1. PENDAHULUAN
Tri Sudaryono
Latar Belakang
Masalah utama perberasan nasional adalah memulihkan pertumbuhan dan stabilitas produksi padi, sehingga terjadi percepatan produksi (Simatupang, 2001). Kendala antar sektoral dalam peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya padi sawah, semakin kompleks. Hal ini merupakan akibat dari berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan strategis di luar sektor pertanian yang sangat berpengaruh dalam peningkatan produksi pangan. Konversi lahan produktif tidak dapat dihindarkan dan bahkan secara nasional diperkirakan lajunya mencapai 100.000 ha/tahun.
Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan, dan berperan penting terhadap pencapaian ketahanan pangan. Padi memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional (Damardjati, 2006; Dirjen Tanaman Pangan, 2008; Sembiring dan Abdulrahman, 2008).
Bagi Indonesia dengan jumlah penduduk yang saat ini telah mencapai lebih dari 220 juta orang dengan tingkat konsumsi beras 135 kg per kapita per tahun, swasembada beras memegang peranan penting bagi ketahanan pangan dan stabilitas nasional (Departemen Pertanian, 2008). Dalam upaya memenuhi kebutuhan beras dari produksi padi dalam negeri, pada tahun 2007 pemerintah mencanangkan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Peningkatan produksi beras melalui program P2BN diupayakan melalui peningkatan produktivitas padi dengan mengandalkan penerapan inovasi teknologi. Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) telah teruji kemampuannya meningkatkan produktivitas dan efisiensi input produksi.
Berdasarkan agroekosistem dan kesesuaian lahannya, tanaman padi mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan di Provinsi Bengkulu. Provinsi Bengkulu memiliki lahan sawah seluas 99.905 ha dengan produksi dan produktivitas yang masih rendah, yang berturut-turut adalah 406.117 ton dan 4,06 t/ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2007). Peluang untuk meningkatkan produksi padi di Provinsi Bengkulu masih terbuka melalui intensifikasi dan efisiensi penggunaan input melalui penerapan PTT padi sawah.
pendekatan dalam pengelolaan tanaman, lahan, air, iklim, hara serta organisme pengganggu tanaman secara holistik dan berkelanjutan (Badan Litbang Pertanian, 2007; Departemen Pertanian, 2008). PTT bukanlah suatu paket teknologi, tetapi merupakan strategi atau bahkan filosofi bagi peningkatan produksi. Pendekatan yang ditempuh dalam penerapan komponen PTT bersifat: (1) integrasi, (2) interaksi, (3) dinamis, dan (4) partisipatif (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan hasil padi yang diperoleh dengan penerapan PTT berbeda menurut tingkat dan skala usaha tani. Pada tingkat penelitian dan demontrasi dengan luasan terbatas (1 - 2,5 ha) melalui model PTT hasil padi dapat meningkat rata-rata 37%. Peningkatan tersebut kemudian berkurang menjadi sekitar 27% dan 16%, masing-masing di tingkat pengkajian dengan luasan sekitar 1-5 ha dan di tingkat implementasi dengan luasan 50-100 ha. Selain itu, dengan PTT hasil gabah dan kualitas beras juga meningkat, biaya usahatani padi berkurang, kesehatan dan kelestarian lingkungan terjaga.
Ada dua komponen teknologi dalam pelaksanaan PTT yaitu komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. Komponen teknologi dasar adalah komponen teknologi yang relatif dapat berlaku umum di wilayah yang luas, sedangkan komponen teknologi pilihan adalah komponen teknologi yang spesifik lokasi. Secara umum, ada lima komponen teknologi dasar yaitu:
1) Varietas unggul baru 2) Benih bermutu dan berlabel
3) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah (bagan warna daun, BWD: perangkat uji tanah sawah, PUTS; petak omisi, dan Permentan No. 40/OT.140/4/2007 tentang pemupukan spesifik lokasi, atau soft -ware Sistem Pakar Pemupukan Padi, SIPAPUKDI)
4) Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT 5) Pemberian Bahan organik
Komponen teknologi pilihan terdiri atas:
1) Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam 2) Penanaman bibit muda (<21 hari)
3) Tanam bibit 1-3 batang per rumpun 4) Sistem tanam jajar legowo
5) Pengairan berselang
6) Penyiangan dengan landak, gasrok atau secara kimiawi dengan herbisida
Penerapan PTT padi sawah diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sebesar 0,5 – 1,0 t/ha untuk padi inhibrida dan 2,0 t/ha untuk padi hibrida.
Dukungan BPTP Bengkulu dalam Pelaksanaan SL-PTT di
Bengkulu
Visi BPTP Bengkulu adalah menjadi lembaga pengkajian terdepan penghasil dan penyedia teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi yang menunjang pembangunan pertanian di Bengkulu. Dalam melakukan pengkajian teknologi pertanian di daerah, BPTP Bengkulu diharapkan merupakan lembaga yang paling eksis dalam menghasilkan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi, sehingga teknologi yang dihasilkan diterapkan oleh pengguna secara luas.
Sesuai dengan visi tersebut, maka BPTP Bengkulu memiliki misi yaitu sebagai berikut: (1) menghasilkan dan menyediakan teknologi pertanian spesifik lokasi kepada pengguna, (2) meningkatkan kemitraan dengan instansi terkait dalam pemberdayaan petani, (3) memberikan bahan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam penyusunan kebijakan pertanian, dan (4) mempercepat transfer teknologi pertanian kepada pengguna dan penyampaian umpan balik bagi penajaman program pengkajian teknologi pertanian.
Penelitian dan pengembangan teknologi pertanian yang dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian melalui BPTP merupakan upaya memecahkan berbagai masalah di sektor pertanian. Melalui upaya tersebut, diharapkan dapat mempercepat terwujudnya pertanian yang tangguh dan modern sebagai respon terhadap perubahan lingkungan global dan tuntunan desentralisasi pembangunan pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2004).
SL-PTT padi sudah dilaksanakan di Bengkulu sejak tahun 2008 pada lahan seluas 25.000 ha dan kemudian meningkat menjadi 33.000 ha pada tahun 2009. Pada tahun 2010, Bengkulu akan melaksanakan SL-PTT padi (padi hibrida, inhibrida dan gogo) dengan luasannya mencapai 34.500 ha. Permasalahan umum dalam implementasi dan penerapan pendekatan PTT adalah sebagai berikut:
1. Penerapan paket teknologi budidaya yang dilaksanakan belum sesuai
spesifik lokasi.
2. Varietas yang digunakan hanya berdasarkan keinginan dan kebiasaan
4. Kemampuan keuangan petani yang tidak sama, sehingga penerapan
teknologinya bervariasi antara petani
5. Pengetahuan dan keterampilan para penyuluh dalam pemanduan SL-PTT
masih lemah. Pemahaman terhadap PTT di dilingkup penyuluh masih kurang.
6. Jumlah kelompoktani relatif banyak sedangkan petugas
pembina/pendamping relatif terbatas.
7. Pemahaman tentang maksud dan tujuan SL-PTT oleh aparat tingkat
kabupaten/kecamatan masih perlu ditingkatkan (Dirjen Tanaman Pangan, 2009).
Deminasi dan pendampingan teknologi merupakan salah aspek penting dalam mensukseskan program SL-PTT. Pendampingan yang holistik, bersinergi, terkoordinir, terfokus dan terukur sangat diharapkan oleh semua pihak dalam mengakselerasi tercapainya sasaran yang telah ditetapkan. Dukungan dan pendampingan BPTP Bengkulu terhadap program SL-PTT akan lebih difokuskan pada kegiatan SL- PTT padi, tanpa mengesampingkan SL-PTT jagung dan kacang tanah. BPTP Bengkulu telah mentargetkan untuk mendampingi 60 – 80% dari unit LL yang ada di Provinsi Bengkulu yang jumlahnya berkisar antara 792 – 1056 unit LL.
Bentuk dukungan BPTP Bengkulu terhadap pelaksanaan SL PTT diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Membentuk Tim Teknis SL-PTT BPTP Bengkulu yang bertugas dalam penyusunan bahan informasi teknis pelaksanaan SL PTT, sebagai narasumber dalam pelatihan PL II dan PL, para penyuluh di BPP bahkan pada tingkat kelompok tani secara langsung.
