• Tidak ada hasil yang ditemukan

Puskesmas di Wilayah Jakarta Timur

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 71-135)

SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN

4.2 Puskesmas di Wilayah Jakarta Timur

4.2.1 PUSKESMAS Kecamatan Jatinegara

4.2.1.1 Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)

Sistem penyerahan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan setiap sebulan sekali sebagai laporan, tanggung jawab dan pengawasan terhadap penggunaan obat di Puskesmas Jatinegara. Dari data LPLPO dapat dilihat jumlah pemakaian obat setiap bulan, beban kerja tenaga kefarmasian, dan pola penyakit yang berkembang sehingga dapat dimanfaatkan oleh penanggung jawab Puskesmas khususnya apoteker penanggung jawab untuk analisis pengelolaan obat, penggunaan obat, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan, dan penambahan atau pengurangan jumlah tenaga kefarmasian.

Puskesmas Kelurahan yang terdiri dari puskesmas kelurahan Bidara Cina I, Bidara Cina II, Bidara Cina III, Cipinang Besar Selatan I, Cipinang Besar Selatan II, Kampung Melayu, Bali Mester, Cipinang Cimpedak, Rawa Bunga, Cipinang Muara, dan Cipinang Besar Utara melaporkan LPLPO ke Puskesmas Kecamatan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya. Selanjutnya, Puskesmas Kecamatan merekapitulasi laporan dari tiap-tiap kelurahan dengan memasukkannya ke dalam database komputer dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel.

LPLPO yang telah disusun di Puskesmas Kecamatan dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya. Sistem pengiriman LPLPO dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur via email. Hasil rekapitulasi LPLPO dari Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dikirim kepada

Dinas Kesehatan Provinsi setiap 3 bulan. Kemudian, setiap 6 bulan sekali hasil kompilasi LPLPO dari Dinas Kesehatan Provinsi dilaporkan ke Departemen Kesehatan RI.

Berdasarkan hasil rekapitulasi LPLPO Puskesmas Kecamatan Jatinegara dapat diketahui sepuluh jenis obat dengan tingkat konsumsi terbanyak. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.1 mengenai data Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur periode Januari – Desember 2013. Sepuluh jenis obat terbanyak yang dipakai dari yang terbanyak berturut-turut adalah tablet klorfeniramin maleat 4 mg, tablet paracetamol 500 mg, tablet vitamin B kompleks, tablet gliseril guaiakolat 100 mg, kaplet amoksisilin 500 mg, tablet tiamin (vitamin B1) 50 mg, deksametason tablet 0,5 mg, tablet antasida DOEN, asam askorbat (vitamin C) tablet 500 mg, tablet piridoksin (vitamin B6) 10 mg.

Gambar 4.1. Diagram pemakaian sepuluh obat terbanyak di Puskesmas

kecamatan Jatinegara Jakarta Timur periode Januari – Desember 2013

Berdasarkan Tabel 4.3, pemakaian jenis obat terbanyak selama bulan Januari sampai Desember 2013 adalah tablet klorfeniramin maleat (CTM) 4 mg dengan jumlah pemakaian sebanyak 762783 tablet.

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000 ju m lah (u ni t)

Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah (Siswandono, 1995). Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis reseptor H1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat. Klorfeniramin maleat memberikan efek samping walaupun juga bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang sering terjadi adalah sedatif, gangguan saluran cerna, mulut kering, kesukaran berkemih. Kontraindikasi dari klorfeniramin maleat ini menimbulkan aktivitas antikolinergik yang dapat memperburuk asma bronkial, retensi urin, glaukoma. Klorfeniramin memiliki interaksi dengan alkohol, depresan syaraf pusat, anti kolinergik (Tjay, 2002).

Tabel 4.3 Pemakaian sepuluh obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan Jatinegara

Jakarta Timur periode Januari – Desember 2013

No Nama Obat Satuan Total

1 Klorfeniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg Tablet 762783

2 Paracetamol tablet 500 mg Tablet 705054

3 Vitamin B Kompleks tablet Tablet 494311

4 Gliseril Guaiakolat tablet 100 mg Tablet 467148

5 Amoksisilin kaplet 500 mg Tablet 452474

6 Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat) Tablet 361389

7 Deksametason tablet 0,5 mg Kaplet 299820

8

Antasida DOEN I tablet kunyah, kombinasi :Aluminium Hidroksida 200 mg + Magnesium Hidroksida 200 mg

