluas 616,5 ha 7. Divisi IX seluas 576,6 ha

b. Rayon III seluas 2.362,2 ha yang terdisi dari : 8. Divisi IV seluas 780,5 ha

9. Divisi V seluas 665,2 ha 10. Divisi VI seluas 505,1 ha 11. Divisi X seluas 311,4 ha

Pada awalnya PT. Tasik Raja dibagi atas tujuh divisi dan sejak tanggal 1 Januari 1993 menjadi 10 divisi.

3. Struktur Organisasi

Gambar 5.1. Struktur Organisasi PT Tasik Raja, Estate

Sumber: Data Kepersonaliaan PT. Tasik Raja 5.2.2 PT. Tasik Raja, Pabrik Kelapa Sawit

1. Pabrik Kelapa Sawit PT. Tasik Raja Estate

PT. Tasik Raja - Palm Oil Mill (POM) adalah pabrik pengolahan sawit milik PT.

Tasik Raja yang mulai dibangun pada tanggal 26 Mei 1990 dan mulai beroperasi 24 September 1991 kapasitas puncak produksi adalah 48 ton TBS/jam sedangkan kapasitas aktual saat ini adalah 40 ton TBS/jam.

2. Struktur Organisasi

Gambar 5.2. Struktur Organsasi PT. Tasik Raja, Pabrik Kelapa Sawit Sumber: Data Kepersonaliaan PT. Tasik Raja

BAB VI

HASIL PENELITIAN

6.1 Hasil Utama Penelitian

6.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber data (Sinulingga, 2011).

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkannya dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2002), sedangkan reliabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat kekonsistenan pengukuran dari suatu responden ke responden yang lain atau dengan kata lain sejauh mana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda interpretasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut. Dengan kata lain reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi lebih dari sekali.

Untuk memperoleh hasil penelitian dari kuesioner yang bermutu, maka sebelum penelitian dilakukan kuesioner harus diuji terlebih dahulu supaya data yang diperoleh dari kuesioner dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel. Uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan terhadap hasil jawaban responden terhadap kuisioner yang

disebarkan mengenai pengaruh Sistem Manajemen K3 terhadap Perilaku Selamat di PT.

Tasik Raja, Kota Pinang.

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua), yaitu Kuesioner Persepsi Penerapan Sistem SMK3 dan Kuesioner Persepsi Perilaku Keselamatan. Kedua kuesioner tersebut dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas sebelum digunakan pada sampel yang sebenarnya

Kuesioner Persepsi Penerapan Sistem SMK3

Pengujian kuesioner Persepsi Penerapan Sistem SMK3 dilakukan kepada 30 orang karyawan yang bekerja di perkebunan PT. HF, yang terletak di Kecamatan Tanjung Medan, Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Dipilihnya perusahaan ini karena juga bergerak di bidang perkebunan dan lokasinya juga tidak jauh dari PT. Tasik Raja, Kota Pinang, sama-sama berada di Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

Hasil pengujian alat ukur ditemukan bahwa dari 21 item yang diujikan, terdapat 1 item yang tidak layak untuk dimasukkan ke dalam Kuesioner Persepsi Penerapan Sistem SMK3 karena memiliki nilai validitas dibawah 0,3. Sementara, 20 item lainnya dapat dimasukkan ke dalam kuesioner.

Adapun uji reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach adalah 0,877. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas kuesioner diatas 0,70 sehingga dapat dikatakan reliabel untuk digunakan. Data pengujian reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut (pada kolom Cronbach’s Alpha):

Tabel 6.1. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi Penerapan Sistem SMK3

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Sedangkan data hasil pengujian validitas dapat dilihat pada tabel berikut (pada kolom Corrected Item-Total Correlation):

Tabel 6.2. Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi Penerapan Sistem SMK3

Scale Mean if Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Kuesioner Persepsi Perilaku Keselamatan

Pengujian kuesioner Persepsi Perilaku Keselamatan dilakukan kepada 30 orang karyawan yang bekerja di perkebunan PT. HF, yang terletak di Kecamatan Tanjung Medan, Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Dipilihnya perusahaan ini karena juga bergerak di bidang perkebunan dan lokasinya juga tidak jauh dari PT. Tasik Raja, Kota Pinang, sama-sama berada di Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

Hasil pengujian alat ukur ditemukan bahwa dari 12 item yang diujikan, seluruh item layak untuk dimasukkan ke dalam Kuesioner Persepsi Perilaku Keselamatan, karena seluruh item memiliki nilai validitas diatas 0,3.

