• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENYELENGGARA PROGRAM DAN KEGIATAN BNN TAHUN 2014

B. PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN

3. Pusat Penelitian Data dan Informasi BNN

Dalam upaya mendukung keberhasilan pelaksanaan program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) selama tahun 2014 Puslitdatin BNN melaksanakan berbagai kegiatan, yaitu diantaranya :

a. Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di

Indonesia di 17 Provinsi di Indonesia Tahun 2014.

Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia di 17 Provinsi di Indonesia Tahun 2014 bekerjasama antara Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI). Survei ini dilaksanakan di 17 Provinsi dengan metode kuantitatif dan kualitatif dengan jumlah responden sebanyak 2.414 responden.

Pelaksanaan survei tersebut dari tanggal 15 Januari – 15 Desember 2014, dengan tujuan sebagai berikut :

1) Tujuan umum.

• Diketahuinya estimasi angka penyalahgunaan Narkoba dan besaran kerugian biaya ekonomi dan sosial akibat penyalahgunaan Narkoba di Indonesia Tahun 2014.

2) Tujuan khusus.

a) Diperolehnya gambaran pola pakai, pola edar, dan tempat peredaran Narkoba dikalangan penyalahguna. b) Diperolehnya informasi mengenai jumlah barang bukti

Narkoba mencakup, jenis, harga, dan asal Narkoba dari pihak Kepolisian.

c) Dianalisisnya kebijakan program pencegahan dan penanggulangan Narkoba di Indonesia.

d) Diperolehnya besaran proporsi konsekuensi akibat penyalahgunaan Narkoba.

e) Diperolehnya rata-rata biaya penyalahgunaan Narkoba menurut jenis penyalahgunaan Narkoba.

f) Diestimasinya biaya ekonomi dan sosial, baik real cost maupun opportunity cost yang harus dipikul oleh penyalahguna, keluarga dan masyarakat akibat penyalahgunaan Narkoba.

Hasil Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia di 17 Provinsi di Indonesia Tahun 2014 bekerjasama antara BNN dengan Puslitkes UI antara lain:

1) Diperkirakan angka prevalensi tahun 2014 berkisar antara 2,1% sampai 2,25%.

2) Proyeksi angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba setahun terakhir di Indonesia, 2014 – 2020 (dalam persen (%)) sebagai berikut :

No. Skenario Tahun

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

1. Naik 2,25 2,33 2,39 2,45 2,49 2,53 2,56

2. Stabil 2,18 2,20 2,21 2,23 2,24 2,26 2,27

3. Turun 2,10 2,04 2,00 2,96 1,94 1,93 1,93

3) Jumlah penyalah guna Narkoba diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah pakai Narkoba dalam setahun terakhir (current users) pada kelompok usia 10-59 tahun.

4) Prevalensi penyalah guna Narkoba tahun 2003, 2004, 2009, 2011 dan 2014.

PREVALENSI TAHUN

2003 2004 2009 2011 2014

Penyalahguna Narkoba 1,5% 1,75% 1,99% 2,2% 2,18%

5) Perkiraan Jumlah Penyalah guna Per Provinsi.

a) Semua provinsi di pulau Jawa secara absolut memiliki jumlah penyalah guna yang terbanyak dibandingkan provinsi-provinsi di luar Jawa, kecuali Sumatera Utara. Hal ini disebabkan jumlah populasi penduduk yang lebih besar dibandingkan kota-kota di luar Jawa. Namun, apabila distandarisasi dengan angka prevalensi, tidak demikian. Angka prevalensi dihitung dengan membagi jumlah penyalah guna (absolut) dengan angka jumlah penduduk per tiap provinsi. Provinsi DKI Jakarta (4,73%) memiliki angka prevalensi yang paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya, diikuti oleh Kaltim (3,07%) dan Kepri (2,94%).

b) Secara angka absolut provinsi yang terendah adalah Papua Barat, sedangkan angka prevalensi terendah adalah Papua (1,23%). Hal ini yang patut dicermati di Provinsi Papua penyalah guna dan angka prevalensinya semakin meningkat tajam sebab tingkat peredaran Narkoba jenis ganja yang masuk dari perbatasan Papua Nugini semakin marak. Apalagi harganya jauh lebih murah dibandingkan jenis shabu.