Tablet 265236

9 Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg Tablet 249670 10 Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL) Tablet 240385

Tingginya pemakaian CTM ini dapat disebabkan oleh faktor keamanan, prevalensi penyakit dan pola peresepan dokter Puskesmas di wilayah kecamatan Jatinegara. CTM tergolong obat bebas terbatas dan aman digunakan pada dosis yang tepat/tidak berlebihan (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007). CTM paling banyak digunakan sangat dikaitkan atau dipengaruhi oleh jenis penyakit yang paling banyak diderita di wilayah kecamatan Jatinegara yang sejalan dengan frekuensi peresepan dari dokter Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan dokter Puskesmas Kelurahan yang berhubungan dengannya. Biasanya diresepkan untuk penderita alergi, dan batuk-pilek.

4.2.1.2 Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika

Penggunaan narkotika dan psikotropika di Puskesmas Kecamatan Jatinegara diawasi dengan ketat. Pengawasan penggunaannya dilakukan dengan cara pencatatan manual pada setiap perubahan stok narkotika dan psikotropika pada kartu stok setiap harinya. Selain itu, setiap ada resep dari dokter, penggunaan narkotika dan psikotropika juga dicatat dalam lembar khusus yang berisi tanggal, nama pasien, alamat pasien, nomer resep, nama dokter yang meresepkan dan instalasi atau Poli yang meresepkan, narkotika dan psikotropika yang digunakan serta jumlahnya. Hal ini dapat menjamin bahwa narkotika dan psikotropika yang tersedia di Puskesmas Jatinegara tidak disalahgunakan untuk tujuan yang tidak tepat.

Setiap bulannya, Puskesmas Kecamatan Jatinegara melakukan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika ke Suku Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kementerian Kesehatan menggunakan sistem online melalui program SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dengan kode unit layanan UL-102361. Sistem ini dikembangkan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI sejak tahun 2008. Program SIPNAP ini mengalami perkembangan dan pembaharuan pada tahun 2012. Pada akhir tahun 2012 program ini sudah diperkenalkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi kepada Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan sudah dapat dioperasikan sejak tahun 2013.

Daftar obat golongan narkotika dan psikotropika yang diatur dan harus dilaporkan penggunaannya. Akan tetapi dari keseluruhan daftar narkotika dan psikotropika yang tercantum, Puskesmas Kecamatan Jatinegara hanya menyediakan obat narkotika berupa codein tablet 10 mg. Sedangkan untuk obat golongan psikotropika, persediaan yang ada adalah clobazam tablet 10 mg, diazepam tablet 2 mg, diazepam injeksi 10 mg/ml dan phenobarbital tablet 30 mg, klorpromazin HCl tablet salut 100 mg, haloperidol tablet 1,5 mg dan 0,5 mg; dan amitriptilin tablet salut 25 mg. Persediaan obat narkotika dan psikotropika ini didasarkan pada prevalensi penyakit pasien dan pola peresepan dokter sehingga tidak terjadi over stok atau stok mati.

Codein tablet 10 mg digunakan sebagai analgesik kuat dan antitusif. Clobazam tablet 10 mg digunakan sebagai antikonvulsi, antiansietas, sedatif, pelemas otot dan amnestik. Diazepam tablet 2 mg digunakan untuk mengatasi gelisah, kejang dan pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Diazepam injeksi 10 mg/ml digunakan untuk pengobatan kejang dan gejalan ansietas pada kondisi khusus atau darurat seperti tidak sadarkan diri atau ingin membutuhkan onset yang cepat dan segera. Klorpromazin tablet 100 mg digunakan untuk menurunkan gejala dan tanda-tanda psikosis. Haloperidol 0,5 mg dan 1,5 mg tablet digunakan untuk mengobati kondisi gugup, gangguan emosional, dan mental (misalnya, skizofrenia). Amitriptilin tablet digunakan sebagai antidepresan untuk mengatasi gejala psikoaktif. Sedangkan fenobarbital atau luminal tablet 30 mg digunakan sebagai antikonvulsan dan untuk mengobati epilepsi pada dosis subhipnotis.

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hanya codein tablet 10 mg yang digunakan dan dilaporan dalam SIPNAP sesuai dengan daftar narkotik yang tercantum pada formulir SIPNAP. Penggunaan codein tablet 10 mg dalam periode Januari – Desember 2013 sangat besar hingga mencapai 9.745 tablet, dengan konsumsi rata-rata sebesar 812 tablet. Hal ini disebabkan karena codein tablet 10 mg banyak diresepkan dokter untuk pasien dengan batuk yang sering dan juga untuk menghilangkan rasa nyeri yang berat terutama pada lansia karena golongan analgesik opoid yang disediakan hanyalah codein tablet 10 mg.