Adapun uji reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach adalah 0,841. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas kuesioner diatas 0,70 sehingga dapat dikatakan reliabel untuk digunakan. Data pengujian reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut (pada kolom Cronbach’s Alpha):

Tabel 6.3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi Perilaku Keselamatan

Reliability Statistics Cronbach’s

Alpha

Cronbach’s Alpha Based on Standardized Items

N of Items

.841 .843 12

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Sedangkan data hasil pengujian validitas dapat dilihat pada tabel berikut (pada kolom Corrected Item-Total Correlation):

Tabel 6.4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi Perilaku Keselamatan

Scale Mean if Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

6.1.2 Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan perlu dilakukan evaluasi ekonometri terhadap model persamaan regresi agar memenuhi syarat sebagai Best Linier Un beased Estimator (BLUE). Adapun uji asumsi klasik yang dipergunakan adalah: uji normalitas, uji multikolinieritas, Uji Heteroskedastisitas

Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Pengujian asumsi normalitas untuk menguji data variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan, apakah berdistribusi normal atau berdistribusi tidak

normal. Jika distribusi data normal, maka analisis data dan pengujian hipotesis memenuhi

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Pengujian normalitas yang didasarkan pada uji statisktik non parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah residual regresi yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Hipotesisnya sebagai berikut:

Ho = data residual berdistribusi normal.

Ha = data residual tidak berdistribusi normal.

Kriteria uji :

- Tolak hipotesis nol (H0) bila asymtotic signifikan value uji Kolmogorov-Smirnov < 0,50.

- Terima hipotesis nol (H0) bila asymtotic signifikan value uji Kolmogorov-Smirnov > 0,50.

Berdasarkan pengolahan data pada tabel 6.5 dapat dinilai Asymp.Sig. (2-tailed) dibawah angka 0,5 dengan demikian dapat disimpulkan model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Uji Multikolinieritas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas, dapat dilihat dari Value Inflaction Facto (VIF). Apabila nilai VIF > 10, terjadi multikolinieritas. Sebaliknya, jika VIF < 10, tidak terjadi multikolinearitas.

Hasil pengujian asumsi multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 6.6 berikut:

Tabel 6.6. Uji Asumsi Multikolinieritas Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Berdasarkan data pada tabel 6.6 diatas, dapat dilihat semua nilai variable memiliki nilai VIF < 10 ini berarti tidak terjadi multikolinieritas.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan variabel penganggu pada periode tertentu. Uji yang dipergunakan adalah Uji Durbin Watson sebagaimana terlihat pada tabel 6.7 berikut:

Tabel 6.7. Uji Autokorelasi Durbin Watson

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of The Estimate

Durbin-Watson

1 .748 a .559 .544 6.26819 .766

a. Predictors: (Constant), Pengawasan, SosialisasiK3, PelatihanK3 b. Dependent Variable: PerilakuKeselamatan

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

- Angka D-W < -2 berarti ada autokorelasi positif

- Angka D-W -2 ≤ D-W ≤ +2 berarti tidak ada autokorelasi - Angka D-W > +2 berarti ada autokorelasi negatif

Pada tabel diatas terlihat bahwa nilai D-W adalah 0.766 yang berarti diantara -2 sampai +2, maka tidak terjadi autokorelasi.