6) Peringkat Penyalah guna Narkoba Tahun 2014 No. Provinsi Jumlah Penyalah guna Preva-lensi (%) Rang-king Populasi (10-59) 1. DKI Jakarta 364.174 4,74 1 7.688.600 2. Kaltim 59.195 3,07 2 1.930.936 3. Sumut 300.134 3,06 3 9.808.600 4. Kepri 41.767 2,94 4 1.421.800 5. DI Yogya 62.028 2,37 5 2.621.600 6. Jabar 792.206 2,34 6 33.905.400 7. Maluku 27.150 2,32 7 1.169.800 8. Bali 66.785 2,22 8 3.008.900 9. Sulut 38.307 2,19 9 1.745.500 10. Sulteng 43.591 2,11 10 2.065.100 11. Sulbar 18.887 2,09 11 903.800 12. NAD 73.201 2,08 12 3.525.900 13. Sulsel 125.643 2,08 13 6.052.100 14. Banten 177.110 2,02 14 8.770.800 15. Jatim 568.304 2,01 15 28.271.400 16. Kalbar 69.164 2,01 16 3.446.100 17. Kalsel 57.929 2,01 17 2.888.300 18. Riau 90.453 1,99 18 4.552.500 19. Kalteng 35.811 1,95 19 1.835.300 20. Jambi 47.064 1,89 20 2.491.900 21. Bengkulu 25.784 1,88 21 1.370.000 22. Jateng 452.743 1,88 22 24.131.300 23. Babel 18.574 1,85 23 1.002.500 24. Malut 14.988 1,85 24 810.100 25. Sumbar 65.208 1,80 25 3.622.500 26. Sumsel 98.329 1,69 26 5.828.800 27. Gorontalo 13.885 1,68 27 824.800 28. Sultra 27.328 1,59 28 1.720.000 29. Irjabar 9.952 1,57 29 634.300 30. Kaltara 16.165 1,54 30 1.051.364 31. Lampung 89.046 1,52 31 5.853.100 32. NTB 51.519 1,50 32 3.423.300 33. NTT 51.298 1,49 33 3.440.900 34. Papua 28.980 1,23 34 2.358.200 INDONESIA 4.022.702 2,18 184.175.500

b. Survei Cepat (Rapid Survei) Pemahaman Masyarakat tentang Pencegahan di Provinsi DKI Jakarta.

Kegiatan survei cepat ini bekerjasama antara Badan Narkotika Nasional dengan FISIP Universitas Nasional (Unas) dengan jumlah responden sebanyak 200 responden dan teknik pengambilan sample dengan menggunakan cluster multistage. Pelaksanaan survei cepat selama 3 (tiga) bulan yaitu dari bulan Maret – Juni 2014 dengan lokasi di DKI Jakarta.

Tujuan dari suvei cepat ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui efek sosialisasi BNN pada tingkat pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku masyakarat dalam upaya P4GN.

2) Untuk mengetahui efektifitas berbagai bentuk kegiatan sosialisasi BNN dan penyebaran informasi melalui media massa dan media luar ruang dalam upaya P4GN.

3) Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap rehabilitasi dan hukuman bagi pengedar Narkoba.

Sedangkan manfaat dari survei cepat diharapkan dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi pemerintah khususnya instansi penegak hukum yang berwenang menjalankan P4GN.

Kesimpulan dari survei cepat (rapid survei) pemahaman masyarakat tentang Pencegahan di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :

1) Responden, baik pelajar/mahasiswa maupun pekerja,

umumnya memiliki pengetahuan yang cukup tinggi tentang

institusi BNN dan juga kegiatan pencegahan dan

pemberantasan Narkoba, meskipun istilah P4GN dan pemahaman tentang UU Narkotika masih sangat rendah. 2) Persepsi tentang kegiatan sosialisasi bahaya Narkoba juga

cukup baik. Responden berpendapat bahwa kegiatan BNN cukup detil, jelas, kreatif, dan interaktif. Selain dari kegiatan BNN secara langsung, responden juga mendapatkan informasi bahaya Narkoba dari berbagai media, baik media massa maupun media luar ruang.

3) Hal itu memunculkan sikap yang positif responden dengan kesediaan mereka untuk terlibat dalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan Narkoba.