Tabel 4.4 Jumlah penggunaan obat golongan narkotika di Puskesmas Kecamatan

Jatinegara Jakarta Timur periode Januari – Desember 2013

No Nama Produk Satuan Total Rata-rata

Tiap Bulan

1 Codein Tablet 10 mg Tablet 9.745 812

Sedangkan untuk pemakaian obat jenis psikotropika dapat dilihat pada Tabel 4.5 dimana dari obat psikotropika yang disediakan oleh Puskesmas Kecamatan Jatinegara diketahui jumlah pemakaian psikotropika terbanyak berturut-turut adalah diazepam tablet 2 mg sebanyak 17.099 tablet dengan konsumsi rata-rata tiap bulan 1425 tablet, klorpromazin HCl tablet salut 100 mg sebanyak 10.650 tablet dengan konsumsi rata-rata tiap bulan 888 tablet, phenobarbital tablet 30 mg sebanyak 5.490 tablet dengan konsumsi rata-rata tiap bulannya 458 tablet, haloperidol tablet 1,5 mg sebanyak 2531 tablet dengan konsumsi rata-rata tiap bulan 211 tablet, haloperidol tablet 0,5 mg sebanyak 1.010 tablet dengan konsumsi rata-rata perbulan 84 tablet, amitriptilin tablet salut 25 mg sebanyak 520 tablet dengan konsumsi rata-rata tiap bulan sebanyak 43 tablet dan clobazam tablet 10 mg sebanyak 248 tablet dengan konsumsi rata-rata 21 tablet tiap bulannya. Akan tetapi, diazepam injeksi 10 mg/ml selama periode Januari – Desember 2013 tidak ada pemakaian. Diazepam tablet 2 mg banyak diresepkan oleh dokter-dokter untuk mengobati penyakit kejang, ansietas dan obat penenang serta epilepsi. Hal ini didasarkan pada pola penyakit di Kecamatan Jatinegara yang banyak menderita epilepsi dan stress ringan sehingga membutuhkan obat penenang yang aman. Namun, penggunaan dalam bentuk sediaan injeksi tidak banyak digunakan karena pasien-pasien yang datang ke Puskesmas di Kecamatan Jatinegara tidak dalam kondisi darurat, sekalipun darurat banyak pasien yang lebih memilih rumah sakit dibandingkan Puskesmas.

Tabel 4.5 Jumlah penggunaan obat golongan psikotropika di Puskesmas

Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur periode Januari – Desember 2013

Nama Produk Satuan Total Rata-rata

Diazepam Tablet 2 mg Tablet 17.099 1.425

Klorpromazin HCl tablet salut 100 mg (HCL) Tablet 10.650 888

Phenobarbital Tablet 30 mg Tablet 5.490 458

Haloperidol tablet 1,5 mg Tablet 2.531 211

Haloperidol tablet 0,5 mg Tablet 1.010 84

Amitriptilin tablet salut 25 mg (HCL) Tablet 520 43

Clobazam Tablet 10 mg Tablet 248 21

Diazepam inj 10 mg/ml Ampul 0 0

Gambar 4.2. Diagram penggunaan narkotika dan psikotropika di Puskesmas

Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur periode Januari – Desember 2013

4.2.1.3 Laporan Penggunaan Obat Rasional

Pengumpulan data monitoring penggunaan obat rasional dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak dari tiap-tiap penyakit baik ISPA, diare dan myalgia sebanyak 1 atau lebih sampel setiap harinya, sehingga dalam satu bulan

17099 10650 5490 2531 1010 520 248 9745 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 Ju m la h ( u n it)

Tabel 4.6 Presentase Indikator Peresepan pada ISPA non Spesifik, Diare non

Spesifik dan Injeksi pada Myalgia di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode Januari – Desember 2013

Bulan % Penggunaan Antibiotika pada ISPA non Spesifik % Penggunaan Antibiotika pada Diare non Spesifik % Penggunaan Injeksi pada Myalgia