6.1.3 Uji Hipotesis

Sebagaimana hipotesa yang diungkapkan dalam Bab III, pengujian hipotesa dalam penelitian ini menggunakan uji regresi berganda sebagai berikut:

Regresi Berganda

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 3 (tiga) variabel bebas dan 1 (satu) variabel tergantung, sehingga penulis menggunakan persamaan regresi berganda.

Adapun dasar dalam pengambilan keputusan adalah:

- Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak; H1 diterima, dengan kata lain terdapat pengaruh antara Penerapan Sistem Manajemen K3 dengan Perilaku Keselamatan, sebaliknya

- Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima; H1 ditolak, dengan kata lain tidak terdapat pengaruh antara Penerapan Sistem Manajemen K3 dengan Perilaku Keselamatan.

Berikut hasil utama penelitian yang disajikan pada tabel 6.8 berikut:

Tabel 6.8. Analisa Regresi Berganda

a. Predictors: (Constant), Pengawasan, SosialisasiK3, PelatihanK3 b. Dependent Variable: PerilakuKeselamatan

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Dari tabel 6.8 dapat dilihat nilai F hitung yaitu 37,15, sedangkan nilai F tabel dapat diperoleh dengan menggunakan tabel F dengan derajat bebas df Regression (perlakuan) yaitu 3 sebagai df pembilang, dan (df) Residual (sisa) yaitu 88 sebagai df

penyebut dan dengan tarap siginifikan 0,05, sehingga diperoleh nilai F tabel yaitu 2,71.

Pada tabel 6.8. juga dapat dilihat nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari  = 0,005.

Berdasarkan nilai uji F dan signifikansi diatas menunjukkan bahwa H0 ditolak, dengan kata lain terdapat perbedaan (pengaruh) antara penerapan Sistem Manajemen K3 dengan Perilaku Keselamatan.

Secara keseluruhan, upaya perusahaan melalui penerapan Sistem Manajemen K3 berdampak positif terhadapPerilaku Keselamatan. Guna melihat dampak dari masing-masing komponen Sistem Manajemen Keselamatan K3 terhadap Perilaku Keselamatan ditinjau dengan menggunakan uji t berikut.

Uji t

Uji t dilakukan untuk melihat dampak dari masing-masing komponen atau dikatakan sebagai uji parsial. Pada penelitian ini menggunakan 3 (tiga) komponen, yakni:

Sosialisasi K3 (X1), Pelatihan K3 (X2) dan Pengawasan (X3). Adapun hasilnya dapat a. Dependent Variable : PerilakuKeselamatan

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Berdasarkan data pada tabel 6.9 diatas dapat dijelaskan jika tidak ada penerapan Sistem Manajemen K3, maka tingkat Perilaku Keselamatan adalah -0.401, hal ini menunjukkan bahwa Sistem Manajemen K3 perlu dan penting bagi manajemen PT. Tasik Raja, Kota Pinang guna mencapai zero accident.

Sedangkan persamaan regresi diperoleh dari data pada tabel 6.7 sebagai berikut:

Y = -0,401 + 0,494X1 + 0,594X2 + 0,609X3

Persamaan regresi ini memiliki makna sebagai beriku:

a. Faktor Sosialisasi K3 mempunyai pengaruh postif terhadap Perilaku Keselamatan di PT. Tasik Raja, Kota Pinang dan besarnya koefisien adalah 0.494 artinya jika faktor ini meningkat sebesar 1% maka akan menaikkan tingkat kesadaran Perilaku Keselamatan sebesar 0.494.

b. Faktor Pelatihan K3 mempunyai pengaruh postif terhadap Perilaku Keselamatan di PT. Tasik Raja, Kota Pinang dan besarnya koefisien adalah 0.594 artinya jika faktor ini meningkat sebesar 1% maka akan menaikkan tingkat kesadaran Perilaku Keselamatan sebesar 0.594.

c. Faktor Pengawasan mempunyai pengaruh postif terhadap Perilaku Keselamatan di PT. Tasik Raja, Kota Pinang dan besarnya koefisien adalah 0.609 artinya jika faktor ini meningkat sebesar 1% maka akan menaikkan tingkat kesadaran Perilaku Keselamatan sebesar 0.609.