4) Pengetahuan, persepsi, dan sikap yang positif tersebut pada akhirnya tercemin pada perilaku responden yang minim dalam

konsumsi minuman alkohol maupun penyalahgunaan

Narkoba. Meskipun untuk konsumsi rokok masih cukup tinggi. Perilaku positif responden juga tercermin pada keterlibatan mereka dalam mengkampanyekan bahaya Narkoba kepada lingkungan sekitar.

5) Pemanfaatan media massa terutama media televisi dan internet dalam mengkampanyekan bahaya Narkoba sangat efektif. Selain itu penggunaan media luar ruang terutama billboard juga sangat efektif, terutama bagi kalangan pekerja. Penggunaan ketiga media tersebut hendaknya terus ditingkatkan. Kegiatan penyuluhan bahaya Narkoba di sekolah dan lingkungan pekerja juga harus terus ditingkatkan, terutama untuk menjaring kesediaan menjadi kader satgas anti Narkoba.

6) Upaya BNN untuk menekan penyalahguna Narkoba agar direhabilitasi daripada dipenjara mendapat sambutan positif dari responden. Hukuman penjara dan bahkan hukuman mati memang selayaknya ditujukan kepada para pengedar dan gembong Narkoba.

c. Riset Operasional tentang Pengetahuan dan Pemahaman

Masyarakat tentang IPWL di Provinsi Jawa Barat

Kegiatan riset operasional ini bekerjasama antara Badan Narkotika Nasional dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia dilakukan di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan 3 (tiga) bulan dari Oktober – Desember 2014.

Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1) Tujuan Umum.

Meningkatkan jumlah penyalahguna dan keluarga penyalahguna melapor diri ke IPWL guna memperoleh perawatan dan rehabilitasi medis dan sosial.

2) Tujuan khusus

a) Mengidentifikasi masalah terkait dengan masih

sedikitnya jumlah penyalahguna dan keluarga

penyalahguna yang melapor diri ke IPWL.

b) Mengetahui pelaksanaan IPWL di tempat yang ditunjuk Kemenkes dan Kemensos dan BNN.

c) Mengembangkan alternatif solusi untuk meningkatkan jumlah penyalah guna dan keluarga penyalah guna melapor diri ke IPWL.

Manfaat riset operasional ini adalah berguna bagi para pemangku kepentingan untuk memperkuat program/kebijakan yang sudah ada, khususnya untuk pengembangan program penanganan penyalahguna Narkoba melalui IPWL. Secara tidak langsung hasil penelitian bermanfaat bagi sasaran program utamanya untuk meningkatkan derajat kesehatan, menekan resiko kerugian ekonomi dan sosial akibat penggunaan Narkoba.

Sedangkan kesimpulan dari riset operasional ini adalah :

1) Rendahnya jumlah penyalah guna dan keluarga penyalah guna Narkoba yang melapor diri ke IPWL berkaitan dengan masalah internal (predisposing) yang ada dalam diri penyalah guna dan keluarganya, masalah programatik, yaitu pelaksanaan layanan (enabling) serta masalah penegakan hukum (reinforcing) terkait dengan penanganan kasus Narkoba.

2) Pemahaman masyakat terhadap IPWL masih kurang. Dari aspek internal terkait dengan keengganan lapor diri ke layanan IPWL karena adanya rumor bahwa kecanduan Narkoba tidak bisa disembuhkan, rehabilitasi Narkoba tidak dapat menyembuhkan kecanduan, minimnya pengetahuan terhadap IPWL, kurangnya motivasi untuk terlepas dari ketergantungan Narkoba.

3) Variasi masalah di Instansi Penerima Wajib Lapor.

Masalah di tingkat layanan teridentifikasi ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian sehingga program ini belum mampu dilaksanakan dengan maksimal, yaitu menyangkut sosialisasi dan koordinasi, masalah SDM dan fasilitasnya, pembiayaan dan pemantauan dan evaluasi layanan. Sosialisasi dan koordinasi di tingkat pemangku kepentingan sudah sering dilakukan namun informasi tentang IPWl belum sampai ke kelompok sasaran.

4) Pelaksanaan peraturan bersama untuk mendukung penanganan kasus Narkoba.

Para penyalah guna memperoleh perlakuan yang berbeda dari aparat penegak hukum, umumnya berakhir dengan proses pidana. Persyaratan untuk memutuskan penyalah guna Narkoba ke panti rehabilitasi dibutuhkan lebih banyak persyaratan seperti: asesmen/rekomendasi dari saksi ahli tentang urgensinya untuk direhabilitasi, serta keterbatasan akses ke fasilitas rehabilitasi.