Rerata Item/ Lembar Resep

ISPA Diare Myalgia Rata-rata

Januari 31,25 0 0 4 5 3 4 Februari 20,00 0 0 4 4 3 4 Maret 36,36 0 0 4 4 3 4 April 33,33 0 0 5 4 2 4 Mei 71,43 0 0 4 4 3 4 Juni 62,50 0 0 4 4 2 3 Juli 69,00 0 0 4 4 3 4 Agustus 64,28 0 0 4 4 3 4 September 33,33 0 0 4 3 3 3 Oktober 47,00 0 0 4 4 4 4 November 70,00 0 0 5 4 3 4 Desember 85,71 0 0 4 4 4 4 Rata-rata 52,02 0 0 4 4 3

Data hasil perhitungan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur periode Januari – Desember 2013 ditunjukkan pada Tabel 4.6 Data laporan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Jatinegara periode Januari – Desember 2013 memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang masuk untuk masing – masing diagnosis yaitu sebanyak 25 resep untuk setiap bulannya. Dalam periode tersebut, rata-rata presentase peresepan yang menggunakan antibiotik untuk pasien dengan diagnosis ISPA non pneumonia sebesar 52,02% dan penggunaan antibiotika untuk diare non spesifik serta injeksi untuk myalgia sebesar 0,00%. Rata-rata item jenis obat perlembar resepnya untuk ketiga diagnosa tersebut adalah sebanyak 4 jenis obat per lembar resep. Dalam kasus ISPA non spesifik terjadi ketidakrasionalan penggunaan antibiotika yang disebabkan kurang mampunya dokter untuk

mengindentifikasi ISPA yang diderita pasien karena kurangnya hasil data laboratorium. Hal ini membuat dokter mengambil jalan pintas dengan memberikan antibiotika kepada pasien ISPA non spesifik untuk lebih menjamin peluang keberhasilan terapi walaupun sebenarnya tidak rasional. Akan tetapi, untuk kasus pasien dengan penyakit diare non spesifik dan myalgia, dokter-dokter di Puskesmas Kecamatan Jatinegara lebih berhati-hati dalam meresepkan antibiotika dan/atau sediaan injeksi karena pada kasus tersebut masih banyak alternatif obat yang dinilai cukup ampuh untuk mengobati diare dan myalgia. Hal ini mengindikasikan bahwa pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara berjalan cukup baik.

Pada kasus pasien ISPA non spesifik, ketidak rasionalan tersebut dikarenakan tidak tepat indikasi. Ketidaktepatan indikasi ini dikarenakan pada penderita ISPA non spesifik lebih banyak disebabkan oleh virus sehingga tidak memerlukan pemberiaan antibiotika tetapi lebih kepada pemberiaan obat untuk mengobati gejala-gejala seperti batuk atau demam serta immunomodulator.

Pada kasus diare non spesifik, ketidakrasionalan disebabkan karena tidak tepat indikasi. Penderita diare non spesifik biasanya disebabkan bukan karena bakteri, melainkan virus, makanan yang merangsang motilitas saluran cerna atau yang tercemar toksin, dan gangguan pencernaan. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika tidak tepat, kecuali ada hasil lab yang menyebutkan bahwa penyebab diare spesifik tersebut disebabkan oleh bakteri.

Pada kasus pasien myalgia, ketidakrasionalan ini disebabkan karena tidak tepat indikasi. Dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien yang menderita myalgia mendapatkan pengobatan berupa injeksi vitamin B12. Padahal tidak semua keluhan myalgia disebabkan karena defisiensi vitamin B12.

Sistem monitoring dan pelaporan POR ini masih terdapat kendala. Kendala utama adalah bahwa POR ini didasarkan pada sampel resep dokter yang tidak diketahui dengan jelas apa diagnosa dan penyakit yang diderita pasien sebenarnya. Ketika resep diterima, data yang tertera pada resep hanyalah data-data kelengkapan resep seperti nama, usia, obat-obat yang diresepkan beserta jumlah dan aturan pemakaian sedangkan diagnosa tidak ada dalam resep, tetapi hanya ada pada rekam medis pasien. Apoteker atau asisten apoteker mengalami keterbatasan

akses rekam medis tersebut, sehingga penetapan diagnosis pasien hanya berdasarkan obat-obat yang diresepkan. Hal tersebut dapat menimbulkan hasil yang kurang valid dan bias. Contohnya, pasien yang terdiagnosa ISPA non spesifik memang seharusnya mendapat terapi antibiotika karena tiga hari setelah mendapat pengobatan pasien tersebut belum sembuh. Akan tetapi, karena apoteker tidak mengetahui rekam medis pasien karena sulitnya akses dan beban pekerjaannya yang padat, hal tersebut dianggap sebagai pengobatan yang tidak rasional oleh apoteker atau asisten apoteker yang melakukan pengolahan data POR setiap bulannya.

