• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KAJIAN

E. Rangkuman

Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi. Akan tetapi, bunyi yang dipelajari dalam Fonologi bukan bunyi sembarang bunyi, melainkan bunyi bahasa yang dapat membedakan arti dalam bahasa lisan ataupun tulis yang digunakan oleh manusia. Bunyi yang dipelajari dalam fonologi kita sebut dengan istilah fonem.

Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Secaraumumstudifonetik dibagi menjadi tiga bagian yaitu: fonetik akustik, fonetik auditoris, fonetik organis atau artikulatoris.

Dalam kajian fonetik ,bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi 3 yaitu bunyi vokoid (bunyi vokal), bunyi kontoid (bunyi konsonan), dan bunyi semi vokoid.

Vokoid ialah bunyi-bunyi bahasa yang terjadi karena

77

mengalami rintangan atau hambatan. Kontoid adalah bunyi yang bunyi yang dihasilkan dengan mempergunakan artikulasi pada salah satu bagian alat bicara. Semivokoid atau semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya diawali secara vokoid (vokal) lalu diakhiri dengan kontoid (konsonan).

Fonemik sendiri adalah ilmu yang mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Pada dasarnya, setiap kata atau kalimat yang diucapkan manusia itu berupa runtutan bunyi bahasa. Pengubahan suatu bunyi dalam deretan itu dapat mengakibatkan perubahan makna. Perubahan makna yang dimaksud bisa berganti makna atau kehilangan makna. Secara umum fonem dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis antara lain vokal, diftong, konsonan, dan gugus konsonan.

Perubahan fonem itu dibagi menjadi (1) akibat adanya koartikulasi; (2) akibat pengaruh bunyi yang mendahului atau membelakangi; (3) akibat distribusi; dan (4) akibat lainnya.

F. Pustaka

Chaer, Abdul. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta Rineka Cipta.

78

Marsono.1999. Fonetik. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Muslich, Masnur. 2012. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

G. Tes Formatif

1. Apa konsep perbedaan fonetik dan fonemik? 2. Jelaskan jalur fonetik artikulatorik gambar di

79

3. Jelaskan perbedaan vokoid, kontoid dan semivokoid?

4. Berikan contoh kata-kata yang mengalami perubahan fonem akibat adanya pengaruh bunyi? 5. Berikan contoh-contoh proses hilangnya fonem ?

BAB IV

KAJIAN MORFOLOGI

A. Deskripsi

Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari secara mendasar tentang salah satu kajian linguistik yang berkaitan dengan bentuk kata yaitu tentang morfologi. Dalam materi ini dibahas tentang pengertian dan ruang lingkup morlologi, pengenalan morfem, wujud dan jenis morfem. Selain itu, mahasiswa juga diberikan

80

pengetahuan tentang proses morfofonemis, jenis afiksasi, proses pembentukan kata, pemajemukan, dan reduplikasi. Untuk memberikan pengayaan yang mendalam mahasiswa diminta membahas berbagai persoalan yang berkaitan dengan proses morfonemis, pembentukan kata, proses pemajemukan, dan reduplikasi.

B. Relevansi

Materi ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa, karena merupakan langkah selanjutnya untuk mempelajari linguistik secara keseluruhan. Mahasiswa telah dibekali dengan ilmu fonologi, maka pembelajaran selanjutnya adalah morflogi. Dengan memahami morfologi secara mendalam dan menyeluruh , mahasiswa memiliki potensi untuk membahas berbagai persoalan kebahasaan yang timbul pada aspek morfologi, baik yang bersifat morfonemik, pembentukan kata, proses pemajemukan dan reduplikasi. Selain itu, mahasiswa memiliki kemampuan untuk menganalisis proses pembentukan kata mulai dari yang terkecil (kata dasar) sampai ke proses pembentukannya baik berupa konfiks, maupun simulfiks.

C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah

Setelah mendapatkan materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat:

81

2. Membedakan kajian morfologi pada aspek morfonemik secara tepat.

3. Menjelaskan proses pembentukan kata, proses pemajemukan dan proses reduplikasi.

4. Menganalisis proses pembentukan kata, proses pemajemukan, dan proses reduplikasi.

D. Materi Pelajaran

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Morfologi

Morfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses pembentukan kata. Kata morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani “morphe” yang digabungkan dengan “logos”.

Morphe berarti bentuk dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk. Jadi, morfologi dalah suatu ilmu tatabahasa yang mempelajari tentang seluk beluk bentuk kata.

Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata

82

(struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.

