• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pupuk Organik

Dalam dokumen 1. PENDAHULUAN. Tri Sudaryono (Halaman 64-67)

Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sumber nutrisi tanaman. Secara umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam jumlah cukup banyak. Dianjurkan agar dilakukan pemberian 2 ton pupuk kandang atau 5 ton kompos jerami padi.bisa menghemat penggunaan pupuk kimia sekaligus memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Namun, pupuk organik yang telah dikomposkan dapat menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk segar, karena selama proses pengomposan telah terjadi proses dekomposisi yang dilakukan oleh beberapa macam mikroba baik dalam kondisi aerob (diatas permukaan tanah) maupun anaerob (tanpa udara). Sumber bahan kompos antara lain berasal limbah organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran ternak (sapi, kambing, ayam), arang sekam, abu dapur.

Proses Pengomposan

Dalam proses pengomposan peranan mikroba sangat penting. Proses pengomposan secara aerob, lebih cepat dibanding anaerob dan waktu yang diperlukan tergantung beberapa faktor antara lain: ukuran partikel bahan kompos, C/N rasio bahan kompos, keberadaan udara (keadaan aerobik), dan kelembaban. Kompos yang sudah matang diindikasikan oleh suhu yang konstan, pH alkalis, C/N rasio <20, Kapasitas Tukar Kation > 60 me/100g abu dan laju respirasi < 10 mg/g kompos. Sedangkan indikator yang dapat diamati secara langsung adalah jika berwarna coklat tua (gelap) dan tidak berbau busuk (berbau tanah).

Cara Pembuatan Kompos Secara Anaerob (tanpa udara)

Pengomposan secara anaerob memerlukan waktu 1,5 sampai 2 bulan. Satu bak atau lubang berukuran 2m x 1m x 1m dapat diproses sekitar 0,5-0,8 ton kompos yang cukup untuk memupuk sekitar 0,2 sampai 0,3 ha lahan tanaman pangan. Bahan baku yang digunakan antara lain sisa tanaman (jerami, rumput, tongkol jagung, dll.) dan pupuk kandang.

Cara Kerja :

1. Masukkan bahan baku secara berlapis-lapis mulai dengan sisa tanaman, kemudian pupuk kandang, abu sekam atau abu dapur ke dalam lubang yang berukuran 2m x 1m dengan kedalam 1m, yang telah disiapkan sebelumnya yang dasarnya telah dipadatkan agar tidak terjadi rembesan air (ukuran lubang dapat disesuaikan menurut ketersediaan tenaga kerja dan bahan baku yang tersedia).

2. Tutup bagian atas permukaan dengan tanah setebal 5-10 cm dan semprotkan air sebanyak 30 liter di atas lubang setiap 10 hari dan aduklah seluruh bahan dalam lubang setelah satu bulan pengomposan

3. Dibiarkan berlangsung selama 1,5 – 2 bulan agar terjadi proses pengomposan dengan sempurna.

4. Untuk mempercepat waktu pengomposan, dapat digunakan mikroba selulolitik atau lignolitik yang berperan sebagai dekomposer. Mikroba dekomposer yang dapat digunakan antara lain Biodec, Stardec, EM-4 dan lain-lain. Dengan penggunaan dekomposer, kompos siap digunakan sekitar 3-4 minggu.

Secara Aerob (di atas permukaan tanah) Cara Kerja :

1. Siapkan bak kompos dari bilah bambu atau kayu. Bentuk bak kotak persegi ukuran 1 m x 1 m x 1 m.

2. Siapkan larutan dekomposer atau jika dekomposer berbentuk padat maka larutkan mikroba pengompos yang berbentuk padat tersebut dengan air bersih dalam ember.

3. Bahan baku kompos disusun berlapis setebal 20 cm kemudian disiram sampai basah dan dipercikkan dengan larutan mikroba secara merata atau dengan ciri bila dikepal dengan tangan air tidak keluar dan bila kepalan dilepas bahan baku akan mekar,

4. Isi bak kompos sampai penuh, kemudian ditutup dengan karung goni atau plastik warna gelap. Miringkan tutup bak pengompos agar air hujan tidak mengumpul diatas bak pengompos.

