• Tidak ada hasil yang ditemukan

RADIKULOPATI LUMBAL (LUMBAR RADICULOPATHY) (KODE ICD X : M54.1)

Sindrom Rotator Cuff M75.1

RADIKULOPATI LUMBAL (LUMBAR RADICULOPATHY) (KODE ICD X : M54.1)

1. Pengertian

Lumbar radiculopathy menunjuk kepada suatu proses patologis yang melibatkan radiks nervus lumbal sehingga menyebabkan gejala radikular ke ekstremitas bawah. Sebagian besar penyebab patologisnya merupakan kompresi langsung pada radiks nervus lumbal tanpa melihat etiologis dari kompresi seperti herniasi diskus, pecahan/patahan tulang, stenosis foramina, stenosis sentral, atau hipermobilitas dari segmen vertebra. Selain kompresi radikulopati lumbal juga dapat disebabkan oleh iritasi atau inflammasi dari radiks nervus lumbal.

Penyebab non skeletal dari radikulopati seperti Diabetes mellitus, infeksi (Herpes simplex virus, Mycobacterium, Epstein-Barr virus), inflamasi (Guillain-Barre syndrome, sarcoidosis, CIDP), lesi tumor atau keganasan (metastasis, Mieloma, intradural tumor), dan vaskular (AVM, infark radiks nervus).

Prevalensi dari radikulopati lumbal berkisar dari 2,2%% hingga 8% dengan insidensi sekitar 0,7% hingga 9,6%. 76,1% dari radikulopati lumbal melibatkan radiks nervus L5 dan S1.

Faktor risiko dari radikulopati lumbal seperti obesitas, laki-laki, merokok, riwayat nyeri lumbal, cemas dan depresi, pekerjaan yang membutuhkan posisi berdiri atau membungkuk lama, pekerjaan manual berat, mengangkat benda berat, dan terpapar getaran.

Pada pasien dengan usia di bawah 50 tahun, HNP merupakan penyebab paling umum dari radikulopati lumbal. Setelah melewati usia 50 tahun, radikulopati lumbal lebih sering disebabkan karena perubahan degereratif pada tulang belakang.

2. Anamnesis

Pasien dengan radikulopati lumbal sering mengalami nyeri menjalar yang tajam, tumpul, seperti ditusuk-tusuk, berdenyut, atau rasa terbakar. Nyeri yang dikarenakan oleh HNP meningkat saat membungkuk ke depan, duduk, batuk, atau stres yang berlebih pada diskus. Kebalikannya, nyeri yang timbul karena stenosis kanalis meningkat pada saat berjalan dan membaik saat membungkuk ke depan.

Selain nyeri, pasien juga mengalami parestesi pada dermatom yang terkena. Distribusi dari pernyebaran nyeri dan parestesi dapat menjadi indikasi untuk menentukan segmen mana saja yang terlibat.

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum biasanya ditemukan gangguan gerak dari ekstremitas karena nyeri atau adanya deformitas dari segmen tulang belakang yang terlihat atau teraba saat palpasi. Pada pemeriksaan neurologis

radikulopati lumbal dapat ditemukan kelainan berupa kelemahan ekstremitas (monoparese/paraparese), gangguan sensibilitas, penurunan reflek fisiologis yang sesuai dengan dermatom radiks nervus yang terganggu.

Pemeriksaan Lasegue sering dilakukan pada kasus curiga radikulopati lumbal. Jika nyeri radikular muncul ketika sudut kaki di bawah 60o dapat disimpulkan kemungkinan besar terdapat radikulopati.

4. Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang mendukung adalah adanya keluhan berupa nyeri khas radikular atau gangguan sensibilitas dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik neurologis yang mengindikasikan adanya iritasi radiks atau gangguan fungsi neurologis.

5. Diagnosis Banding

HNP : Nyeri punggung bawah disertai nyeri menjalar,

kesemutan, tersetrum.