Berikut merupakan pengertian morfologi menurut para ahli :

a. Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; bagian dari struktur bahasa yang mencangkup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem (Kridalaksana, 1993:142).

b. Ilmu morfologi menyangkut struktur internal kata. Pada umumnya urutan morfem dalam sebuah kata tidak dapat diubah-ubah menurut keinginan seseorang (E.Zaenal Arifin, 2015: 37)

c. Morfologi adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan bentuk kata (Keraf, 1994:51).

d. berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapatlah dinyatakan bahwa morfologi adalah bidang linguistik, ilmu bahasa, atau bagian dari tatabahasa yang mempelajari morfem dan kata beserta fungsi perubahan-perubahan gramatikal dan semantiknya. 2. Morfem

Morfem berasal dari kata “morphe” yang berarti bentuk kata dan “ema” yang berarti membedakan arti. Jadi secara sederhana morfem merupakan suatu bentuk terkecil yang dapat membedakan arti atau makna. Wujud morfem dapat berupa imbuhan, partikel dan kata dasar

83

(misalnya –an, -lah, -kah, bawa). Sebagai kesatuan pembeda makna, semua contoh wujud morfem tersebut merupakan bentuk terkecil dalam arti tidak dapat lagi dibagi menjadi kesatuan bentuk yang lebih kecil.

Morfem sebagai pembeda makna dapat dibuktikan dengan menghubungkan morfem itu dengan kata mempunyai makna atau arti leksikal. Jika penghubungan itu menghasilkan makna baru, berarti unsur yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah morfem.

Misalnya morfem di-, me-, ter-,an-, -lah jika digabungkan dengan kata makan, dapat membentuk kata-kata baru; dimakan, memakan, termakan, makanan, makanlah. Kata-kata itu mempunyai makna baru yang berbeda dengan kata makan. Jika ditinjau dari segi bentuknya, kata dasar tergolong sebagai morfem karena wujudnya hanya sebagai satu morfem. Kata dasar bawa, makan, tidak dapat diuraikan lagi menjadi bentuk yang lebih kecil. Sebaliknya, kata termakan, dirpermainkan, dilemparkan adalah kata-kata kompleks yang dapat diuraikan lagi karena morfemnya lebih dari satu.

Istilah morfem muncul dalam linguitik modern, karena tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis dan tidak semua morfem mempunyai makna filosofis. Berikut pengertian morfem menurut para ahli:

84

a. Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna (Chaer, 2008 :146).

b. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatifstabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil; misalnya (ter), (di-), (pensil), dan sebagainya adalah morfrm (Kridalaksana, 1993:141).

c. Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya (Keraf, 1994:52).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa morfem tidak lain adalah satuan bahasa atau satuan gramatikal terkecil yang bermakna, yang bentuknya dapat berupa kata atau imbuhan.

Morfem sebagai pembeda makna dapat kita lakukan dengan menggabungkan morfem itu dengan kata yang mempunyai arti leksikal. Jika penggabungan itu menghasilkan makna baru, berarti unsur yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah morfem. Contoh : ditendang, diambil, dipukul adalah contoh morfem (tendang, ambil, pukul sebagai morfem bebas) dan (di- sebagai morfem terikat).

Kata makan sebagai morfem bebas (memasukkan sesuatu ke dalam mulut), bila digabungkan dengan morfem terikat (di-, me-, ter-, an-, -lah) bila digabungkan akan menjadi kata berimbuhan makanan, dimakan,

85

termakan,, makanan, makanlah. Setiap kata-kata itu mempunyai makna yang berbeda-beda.

Penentu bahwa sebuah satuan bentuk merupakan morfem atau bukan dapat diketahui dengan membandingkan bentuk tersebut di dalam bentuk lain. Bila satuan bentuk tersebut dapat hadir secara berulang dan punya makna sama, maka bentuk tersebut merupakan morfem. Dalam studi morfologi, satuan bentuk yang merupakan morfem diapit dengan kurung kurawal ({ }) kata kedua menjadi {ke{ = {dua}.

3. Morf dan Alomorf

Dalam kajian morfologi, sudah dipahami bahwa bentuk yang mirip dengan makna yang sama adalah morfem yang sejenis. Perhatikan bentuk berikut:

melarang merajuk membawa membantu mendesak menduga menyapa menyanyi menggantung, mengebom mengebor, mengukur,

86

Bentuk-bentuk deretan di atas terlihat bentuknyasamadengan makna yang memiliki kesamaan. Bentuk sepertime- pada kata merajuk, melarang, mem- pada membantu, membawa, men- pada mendesak dan menduga, meny- pada kata menyapa dan menyanyi,

meng- pada menggantung, mengebom, mengukur.