Adapun pengaruh masing-masing variabel independen terhadap Perilaku Keselamatan dihitung dengan menggunakan Uji t dengan kriteria penolakan hipotesa sebagai berikut:

- Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak; H1 diterima, dengan kata lain terdapat pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen (Perilaku Keselamatan), sebaliknya.

- Jika thitung< ttabelmaka H0 diterima; H1 ditolak, dengan kata lain tidak terdapat pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen (Perilaku Keselamatan).

Berdasarkan kriteria diatas, maka:

a. Sosialisasi K3

Faktor Sosialisasi K3 memiliki nilai thitung = 2.456, sedangkan ttabel (jumlah responden (n) adalah 92 orang, sedangkan jumlah variable (k) adalah 4, sehingga df=n-k=88) = 1,67. Hal ini menunjukkan bahwa Sosialisasi K3 memiliki pengaruh positif terhadap Perilaku Keselamatan Kerja.

b. Pelatihan K3

Faktor Pelatihan K3 memiliki nilai thitung= 2.753, sedangkan ttabel = 1,67. Hal ini menunjukkan bahwa Pelatihan K3 memiliki pengaruh positif terhadap Perilaku Keselamatan Kerja.

c. Pengawasan

Faktor Pengawasan memiliki nilai thitung = 2.883, sedangkan ttabel = 1,67. Hal ini menunjukkan bahwa Pengawasan K3 memiliki pengaruh positif terhadap Perilaku Keselamatan Kerja.

6.2 Analisis Deskriptif Penyebab Kecelakaan Kerja

Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa PT. Tasik Raja, Kota Pinang sudah menyatakan komitmennya pada faktor keselamatan kerja. Meskipun demikian kecelakaan kerja masih terjadi. Berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) perusahaan tentang “Pelaporan dan Investigasi Kecelakaan” (SOP:

AEP/SP/2/10/2.15) yang dimaksud dengan:

1. Kecelakaan / accident adalah suatu kejadian yang diduga dan tidak diinginkan yang mengakibatkan cidera pada manusia, menghambat proses kerja dan menimbulkan kerugian terhadap property atau harta benda serta lingkungan.

2. Hampir celaka / near miss adalah kondisi atau situasi dimana kecelakaan hampir saja terjadi atau lebih umum adalah hampir celaka.

3. Hilang hari kerja / lost time accident adalah suatu jenis kecelakaan yang mengakibatkan karyawan mengalami cidera atau sakit sehingga tidak dapat bekerja untuk waktu 2 (dua) hari kerja atau lebih.

6.2.1 Deskripsi Kecelakaan Kerja

Berikut adalah data-data kecelakaan kerja sesuaai dengan jenis kecelakaan kerja, dampak kecelakaan serta kehilangan hari kerja pada tahun 2011 dan 2012:

Tabel 6.10. Data Kecelakaan Kerja tahun 2011

No Tipe Kecelakaan Dampak Hilang Hari

Kerja (Jam) Kecelakaan Hampir Celaka

01 Membentur / dibentur / terbentur

Ya 14

02 Jatuh dari atas / jatuh terpeleset Ya 21

03 Terjepit / tertekan / tertusuk Ya 38

04 Tergores / tersayat Ya 14

05 Terkena api / terbakar / terkena panas

Ya 0

06 Terkena bahan kimia / terkena bahan B3

Ya 14

07 Menabrak / ditabrak / tertabrak Ya 49

08 Diserempet / menyerempet Ya 0

09 Terperosok / terguling Ya 14

10 Terkena listrik / konsleting listrik

Ya 14

11 Terlalu cepat Ya 0

12 Lain-lain Ya 14

TOTAL 192

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Berdasarkan data pada tabel 6.10 diatas jelas terlihat bahwa “menabrak / ditabrak / tertabrak” merupakan jenis kecelakaan kerja yang paling banyak mengakibatkan kehilangan waktu kerja (loss time accident) yakni sebesar 49 jam atau 7 hari kerja efektif.