2. Menyiapkan bahan informasi untuk mendukung kegiatan SL-PTT. Bahan informasi diantaranya adalah buku panduan teknologi SL-PTT, buku saku dan leaflet. Buku panduan akan dibagikan pada setiap unit LL yang didampingi oleh BPTP Bengkulu, sedang leaflet akan dibagikan pada seluruh unit pelaksana LL pada kegiatan SL- PTT padi di Provinsi Bengkulu. Buku saku yang berisi ringkasan lengkap teknologi SL-PTT akan dibagikan kepada penyuluh pendamping SL-PTT Padi. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja penyuluh pertanian di lapangan. 3. Menyiapkan benih VUB untuk Demontration Trial pada tiap unit LL. Benih
padi yang direncanakan dan akan dintroduksikan untuk percepatan adopsi VUB adalah varietas Cigeulis, Cibogo, Mekongga, Inpari 1 dan Silugonggo. Dalam setiap LL yang didampingi akan dilakukan demonstration trial yang berupa pengenalan VUB. Dalam pelaksanaan demontration trial ini pihak BPTP hanya mengintroduksikan benih yang berasal dari BB Padi
yang telah dialokasikan pada masing-masing LL. Dana LL dialokasikan secara langsung ke rekening kelompok. Dari dana LL, sebagian untuk pembelian sarana produksi dan sebagian lagi untuk pertemuan kelompok sebanyak 6 – 12 kali.
4. Membina petani atau kelompok tani untuk menjadi penangkar benih. Varietas unggul baru yang telah diujicobakan dan mendapatkan respon yang positif, sebaiknya dapat ditangkarkan. Kegiatan penangkaran dapat membuka peluang agribisnis perbenihan melalui kerja sama dengan perusahaan/produsen benih yang besar.
5. Mengadakan alat pendukung yang berupa BWD dan PUTS. BWD akan dibagikan pada setiap unit SL-PTT, sedangkan PUTS akan dibagikan pada setiap BPP yang wilayahnya sedang melaksanakan kegiatan SL-PTT, khususnya SL-PTT padi.
6. Menugaskan seorang peneliti/penyuluh untuk menjadi Liason Officer (LO) yang berperan sebagai tenaga penghubung pada setiap kabupaten/kota yang melaksanakan SL-PTT. LO bertugas untuk melakukan koordinasi dengan Tim Teknis SL PTT kabupaten. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jadwal dan perencanaan pelaksanaan SL PTT. Jadwal yang perlu diketahui adalah jadwal pelaksanaan Pelatihan Pemandu Lapang (PL II dan PL), jadwal tanam, dan jadwal pertemuan kelompok. Tugas LO selain sebagai pemandu teknologi juga bertugas sebagai data colector atau pengumpul data. Data yang dikumpulkan adalah data dasar pra SL PTT, dan data selama SL-PTT. Data yang dikumpulkan meliputi data teknologi (varietas, dosis pemupukan, pengairan, pengendalian OPT, sistem tanam, cara panen dan pasca panen) dan produktivitas sebelum dan setelah pelaksanaan SL PTT. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja teknologi. 7. Melakukan pengkajian terhadap komoditas SL-PTT (Padi, jagung dan
kacang tanah).
BPTP Bengkulu berupaya memecahkan sebagian masalah yang muncul dari pelaksanaan SL PTT. Upaya pemecahan masalah tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk tindakan teknis, kebijaksanaan maupun kelembagaan untuk mendukung keberhasilan program SL PTT. Melalui upaya tersebut, diharapkan dapat mempercepat terwujudnya pertanian yang tangguh dan modern sebagai respon terhadap perubahan lingkungan global dan tuntunan desentralisasi pembangunan pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2004).
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Pedum IP Padi 400: Peningkatan Produksi Padi melalui Pelaksanaan IP Padi 400. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 48 p.
BPS Provinsi Bengkulu. 2007. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Bappeda dan BPS Provinsi Bengkulu. Bengkulu 402 p.
Damardjati, J. 2006. Learning from Indonesian Experiences in Achieve Rice Self Sufficientcy. In Rice Industry, Culture, and Environment. ICCR, ICFORD, IAARD. Jakarta.
Dirjen Tanaman Pangan. 2008. Pedoman Umum: Peningkatan Produksi dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai melalui pelaksanaan SL-PTT. Dirjen Tanaman Pangan. 72 p.
Kustiyanto. 2001. Kriteria seleksi untuk sifat toleran cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Makalah Penelitian dan Koordinasi pemuliaan Partisipatif (Shuttle Breeding) dan Uji Multilokasi. Sukamandi.
Rubiyo, Suprapto, dan Aan drajat. 2005. Evluasi beberapa galur harapan padi sawah di Bali. Buletin Plasma Nutfah. Vol 11. No 1:6-10.
Sapuan, 1999. Perkembangan Manajemen Pengendalian Harga Beras di Indonesia 1969-1998. Agro Ekonomika 29 (1) : 19-37.
Sembiring, H. dan Abdulrahman, H. 2008. Filosofi dan Dinamika Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. BB Penelitian Padi sawah. Sukamandi.
Simatupang, P., 2001. Anatomi Masalah Produksi Beras Nasional dan Upaya
Mengatasinya. Prosiding Perspektif Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2001 Ke Depan. Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbangtan. Hal. 119-146.
2. TANAH DAN IKLIM UNTUK PERTANAMAN PADI
Ahmad Damiri
Sejarah Tanaman Padi
Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Padi berasal dari dua benua ; Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat.
Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistim ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan basis usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusahakan di daerah sub tropik (Anonymous. 2007).
Dalam perjalanan evolusi padi, Oryza sativa telah mengalami perubahan-perubahan morfologik dan fisiologik selama proses pembudidayaan. Perubahan-perubahan tersebut meliputi ukuran daun yang menjadi lebih besar, lebih panjang, dan lebih tebal. Jumlah daun juga menjadi lebih banyak dan laju pertumbuhan tanaman lebih cepat. Jumlah cabang-cabang sekunder pada malai juga lebih banyak, bobot gabah lebih tinggi, laju pertumbuhan bibit lebih cepat, anakan lebih banyak, dan pembentukan malai lebih sinkron dengan perkembangan anakan. Di samping itu pengisian gabah menjadi lebih lama, tetapi kemampuan untuk membentuk rizoma berkurang, dormansi lebih pendek, dan kurang peka terhadap panjang hari (Manurung dan Ismunadji, 1988).
Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi
Hasil suatu jenis tanaman bergantung pada interaksi antara faktor genetis dan faktor lingkungan seperti jenis tanah, topografi, pengelolaan, pola iklim dan teknologi. Keadaan tanah sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh itu kadang menguntungkan tapi tidak jarang pula merugikan.
1. Tanah
Pelumpuran tanah sawah merusak struktur tanah dan mengubah pori-pori makro menjadi pori-pori-pori-pori mikro sehingga permeabilitas tanah menjadi rendah. Penggenangan air setelah pelumpuran menghentikan difusi oksigen ke dalam tanah. Akibatnya aktivitas mikroba aerob terhenti, tapi sebaliknya aktivitas mikroba anaerob menjadi aktif. Reaksi tanah di lahan sawah mendekati netral.
Meningkatnya pH tanah terjadi karena reaksi reduksi-oksidasi. Menurunnya pH tanah alkalis terjadi karena perombakan bahan organik oleh mikroba tanah. Tercapainya tingkat pH setelah penggenangan tergantung kepada nisbah H+/OH- dalam reaksi reduksi-oksidasi. Kondisi demikian jelas
menunjukkan bahwa sistem sawah meningkatkan kesuburan tanah. Oleh karena itu, produktivitas padi di lahan sawah lebih tinggi dari lahan kering. Namun tingkat kesuburan tanah setelah disawahkan tergantung tingkat kesuburan asal tanah (Fagi dan Las, 1988).