Stenosis Spinal

lumbal

: Nyeri menjalar, kelemahan dan kebas di area distribusi nervus spinal yang terkena stenosis

Cauda equine syndrome

: Gangguan BAB dan BAK, saddle anaesthesia,

kelemahan ekstremitas (paraparese/plegi) Diabetic

amyotrophy

: Salah satu bentuk neuropati DM dengan karakteristik kelemahan diikuti pengecilan otot pelvifemoral baik unilateral atau bilateral dengan disertai nyeri

Lumbosacral plexopathy

: Gangguan pada plexus lumbosacral dengan nyeri terbakar/tajam di bagian paha diikuti kelemahan dan pengecilan otot betis, unilateral

Mononeuropati : Kelemahan pada otot yang diinervasi nervus yang

terkena dan diikuti dengan nyeri 6. Pemeriksaan Penunjang - MRI - CT Sken - ENMG - Ronsen Vertebra 7. Tatalaksana

- Konservatif : NSAID, trisiklik antidepresan, anti konvulsan, opioid

- Intervensi : tindakan bedah, injeksi epidural, pulse radiofrequency (PRF), adhesiolysis, spinal cord stimulation(SCS)

Algoritma Tatalaksana

Monitoring Pengobatan

Monitor perkembangan intensitas nyeri dan keluhan neurologis yang lain serta awasi tanda adanya efek samping atau komplikasi seperti infeksi.

Nyeri radikular lumbal   red flags  Tidak ada  Pengobatan konservatif telah  diberikan secara adekuat tanpa  hasil yang konklusif (VAS ≥4)  masalah subakut  Pemberian  transforaminal epidural  kortikosteroid  masalah kronik  Memastikan segmen yang  terkena dengan menggunakan  diagnostic block  Pertimbangkan pulsed  radiofrequency treatment di  dekat ganglion spinal (DRG)  Hasil tidak memuaskan  SCS  Pertimbangkan  adhesiolysis di senter  khusus 

8. Edukasi

• Memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga bahwa tingkat perbaikan dari gangguan radikulopati tergantung dari tingkat keparahan radikulopati tersebut dan seberapa cepat memulai penanganannya

• Keluarga ikut membantu memotivasi pasien untuk tetap semangat

menjalani pengobatan. 9. Prognosis

Ad vitam : bonam Ad Sanationam : dubia Ad Fungsionam : dubia

10.Kewenangan berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer

- Skrining diagnostik

- Terapi pendahuluan dan merujuk ke dokter spesialis saraf • PPK 2 (RS tipe B dan C) :

Talaksana medis dan intervensi invasif minimal sesuai dengan ketersediaan fasilitas

PPK 3 (RS tipe A) :

Talaksana medis komprehensif, intervensi invasif minimal, dan operatif 11. Kepustakaan

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer

2. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia, 2015

3. Van Boxem et al. 2010. Lumbosacral Radicular Pain. World Institute of Pain. 1530-7085/10

KELAINAN DISKUS INTERVERTEBRAL LUMBAL

(Lumbal Intervertebral Disc Disorder), KODE ICD M. 51.9

1. Pengertian

Kelainan diskus intervertebral lumbal atau lumbal intervertebral disc disorder adalah suatu bulging, protrusi, ekstrusi atau sekuestrasi dari diskus lumbal yang sering menyebabkan nyeri pinggang. Material dari diskus tersebut dapat berupa elemen dari nukleus pulposus, annulus fibrosis atau keduanya.

Gejala yang ditimbulkan dari penekanan diskus tersebut lebih sering pada bagian posterolateral diskus tetapi bagian tengah juga dapat terjadi. Herniasi dari diskus tidak secara langsung menyebabkan nyeri atau asimtomatik. Proses nyeri yang terjadi akibat kelainan diskus melibatkan proses secara biokimia dan mekanikal. 2. Anamnesis

Perjalanan penyakit akibat kelainan diskus intervertebral lumbal tersebut sangat bervariasi, tetapi pasien dengan kondisi tersebut memiliki waktu penyembuhan lebih lambat dibandingkan dengan kondisi nyeri punggung bawah yang tidak spesifik. Pada sebuah studi dikatakan bahwa pasien dengan kondisi ini tidak memerlukan operasi segera, 87% diantaranya hanya mendapatkan obat analgesik oral dan nyeri berkurang dalam 3 bulan terakhir.

Kondisi klinis yang sering dikeluhkan oleh sebagian besar penderita adalah nyeri pada punggung, kemudian dapat diikuti dengan parastesia pada penjalaran saraf skiatika yang nyerinya dirasakan sampai dibawah lutut. Oleh karena itu gejala sensorik yang dirasakan tipikal sesuai dermatom terhadap distrubusi saraf yang terkena. Kadang nyeri tersebut mengalami peningkatan intensitas pada saat batuk, bersin dan ketegangan.