Berikutnya adalah “terjepit/ tertekan / tertusuk” yang menghabiskan waktu kerja sebesar

38 jam. Sedangkan “jatuh dari atas / jatuh terpeleset” menghabiskan waktu kerja sebesar 21 jam kerja. Lainnya menghabiskan 14 jam kerja atau 2 hari kerja efektif.

Kejadian hampir celaka yang terjadi adalah “Terkena api / terbakar / terkena panas” dan “Diserempet / menyerempet”.

Data kecelakaan kerja untuk tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Tabel 6.11. Data Kecelakaan Kerja tahun 2012

No Tipe Kecelakaan Dampak Hilang Hari

Kerja (Jam) Kecelakaan Hampir Celaka

01 Membentur / dibentur / terbentur Ya 21

02 Jatuh dari atas / jatuh terpeleset Ya 14

03 Terjepit / tertekan / tertusuk Ya 44

04 Tergores / tersayat Ya 21

05 Terkena api / terbakar / terkena panas

Ya 14

06 Terkena bahan kimia / terkena bahan B3

Ya 14

07 Menabrak / ditabrak / tertabrak Ya 42

08 Diserempet / menyerempet Ya 0

09 Terperosok / terguling Ya 21

10 Terkena listrik / konsleting listrik Ya 14

11 Terlalu cepat Ya 0

12 Lain-lain Ya 0

TOTAL 205

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Berdasarkan data pada tabel 6.11 terlihat bahwa kejadian “Terjepit / tertekan / tertusuk“ merupakan jenis kecelakaan kerja yang paling banyak mengakibatkan

kehilangan waktu kerja (loss time accident) yakni sebesar 44 jam atau lebih dari 7 hari kerja efektif, sedangkan “menabrak / ditabrak / tertabrak” sudah mengalami penurunan, meskipun masih tergolong tinggi yaitu sebesar 42 jam atau 6 hari kerja efektif.

Berikutnya adalah “Tergores / tersayat” dan “Terperosok / terguling” secara bersamaan menghabiskan waktu kerja sebesar 21 jam kerja atau 3 hari kerja efektif. Sedangkan yang lainnya menghabiskan 14 jam kerja atau 2 hari kerja efektif.

Kejadian hampir celaka yang terjadi adalah “Diserempet / menyerempet” dan

“Lain-lain”.

6.2.2 Penyebab Kecelakaan Kerja ditinjau dari Kondisi Pekerjaan

Data penyebab kecelakaan kerja ditinjau dari kondisi pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6.12. Data Penyebab Kecelakaan Kerja ditinjau dari Kondisi Pekerjaan