4.2.1.4 Perencanaan Obat tahun 2014

Perencanaan obat di Puskesmas Jatinegara didasarkan pada kombinasi dari metode konsumsi rata-rata dan metode pola penyakit. Konsumsi rata-rata dari suatu obat didapatkan dari data pelaporan LPLPO setiap bulan, sementara laporan penyakit terbesar yang diderita oleh warga di wilayah kecamatan Jatinegara dapat dijadikan sebagai data pola penyakit.

Berdasarkan data LPLPO selama tahun 2013, konsumsi rata-rata terbesar ada pada klorfeniramin maleat tablet 4 mg (CTM) seperti dijelaskan pada Tabel 4.3. Hal ini disebabkan tiga penyakit yang paling banyak diderita oleh pasien memerlukan CTM sebagai terapi pengobatannya seperti alergi, batuk dan pilek.

Selain dari pola konsumsi rata-rata dan pola penyakit, perencanaan pengadaan obat ini juga memperhatikan sisa stok obat. Dalam perencanaan obat ini, selain pengadaan obat juga dilakukan pemenuhan untuk alat kesehatan, bahan laboratorium, dan bahan obat gigi selama satu tahun untuk Puskesmas Kecamatan 11 Puskesmas Kelurahan yang dibawahinya.

Waktu dan jumlah perencanaan dilakukan dengan sangat teliti untuk menghindari terjadinya out of stock dan over stock. Waktu perencanaannya adalah satu tahun sebelum tahun yang akan dilakukan perencanan. Biasanya Puskesmas Jatinegara mulai melakukan perencanaan obat pada bulan Februari lalu dilakukan revisi-revisi dalam perjalanannya sebelum pada bulan November disahkan oleh kepala puskesmas untuk diteruskan ke BAPPEDA DKI Jakarta (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah). Jumlah dari tiap obat yang direncanakan

dihitung sebagai kebutuhan. Kebutuhan adalah persediaan ideal selama satu tahun dengan penghitungan pemakaian rata-rata per bulan tahun sebelumnya x 18 bulan (12 bulan kebutuhan, 3 bulan cadangan/buffer stok, dan 3 bulan lead time pengadaan).

Berdasarkan laporan perencanaan obat Puskesmas Kecamatan Jatinegara untuk tahun 2014, Puskesmas Kecamatan Jatinegara merencanakan pengadaan obat sebanyak 134 item obat dengan total anggaran Rp. 1.737.393.972 (satu milyar tujuh ratus tiga puluh tujuh juta tiga ratus sembilan puluh tiga ribu sembilan ratus tujuh puluh dua rupiah). Perencanaan obat tersebut didominasi oleh obat generik sebesar 87,77%. Sementara itu, untuk obat non generik hanya sebesar 12,23%. Proporsi yang besar untuk obat generik ini didasarkan pada keputusan menteri kesehatan NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang kewajiban penggunaan obat generik di sarana pelayanan kesehatan. Alasannya adalah obat generik telah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik, mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar pengobatan, serta digunakan untuk meningkatkan cakupan dan keseimbangan pelayanan kesehatan publik. Obat generik juga digunakan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi alokasi dana obat di sarana pelayanan kesehatan publik. Oleh karena itu, perencanaan obat yang dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Jatinegara dinilai baik dan memenuhi persyaratan. Data perencanaan obat tersebut terlampir pada Lampiran 7.

Gambar 4.3. Perbandingan persentase perencanaan obat generik dan non generik

tahun 2014 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur

12,23%

87,77%

Sementara itu, masih terdapatnya obat non generik yang direncakan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara disebabkan karena memang obat tersebut tidak tersedia sediaan generiknya seperti Vitazym® yang berisi enzim-enzim pencernaan dan produk multivitamin syrup untuk anak. Selain itu, juga dipengaruhi oleh pola peresepan dokter. Beberapa dokter lebih percaya dan lebih terbisa untuk meresepkan obat non generik dibandingkan generik karena dinilai lebih efektif selama dokter tersebut menjalankan prakteknya.

