• Tidak ada hasil yang ditemukan

BALAI BENIH IKAN SENTRA (BBIS) PURBOLINGGO

DAFTAR TABEL

2.3 Rancangan Penelitian .1 Persiapan Penelitian

3 4 5 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Induk Ikan Mas betina

Induk ikan mas jantan

Formalin

Media TSA (trypcase soy agar)

Media TSB (tryptone soya borth)

Aquades

Larutan PBS (phosphate buffer saline)

Isolat Aeromonas salmonicida

Minyak cengkeh

Artemia sp Pellet Tissue Karet

Plastik tahan panas Kertas buram PBSTween

** bobot induk 1100gr, panjang tubuh ±30cm berumur ±18 bulan

** bobot induk 1000gr, panjang tubuh ±22cm berumur ±18 bulan)

15% Merck Merck - - * Sumber herbal INT

- 7.8.2 Passeo - Plastic 20cm x 15cm - 0,13 ml tween dalam 250 PBS 12 ekor 12 ekor 1 liter 10 cawan 10 tabung 7 liter 2 liter 1 isolat - 40 gram 25 kg 3 gulung 200 gram 1 pak 1 pak (60 lembar) 20 ml

* Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Lampung ** Balai Benih Ikan Sentra (BBIS) Purbolinggo

2.3 Rancangan Penelitian 2.3.1 Persiapan Penelitian a. Persiapan Alat dan Bahan

Peralatan laboratorium yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, microtube, aquades, yang telah disterilisasi dengan cara disusun rapi di dalam autoklaf dan disterilisasi pada suhu 121 ºC selama 15 menit. Persiapan alat dan bahan lainnya berupa persiapan wadah pemeliharaan induk dan larva. Wadah pemeliharaan induk betina berupa kolam dengan ukuran 1x1 m sebanyak 12 kolam (4 perlakuan dan 3 ulangan). Proses persiapan wadah terdiri dari pengeringan kolam, pemasangan hapa dan pengisian air ± 60 cm. Wadah pemeliharaan larva yang baru menetas berupa akuarium berukuran 80x40x60 cm. Proses persiapan wadah terdiri dari pencucian akuarium, pengeringan, dan pengisian air setinggi ¾ dari total tinggi akuarium. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13.

8 b. Persiapan Induk

Induk yang digunakan adalah indukan ikan mas, sebanyak 12 pasang. Ciri-ciri induk yang digunakan sesuai dengan (Suseno, 1996) untuk induk betina yang digunakan adalah indukan yang sudah tahap matang gonad oosit primer ditandai dengan perutnya akan mengeluarkan cairan kuning seperti feses saat diurut. Indukan betina memiliki bobot ± 1100 g, panjang tubuh ± 30 cm, dan berumur ± 18 bulan. Induk jantan yang digunakan adalah indukan yang sudah matang gonad, diitandai dengan sudah keluarnya sperma pada saat perut diurut. Induk jantan yang dipakai yaitu memiliki bobot ± 1000 g, dan panjang badan ± 22 cm dan berumur ± 18 bulan.

c. Persiapan Media Kultur dan Vaksin

Media kultur bakteri yang digunakan dalam penelitian ini yaitu media TSA (Trycase soy agar) dan media TSB (Tryptone soya borth)

.

Media ditimbang sesuai takaran pada kemasan lalu dimasukan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan aquades ke dalam erlenmeyer. Kemudian dihomogenisasi menggunakan hot stirrer plate. Media yang telah homogen disterilisasi di dalam autoklaf suhu 121 ºC selama 15 menit. Media TSB dituang ke dalam tabung reaksi sebelum sterilisasi, sedangkan media TSA dituangkan ke dalam cawan petri setelah sterilisasi. Proses penuangan dilakukan secara aseptis. Media disimpan dalam refrigerator atau inkubator sampai saat digunakan.

Metode pembuatan vaksin inaktif whole cell A. salmonicida mengacu pada Setyawan et al., (2012) menggunakan isolat murni A. salmonicida yang diinaktif dengan formalin 1,5 %. Bakteri yang inaktif selanjutnya diuji Viabilitas untuk mengetahui kelayakan vaksin, dengan mengkultur kembali bakteri inaktif pada media TSA. Vaksin dikatakan layak ditandai dengan tidak adanya bakteri yang tumbuh saat dikultur pada media TSA. Langkah-langkah pembuatan vaksin secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.