No Penyebab Dasar 2011 2012 Selisih

01 Tindakan Berbahaya

1.1 Tidak Berusaha mengamankan pekerjaan 2 2 0

1.2 Cara kerja yang salah / posisi yang salah 2 1 -1 1.3 Mengoperasikan terlalu cepat / muatan berlebihan 0 0 0

1.4 Melepas alat pengaman 2 1 -1

1.5 Menggunakan peralatan yang telah rusak 0 1 1

1.6 Bergurau saat bekerja 1 3 2

1.7 Memperbaiki alat saat bergerak 1 0 -1

1.8 Terpengaruh alkohol /obat-obatan 0 0 0

1.9 Lain-lain 0 0 0

02 Kondisi Berbahaya

1.1 Peralatan rusak / APD tidak layak pakai 0 1 1

1.2 Terpapar radiasi emisi / terlalu panas 0 2 2

1.3 Tempat kerja sempit / lantai kerja jelek 1 0 -1

1.4 Kurang rambu berbahaya 1 1 0

1.5 Bahan mudah terbakar / meledak kurang

terlindung 0 0 0

1.6 Kebisingan suara / kurang penerangan 0 0 0

1.7 Banyak debu / gas / kurang sirkulasi udara 0 0 0

1.8 Kurang bersih dan rapi / semrawut 1 0 -1

1.9 Lain-lain 0 1 1

TOTAL 11 13 2

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Berdasarkan data pada tabel 6.12 diatas ditemukan ada 2 (dua) penyebab kecelakaan kerja, yakni kondisi akibat tindakan manusia yang berbahaya (unsafe human act) dan akibat situasi pekerjaan yang tidak aman (unsafe condition). Jika dilihat dari data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011, kondisi unsafe human act sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja, dimana 8 dari 11 kejadian kecelakaan kerja terjadi akibat dari unsafe human act. Sedangkan unsafe condition menyebabkan 3 dari 11 kejadian kecelakaan kerja.

Kondisi yang hampir sama dijumpai di tahun 2012, dimana juga ditemui 8 dari 13 kejadian kecelakaan kerja akibat dari unsafe human act dibandingkan 5 dari 13 kejadian kerja akibat dari unsafe condition.

Perbandingan data tahun 2011 dan 2012 juga menunjukkan bahwa unsafe human act berperan vital dibandingkan dengan kondisi unsafe condition, dimana unsafe human act menyebabkan 16 dari 24 kecelakaan kerja atau sebesar 66,67%. Sedangkan unsafe

condition menyebabkan 8 dari 24 kecelakaan kerja atau sebesar 33,33%. Sebagaimana tersaji pada gambar 6.1 pada halaman berikut.

Hal ini menjadi perhatian penting bagi perusahaan agar memperhatikan tindakan berbahaya yang bersumber dari kelalaian manusia. Tetapi, disamping itu perusahaan juga harus memperhatikan faktor kondisi pekerjaan yang menjadi persyaratan pekerjaan, karena faktor ini meningkat dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2011 hanya ada 3 kasus (27,27%) tetapi di tahun 2012 meningkat menjadi 5 kasus (38,46%).

Gambar 6.1. Penyebab Kecelakaan Kerja ditinjau dari Kondisi Pekerjaan Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

6.2.3 Penyebab Kecelakaan Kerja ditinjau dari Faktor Penyebab

Berikutnya penyebab kecelakaan kerja jika ditinjau dari faktor penyebabnya (Faktor Kerja kerja atau Faktor Manusia) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6.13. Data Penyebab Kecelakaan Kerja ditinjau dari Faktor Penyebab

No Penyebab Dasar 2011 2012 Selisih

01 Kekurangan Faktor Kerja / Lingkungan Kerja

1.1 Kekurangan pada pengawasan / instruksi kerja 3 4 1 1.2 Kekurangan pada peralatan / pengadaan barang 2 2 0 1.3 Kekurangan pada pemeliharaan / kadaluarsa 0 2 2

1.4 Lain-lain 0 0 0

02 Kekurangan Faktor Manusia

2.1 Kekurangan pada kemampuan fisik 0 2 2

2.2 Mengalami keletihan fisik / tekanan mental 2 1 -1 2.3 Kurangnya pengetahuan / keahlian semangat kerja 4 2 -2

2.4 Lain-lain 0

TOTAL 11 13 2

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Berdasarkan data pada tabel 6.13 jika dilihat dari faktor penyebab kecelakaan kerja terdapat 2 faktor, yakni faktor manusia dan Faktor Kerja. Data pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Faktor Manusia menjadi faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, yakni sebesar 6 dari 11 kecelakaan kerja (atau 54,54%) sedangkan Faktor Kerja menyebabkan 5 dari 11 kecelakaan kerja (atau 45,45%). Kedua faktor ini pada dasarnya hampir memberikan kontribusi yang sama, hanya terpaut 1 kejadian saja.

Sedangkan data pada tahun 2012 menunjukkan hal yang berkebalikan, dimana Faktor Kerja justru yang menyebabkan 8 dari 13 kecelakaan kerja (atau 61,54%) sedangkan Faktor Manusia menyebabkan 5 dari 13 kecelakaan kerja (atau 38,46%).