2. Cuaca dan Iklim
Iklim adalah abstaksi dari keadaan cuaca dari suatu wilayah dalam jangka panjang. Oleh karena itu iklim hanya memberi gambaran umum tentang lingkungan di atas permukaan unit lahan pertanian. Curah hujan, radiasi matahari dan lama penyinaran, suhu udara, kelembaban nisbi dan angin adalah unsur cuaca yang menentukan pertumbuhan tanaman padi. Sedangkan tingkat produksi padi ditentukan oleh kemampuan petani dalam memanipulasi lingkungan tanah dan air sehingga proses biokimia tanaman berlangsung efisien dan efektif. Usaha memanipulasi tanaman ini disebut budidaya tanaman.
Selama periode September sampai Maret, bertiup angin pasat timur laut dari Laut Cina Selatan dan Laut Pasifik serta angin monsoon dari Lautan Hindia yang lembab, kecuali disekitar Nusatenggara dan Timor. Akibatnya kelembaban dan curah hujan selama periode tersebut cukup tinggi. Periode September – Maret tersebut disebut musim hujan.
Angin pasat tenggara yang kering bertiup dari Australia ke Sumatera Selatan, Jawa, dan Nusatenggara selama periode April sampai Agustus/September. Maka selama periode April – Agustus/September kelembaban udara di Indonesia cukup beragam. Secara umum periode April – Agustus/September disebut musim kemarau karena secara kuantitatif curah hujan lebih rendah dari periode September – Maret.
Sinar Matahari
Radiasi matahari yang ditangkap klorofil pada tanaman yang menpunyai hijau daun merupakan energi dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain meningkatkan laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya, penurunan intensitas radiasi matahari akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan radiasi matahari.
Laju fotosintesis sangat ditentukan oleh intensitas sinar matahari yang sampai ke permukaan daun. Intensitas sinar matahari selama 45 – 30 hari sebelum panen menentukan pengisian malai dan hasil padi. Untuk memperoleh hasil padi yang tinggi, waktu tanam dapat diatur agar fase reproduktif jatuh pada saat intensitas sinar matahari tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan di lahan berpengairan di jawa menunjukkan bahwa hasil padi lebih tinggi di musim kemarau dari pada di musim hujan. Hal yang sama dijumpai di Sumatera Barat.
Daya tangkap sinar matahari dari varietas padi unggul yang tinggi menyebabkan laju fotosintesis tinggi pula. Akibatnya, varietas padi unggul memerlukan hara lebih banyak untuk mengimbangi laju fotosentesis itu. Pemupukan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hara padi bila hara tanah tersedia tidak mencukupi. Laju serapan hara oleh akar padi cenderung meningkat dengan meningkatnya intensitas sinar matahari. Ini berarti takaran pupuk lebih tinggi di musim kemarau dari pada musim hujan (Fagi dan Las, 1988).
Suhu Udara
Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang penting karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan berperan hampir pada semua proses pertumbuhan. Suhu udara merupakan faktor penting dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara dapat juga sebagai faktor penentu dari pusat-pusat produksi tanaman, misalnya kentang di daerah bersuhu rendah sebaliknya padi di daerah bersuhu tinggi.
Ditinjau dari klimatologi pertanian, suhu udara di Indonesia dapat berperan sebagai kendali pada usaha pengembangan tanaman padi di daerah-daerah yang mempunyai dataran tinggi. Sebagian besar padi unggul dapat
Suhu udara siang dan malam berpengaruh terhadap komponen hasil padi. Peningkatan suhu di siang hari pada musim kemarau dapat meningkatkan jumlah anakan asalkan suhu malam tidak terlalu tinggi. Ini memberikan gambaran bahwa padi tidak selalu banyak menghasilkan malai pada musim kemarau disemua mintakat agroklimat, karena suhu malam juga menentukan. Di dataran tinggi (≥ 900 m dpl) suhu malam yang rendah terjadi di musim kemarau, sehingga menghasilkan suhu rata-rata harian rendah. Suhu rata-rata harian < 200C menyebabkan perkecambahan terlambat, diskolorasi daun,
pembentukan malai tertahan, pembungaan terhambat, dan kehampaan gabah tinggi. Kehampaan gabah tinggi di daerah dataran tinggi erat kaitannya dengan fotosintesis. Kisaran suhu optimal untuk padi indika adalah 25 – 330C. Suhu
udara tinggi pada fase vegetatif untuk merangsang anakan, tetapi pada fase reproduktif dari stadia pengisian gabah sampai panen diperlukan udara sejuk.
Menurut teori heat unit atau degree day concept, umur tanaman atau tingkat kematangan gabah ditentukan oleh total panas yang diterima tanaman padi, sehingga umur padi akan makin pendek dengan makin tingginya suhu udara (Fagi dan Las, 1988).
Berbeda dengan faktor tanah yang telah banyak dipelajari dan difahami, cuaca dan iklim merupakan salah satu peubah dalam produksi pangan yang paling sukar dikendalikan. Oleh karena itu dalam usaha pertanian, umumnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Klasifikasi daerah iklim di Pulau Jawa secara vertikal sesuai dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Pembagian daerah iklim tersebut adalah: a. Daerah panas/tropis
Tinggi tempat : 0 – 600 m dari permukaan laut. Suhu : 26,3o C – 22o C.
Tanaman : padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa, coklat. b. Daerah sedang
Tinggi tempat : 600 m – 1500 m dari permukaan laut. Suhu : 22o C – 17,1o C.
Tanaman : padi, tembakau, teh, kopi, coklat, kina, sayur-sayuran. c. Daerah sejuk
Tinggi tempat : 1500 – 2500 m dari permukaan laut. Suhu : 17,1o C – 11,1o C.
Tanaman : kopi, teh, kina, sayur-sayuran. d. Daerah dingin
Tinggi tempat : lebih dari 2500 m dari permukaan laut. Suhu : 11,1o C – 6,2o C.
t r
r
Kelembaban Udara dan Angin
Kisaran kelembaban nisbi optimum untuk tanaman padi adalah 50 – 90%. Di Indonesia dengan kondisi kelembaban nisbi tidak merupakan kendala usaha peningkatan produksi padi di dataran rendah,tetapi di dataran tinggi. Kelembaban > 95% dapat menyebabkan agregasi tepung sari, dan ini dapat mengganggu penyerbukan. Kelembaban tinggi secara tidak langsung menurunkan produksi padi, karena serangan penyakit Helmin hospo ium dan Pyricularia orizae.
Angin berpengaruh pada laju evapotranspirasi, disamping itu angin dengan kecepatan tinggi dapat mengganggu proses penyerbukan karena merusak endosperm akibat pergesekan (Fagi dan Las, 1988).
Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama Dan Penyakit
Tanaman
Hingga saat ini belum ada penelitian komprehensif tentang hubungan perubahan iklim dan hama penyakit di lapangan. Namun, tanda-tanda di lapangan menunjukkan kaitan kuat antara masalah hama dan penyakit dengan perubahan iklim yang terjadi. Dalam tiga tahun belakangan (2004-2007), terjadi beberapa perubahan persoalan hama dan penyakit di Indonesia, terkait peningkatan dan penurunan serangan hama/penyakit.
Pada kondisi ini hama-penyakit menjadi makin merusak, atau tingkat kerusakannya menjadi lebih besar. Penyakit yang meningkat tajam dalam tiga tahun terakhir adalah penyakit kresek pada padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas o yzae pv. Oryzae (Wiyono, 2007).
Daftar Pustaka
Fagi, A.M, dan Las, I. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi. Puslitbangtan. Padi Buku 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Anonymous. 2007. Menanam Padi. http://ngraho.wordpress.com/2007/12/15/menanam-padi/[22 Juli 2009].
Manurung, S.O, dan Ismunadji, M. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Puslitbangtan. Padi Buku 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Wiyono, S. 2007. Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. http://salam.leisa.info/index.php?url=getblob.php&o_id=221301&a_id=211&a_seq=
3. VARIETAS UNGGUL BARU DAN
PENYIAPAN BIBIT PADI
Eddy Makruf
Varietas Unggul Baru
Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang penting untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani padi. Tersedianya varietas unggul yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi wilayah dan keinginan pasar. Revitalisasi pertanian bertujuan untuk mencapai swasembada beras dalam upaya mendukung ketahanan pangan nasional. Penggunaan varietas unggul baru (VUB) bersama inovasi lainnya seperti Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dapat berperan dalam mewujudkan tujuan diatas.
