• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan pendekatan diskursif, serta teori Pierre Bourdieu tentang strukturasi kekuasaan dan doksa. Hasil dari penelitian ini menjabarkan analisis di bawah ini.

Pada bagian awal analisis dimulai dengan pemaparan kelas dalam drama yang memposisikan peran tokoh. Kelas dibagi menjadi tiga, yaitu kelas dominan, kelas borjuasi kecil, dan kelas populer.

Kelas dominan menghasilkan penjelasan mengenai dominasi tokoh B dan C pada babak I yang memperdebatkan arah menuju surga untuk menunjukkan keberadaan mereka di persimpangan.

Tokoh B dan C yang awalnya bersama-sama menuju ke surga menjadi bingung dan memiliki pendapat yang berbeda mengenai arah ke surga. Perdebatan mereka memicu perselisihan sehingga keduanya terpisah menuju arah yang berbeda. Tampak bahwa tokoh B dan C sangat mendominasi pada babak I, sedangkan tokoh A hanya sebagai stimulan yang membuat tokoh B dan C berbeda pendapat.

Dominasi tokoh A mulai muncul pada babak II yang mencerca olokan tokoh-tokoh lain. Tokoh A mencoba mendominasi keberadaannya dengan cara menjelaskan bahwa setiap orang yang ada di persimpangan itu mengalami kebingungan dan tidak ada kebenaran yang benar. Dari ungkapannya tersebut,

tokoh A berhasil membuat tokoh lain kebingungan sehingga akhirnya menentukan menuju surga sesuai yang mereka percayai.

Pada kelas borjuasi kecil dijabarkan mengenai peran tokoh D dalam persimpangan. Tokoh D sebagai pemimpin gerombolan merasa terusik dengan kehadiran tokoh A. Maka tokoh D di persimpangan itu mencoba menjatuhkan tokoh A, ia berusaha membuat tokoh A seperti orang bingung yang tidak memiliki kepercayaan dan keyakinan. Tampak bahwa tokoh D seperti seseorang yang berada di posisi menengah dan ingin menaiki tangga sosial dengan cara menjatuhkan tokoh A.

Kelas populer menghasilkan penjabaran bahwa tokoh selain tokoh A dan D pada babak II adalah tokoh-tokoh yang tidak terlalu dominan dan mengikuti alur perdebatan, tetapi perannya penting dalam persimpangan tersebut. Tokoh-tokoh yang tidak dominan ini juga merupakan bagian dari gerombolan yang dipimpin oleh tokoh D yang awalnya mengikuti arahan tokoh D.

Bagian kedua adalah habitus yang menjabarkan mengenai habitus yang dilakukan oleh tokoh A. Ia selalu membuat bingung setiap orang yang hadir di persimpangan itu. Kebingungan yang dialami tokoh A diutarakannya sehingga membuat tokoh lain terhasut dan merasa bingung dengan arah menuju ke surga.

Habitus yang dilakukan tokoh A pada babak I dan II selalu berhasil membuat tokoh lain terpecah dan menuju ke arah surga masing-masing.

Analisis ketiga merupakan modal yang menjabarkan ungkapan-ungkapan tiap tokoh sehingga memiliki makna di balik ungkapan tersebut. Modal dibagi menjadi tiga yaitu modal sosial, modal budaya, dan modal simbolik.

Pada modal sosial lebih menekankan pada tokoh A yang menyambut tokoh-tokoh lain di babak II. Tokoh A seakan-akan mengerti kemana arah dan tujuan gerombolan itu sehingga muncul modal sosial di sana. Bukan sebagai acuan bahwa tokoh A telah mengenal gerombolan itu, tetapi lebih kepada peran dan apa yang akan dilakukan oleh gerombolan itu di persimpangan.

Modal budaya menghasilkan peran utama tokoh A yang kerap membuat orang-orang yang melintasi persimpangan menjadi bingung. Hal yang dilakukan oleh tokoh A juga berasal dari kebingungannya. Hingga tokoh A berhasil membuyarkan arah tujuan setiap orang karna kebiasaannya tersebut.

Modal simbolik yang terlihat adalah fungsi dari papan persimpangan. Pada babak I, tokoh B dan C merasa bahwa papan persimpangan itu adalah arah tujuan yang tepat hingga tokoh A menjatuhkannya seperti papan itu tidak bermakna.

Simbol yang muncul dari papan itu menunjukkan bahwa setiap orang melintasi persimpangan itu membutuhkan acuan untuk memperoleh jalan kebenaran.

Analisis keempat merupakan arena. Arena dalam naskah ini lebih mengutamakan penjabaran dari penulis naskah. Sebab tidak ada keterangan yang jelas dalam dialog untuk menyatakan sebuah arena, seluruh rangkaian drama ditunjukkan dalam keterangan penulis yang menyatakan bahwa latar cerita merupakan dunia surealis.

Pembahasan kelima masuk pada Bab III yang diawali dengan penjabaran mengenai doksa. Doksa yang terjadi adalah bentuk kepercayaan tokoh A, B, dan C pada babak I akan kehadiran papan persimpangan sebagai arah untuk menuju ke surga. Tokoh B dan C menganggap bahwa papan persimpangan tersebut memiliki

peran untuk mengatur arah menuju surga. Pembahasan selanjutnya masuk pada sub bab kebenaran dan kepercayaan. Kebenaran yang diperoleh adalah kebenaran yang dianut oleh tokoh B, dan C. Kebenaran yang dianut tokoh B dan C pada babak I memiliki kekuatannya masing-masing. Mereka merasa bahwa setiap kebenaran yang mereka anut adalah benar.

Pembahasan selanjutnya adalah keyakinan. Pada babak I terlihat bahwa tokoh B dan C memiliki keyakinan yang kuat untuk menuju surga. Keyakinan yang mereka anut berasal dari papan persimpangan yang mereka anggap benar.

Seakan-akan setiap orang di persimpangan itu harus yakin terhadap papan persimpangan.

Kemudian pada pembahasan orthodoksa menjabarkan bentuk dukungan tokoh B, C, dan D terhadap papan persimpangan. Tokoh yang paling menonjol tersebut meyakini kebenaran dari papan persimpangan karena merasa bahwa papan tersebut sudah lama berada di persimpangan. Tokoh B, C, dan D juga menganggap bahwa papan persimpangan itu sebagai satu-satunya pedoman bagi setiap orang yang ingin menuju ke surga. Peran papan persimpangan sebagai doksa, didukung dengan hadirnya tokoh-tokoh tersebut yang sejak awal mempercayai kebenaran papan persimpangan.

Pembahasan terakhir mengenai heterodoksa menjabarkan tokoh yang tidak mempercayai papan persimpangan yaitu tokoh A. Tokoh A adalah satu-satunya tokoh yang mempertanyakan kebenaran papan persimpangan. Ia merasa bahwa papan persimpangan itu rapuh dan tidak bisa dipercayai lagi kebenarannya.

Kebingungan yang dihadapi tokoh A juga membuatnya tidak bisa menentukan

arah menuju ke surga, ia merasa semua jalan itu benar dan mungkin juga tidak benar. Bahkan pada setiap babak, tokoh A selalu mempertanyakan kebenaran yang dianut oleh tokoh lain. Tokoh dapat dikatakan sebagai tokoh yang menolak hadirnya papan persimpangan dan tidak meyakini kebenaran papan persimpangan.

Dokumen terkait