Perbandingan data tahun 2011 dan 2012 juga menunjukkan bahwa Faktor Kerja berperan vital dibandingkan dengan Faktor Manusia, dimana Faktor Kerja menyebabkan

13 dari 24 kecelakaan kerja atau sebesar 54,17%. Sedangkan Faktor Manusia menyebabkan 11 dari 24 kecelakaan kerja atau sebesar 45,83%. Sebagaimana tersaji pada gambar 6.2 berikut.

Hal ini menjadi perhatian penting bagi perusahaan agar memperhatikan Faktor Kerja guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pada hasil sebelumnya ditemukan bahwa kejadian kecelakaan kerja dari unsafe human act, tetapi kondisi ini justru disebabkan oleh Faktor Kerja, bukan Faktor Manusia. Hal ini berarti bahwa kapabilitas manusia (karyawan) dalam menjalankan pekerjaan secara aman sudah dikategorikan baik, hanya keadaan lingkungan yang mengakibatkan kondisi pekerja bertindak tidak aman. Kondisi lingkungan tersebut meliputi kekurangan pada pengawasan, kekurangan pada peralatan ataupun pengadaan barang serta kekurangan pada pemeliharaan.

Kesemuanya ini lebih bermuara kepada manajemen perusahaan yang belum maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bukan kepada fisik si pekerja.

Gambar 6.2. Penyebab Kecelakaan Kerja ditinjau dari Faktor Penyebab Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Secara umum, perusahaan menaruh perhatian khusus pada kecelakaan kerja itu terjadi, karena trend yang terjadi setiap tahunnya justru meningkat, dimana pada tahun 2011 hanya terjadi 11 kecelakaan kerja, tetapi pada tahun 2012 kejadian kecelakaan kerja justru meningkat menjadi 13 kasus.

Berdasarkan interview dengan karyawan yang mengalami kecelakan kerja adalah sebagai berikut:

“Saat aku terjatuh (membawa angkong yang berisi Tanda Buah Segar) saat itu jalanan licin, aku tau memang licin dan aku nggak pakai sepatu… aku malas pakai sepatu, karena gak cepat jadinya kerjaanku… Aku tau sepatu itu penting, mandor pun sering ngomong sama aku, tapi kekmanalah, nggak cepat jadinya…

Pas jatuh itu, ya aku dirikan angkongku, karena kan kaki ku tertimpa sama angkong, sakit sekali, aku nggak bisa berbuat apa-apa lagi… Ya mandor (petugas P3K) gak lama datang, nolong aku. Istirahat juga aku sampai 2 hari lebih”

(Pengolahan Hasil Interview dengan Bapak Asuni, 36 tahun, kecelakaan kerja Jatuh dari Atas / Jatuh Terpeleset, tahun 2012)

“Ibu gak tau nak… waktu itu memang Ibu sama Bapak, bapak kan yang bawa egrek, terus sarungnya gak dipasang, biasanya dipasang sama Bapak, ya Ibu gak tau. Waktu itu memang kami lagi istirahat sebentar, terus egreknya diletak dibawah, Ibu gak tau Ibu duduk aja dibawah, nggak taunya ada egrek ya luka tersayat kaki Ibu… bawa ke puskesmas sama mandor (petugas P3K) disuruh istirahat sama mandor 2 hari.

(Pengolahan Hasil Interview dengan Ibu Musna, 40 tahun, kecelakaan kerja Tergores/Tersayat tahun 2012)

6.2.4 Analisis Statistik Penyebab Kecelakaan Kerja

Meskipun Faktor Kerja secara jumlah lebih banyak menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, tetapi secara statistik dengan menggunakan chi-square ditemukan tidak

ada perbedaan yang signifikan antara Faktor Kerja dan Faktor Manusia dalam

Sumber: Pengolahan Data Penelitian tahun 2014

Berdasarkan data diatas, maka dilakukan perhitungan chi-square dengan

Berdasarkan data diatas, maka dilakukan perhitungan chi-square dengan

Dokumen terkait