Varietas unggul padi yang sudah banyak dilepas lembaga penelitian, tapi yang digunakan petani masih sangat terbatas sehingga perlu usaha sosialisasi. Secara nasional sampai saat ini varietas IR64 menempati urutan pertama dalam luas petanaman, disusul varietas Ciherang. Varietas IR64 relatif lebih rentan terhadap hama dan penyakit sehingga harus ada upaya pengurangan luas pertanaman IR64 agar pembentukan ras, patotipe, dan biotipe baru hama dan penyakit yang lebih ganas dapat diperlambat. Untuk mendampingi varietas IR64, beberapa varietas unggul baru (VUB) dan varietas ungggul tipe baru (VUTB) sudah dirakit oleh Badan Litbang yang memiliki mutu beras dan nasi menyerupai IR64. Varietas-varietas tersebut antara lain adalah : Revitalisasi pertanian bertujuan untuk mencapai swasembada beras dalam upaya mendukung ketahanan pangan nasional. Penggunaan varietas unggul baru (VUB) bersama inovasi lainnya seperti Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dapat berperan dalam mewujudkan tujuan diatas.
Varietas unggul padi yang sudah banyak dilepas lembaga penelitian, tapi yang digunakan petani masih sangat terbatas sehingga perlu usaha sosialisasi. Secara nasional sampai saat ini varietas IR64 menempati urutan pertama dalam luas petanaman, disusul varietas Ciherang. Varietas IR64 relatif lebih rentan terhadap hama dan penyakit sehingga harus ada upaya pengurangan luas pertanaman IR64 agar pembentukan ras, patotipe, dan biotipe baru hama dan penyakit yang lebih ganas dapat diperlambat. Untuk mendampingi varietas IR64, beberapa varietas unggul baru (VUB) dan varietas ungggul tipe baru (VUTB) sudah dirakit oleh Badan Litbang yang memiliki mutu beras dan nasi menyerupai IR64. Varietas-varietas tersebut antara lain adalah :
Istilah-istilah Penting Dalam Perbenihan:
Galur adalah tanaman hasil persilangan yang telah diseleksi dan diuji, mempunyai sifat unggul sesuai tujuan pemuliaan, seragam, stabil, tetapi belum dilepas.
Varietas adalah Jenis atau spesies tanaman yang memiliki karakteristik genotipe tertentu seperti bentuk, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, dan biji yang dapat membedakan dengan jenis atau spesies tanaman lain. Varietas apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
Kultivar adalah varietas yang dibudidayakan
Varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan turun temurun oleh petani serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh negara
Varietas adalah galur hasil pemuliaan yang mempunyai satu atau lebih keunggulan khusus seperti potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama, penyakit atau sifat-sifat lainnya dan telah dilepas oleh pemerintah
Varietas Unggul Baru (VUB) adalah kelompok tanaman padi yang memiliki karakteristik umur 100 – 135 HSS (hari setelah sebar), anakan banyak (> 20 tunas/rumpun), bermalai agak lebat (± 150 gabah/malai).
Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB) adalah kelompok tanaman padi yang memiliki karakteristik postur tanaman tegap, berdaun lebar, berwarna hijau tua, beranak sedikit (<15 tunas/rumpun) berumur 100 – 135 HSS, bermalai lebat (± 250 gabah/malai), berpotensi hasil lebih dari 8 ton GKG/ha
Varietas Unggul Hibrida (VUH) adalah kelompok tanaman padi yang terbentuk dari individu-individu generasi pertama (F1) asal suatu kombinasi persilangan memiliki karakteristik potensi hasil lebih tinggi dari varietas unggul inhibrida yang mendominasi areal pertanaman produksi padi
Benih berlabel adalah benih yang sudah lulus proses sertifikasi yang merupakan salah satu bentuk jaminan mutu benih
Dormansi adalah suatu kondisi benih hidup tetapi tidak dapat berkecambah, meskipun dikecambahkan dalam kondisi yang optimum untuk perkecambahan. Kondisi dormansi biasanya terjadi pada benih yang baru dipanen.
Pewilayahan Varietas
Pada budidaya padi pewilayahan varietas merupakan satu faktor penting berhubungan dengan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi, seperti :
o Kesuburan fisik dsn kesuburan kimia (status hara makro dan mikro) o Target produksi dan produktifitas
o Iklim
o Teknik budidaya yang diterapkan
o Mutu produk (mutu giling, mutu tanak,sesuai kekinginan petani/konsumen)
Upaya memperkecil pengaruh lingkungan terhadap produktifitas 1. Pilih waktu tanam yang tepat
2. Pilih varietas yang sesuai (beradaptasi yang dapat dilihat dari keragaan varietas disustu wilayah dalam rentang musim tanam yang memadai) 3. Gunakan teknik budidaya yang optimal
4. Lakukan pergiliran varietas antar musim tanam dalam luasan pertanaman yang memadai
Manfaat pergiliran varietas antar musim
1. Varietas dipilih berdasarkan kesesuaiannya dengan musim tanam dan pola tanam, sehingga produktivitas antar musim tetap tinggi
2. Pergiliran varietas antar musim dengan varietas berbeda akan berfungsi sebagai penyangga pembentukan biotipe hama atau strain penyakit baru 3. Pergiliran varietas yang terencana memudahkan dalam penyiapan benih
agar tepat jenis, tepat mutu dan tepat waktu Kelas Benih dalam sertifikasi di Indonesia
Terdapat empat kelas benih berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No 39/Permentan/OT.140/8/2006 dalam sertifikasi benih di Indonesia.
1. Benih Penjenis (BS), benih yang ditandai dengan label kuning, dimiliki dan diproduksi oleh pemulia Tanaman di Balai Penelitian Komoditas atau UPBS (Unit Produksi Benih Sumber)
2. Benih Dasar (BD), benih yang ditandai dengan label putih, dimiliki dan diproduksi oleh BBI (Balai Benih Induk), Penangkar Penih yang mendapat rekomendasi dari BPSB, Produsen benih swasta/BUMN
3. Benih Pokok (BP), benih yang ditandai dengan label ungu, dimili dan diproduksi oleh BBU (balai Benih Utama), Penangkar benih yang mendapat rekomendasi dari BPSB, produsen benih swasta/BUMN
4. Benih Sebar (BR), benih yang ditandai dengan label biru, dimiliki dan diproduksi oleh BBU (balai Benih Utama), Penangkar benih/Produsen benih swasta?BUMN.
penangkar benih memproduksi benih sebar (BR, label biru) maka benih yang ditanam minimal harus kelas benih pokok (BP, label ungu). Kelas benih yang ditanaman petani untuk mendapatkan gabah konsumsi (untuk digiling menjadi beras) disarankan menggunakan benih sebar (label biru) Ciri-ciri Benih Bermutu Tinggi meliputi; Mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologis:
1. Varietasnya asli
2. Benih bernas dan seragam
3. Bersih (tidak tercampur dengan biji gulma atau biji tanaman lain)
4. Daya berkecambah dan Vigor tinggi sehingga dapat tumbuh baik jika ditanam
5. Sehat, tidak terinfeksi oleh jamur atau serangan hama Keuntungan Menggunakan Benih Bermutu:
1. Benih tumbuh dengan cepat dan serempak
2. Bila disemaikan mampu menghasilkan bibit yang vigorous (tegar) 3. Ketika di tanam pindah, bibit dapat tumbuh dengan cepat
4. Pertumbuhan lebih serempak, populasi tanaman optimun sehinggi hasilnya optimum
Perlakuan Benih
Adalah upaya memberikan perlakuan pada benih sebelum ditanam, agar dapat tumbuh dengan cepat, seragam dan sehat. Perlakuan benih juga bertujuan untuk perlindungan awal terhadap serangan hama pada stadia bibit. Perlakuan benih sebelum sebar meliputi:
1. Pematahan dormansi benih dapat dilakukan antara lain dengan;
Pemanasan dalam oven pada suhu 50oC selama 2 hari, dilanjutkan
dengan perendaman dalam air selama 2 hari
Pemanasan dalam oven pada suhu 50oC selama 2 hari, dilanjutkan
dengan perendaman dalam larutan pupuk KNO3 murni slama 2 hari.