Pihak penyidik dan penuntut perkara penyalah guna Narkoba kesulitan menerapkan pasal 27 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 bagi kasus yang terbukti membawa “barang bukti” selain Metadhon, Subutek dan Suboxon. Bila kasus demikian ditemukan di lapangan maka penyidik dan jaksa akan menggunakan pasal 112 KUHP. Ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan digunakan sebagai celah bagi para bandar Narkoba untuk menyiasati supaya lolos dari hukuman. Sebaliknya kebijakan ini dikawatirkan juga menjadi celah bagi anggota polisi nakal untuk melarikan setiap perkara pidana Narkoba langsung diarahkan ke rehabilitasi tanpa disidik sesuai prosedur karena ada imbalan.

Adapun alternatif solusi dari riset operasional adalah :

1) Menyampaikan pesan secara komprehenshif melalui

peer (kelompok sebaya) atau LSM.

Menepis anggapan bahwa kecanduan Narkoba tidak bisa disembuhkan melalui berbagai media terutama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau peer (kelompok sebaya) yang mempunyai akses langsung terhadap penyalahguna Narkoba.

Informasi penting perlu disampaikan bahwa dengan mengikuti program rehabilitasi tidak hanya mengatasi masalah Narkoba tetapi memperoleh manfaat lain seperti pengurangan atau meminimalisir dampak penggunaan Narkoba seperti Overdosis, kesehatan, kriminal/hukum, dan masalah sosial lain dan produktivitas.

2) Menyiapkan Buku Pedoman bagi Petugas Lapangan terkait.

Memetakan kebutuhan untuk meningkatkan mutu layanan bagi staf yang bertugas di Fasilitas IPWL selanjutnya memberikan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai kebutuhannya. Meningkatkan jumlah dan kapasitas tim asesmen yang siap siaga untuk menangani kasus Narkoba di pengadilan. Perlu menyiapkan buku pedoman/petunjuk teknis bagi tim penyidik, jaksa dan hakim serta tim asesmen penanganan Narkoba.

d. Riset Operasional tentang Partisipasi Masyarakat dalam P4GN di

Provinsi Jawa Timur.

Kegiatan riset operasional ini bekerjasama antara BNN dengan Puslitkes UI dilakukan di kota Surabaya – Jatim, dengan mengambil dua lokasi studi (sentinel site) secara purposive dilaksanakan 3 (tiga) bulan dari Oktober – Desember 2014.

Adapun kategori lokasi yang dipilih adalah daerah intervensi program P4GN yang mempunyai tingkat partisipasi masyarakat aktif dan pasif (studi kasus). Lokasi studi terpilih adalah :

1) Kampung Sawahan (Kompas), Kel. Sawahan, Kec. Sawahan, yaitu daerah intervensi program P4GN dengan tingkat partisiasi masyarakat aktif dalam program P4GN.

2) Kampung Kremil (Naga Bonar), Kel. Dupak, Kec. Kembangan, yaitu daerah intervensi program P4GN dengan tingkat partisiasi masyarakat pasif dalam program P4GN.

3) Kelurahan Pasar Manggis, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan.

Teknik pengumpulan data dalam riset operasional

pemberdayaan masyarakat ini yaitu melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (Fokus group discussion), observasi dan telaah data sekunder.

Tujuan dari riset operasional ini adalah sebagai berikut : 1) Tujuan umum

Memperoleh gambaran terkait partisipasi masyarakat (populasi umum) dalam program P4GN.

2) Tujuan khusus

a) Memperoleh jenis/listing program P4GN yang sudah dilaksanakan oleh BNN, BNNP dan BNN Kab./Kota, terutama di lokasi studi.

b) Mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi sehingga menyebabkan partisipasi masyarakat dalam program P4GN masih rendah (belum maksimal).

c) Memperoleh gambaran terkait strategi yang bisa dikembangkan untuk memaksimalkan partisipasi/ peran serta masyarakat dalam program P4GN.