5. Suhu kompos diperiksa setiap hari, pertahankan suhu pada kisaran 40 – 50oC, jika suhu lebih tinggi, kompos diaduk sampai suhunya turun dan ditutup kembali. Bisa juga digunakan bambu atau paralon yang dibolongi

6. Jika tanpa menggunakan bambu/paralon, maka setiap minggu perlu dilakukan pembalikkan jerami, setengah bagian atas dipindah ke atas dan setengah bagian dibawah dipindah ke atas.

7. Bila mikroba pengomposnya baik dan proses pengomposan berjalan sempurna, maka dalam waktu 2 sampai 3 minggu kompos sudah jadi. Hasilnya adalah sekitar 5 s/d 6 kwintal untuk setiap 1 m kubik bahan organik yang dikomposkan (setengah bak kompos). Kompos yang sudah jadi berwarna coklat kehitaman dan aroma tidak berbau busuk.

Diperkaya oleh pupuk buatan pabrik; Cara Kerja :

1. Sisa tanaman ditumpuk dengan ketebalan 15 cm, kemudian ditambahkan pupuk urea dan SP-36 masing-masing 5 kg untuk tiap ton bahan yang dikomposkan, selanjutnya ditaruh pupuk kandang, demikian seterusnya hingga ketinggian lapisan 1,2 m.

2. Kelembaban di dalam tumpukan harus dijaga agar tetap lembab, tetapi tidak becek.

3. Setelah 3 – 4 minggu kompos perlu dibalik.

4. Untuk mengetahui kenaikan suhu, digunakan tongkat kayu kering dan halus yang ditusukkan ke dalam tumpukan kompos selama sekitar 10 menit. Apabila tongkat terasa lembab dan hangat, berarti proses pengomposan berjalan normal dan baik, namun jika tongkat kering segera siramkan air ke dalam kompos.

5. Setelah satu bulan dan suhu mulai menurun dan konstan, kompos siap digunakan.

Daftar Pustaka

Badan Litbang. 2006. Rekomendasi Pemupukan N, P, Dan K Untuk Tanaman Padi Sawah Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Balit Tanah. 2005. Buku Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah V.01. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Sumber Data Lahan Pertanian. Badan Litbang. Departemen Pertanian.

Badan Litbang. 2007. Petunjuk Teknis Lapang. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

6. PENGAIRAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN

Agus Darmadi

Pendahuluan

Pada budidaya padi sawah, yang menjadi ciri utama dilihat dari segi kebutuhan air adalah pada periode tumbuh (sejak tanam hingga tanaman masuk pada fase generatif) memerlukan lahan dengan kondisi tanah yang jenuh air. Pemahaman mengenai kondisi jenuh air ini tidaklah identik dengan keadaan yang selalu tergenang, walaupun dalam mencapai suatu keadaan jenuh air biasanya dilakukan dengan cara penggenangan/irigasi.

Pada daerah-daerah dengan sumber air irigasi terbatas, efisiensi penggunaan air ini akan berpengaruh langsung pada cakupan areal yang dapat ditanami dan memperbesar stok air yang masih tertampung pada waduk/dam untuk dimanfaatkan pada musim tanam selanjutnya. Lantas apa manfaatnya penerapan efisiensi penggunaan air pada lahan-lahan sawah yang sumber air irigasinya berlimpah dan kelebihan air irigasi tersebut tidak bisa ditampung karena tidak ada waduk/dam? Pertanyaan kritis ini terkadang datang dari petani sendiri yang secara logika mereka belum bisa menerima. Dalam hal ini, perlu adanya penjelasan yang utuh sehingga tidak menimbulkan kesalahan pemahaman yang dapat berakibat pada keengganan dalam mengadopsi inovasi teknologi itu sendiri.

Dalam dokumen 1. PENDAHULUAN. Tri Sudaryono (Halaman 64-67)

Dokumen terkait