9 2.3.2 Pelaksanaan Penelitian

a. Vaksinasi Induk

Induk dianestesi menggunakan minyak cengkeh (0,3 ml/l) sebelum vaksin diberikan (Hadie et al., 2010). Indukan divaksinasi dengan cara disuntik dibagian

Intra muscullar (IM) (Anderson, 1974) menggunakan vaksin inaktif whole cell A. salmonicida dengan kepadatan 107 CFU/ml (Setyawan et al., 2012). Pemberian vaksin diberikan sebanyak 2 kali, vaksinasi pertama dilakukan untuk membantu limfosit B dalam mengenal antigen (Tatang, 2014), dan pemberian vaksin yang kedua sebagai booster untuk meningkatkan limfosit B dalam pengenalaan terhadap antigen (Kamiso, 1999; Nur et al., 2004). Indukan yang divaksinasi diberi makan dengan FR 2%, untuk menekan perkembangan gonad (Bachtiar, 2002) (Lampiran 3).

b. Pemijahan dan Penetasan Telur

Indukan jantan dan betina diletakan ke dalam satu kolam yang telah berisi kakaban. Indukan tidak diberi makan selama pemijahan. Indukan dibiarkan sampai telur yang dibuahi menempel pada subtrat. Proses pemijahan berlangsung selama satu malam setelah indukan disatukan.

Telur yang berada pada subtrat dipindah ke wadah pemeliharaan larva. Penetasan telur mengacu pada Susanto (2007). Pakan yang diberikan yaitu berupa pakan alami Artemia sp., Daphnia sp, dan cacing sutra secara adlibitum.

c. Pengukuran Titer Antibodi

Pengukuran titer antibodi terdiri dari 2 pengukuran, yaitu titer antibodi pada indukan dan juga pada larva. Persiapan serum merupakan langkah awal dari proses pengukuran titer antibodi. Serum induk disiapkan dengan cara, indukan dianestesi menggunakan minyak cengkeh 0,3 ml/l. Darah diambil dengan menggunakan spuit 1 ml 26G pada vena caudal tidak terlalu dalam dengan sudut kemiringan ± 45º. Darah disentrifuge dengan 3500 rpm (selama 15 menit). Lapisan ke-2 diambil sebagai serum (Wintoko et al., 2012).

Serum larva disiapkan dengan larva berumur 10 hari pasca penetasan diambil masing-masing 30 ekor/perlakuan. Larva dicuci dengan akuades secara terpisah, dan dikeringkan dengan kertas saring. Larva dihomogenkan (dilarutkan) dalam

10 larutan PBStween (0,13 ml Tween dalam 250 PBS) dengan cara digerus dengan perbandingan 1:4 (v/v). Hasil gerusan disentrifuge 6000 rpm selama 15 menit. Hasil sentrifuge menghasilkan 3 lapisan ; lemak, koloid+PBS, pellet (jaringan ikan). Supernatan pada lapisan ke-2 (Koloid+PBS) diambil sebagai serum (Roberson, 1990; Nur et al., 2004). Proses titer antibodi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

d. Uji Tantang

Larva diuji tantang pada umur 5 hari pasca penetasan dan umur 13 hari pasca penetesan. Metode yang digunakan dalam uji tantang ini adalah dengan perendaman. Bakteri aktif A. salmonicida disiapkan pada wadah uji dengan kepadatan 107 CFU/ml. Larva diambil 10% dari total populasi larva pada akuarium penetasan, dan dipindah kan ke wadah uji untuk diuji tantang. Larva direndam selama 30 menit. Larva dikembalikan lagi ke akuarium dan dipelihara selama 7 hari. Kegiatan dilakukan selama pemeliharan pasca uji tantang adalah menghitung SR dan RPS nya selain itu diamati perubahan abnormal yang terjadi. Proses uji tantang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.