Prosedur perencanaan obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimulai dari pengumpulan data konsumsi rata-rata dan pola penyakit kemudian dianalisis dan dievaluasi. Dari data tersebut dihitung perkiraan kebutuhan obat lalu disesuaikan alokasi dananya. Daftar perencanaan obat yang disusun oleh Puskesmas Kecamatan Jatinegara selanjutnya diserahkan kepada BAPPEDA secara online. Jika disetujui BAPPEDA maka akan lanjut menuju tahap

e-budgeting atau e-catalogue untuk selanjutnya mendapatkan persetujuan dari

DPRD DKI Jakarta. Jika tidak, maka perlu dilakukan penyesuaian sesuai dengan Pagu (alokasi anggaran) yang disetujui oleh BAPPEDA terlebih dahulu.

Setelah proses perencanaan sudah matang, selanjutnya masuk ke dalam tahap pengadaan. Pengadaan ini dapat menggunakan sistem lelang dengan sumber dana berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk pengadaan obat dengan jumlah alokasi dana lebih dari dua ratus juta rupiah. Sementara itu, dapat juga menggunakan cara pembelian langsung menggunakan dana swadana Puskesmas untuk pengadaan obat yang kurang dari dua ratus juta rupiah.

Gambaran umum mengenai kegiatan lelang yang dilakukan oleh Puskesmas Jatinegara adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan pengumuman lelang melalui internet atau SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) serta papan pengumuman.

2. Rekaman yang berminat untuk mengikuti lelang tersebut mengunduh dokumen persyaratan sebagai syarat pengajuan untuk ikut lelang dan melengkapi segala persyaratan yang ditetapkan.

3. Rekaman kemudian mengirimkan berkas-berkas yang dipersyaratkan melalui SPSE.

4. Panitia mengunduh berkas penawaran dari rekaman yang masuk di SPSE untuk kemudian dilakukan penilaian dalam menentukan pemenang lelang. Penilaian yang dimaksud meliputi evaluasi administrasi, teknis dan harga. 5. Pemenang lelang membuat perjanjian untuk melaksanakan kerjasama

dengan panitia lelang.

6. Pemenang lelang melakukan tanggung jawabnya untuk melakukan pengadaan dan pengiriman obat ke gudang induk Puskesmas sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Setelah tahap pengadaan obat tersebut selesai, obat-obat tersebut selanjutnya di kirim ke gudang induk Puskesmas Kecamatan. Petugas gudang wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan meliputi kemasan, jenis obat, jenis sediaan obat dan jumlah obat yang dipesan. Tujuannya adalah untuk pemastian bahwa obat yang diterima adalah benar sesuai kontrak kerjasama. Jika tidak, pihak Puskesmas dapat mengajukan klaim untuk meminta ganti rugi.

4.2.2 PUSKESMAS Kecamatan Matraman

Puskesmas Kecamatan Matraman berdiri pada tahun 1968 di Lapangan Brombek sehingga dahulu dikenal dengan sebutan “Puskesmas Brombek”. Puskesmas Kecamatan Matraman yang terletak di Jl. Kebon Pala Raya No.29 ini membina 6 Puskesmas Kelurahan, yaitu Puskesmas Kelurahan Utan Kayu Utara, Puskesmas Kelurahan Utan Kayu Selatan I, Puskesmas Kelurahan Utan Kayu Selatan II, Puskesmas Kelurahan Kayu Manis, Puskesmas Kelurahan Pisangan Baru, dan Puskesmas Kelurahan Palmeriam.

4.2.2.1 Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)

Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas Kecamatan Matraman adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan Kartu Stok. LPLPO disusun oleh Apoteker Puskesmas Kecamatan Matraman, dimana data tersebut diperoleh dari Apotek Puskesmas Kecamatan Matraman dan seluruh Puskesmas Kelurahan yang ada di Kecamatan Matraman. LPLPO ini berisi data Stok Awal, Penerimaan, Persediaan, Pemakaian, Sisa Stok

dan keterangan tambahan. Setiap bulan secara rutin Apoteker Kecamatan Matraman mengirimkan data LPLPO ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur setelah mendapat persetujuan dari Kepala Puskesmas Kecamatan Matraman terlebih dahulu. Sistem pengiriman LPLPO dari Puskesmas Kecamatan Matraman kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan melalui email. Hasil rekapitulasi LPLPO dari Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dikirim kepada Dinas Kesehatan Provinsi setiap 3 bulan.

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 71-135)