Permasalahannya adalah apakah bentuk me-, mem-,

men-,meny-, menye-, meng-, menge- termasuk kategori

morfem atau bukan.

Secara fonologis dapat dijelaskan bahwa bentuk me- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /l dan r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk yang diawali fonem / b dan p/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk yang berawal fonem /s/, bentuk meng- berdistribusi pada bentuk yang diawali fonem / g dan k/, sedangkan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang tidak dapat dibagi lagi menjadi suku kata baru atau yang hanya memiliki ekasuku kata.

Alomorf adalah bentuk perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai beberapa alomorf. Contohnya, morfem: me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- (kadang disebut dengan me+N. Awalan me- yang mengalami proses nasalisasi). Sehingga dapat dikatakan bahwa morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama semua

87

bentuk yang belum diketahui statusnya. Sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya.

4. Jenis Morfem

3.4.1 Morfem Bebas dan Morfem Terikat

Secara umum kita dapat membedakan morfem menjadi morfem bebas dan morfem terikat. .Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, sudah memiliki makna tanpa perlu bentuk lainnya untuk digunakan dalam ujaran. Bentuk marah, pulang, pukul, tinju adalah morfem bebas yang telah memiliki makna leksikal, yang tidak perlu diberi morfem lainnya untuk dipakai dalam ujaran.

Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat mempunyai arti. Makna morfem terikat baru jelas setelah morfem itu dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta kombinasi awalan dan akhiran) tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu, unsur-unsur kecil seperti partikel –ku, -lah, -kah, dan bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.

Morfem terikat apabila ditinjau dari segi tempat melekatnya dapat dibedakan menjadi :

88 Infiks (sisipan : -em, -el, er-

Sufiks (akhiran) : -an, -i, -kan, -nya, -man, -wati, -wan, Konfiks (gabungan) : ke+an, pe+an, pe+an, me+kan,

di+kan, per+kan, di+per+kan+, me+per+i, di+per+i, ber+kan, ber+an.

Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa hal yang perlu dipahami tentang morfem terikat yaitu:

1) Semua afiks atau imbuhan termasuk ke dalam morfem terikat karena tidak memiliki makna, kecuali akan bermakna jika digabung dengan morfem bebas.

2) Bentuk seperti juang, gaul, henti, baur termasuk morfem terikat. Bentuk itu, walau bukan termasuk afiks tetapi tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan. Bentuk juang, gaul, henti, baur, renta, kerontang dan bugar, akan bermakna jika mengalami proses morfologis dengan menggunakan afiksasi, reduplikasi atau komposisi barulah menjadi bermakna. Misalnya menjadi (bergaul, berjuang, berhenti, berbaur, tua renta, kering kerontang maupun segar bugar). Verhaar (1978) menyebutnya dengan istilah prakategorial. 3) Bentuk seperti preposisi dan konjungsi seperti (ke,

89

disebut dengan morfem bebas tetapi secara sintaksis termasuk bentuk terikat.

4) Bentuk klitika merupakan bentuk yang sulit ditentukan statusnya, apakah termasuk morfem terikat atau bebas. Bentuk klitika (ku-) disebut dengan proklitik karena posisinya di depan. Misalnya pada kata kupukul, kubawa, Sedangkan klitik (-lah, -nya,ku-) disebut enklitik yaitu klitik yng posisinya di belakang. Misalnya pada kata dialah, rumahnya serta kubawa.

3.4.2 Morfem Utuh dan Morfem Terbagi

Morfem utuh dan morfem terbelah dilihat berdasarkan bentuknya, apakah kedua morfem itu merupakan satu kesatuan utuh atau merupakan dua bagian yang terbagi atau terpisah. Sehingga dapat dikatakan bahwa morfem utuh adalah morfem dasar, merupakan kesatuan utuh. Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua bagian terpisah. Semua morfem dasar bebas {marah, pukul, pulang, meja, kursi}. Begitu pula dengan morfem terikat seperti {ter-, ber-}, {henti, juang} . Sedangkan morfem terbagi adalah morfem yang terdiri dari dua bagian yang terpisah (satu di awal dan di akhir). Misalnya pada kata {kesatuan}terdiri dari morfem utuh {satu} dan {ke-/-an},adalah morfem terbagi.