2. Pemilihan benih yang bernas dapat dilakukan dengan : Air
o Masukkan beni kedalam wadah yang berisi dengan air dengan volume 2 kali volume benih, kemudian diaduk-aduk sebentar o Benih yang terapung diambil dan benih yang tenggelam
o Masukkan benih kedalam wadah yang telah berisi larutan pupuk ZA dengan konsentrasi 225 g ZA/liter air
o Benih yang terapung diambi dan benih yang tenggelam (berat jenisnya 1,11 mg/liter air) digunakan untuk pertanaman
o Benih yang tenggelam dicuci bersih, direndam, dieram dan siap untuk ditabur/disemai.
3. Perlindungan pertumbuhan awal bibit dipersemaian
Untuk daerah yang sering terserang hama penggerek batang, disarankan melaksanakan perlakuan benih dengan pestisida berbahan aktif fipronil. Benih direndam dalam air selama 1 hari, kemudian ditiriskan dan dicampur dengan Rgent 50 SC dengan dosis 12,5 CC/kg benih sebelum diperam. Perlakuan pestisida ini dapat membantu pengendalian keong mas diareal persemaian/pertanaman awal
Varietas Unggul Padi Sawah
Varietas IR64Nomor seleksi : IR18348-36-3-3
Asal persilangan : IR5657/IR2061
Golongan : Cere
Umur tanaman : 110-120 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 115 – 126 cm
Anakan produktif : 20 -35 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping, panjang
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Tahan
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23 %
Indek glikemik : 70
Bobot 1000 butir : 24,1 g
Rata-rata hasil : 5,0 t/ha
Potensi hasil : 6,0 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak tahan wereng coklat botipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan hawar daun bakteri strain IVTahan virus kerdil rumput
Varietas IR42
Nomor seleksi : IR2071-586-5-6-3-4
Asal persilangan : IR2042/CR94-13
Golongan : Cere
Umur tanaman : 135-145 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 90-105 cm
Anakan produktif : 20 -25 bbatang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau tua
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping
Warna gabah : Kuning bersih, ujung gabah sewarna
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pera
Kadar amilosa : 27 %
Indek glikemik : 58
Bobot 1000 butir : 23 g
Rata-rata hasil : 5,0 t/ha
Potensi hasil : 7,0 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan, rentan wereng coklat botipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri, virus tungro dan kerdil rumput. Rentan terhadap hawar pelepah daun
Toleran terhadap tanah masam
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi, pasang surut dan rawa
Pemulia : Introduksi dari IRRI
Varietas Ciherang
Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1
Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64
Golongan : Cere
Umur tanaman : 116 -125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 107 -115 cm
Anakan produktif : 14-17 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : panjang ramping
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23 %
Indek glikemik : 54
Bobot 1000 butir : 28 g
Rata-rata hasil : 6,0 t/ha
Potensi hasil : 8,5 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 2, dan agak tahan biotipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III dan IV
Anjuran tanam : Baik ditanam pada lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 meter diatas permukaan laut Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi dan Aan A.
Draradjat
Varietas Ciliwung
Nomor seleksi : B4183B-PN-33-6-1-2
Asal persilangan : IR38//2*PelitaI-1/IR4744-128-4-1-2
Golongan : Cere
Umur tanaman : 117 -125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 114 -124 cm
Anakan produktif : 18-25 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau tua
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Miring sampai tegak
Bentuk gabah : Sedang sampai ramping
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 22 %
Indek glikemik : 86
Bobot 1000 butir : 23 g
Rata-rata hasil : 4,8 t/ha
Potensi hasil : 6,5 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1, 2, dan rentan wereng coklat biotipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain IV.
Anjuran tanam : Baik ditanam pada lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 meter diatas permukaan laut Pemulia : I. Sahi, Taryat T., dan H. Maknun
Varietas Cibogo
Nomor seleksi : S3382-2D-PN-16-3-KP-1
Asal persilangan : S487B-75/2*IR19661-131-3-1//2*IR64
Golongan : Cere
Umur tanaman : 115 -125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 100 -120 cm Anakan produktif : 12-19 batang
Warna kaki : Hijau tua
Warna batang : Hijau muda
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar pada bagian permukaan sebelah bawah Posisi daun : Tegak (lebih tegak dari konawe)
Daun bendera : Tegak panjang menutup malai Bentuk gabah : Panjang ramping
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Agak tahan
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 24 %
Indek glikemik : 58
Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 7,0 t/ha
Potensi hasil : 8,1 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 2, agak tahan wereng coklat biotipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain IV, Rentan terhadap Tungro
Sifat khusus : Rendemen giling dan rendemen beras kepala,dan keterawangan lebih tinggi dari IR64.
Anjuran tanam : Baik ditanam pada lahan sawah sampai ketinggian 800 meter di ataspermukaan laut yang tidak endemik hama wereng coklat dan penyakit virus tungro.
Pemulia : Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat
Tim Peneliti : Sukarno Roemarkam, Syamto, Kasijadi, Suwono, Susiati, Juli Astuti dan Sueb
Institusi Pengusul : BALITPA, BPTP Jatim, BPTPH Jatim, BPSB Jatim dan Dinas Pertanian TPH Jatim
Varietas Cigeulis
Nomor seleksi : S3429-4D-PN-1-1-2 Asal persilangan : Ciliwung/Cikapundung/IR64
Golongan : Cere
Umur tanaman : 115 -125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 100 -110 cm
Anakan produktif : 14-16 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Agak kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : panjang ramping
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23 %
Indek glikemik : 64
Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 5,0 t/ha
Potensi hasil : 8,0 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 2, dan rentan biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain IV, Anjuran tanam : Baik ditanam pada musim hujan dan kemarau, cocok
ditanam pada lokasi di bawah 600 meter di atas permukaan laut
Pemulia : Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat, dan N. Yunani Tim Peneliti : B. Suprihatno, M.D. Muntono, Ismail B.P., Atito.,
Baehaki S.E., Triny S. Kadir dan W. S. Ardjasa Teknisi : Toyib S. M., Edi Suwandi M. K., M. Suherman dan Sail
Hanafi
Institusi Pengusul : BALITPA dan BPTP Lampung
Varietas Mekongga
Nomor seleksi : S4663-5D-KN-5-3-3
Asal persilangan : A2790/2*/IR64
Golongan : Cere
Umur tanaman : 116 -125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 91 – 106 cm
Anakan produktif : 13-16 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Agak kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping panjang
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23 %
Indeks glikemik : 88
Bobot 1000 butir : 28 g
Rata-rata hasil : 6,0 t/ha
Potensi hasil : 8,4 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2, dan biotipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain IV Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran rendah sampai
ketinggian 500 meter di atas permukaan laut Pemulia : Z.A. Simanullang, Idris Hadade, Aan A. Daradjat, dan
Sahardi
Tim Peneliti : B. Suprihatno, Y. Samaullah, Atito DS., Ismail B.P., Triny S. Kadir, dan A. Rifki
Teknisi : M. Suherman, Abd. Rauf Sery, Uan D., S.Toyib S. M., Edi S. MK., M. Sailan, Sail Hanafi, Z. Arifin, Suryono, Didi dan Neneng S.