2.3.3 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan pemberian dosis vaksin yang berbeda (3 perlakuan dengan vaksinasi dan 1 perlakuan sebagai kontrol). Pada setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, dengan kepadatan vaksin 107 CFU/ml. Penelitian ini memodifikasi, Nur et al., (2004); Nur et al., (2006); Hadie et al., (2010), sebagai berikut :

1. Perlakuan A : Kontrol (tanpa pemberian vaksin pada induk betina ikan mas).

2. Perlakuan B : Pemberian vaksin induk betina ikan mas dengan dosis 0,3 ml/kg ikan.

3. Perlakuan C : Pemberian vaksin induk betina ikan mas dengan dosis 0,4 ml/kg ikan.

11 4. Perlakuan D : Pemberian vaksin induk betina ikan mas dengan dosis 0,5

ml/kg ikan.

Model Rancangan Acak Lengkap dengan uji ANOVA yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = μ + τi + ɛij

Keterangan:

i : Perlakuan A, B, C, dan D j : Ulangan 1, 2, 3

Yij : Nilai pengamatan dari pengaruh pemberian dosis vaksinasi induk ikan mas yang berbeda ke-i terhadap SR dan RPS pada larva ikan mas kelompok ke-j µ : Nilai Tengah umum

i : Pengaruh pemberian dosis vaksinasi induk ikan mas ke-i terhadap SR dan RPS larva

ɛij : Pengaruh acak dari galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Tata letak rancangan penelitian disusun secara acak dengan semua perlakuan mendapatkan peluang yang sama. Wadah pemeliharaan indukan disusun secara acak di dalam kolam besar disekat dengan happa (Gambar 2), dan wadah pemeliharaan larva menggunakan akuarium disusun seperti pada Gambar 3.

Gambar 2. Tata Letak Kolam Pemeliharaan Induk B2 A3 C2 D1 C3 A2 B3 B1 D3 C1 D2 A1

12

Gambar 3. Tata Letak Pemeliharaan Larva Keterangan : “A, B, C, D (Perlakuan)” “1,2,3 (Ulangan)”

2.3.4 Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini terdiri dari parameter utama dan pendukung. Parameter utama terdiri dari dua parameter yaitu uji titer antibodi dan uji tantang. Sedangkan parameter pendukungnya adalah kualitas air.

Parameter uji titer antibodi dilihat berdasarkan ada tidaknya reaksi aglutinasi, yang ditandai dengan menyebarnya titik didasar sumuran, diberi keterangan (+), sedangkan apabila tidak ada aglutinasi ditandai dengan berpusatnya titik di dasar sumuran, diberi keterangan (-) (Hadie et al., 2010) .

Parameter uji tantang, dilihat berdasarkan tingkat kelangsungan hidup (SR) dan tingkat kelangsungan hidup (RPS). Dihitung menggunakan rumus menurut Effendi et al., (2006):

a. SR =

Nt = Jumlah ikan yang hidup pada awal pengujian. N0 = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengujian.

b. RPS =

Mv = Mortalitas larva denganperlakuan (%)

Mc = Mortalitas larva tanpa perlakuan (kontrol) (%)

Parameter uji tantang yang lain adalah gejala klinis yang disebabkan akbibat uji tantang. Hal ini dilakukan agar memastikan larva yang mati benar disebabkan oleh bakteri A. salmonicida.

Hasil yang baik menunjukan jika, nilai tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan rata-rata yang berkisar 73,50 - 86,60 % (Gudkovs, 1988), sedangkan untuk RPS > 60% (Nur et al., 2004). BI A2 A3 C2 CI D3 D1 B2 AI B3 D2 C3

13 Pengukuran pendukung berupa kualitas air yang diukur yaitu, suhu, pH, dan DO. Kualitas air yang baik untuk pemeliharaan induk dan larva ditandai dengan nilai baku mutu, suhu (25 – 30 ºC) (Suseno, 1996), pH (6,5 - 9) (Afriyanto et al.,

1992), dan DO (>3 ppm) (Cholik et al., 1986). 2.3.5 Analisis Data

Data hasil uji titer antibodi dan uji tantang, dianalisis secara statistik. Analisis data untuk uji titer antibodi menggunakan uji dua perbandingan (uji t). Analisis data untuk SR dan RPS menggunakan ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%. Transformasi data menggunakan arcsin √ (Mattjik & Made, 2000), pengujian normalitas data menggunakan metode lilifore, dan homogenitas menggunakan Bartlet, untuk uji lanjut menggunakan BNT (Beda Nyata Terkecil) (Nazir, 2005).