Kesimpulan dari survei cepat (rapid survei) pemahaman masyarakat tentang Pencegahan di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :

1) Jenis kegiatan P4GN yang paling banyak dilakukan di masyarakat adalah jenis kegiatan primer, yaitu berupa sosialisasi, penyuluhan, seminar, dan sebagainya. Jenis kegiatan sekunder dan tertier lebih banyak hanya di daerah yang menjadi intervensi program. Tingkat keberlanjutan program P4GN lebih terjamin keberlangsungannya pada kelompok pelajar/mahasiswa, dan terlihat semakin meningkat kuantitas dan kualitasnya. Berbeda halnya yang terjadi di kelompok pekerja ataupun di masyarakat umum yang cenderung terhambat keberlanjutannya.

2) Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dan terhambatnya keberlanjutan kegiatan P4GN disebabkan oleh banyak faktor, baik di tingkat masyarakat maupun pemangku kebijakan. Secara garis besar identifikasi hambatan yang ada adalah terkait dengan mispersepsi terhadap pemahaman masalah Narkoba, kurangnya sarana prasarana penunjang, konsep pengembangan kegiatan yang kurang tepat, dan belum ter-sedianya instrument sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan.

3) Mispersepsi terkait permasalahan Narkoba masih banyak

berkembang di masyarakat, misalnya stigma Narkoba adalah masalah kriminal, stigma terhadap pecandu dan mantan pecandu, masalah Narkoba adalah urusan BNN dan polisi, proteksi diri dari Narkoba cukup pada keluarga, masalah Narkoba sebagai aib bagi keluarga, sekolah/perusahaan, dan sebagainya.

4) Pola pelaksanaan kegiatan P4GN yang ada di masyarakat selama ini pada umumnya juga masih bersifat situasional pada momen tertentu saja dan tidak berkesinambungan. Salah satu

faktor penghambat yang ditemukan adalah karena

keterbatasan pendanaan dan tidak adanya dukungan dari pemerintah setempat.

5) Pengembangan konsep intervensi kegiatan P4GN di suatu wilayah masih bersifat proyek (conduct by project), dan bukan karena program (conduct by program) sehingga tidak terjamin keberlanjutannya. Konsep intervensi pada umumnya hanya fokus pada kelompok sasaran (populasi kunci) tanpa melibatkan masyarakat luas sehingga dalam implementasinya kurang mendapat dukungan dan terkadang terjadi benturan dengan kelompok masyarakat lainnya.

6) Demikian juga dengan belum maksimalnya peran pemangku kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam kegiatan P4GN karena merasa belum mempunyai pedoman yang tertuang dalam rencana aksi sebagai acuan implementasi program.

Sedangkan rekomendasi dari survei cepat (rapid survei) pemahaman masyarakat tentang Pencegahan di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :

1) Dalam upaya pengembangan peran serta masyarakat dalam kegiatan P4GN seharusnya digulirkan sebuah ide kegiatan oleh pemerintah untuk memberikan respon kepada masyarakat supaya berkreasi dalam mengembangkan konsep kegiatan P4GN. Berbagai kegiatan yang sudah pernah dilakukan seperti lomba kampung bebas Narkoba terbukti memberikan rangsangan kepada masyarakat untuk aktif beperan. Kegiatan-kegiatan semacam inilah yang seharusnya terus dikembangkan intensitas dan frekuensinya.

2) Sistem koordinasi dan pola kerja LSM yang berbasis masyarakat (community based unit) bisa diadopsi dalam pelaksanaan kegiatan kedepannya. Demikian juga keberadaan LSM sebagai mitra kerja masyarakat dan pemangku kebijakan masih perlu dipertahankan, bahkan jika memungkinkan bisa lebih ditingkatkan.

3) Konsep kegiatan P4GN yang dikembangkan harus bisa diintegrasikan ke dalam berbagai kegiatan sosial

kemasyarakatan yang ada sehingga keberlangsungan

programnya bisa lebih terjamin. Dalam hal ini pelibatan masyarakat sangat diperlukan terutama peran toga/tomas sebagai panutan.

4) Peningkatan koordinasi antara masyarakat dengan pemangku kebijakan sangat perlu ditingkatkan melalui peran serta Bimmas, Babinsa, BPD, dan toga/tomas. Konsep kegiatan dan alur pendanaan yang tertuang dalam strategi dan rencana aksi daerah harus dipahami oleh semua masyarakat maupun pemangku kebijakan sehingga tidak ada lagi mispersepsi khususnya pada pemerintah daerah setempat. Selain itu peran pemerintah sangat diperlukan oleh masyarakat dalam penggalian dana Coorporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan.