Institusi Pengusul : BALITPA dan BPTP Sultra
Varietas Membramo
Nomor seleksi : B7830F-MR-1-2-3-2
Asal persilangan : B6555B-199-40/Barumun
Golongan : Cere
Umur tanaman : 115 -120 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 126-140 cm
Anakan produktif : 17- 20 batang Gabah isi per malai : ± 145 biji
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping
Warna gabah : Kuning
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 19 %
Bobot 1000 butir : 27 g
Rata-rata hasil : 6,5 t/ha
Potensi hasil : 7,5 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1,2, dan agak tahan wereng coklat biotipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan agak tahan tungro
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian kurang 550 meter di atas permukaan laut
Pemulia : Suwito T., B Kustianto, Aliidawati, Adijono P, Susanto T.W. dan Z. Harahap
Varietas Gilirang (Semi Ptb)
Nomor seleksi : BP5OF-MR-30-5
Asal persilangan : B6672/Membramo
Golongan : Cere
Umur tanaman : 116 -125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 108 - 115 cm
Anakan produktif : 10-15 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau tua
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Posisi daun bendera : Tegak sampai miring
Bentuk gabah : Sedang
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 18,9 %
Indeks glikemik : 97
Bobot 1000 butir : 28 g
Rata-rata hasil : 6,0 t/ha
Potensi hasil : 7,5 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan agak tahan biotipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III agak tahan strain IV, rentan strain VIII
Sifat khusus : Wangi sejak dipertanaman
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut Pemulia : Soewito T., B. Abdullah dan B. Kustianto Tim Peneliti : Joko Handoyo, Ali Imran dan Sukarno R. Teknisi : Supartopo, Sularjo, Sail Hanafi, Panca HS. Institusi Pengusul : BALITPA dan BPTP Jateng, BPTP Jatim, BPTP Sulsel
Varietas Sintanur
Nomor seleksi : B9645E-MR-89-1
Asal persilangan : Lusi/B7136C-MR-22-1-5 (Bengawan Solo)
Golongan : Cere
Umur tanaman : 115 -125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 115 - 125 cm
Anakan produktif : 16-20 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak sampai miring
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Sedang
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Agak tahan
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 18 %
Indeks glikemik : 91
Bobot 1000 butir : 27 g
Rata-rata hasil : 6,0 t/ha
Potensi hasil : 7,0 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan rentan wereng coklat biotipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III, rentan terhadap strain IV dan VIII Sifat khusus : Wangi mulai dipertanaman
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai ketinggian 550 meter dpl
Pemulia : Soewito T., B. Abdullah dan B. Kustianto Tim Peneliti : Adijono P., Soewito T., Suwarno, B. Kustianto,
Allidawati B.S., Shagir Sama.
Teknisi : Sularjo, Supartopo, Pantja HS, Indarjo M.A. Institusi Pengusul : BALITPA dan BPTP Jateng, BPTP Jatim, BPTP Sulsel
Dilepas tahun : 2001
Varietas Silugonggo
Nomor seleksi : IR39357-71-1-1-2-2
Asal persilangan : IR9129-209-2-2-2/IR19774-23-2-2/IR9729-67-3
Golongan : Cere
Umur tanaman : 85 – 90 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 80 – 85 cm
Anakan produktif : 9 – 11 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna helai daun : Hijau
Muka daun : Bagian atas kasar, bawah permukaan daun halus
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping
Warna gabah : Kuning jerami
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Agak pulen
Kadar amilosa : 23 %
Bobot 1000 butir : 25 g
Rata-rata hasil : 4,5 t/ha
Potensi hasil : 5,5 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2
Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan penyakit blas, tidak tahan hawar daun bakteri Anjuran tanam : Dapat dikembangkan sebagai padi sawah atau gogo.
Beradaptasi baik untuk lingkungan tumbuh rawan kekeringan. Dapat tumbuh baik pada tanah regosol, mideteran dengan kahat Kalium dan Fosfat. Cocok di tanam pada daerah di bawah 500 m di atas permukaan laut
Pemulia : Ismail BP., B Suripto, ZA. Simanullang, Y. Samaullah, Atito DS., Hadis S., E. Sumadi, Aan A. Daradjat, Poniman, Taryat T.
Tim Peneliti : D. Suardi, Rasyid M., A. Ichwan, H. Toha, M. Amir, H. Pane dan Irsal L.
Varietas Dodokan
Nomor seleksi : Ir28128-45-3-3-2
Asal persilangan : IR36/IR10154-2-3-3-3-//IR9129-209-2-2-2-1
Golongan : Cere
Umur tanaman : 100 -105 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 80 -95 cm
Anakan produktif : sedang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Miring
Daun bendera : Miring
Bentuk gabah : Ramping
Warna gabah : Warna Jerami
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan hingga sedang
Rasa nasi : enak
Kadar amilosa : 23 %
Bobot 1000 butir : 23,3 gr
Potensi hasil : 5,1 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Cukup tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2 Ketahanan terhadap Penyakit : Cukup tahan terhadap blas (Pyricularia oryzae)
Varietas Inpari 1
Nomor seleksi : BP23f-PN-11
Asal persilangan : IR64/IBB-7//IR64
Golongan : Cere Indica
Umur tanaman : 108 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 93 cm
Anakan produktif : 16 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Posisi daun bendera : Tegak
Warna batang : Hijau
Kerebahan : Tahan rebah
Leher malai : Sedang
Kerontokan : Sedang
Bentuk gabah : Ramping
Warna gabah : Kuning bersih
Rata-rata hasil : 7,32 t/ha GKG
Potensi hasil : 10 t/ha GKG
Bobot 1000 butir : 27 g
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 22 %
Ketahanan terhadap Hama : Tahan tehadap Wereng Batang Coklat biotipe 2, agak tahan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan Hawar Daun Bakteri strain III, IV dan VIII Keterangan : Baik ditanam pada lahan sawah dataran rendah
sampai ketinggian ± 500 m dpl
Pemulia : Bambang Kustianto, Supartopo, Soewito Tj., Buang Abdullah, Sularjo, Aris Hair mansis, Heni Safitri dan Suwarno
Peneliti : Atito D., Anggiani., Santoso, Arifin K., Endang S Teknisi : Sail Hanafi, Sudarmo, Suryono, Panca Hadi Siwi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Alasan Utama dilepas : Lebih tahan BLB, perbaikan dari IR64 atas BLB
Dilepas tahun : 2008
Pemulia
Varietas Inpari 2
Nomor seleksi : BP1356-1G-KN-4
Asal persilangan : Tajum/Maros/MAros
Golongan : Cere
Umur tanaman : 115 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 85 – 95 cm
Anakan produktif : 15 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna telinga daun : Putih
Warna lidah daun : Hijau
Warna daun : Hijau tua
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Posisi daun bendera : Tegak
Warna batang : Hijau
Kerebahan : Sedang
Leher malai : Sedang
Kerontokan : Sedang
Bentuk gabah : Panjang dan Gemuk
Warna gabah : Kuning Jerami dengan garis-garis coklat Rata-rata hasil : 5,83 t/ha GKG
Potensi hasil : 7,30 t/ha GKG
Bobot 1000 butir : 27 – 28 g
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 18,55 %
Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan tehadap Wereng Batang Coklat biotipe 1,2, dan 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri strain III, agak rentan terhadap Hawar Daun Bakteri strain IV dan VIII, akag tahan virus tungro inokulum varian 013 dan 031 dan rentan terhadap virus tungro inokulum varian 073
Keterangan : Cocok ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl
: Aan A. Daradjat, dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I.N. Widiarta, Baehaki S.E., Triny SK, S.Dewi
Indrasari, Prihadi Wibowo, Omi Syahromi, Nafisah, Cucu Gunarsih, Estria Furry P.
Teknisi : Toyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, M. Sailan, Zaenal Arifin, Karmita, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Alasan Utama dilepas : Lebih tahan terhadap WBC biotipe 3, lebih tahan terhadap virus tungro dari pada Ciherang
Dilepas tahun : 2008
Varietas Inpari 3
Nomor seleksi : BP3448E-4-2
Asal persilangan : Digul/BPT164C-68-7-2
Golongan : Cere
Umur tanaman : 110 hari
Bentuk tanaman : Sedang
Tinggi tanaman : 95 – 100 cm
Anakan produktif : 17 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna telinga daun : Putih
Warna lidah daun : Hijau
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Posisi daun bendera : Tegak
Warna batang : Hijau
Kerebahan : Sedang
Leher malai : Sedang
Kerontokan : Sedang
Bentuk gabah : Panjang Ramping
Warna gabah : Kuning Bersih
Rata-rata hasil : 6,05 t/ha
Potensi hasil : 7,52 t/ha GKG
Bobot 1000 butir : 24 g
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 20,57 %
Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan tehadap Wereng Batang Coklat biotipe 1,2, dan agak rentan terhadap biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri strain III, agak
rentan terhadap Hawar Daun Bakteri strain IV dan VIII, agak tahan virus tungro inokulum varian 073,013 dan 031.