24 IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah, pemberian vaksin inaktif A. salmonicida pada indukan dengan dosis yang berbeda, berpengaruh terhadap titer antibodi induk maupun larva, dengan hasil terbaik secara kualitatif ditunjukan oleh dosis vaksin induk 0,3 ml/kg ikan pada indukan, dan pemberian vaksin induk 0,4 ml/kg ikan terhadap titer antibodi larva sedangkan pemberian vaksin induk 0,5 ml/kg ikan tidak memberikan pengaruh terhadap titer antibodi induk dan larva.

Pemberian vaksin inaktif A. salmonicida pada indukan dengan dosis yang berbeda, berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup larva dengan hasil tertinggi diperoleh dari larva hasil induk yang divaksinasi dengan dosis 0,4 ml/kg ikan dengan SR 96,11% dan RPS 81,25%.

Dengan ini pemberian vaksin yang efektif pada indukan ikan mas, dapat diberikan dengan kisaran dosis vaksin 0,3 – 0,4 ml/kg ikan.

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana kerja antibodi terbentuk saat vaksin masuk ke dalam tubuh induk maupun larva untuk melihat respon imun spesifik secara keseluruhan.

25 DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto, E. & E. Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan penyakit.

Yogyakarta: Kanisius.

Alifuddin, M. 2002. Imunostimulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur Indonesia , 1(2): 87-92.

Anderson, D. P. 1974. Immunology of Fish Disease: Disease of Fish. Sniesko JF, Axelrod HR (eds) Book 4. New York: TFH publ. Neptune.

Astuti, S. P. 2015. Aplikasi Vaksin. Balai Pengembangan Teknologi Perikanan dan Kelautan. Jakarta: Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan. Austin, A. & D. A. Austin. 2007. Bacterial Fish pathogen, Disease of Farm and

Wild Fish Fourt Edition. UK: Spinger-Praxis Publising.

Bachtiar, Y. 2002. Pembesaran Ikan di dalam Kolam Pekarangan. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Bernoth, M. E, A. E. Ellis, P. J. Midtlyn., O. Giller, & P, Smith. 1997.

Furunculosis Mutidisciplinary Fish Disease Research. San Diego: Academic Press.

Bly, J. E, A. S. Grimm, & I. G. Morris. 1986. Transfer of Passive Immunity from Mother to Young in A Teleost Fish: Haemagglutinating Activity in the Serum and Eggs of Plaice, Pleuronectes platessa L. Comparative Biochemistry and Physiology Part A (84): 309-313.

Buller, N. B. 2004. Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals: A paractical Identification Manual. Western Australia: CABI Publishing.

Cahyono, B. 2000. Budidaya Air Tawar. Yogyakarta: Kanisius.

Castro, R, D. Bernard, M. P. Lefranc, A. Six, A. Benmansour, P. Boudinot. 2011. T Cell Diversity in Teleost Fish. Fish & Sellfish Immunology, (31): 644-654. Cholik, F, Artanty, & Arifudin. 1986. Pengelolahan Kualitas Air Kolam. Jakarta:

Direktorat Jendral Perikanan.

Davis, K. L, N. Hiramatsu, K. Hiramatsu, B. J. Reading, T. Matsubara, & A. Hara, 2007. Induction of Three Vitellogenins by 17Beta-Estradiol with Concurrent Inhibition of the Growth Hormone-Insulin-Like Growth Factor

26 1 Axis in a Euryhaline Teleost, the Tilapia (Oroechomis mossambicus).

Biology of Reproduction (77): 614-625.

Effendi, I, N. J. Bugri, Wirdani. 2006. Pengaruh pada Penebaran terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami Osphronemus guramy Ukuran 2 cm. Jurnal Akuakultur Indonesia, 5 (2): 127-135.

Fujaya, Y. 1999. Bahan Pengajaran Fisiologis Ikan. Ujung Pandang: Universitas Hasanudin.