5) Untuk menjamin terlaksananya implementasi program oleh kementerian/lembaga, SKPD, dan instansi terkait lainnya maka BNN dan BNNP/K sebagai leading sektor harus lebih melakukan pengawasan terhadap bentuk kegiatan P4GN yang diintegrasikan ke masing-masing instansi. Instrument kegiatan yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan program P4GN harus tertuang dalam rencana aksi sehingga bisa dijadikan acuan oleh kementerian/lembaga ataupun departemen, dinas, dan instansi terkait lain di bawah masing-masing kementerian/ lembaga bersangkutan.

e. Riset Operasional tentang Persepsi dan Pengalaman Narkoba

terhadap Hukuman Penjara dan Hukuman Rehabilitasi di Provinsi Banten

Kegiatan riset operasional ini bekerjasama antara Badan Narkotika Nasional dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia dilakukan di provinsi Banten. Pelaksanaan riset operasional selama 3 (tiga) bulan yaitu dari Oktober – Desember 2014.

Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut :

1) Tujuan Umum.

Menilai persepsi para informan terkait Narkoba terhadap hukuman penjara dan rehabilitasi.

2) Tujuan Khusus.

a) Menilai persepsi dan pengalaman penyalahguna Narkoba tentang hukuman penjara dan rehabilitasi.

b) Menilai persepsi dan pengalaman keluarga penyalah guna Narkoba tentang hukuman penjara dan rehabilitasi c) Menilai persepsi masyarakat tentang hukuman penjara

dan rehabilitasi.

d) Menilai persepsi dan pengalaman pengelola panti rehab tentang hukuman penjara dan rehabilitasi.

e) Menilai persepsi penegak hukum hukuman penjara dan rehabilitasi.

Metode pengumpulan data dan partisipan/sasaran survei adalah :

Metode Sasaran/informan Jumlah

Indepth interview

1. Pecandu yang sudah pulih yang pernah dipenjara & direhabilitasi 6 orang

2. Pecandu yang masih dalam ketergantungan 14 orang

3. Penyidik polisi 10 orang

4. Hakim 2 orang

5. Jaksa 4 orang

6. BNN/BNNP/BNNK 2 orang

7. Pengelola panti rehabilitsi medis/sosial 2 orang

8. Keluarga dan tokoh masyarakat 3 orang

Telaah dokumen

Regulasi, program rehabilitasi, sarana penjara dan panti rehabilitasi

Kesimpulan dari riset operasional ini adalah :

1) Hampir semua aktor lebih memilih penyalahguna agar direhabilitasi.

2) Hukuman penjara tidak membuat jera penyalahguna karena masih tingginya peredaran Narkoba di dalam rutan dan lapas. Bahkan penjara menjadi tempat pembelajaran karena disanalah tempat berkumpul para bandar/pengedar.

3) Kepolisian sebagai aktor utama untuk memberikan dakwaan pecandu untuk direhab (pasal 127), karena masih terbentur kasus kepemilikan (pasal 111,112,114).

4) Masih tingginya perbedaan persepsi di kalangan penegak hukum tentang putusan rehabilitasi, karena UU No 35 tahun 2009 tidak konsisten dalam penggunaan istilah pecandu, penyalahguna dan korban penyalahguna dan belum adanya TAT.

5) Adanya peluang bagi para oknum penegak hukum untuk memasukkan pasal rehabilitasi kepada bandar dan pengedar. Adapun saran/temuan dari riset operasional adalah :

1) Belum semua kabupaten/kota ada tim asesmen. Di Jakarta hanya Jaktim dan Jaksel, di Banten hanya Tangsel.

2) Perbedaan persepsi mengenai definisi pecandu, penyalahguna, dan dasar hukum yang digunakan.

3) Ada peluang bagi oknum untuk memanfaatkan agar bandar/ pengedar bisa direhabilitasi.

4) Persepsi sebagian besar dari informan mendukung agar pecandu direhabilitasi. Di sisi lain, masih terbatasnya jumlah panti rehab yang ada.

5) Efektivitas program rehabilitasi dianggap kurang oleh penyalahguna.