Keterangan : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai 600 m dpl
Pemulia : Aan A. Daradjat, dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I.N. Widiarta, Baehaki S.E., Triny SK, S.Dewi
Indrasari, Prihadi Wibowo, Omi Syahromi, Nafisah, Cucu Gunarsih, Estria Furry P.
Teknisi : Toyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, M. Sailan, Zaenal Arifin, Karmita, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Alasan Utama dilepas : Lebih tahan terhadap WBC biotipe 1 dan 2 dari pada Ciherang, mutu hasil setara dengan Ciherang
Dilepas tahun : 2008
Varietas Inpari 4
Nomor seleksi : BP2280-1E-12-2
Asal persilangan : S438F-14-1/Way Apo Burul/S4384F-14-1
Golongan : Cere
Umur tanaman : 115 hari
Bentuk tanaman : Sedang
Tinggi tanaman : 95 – 105 cm
Anakan produktif : 16 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna telinga daun : Putih
Warna lidah daun : Hijau
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Posisi daun bendera : Tegak
Warna batang : Hijau
Kerebahan : Sedang
Kerontokan : Sedang
Bentuk gabah : Panjang dan Ramping
Warna gabah : Kuning Bersih
Rata-rata hasil : 6,04 t/ha
Potensi hasil : 8,80 t/ha GKG
Bobot 1000 butir : 25 g
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 21,07 %
Ketahanan terhadap Hama : Agak Rentan tehadap Wereng Batang Coklat biotipe 1,2, dan 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri strain III, dan IV serta agak rentan strain VIII, agak tahan virus tungro inokulum varian 073 dan 031.
Keterangan : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai 600 m dpl
Pemulia : Aan A. Daradjat, dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I.N. Widiarta, Baehaki S.E., Triny SK, S.Dewi
Indrasari, Prihadi Wibowo, Omi Syahromi, Nafisah, Cucu Gunarsih, Estria Furry P.
Teknisi : Toyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, M. Sailan, Zaenal Arifin, Karmita, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan Utama dilepas : Lebih tahan terhadap HDB Strain IV dari pada
Ciherang, hasil dan mutu sama dengan Ciherang
Dilepas tahun : 2008
Varietas Inpari 5 Merawu
Nomor seleksi : IR65600-21-2-2
Asal persilangan : SHEN NUNG 89-366/Ken Lumbu
Golongan : Cere
Umur tanaman : 115 hari
Bentuk tanaman : Sedang
Tinggi tanaman : 100 – 105 cm
Anakan produktif : 15 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna telinga daun : Putih
Warna lidah daun : Hijau
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Posisi daun bendera : Tegak
Warna batang : Hijau
Kerebahan : Sedang
Kerontokan : Sedang
Bentuk gabah : Panjang dan agak gemuk
Warna gabah : Kuning Bersih
Rata-rata hasil : 5,74 t/ha
Potensi hasil : 7,20 t/ha GKG
Bobot 1000 butir : 27,41 g
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23,91 %
Ketahanan terhadap Hama : Agak Tahan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 1,2, dan 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri strain III, dan agak rentan strain IV dan VIII. Rentan terhadap penyakit virus tungro inokulum varian no 073 dan agak tahan terhadap virus tungro inokulum no 031 dan 013.
Keterangan : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai 600 m dpl
Pemulia : Aan A. Daradjat, dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I.N. Widiarta, Baehaki S.E., Triny SK, S.Dewi
Indrasari, Prihadi Wibowo, Omi Syahromi, Nafisah, Cucu Gunarsih, Estria Furry P.
Teknisi : Toyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, M. Sailan, Zaenal Arifin, Karmita, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Alasan Utama dilepas : Lebih tahan terhadap WBC 1,2,3, Fe pada beras pecah kulit lebih tinggi daripada Ciherang
Varietas Inpari 6 Jete
Nomor seleksi : BP205D-KN-78-1-8
Asal persilangan : DAKAVA line 85/MEMBRAMO
Golongan : Cere Indica
Umur tanaman : 118 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 100 cm
Anakan produktif : 15 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau tua
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Posisi daun bendera : Tegak
Warna batang : Hijau
Kerebahan : Tahan rebah
Leher malai : Sedang
Kerontokan : Sedang
Bentuk gabah : Sedang Ramping
Warna gabah : Kuning
Jumlah gabah per malai : 157 butir Rata-rata hasil : 6,82 t/ha GKG
Potensi hasil : 12 t/ha GKG
Bobot 1000 butir : 28 g
Tekstur nasi : Sangat Pulen
Kadar amilosa : 18 %
Ketahanan terhadap Hama : Agak Tahan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 2, dan 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan Hawar Daun Bakteri strain III, IV dan VIII. Keterangan : Cocok ditanam di sawah dataran rendah sampai
sedang (± 600 m dpl)
Pemulia : Buang Abdullah, Soewito Tjokrowidjoyo, Sularjo dan Bambang Kustianto.
Peneliti : Atito D., Endang Suhartatik, Anggiani Nasution, Heni Safitri, Angelita P. Lestari, Ema Herlina, Baehaki S.E., Neni E. Sumardi, Aris Hairmansis Teknisi : Sudarno, Indarjo, Yusup, Supartopo, Sail Hanafi,
Yaya Suhaya, Suryono, Gusnimar Alidawati dan Panca Hadi Siwi.
Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Alasan Utama dilepas : Potensi hasil tinggi, nasi sangat pulen, Tahan WBC biotipe 1,dan 2; tahan penyakit BLB
Varietas Inpari 7 Lanrang
Nomor seleksi : RUTTST96B-15-1-2-2-2-1 Asal persilangan : S3054-2D-12-2/Utri Merah-2
Golongan : Cere
Umur tanaman : 110 – 115 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 104 ±7 cm
Anakan produktif : 16 ± 3 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna Batang : Hijau
Warna telinga daun : Putih
Warna lidah daun : Hijau
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk Gabah : Panjang (P=7,06 mm; L=2,20 mm; P/L=3,21)
Warnah Gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Tekstur Nasi : Pulen
Kadar Amilosa : 20,78 %
Bobot 1000 butir : 27,4 g
Rata-rata hasil : 6,23 t/ha
Potensi hasil : 8,7 t/ha GKG
Ketahanan terhadap Hama : Agak Tahan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 1, 2, dan 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri ras III dan agak rentan ras IV dan VIII ; serta rentan terhadap penyakit virus tungro inokulum no. 073 dan 031, agak tahan penyakit virus tungro inokulum no. 013 Anjuran Tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah dataran rendah
sampai ketinggian 600 m dpl
Instansi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Loka Penelitian Tanaman Tungro, Lanrang dan BPTP Sulawesi Selatan
Pemulia : Aan Andang Daradjat, Nafisah dan Bambang Suprihatno.
Peneliti : I Nyoman Widiarta, Jumanto, Burhanuddin, A. Yasin Said, Sahardi, Ahmad Muliadi, R. Heru Praptana, Baehaki SE, Triny SK, Prihadi Wibowo, Cucu Gunarsih, Ali Imron, Idris Hadade. Teknisi : Thoyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan
Sudjanang, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar, Abd. Rauf Serry dan Abd Hanid.
Varietas Inpari 8
Nomor seleksi : IR7301-15-2-2-1
Asal persilangan : IR68064-18-1-1-2-2/IR61979-136-1-3-2-2
Golongan : Cere
Umur tanaman : 125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 113 ±8 cm
Anakan produktif : 19 ± 3 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna Batang : Hijau
Warna telinga daun : Putih
Warna lidah daun : Hijau
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk Gabah : Panjang dan Ramping (P=6,78 mm; L=2,12 mm; P/L=3,21)
Warnah Gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Tekstur Nasi : Pulen
Kadar Amilosa : 21 %
Bobot 1000 butir : 23,3 g
Rata-rata hasil : 6,25 t/ha
Potensi hasil : 9,9 t/ha GKG
Ketahanan terhadap Hama : Agak Rentan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 1, 2, dan 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit Hawar Daun Bakteri ras III, dan agak rentan ras IV dan VIII ; agak tahan terhadap penyakit tungro inokulum no. 073 serta tahan penyakit tungro inokulum no 031, dan no. 013
Anjuran Tanam : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai dengan 600 m dpl Alasan utama dilepas/keunggulan : Nasi pulen, potensi hasil tinggi
Instansi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Loka Penelitian Tanaman Tungro, Lanrang dan BPTP Sulawesi Selatan
Pemulia : Aan Andang Daradjat, Nafisah dan Bambang
Suprihatno.