Ghenghesh, S. K., F. Ahmed, A. El- Khalek, A. Al - Gendy, & J. Klena. 2008. Aeromonas - Associated Infections in Developing Countries. J. Infect Developing Countries , 81-98.

Gudkovs, N. 1988. Fish Immunology. Fish Disease Veterinarians , 531-544. Hadie, W., L. M. Angela, Sularto, & T. Evi. 2010. Imunitas Maternal Terhadap

Aeromonas hidrophila: Pengaruhnya Terhadap Fekunditas dan Daya Tetas Ikan Patin Siam (Pangasionodon hypothalamus). Jurnal Ris. Akuakultur , 5 (2): 229-235.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Kamiso. 1999. Vaksinasi Induk Untuk Meningkatkan Bibit Lele Dumbo (Clarias

garepinus) Terhadap Serangan Aeromonas hydrophila. Jakarta: P4M Dirjen Dikti.

Matjjik, A. A, M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press. Mor, A, & R. R. Avtalion. 1990. Transfer of Antibody Activity from Immunized

Mother to Embryo in Tilapias. Journal Fish Biology (37): 249-255. Nakanishi, T, S. Yasuhiro, M. Yuta. 2015. T Cell in Fish. Biology, (4): 640-663. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia indonesia.

Nur, Sukenda, & D. Dana. 2004. Ketahanan Benih Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus Linn) dari Hasil Induk yang Diberi Vaksin Terhadap Infeksi Buatan Streptococus iniae. Jurnal Akuakultur Indonesia , 3(1): 37-43. Nur, I. 2006. Respon Humoral Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linne) yang

Divakasinasi dengan Konsentrasi Bakterin Aeromonas hydrophila yang Berbeda. WARTA-WIPTEK , 14(2): 60-66.

27 Nur, I, Halipa, & Yusnaini. 2006. Peningkatan Imunitas Benih Ikan Nila

(Oreochromis niloticus) Melalui Vaksinasi Induk. Warta-wiptek , 14(2): 60-66.

Olga, K. R. Rini, J. Akbar, A. Isnansetyo, & L. Sembiring. 2007. Protein

Aeromonas hydrophila Sebagai Vaksin untuk Pengendalian MAS (Motile Aeromonas Septicemia) pada Jambal Siam (Pangasius hypophthalamus).

Jurnal Perikanan , 9(1): 17-25.

Pasaribu, F. H., N. Dalimunthe. & M. Poeloengan. 1990. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Bercak Merah. Bogor: Balai Penelitian Perikanan Air Tawar.

Roberson, B. S. 1990. Bacterial Aglutination, In: Techniques in Fish Immunology 1st Ed. New York: SOS Publication, Fair Haven.

Sigel, M. M, J. C. Lee, E. C. McKinney, D. M. Lopez. 1978. Cellular Immunity in fish as Measured by Lympocyte Stimulation. Marine Fisheries Review. Miami: University of Miami School of Medicine

Setyawan, A., S. Hudaidah, Z. Z. Ranopati, & Sumino. 2012. Imunogenesitas Vaksin Inaktif Wholecell Aeromonas salmonicida pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Aquasains , 1: 17-21.

Soeripto. 2002. Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui Vaksinasi. Jurnal Litbang Pertanian , 48-55.

Supriyadi, H. 2011. Sistem Pertahanan Tubuh pada Ikan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Jakarta: Laboratorium Penyakit Ikan Pasar Minggu. Susanto. 2007. Pembenihan Ikan Mas. Yogyakarta: Kanisius.

Suseno, D. 1996. Pengelolahan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tang, U. M. & R. Affandi. 2000. Biologi Reproduksi Ikan. Riau: UNRI PRESS. Tatang. 2014. Modul Praktek Vaksinasi Pada Ikan. Jakarta: Loka pemeriksaan

penyakit ikan dan lingkungan.

Wintoko, F., A. Setyawan, S. Hudaidah, & M. Ali. 2012. Imunogenitas Heat Killed Vaksin Inaktif Aeromonas hydrophila pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). e-Jurnal Rekayasa Dan Teknologi Budidaya Perairan , 2(1): 205-210

Dokumen terkait