6) Dominasi pemidanaan berupa penjara bagi pengguna

narkotika tercermin dari pasal 111 dan 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

Sedangkan rekomendasi dari riset operasional adalah :

1) Perlu membentuk tim asesmen di tingkat provinsi, kabupaten/kota.

2) Perlu dibuat juknis dan juklak untuk pelaksanaan rehab, terutama di kepolisian, kehakiman dan pengadilan.

3) Sosialisasi asesmen perlu lebih digalakkan agar masyarakat lebih peduli.

4) Perlu penyamaan persepsi di kalangan penegak hukum terutama mengenai pecandu, penyalahguna & dasar hukumnya.

5) TAT harus betul-betul profesional dalam melakukan proses asesmen yang akurat, misalnya dibuktikan melalui uji Narkoba melalui test rambut.

6) BNN membuat kriteria panti rehab yang bisa menjadi pusat rujukan rehabilitasi.

7) Memperbanyak jumlah panti rehab yang melibatkan pihak-pihak masyarakat, tetapi dengan pengawasan yang ketat oleh BNNP/BNNK.

8) Melakukan kajian metode yang dianggap efektif dan manusiawi untuk rehabilitasi.

9) Lebih jauh, perlu difikirkan untuk melakukan standarisasi terhadap panti rehabilitasi.

10) Perlu dibuat kejelasan perumusan pecandu dan pengedar agar tidak memenjarakan pecandu.

f. Rapat Koordinasi Analisa dan Evaluasi Call Center dan SMS Center

BNN Tahun 2014.

Kegiatan rakor analisa dan evaluasi ini dilaksanakan karena banyak anggota masyarakat yang berpartisipasi secara aktif dengan memberikan informasi tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di lingkungannya. Oleh karena itu BNN melalui Puslitdatin BNN merespon dengan dilakukannya kegiatan analisa dan evalusi Call Center dan SMS Center BNN.

Kegiatan rakor analisa dan evaluasi dilaksanakan sebagai berikut :

1) Rapat pertama dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 28 Januari 2014 bertempat di gedung BNN Lantai 4 Jl. MT. Haryono No. 11 Cawang – Jakarta Timur.

2) Rapat kedua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 25 Februari 2014 bertempat di gedung BNN Lantai 1 Jl. MT. Haryono No. 11 Cawang – Jakarta Timur.

3) Rapat kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 30 April 2014 bertempat di gedung BNN Lantai 7 Jl. MT. Haryono No. 11 Cawang – Jakarta Timur.

Tujuan dari kegiatan analisa dan evaluasi Call Center dan SMS

Center BNN adalah dalam rangka mengetahui sampai sejauhmana

tindak lanjut dari informasi yang didapat dari Call Center dan SMS

Center BNN tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba

di lingkungannya sehingga partisipasi masyarakat dalam memberikan informasi kepada BNN semakin meningkat.

Manfaat dari kegiatan analisa dan evaluasi Call Center dan

SMS Center BNN :

1) Dapat mengetahui banyaknya laporan yang masuk dari masyarakat baik melalui Call Center dan SMS Center.

2) Dapat mengetahui sebaran jenis informasi atau laporan yang bersumber dari masyarakat, sehingga dapat dijadikan bahan analisa bagi pimpinan BNN.

3) Dapat mengevaluasi seberapa jauh tingkat kualitas informasi yang masuk dari masyarakat khususnya yang terkait informasi peredaran gelap Narkoba.

4) Dapat mengevaluasi sampai sejauhmana petugas yang terkait

dengan pertanyaan masyarakat merespon atau

menindaklanjuti laporan tersebut.

5) Dapat mengetahui hambatan dan kendala-kendala para petugas dalam merespon dan menindaklanjuti laporan masyarakat khususnya yang terkait dengan peredaran gelap Narkoba di lingkungannya.

Adapun data layanan masyarakat melalui Call Center dengan Nomor Call Center 021-80880011 dan SMS Center Nomor 081221675675 tahun 2014 adalah sebanyak 6.093 informasi. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal ini mengalami peningkatan sebesar 13,8%, yaitu dari 5.099 informasi pada tahun 2013 menjadi 5.915 informasi pada tahun 2014.

Rincian data layanan masyarakat melalui Call Center dan SMS

Center BNN selama tahun 2014 sebanyak 5.915 informasi adalah

sebagai berikut:

Dokumen terkait