Peneliti : I. N. Widiarta, Jumanto, A. Yasin Said, Sahardi, Ahmad Muliadi, R. Heru Praptana, Baehaki SE, Triny SK, Burhanuddin, Prihadi Wibowo, Cucu Gunarsih, Ali Imron, Idris Hadade. Teknisi : Thoyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan
Sudjanang, Sukanda, Abd. Rauf Serry dan Abd Hanid.
Varietas Inpari 9 Elo
Nomor seleksi : IR73005-69-1-1-2
Asal persilangan : IR65469-161-2-2-2-3-2-2/IR61979-136-1-3-2-2
Golongan : Cere
Umur tanaman : 125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 113 ±8 cm
Anakan produktif : 18 ± 3 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna Batang : Hijau
Warna telinga daun : Putih
Warna lidah daun : Hijau
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk Gabah : Panjang dan Ramping (P=6,83 mm; L=2,09 mm; P/L=3,26)
Warnah Gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Tekstur Nasi : Pulen
Kadar Amilosa : 20,46 %
Bobot 1000 butir : 22,8 g
Rata-rata hasil : 6,41 t/ha
Potensi hasil : 9,3 t/ha GKG
Ketahanan terhadap Hama : Agak Rentan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 1, 2, dan 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit Hawar Daun Bakteri ras III, dan agak rentan ras IV dan VIII ; agak tahan terhadap penyakit tungro inokulum no. 073 dan inokulum no 031, serta tahan penyakit tungro inokulum no. 013
Anjuran Tanam : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai dengan 600 m dpl Alasan utama dilepas/keunggulan : Nasi pulen, potensi hasil tinggi
Instansi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Loka Penelitian Tanaman Tungro, Lanrang dan BPTP Sulawesi Selatan
Pemulia : Aan Andang Daradjat, Nafisah dan Bambang
Suprihatno.
Peneliti : I. N. Widiarta, Jumanto, A. Yasin Said, Sahardi, Ahmad Muliadi, R. Heru Praptana, Baehaki SE, Triny SK, Burhanuddin, Prihadi Wibowo, Cucu Gunarsih, Ali Imron, Idris Hadade. Teknisi : Thoyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan
Sudjanang, Sukanda, Abd. Rauf Serry dan Abd Hanid.
Varietas Inpari 10 Laeya
Nomor seleksi : S3382-2d-Pn-4-1
Asal persilangan : Persilangan S487b-75/IR19661//IR 19661///IR64////IR64
Golongan : Cere
Umur tanaman : 108 – 116 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 100 - 120 cm
Anakan produktif : 17 – 25 anakan
Warna kaki : Hijau
Warna Batang : Hijau
Warna telinga daun : Putih
Warna lidah daun : Putih
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk Gabah : Ramping panjang (P=8,6 mm; L=2,3 mm; P/L=3,9)
Warnah Gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Tekstur Nasi : Pulen
Kadar Amilosa : 22 %
Bobot 1000 butir : 27,7 ± 0,76 g Rata-rata hasil : 5,08 t GKG/ha ka 14%
Potensi hasil : 7,00 t GKG/ha ka 14%
Ketahanan terhadap Hama : Agak Rentan terhadap Wereng Coklat biotipe 1, dan 2
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit Hawar Daun strain III dan agak peka strain IV dan peka terhadap virus tungro varian 013, 031, dan 131
Anjuran Tanam : Dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau l Alasan utama dilepas/keunggulan : Potensi hasil tinggi dibanding IR64, mutu beras
baik, tahan HDB
Instansi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan BPTP Sulawesi Selatan
Pemulia : ZA. Simanulang, Atito D, Idris Hadade, Aan Andang Daradjat, Bambang Suprihatno dan M. Yamin Samaullah.
Peneliti : Trini S. Kadir, Nafisah, Didik Harnowo . Tim Peneliti : Trini S. Kadir, Nafisah, Didik Harnowo . Teknisi : Thoyib S. Ma`ruf, Yahya, Holil, Suwarsa, Maman
Suherman, Karmita, Abd. Rauf Serry, Amirudin Manrapi.
Varietas Banyuasin
Nomor seleksi : B7810F-KN-13-1-1
Asal persilangan : Cisadane/Kelara
Golongan : Cere, sedikit berbulu
Umur tanaman : 118-122
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 98 – 105 cm
Anakan produktif : 10 – 15 batang
Warna kaki : Hijau
Warna Batang : Hijau muda
Warna telinga daun : Hijau pucat
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak sampai agak miring
Bentuk gabah : Sedang bulat
Warnah gabah : Kuning Bersih
Kerontokan : Mudah
Kerebahan : Cukup tahan
Tekstur Nasi : Pulen
Kadar Amilosa : 22 %
Bobot 1000 butir : 26 g
Rata-rata hasil : 5,0 t/ha
Potensi hasil : 6,0 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan Wereng coklat biotepe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit bercak coklat dan agak tahan terhadap Hawar Daun Bakteri strain III Cekaman lingkungan : Agak toleran keracunan Fe (10 ppm) dan Al (5,4
me/100 g)
Anjuran Tanam : Lahan pasang surut potensial gambut sampai ketebalan 60 cm dan sulfat masam (pH 4) Regosol Pemulia : Suwarno, T. Suhartini, Basaruddin Nasution, Sudarno,
B. Kustianto, dan Z. Harahap
Varietas Mendawak
Nomor seleksi : B8055F-KN-6-2
Asal persilangan : Mahsuri/Kelara
Golongan : Cere
Umur tanaman : 113-117
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 87 – 100 cm
Anakan produktif : 11 – 15 batang
Warna kaki : Hijau
Warna Batang : Hijau
Warna telinga daun : Hijau Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna helai daun : Hijau
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak sampai agak miring
Bentuk gabah : Sedang bulat
Warnah gabah : Kuning Bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur Nasi : Pulen
Kadar Amilosa : 22,9 %
Bobot 1000 butir : 27 g
Rata-rata hasil : 3,98 t/ha
Potensi hasil : 5,0 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Rentan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit blast dan bercak coklat Cekaman lingkungan : Toleran keracunan Fe, Agak toleran keracunan Al,
tetapi agak rentan kegaraman
Anjuran Tanam : Baik untuk lahan rawa potensial, bergambut dan sulfat masam
Pemulia : B. Kustianto, Suwarno, Soewito T. Dan Rini H. Suhartini, Basaruddin Nasution, Sudarno, , dan Z. Harahap
Teknisi : Sularjo, Supartopo, Sudarno, Ade Santika, Basaruddin Nasution dan Panca Hadi Siwi
Varietas Lambur
Nomor seleksi : B9860C-KA-1
Asal persilangan : Cisadane/IR9884-54-3
Golongan : Cere
Umur tanaman : 113-117
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 98 – 105 cm
Anakan produktif : 12 – 16 batang
Warna kaki : Hijau
Warna Batang : Hijau
Warna telinga daun : Hijau
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna helai daun : Hijau
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak sampai agak miring
Bentuk gabah : Sedang
Warnah gabah : Kuning Bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur Nasi : Pulen
Kadar Amilosa : 23,4 %
Bobot 1000 butir : 28 g
Rata-rata hasil : 4,0 t/ha
Potensi hasil : 5,0 t/ha
Ketahanan terhadap Hama : Rentan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3
Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan penyakit blast daun dan agak tahan bercak daun coklat
Cekaman lingkungan : Toleran keracunan Fe, Agak toleran keracunan Al, dan agak toleran kegaraman
Anjuran Tanam : Baik untuk lahan rawa potensial, bergambut dan sulfat masam
Pemulia/Peneliti : Suwarno,B. Kustianto, dan T. Suhartini
Teknisi : Sudarno, Sularjo, Supartopo, Sunaryo, Basaruddin Nasution dan Gusnimar