Kondisi yang dapat terjadi walaupun jarang ketika terjadinya penekanan diskus pada kauda equina yang menyebabkan gangguan satu sisi atau kedua penjalaran saraf skiatika, kelemahan anggota gerak dan inkontinensia atau retensi urin.

3. Pemeriksaan Fisik

Setelah didapatkan data dari anamnesa, pemeriksaan fisik yang dilakukan memiliki akurasi sedang dalam menegakan diagnosis. Tes Laseque atau straight leg raising test untuk melihat kompresi radiks saraf secara luas digunakan. Dikatakan tes tersebut positif apabila timbul nyeri akibat iritasi skiatika pada sudut antara 30-70 derajat. Ipsilateral tes laseque adalah sensitif tetapi tidak spesifik, sedangkan positif kontralateral tes laseque memiliki hasil spesifik tetapi tidak sensitif.

Pada sebuah data studi operasi saraf skiatika, didapatkan 95% kelainan diskus terdapat antara saraf L4-L5 atau L5-S1 sehingga pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat difokuskan pada penjalaran saraf L5 dan S1. Temuan pemeriksaan yang didapatkan seperti adanya kelemahan motorik, terdapat atrofi otot atau penurunan refleks.

4. Kriteria diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Perjalanan penyakit yang didapatkan dari anamnesis biasanya sudah cukup untuk mengarahkan terhadap diagnosis diatas. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) diperlukan jika kondisi pasien tidak mengalami perbaikan dalam 4 sampai 6 minggu dengan pengobatan konservatif, adanya defisit yang progresif dan berat atau menyingkirkan kemungkinan lain seperti infeksi atau tumor.

5. Diagnosis Banding

Lumbar spinal stenosis Lumbosacral strain Myofascial syndrome

Spondylolysis, spondylolisthesis

6. Pemeriksaan Penunjang

Foto ronsen polos tidak dapat menunjukkan adanya kelainan diskus, tetapi membantu menyingkirkan adanya tumor, fraktur infeksi dan spondilolistesis. Sebagian besar guideline menyarankan foto ronsen polos lumbal hanya pada pasien dengan risiko tinggi penyakit sistemik seperti riwayat tumor atau pasien dengan menggunakan obat glukokortikoid.

Penggunaan CT dan MRI dapat mengukung diagnosis kelainan diskus. Tidak disarankan penggunaan rutin CT dan MRI pada pasien dengan nyeri punggung bawah. Adanya bulging diskus sebesar 60% ditemukan pada asimtomatik pasien dan didapatkan protrusi diskus 36% pada usia diatas 50 tahun.

Pemeriksaan electromyography biasanya tidak perlu dilakukan, walaupun

pemeriksaan ini dapat membantu penegakan diagnosis pada pasien yang ambigus atau tidak jelas gejala dan temuan pemeriksaan CT atau MRI.

7. Tatalaksana

Pencegahan :

• Posisi duduk yang baik

• Memperbaiki posisi tubuh saat mengangkat barang

• Tidur di alas yang datar

Algoritma Tatalaksana Kelainan diskus Intervertebral Lumbal

       

       

       

       

       

                     

     

     

     

           

     

     

         

 

 

 

Obat‐obatan : 

 

Obat  Rentang 

mg/hari 

Dosis  Frekuensi  Keterangan 

Analgesik

         

Ibuprofen

 

Dewasa: 200-400 mg, dosis maksimal 2400 mg/hari   Dewasa: maksimal 4000 mg/hari

 

3-4 kali sehari

 

Ibu hamil dan menyusui tidak dianjurkan. Hati-hati untuk usia > 65 tahun. 

Parasetamol

 

3-4 kali sehari

 

Aman untuk ibu hamil dan menyusui Hati-hati pada pasien gangguan fungsi hati 

         

 

 

Nyeri pada punggung bawah atau daerah pantat yang dapat menjalar  hingga bagian bawah lutut, secara unilateral atau bilateral. Nyeri  diperberat dengan aktivitas, perubahan posisi, batuk dan bersin  Pemeriksaan Fisik :  • Tes Laseque positif  • Tes Kontra Laseque Positif  • Atrofi otot  • Penurunan refleks fisiologis  Susp. Kelainan diskus  intervertebral lumbal   Terapi Farmakologis  (selama 3‐6 minggu)  Terdapat defisit  neurologis gejala  progresif  Membaik