Beberapa catatan tentang morfem terbelah sebagai berikut: 1) Semua afiks yang merupakan konfiks

90

(gabungan prefiks dan sufiks) seperti bentuk { ke-/-an}, {ber-/-an}, {per-/-an}, {pe-/-an} termasuk morfem terbagi. Namun bentuk {ber-/-an} juga merupakan konfiks yaitu pada bentuk bermunculanartinya ‘banyak yang tiba-tiba muncul’, bentuk bersalaman artinya ‘ saling menyalami’. 2) Infiks atau sisipan {-el-, -em-, -er-} dalam bentuk {patuk} diberi infiks –el- akan menjadi {pelatuk}. Gigi akan menjadi geligi, getar akan menjadi gemetar. Pada {gigi} menjadi {geligi} artinya infiks tersebut telah mengubah morfem utuh {gigi} menjadi morfem terbagi {g-/-gi}. Morfem utuh {getar} menjadi morfem terbagi {g-/-etar}.

3.4.3 Morfem Segmental dan Suprasegmental

Istilah morfem segmental dan suprasegmental muncul karena perbedaan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem segmental, seperti morfem { ber-, ter-, -lahter-, -kahter-,simpanter-, lari ataupun makan}.

Morfem suprasegmental dibentuk oleh unsur suprasegmental yaitu tekanan, nada, durasi dll. Dalam bahasa Indonesia tidak terdapat morfem suprasegmental. Unsur suprasegmenatl terdapat dalam bahasa Thailand. Misalnya pada kata [mung] yang dilafalkan dengan nada netral atau datar (-) akan bermakna mengerumuni , sedangkan kalau nadanya naik-turun [mung] akan bermakna mengarah kepada; jika[mung]dibaca dengan nada naik, maka artinya menjadi kelambu.

91 3.4.4 Morfem Beralomorf Zero

Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (bunyi suprasegmental) melainkan kekosongan(0).Misalnya dalam bahasa Inggris terdapat alomorf zero untuk penanda kala lampau :

Kala kini kala lampau

They hit me They hit me

3.4.5 Morfem bermakna Leksikal dan Morfem tidak bermakna Leksikal

Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang secara inheren memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Misalnya pada morfem {makan},{ ayam}, {kuda}, {hujan} adalah morfem yang sudah dapat berdiri sendiri dan memiliki makna secara leksikal. Makna makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut; makna kuda adalah binatang menyusui, biasa dipelihar orang dan untuk tunggangan/angkutan, .Sedangkan morfem yang tidak bermakna leksikal adalah morfem yang tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Misalnya bentuk afiks { me-},{ ber-},{ ter-}, {jika}, {tetapi}.

92

3.4.6 Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem) dan Akar (Root)

Morfem dasar, bentuk dasar (based), pangkal (stem) dan akar (root) adalah beberapa nama dalam kajian morfologi. Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai bandingan dengan morfem yang terlihat seperti afiks. Morfem {tikus}, {pulang}, { juang}, {henti}, {abai} termasuk morfem dasar. Morfem dasar ini ada yang termasuk morfem bebas { tikus}, {pulang}, da nada yang termasuk morfem terikat {juang}, {henti}, {abai}. Sedangkan semua afiks (imbuhan) termasuk morfem terikat seperti {me-N}, {ter-}, {ber} dan lain sebagainya.

Istilah bentuk dasar (based) digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam proses morfologis. Bentuk dasar dapat berupa morfem tunggal atau dapat pula sebagai gabungan morfem. Misalnya pada kata bermain yang terdiri dari morfem {ber-} dan main, maka mainakan menjadi bentuk dasar dari kata bermain yang kebetulan juga sebagai morfem dasar. Pada kata keanekaragaman bentuk dasarnya adalah aneka ragam. Sedangkan kata dimengerti bentuk dasarnya adalah ngerti.

Pengertian pangkal atau stem digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi atau proses pembubuhan afiks inflektif. Dalam bahasa Indonesia kata menangisi bentuk pangkal atau stemnya adalah tangisi dan morfem me- adalah sebuah morfem inflektif.

93

Pengertian akar (root) digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih dalam lagi. Artinya akar (root) adalah bentuk akhir yang tersisa setelah semua afiks ditanggalkan/dihilangkan dari bentuk itu.

Dalam bahasa Indonesia perlu diketahui tiga macam morfem dasar yaitu : 1) morfem dasar bebas yaitu morfem dasar yang secara potensial dapat langsung menjadi kata yang langsung digunakan dalam ujaran. Misalnya morfem { makan}, {minum},{pergi}. Namun terdapat pula morfem bebas yang memiliki derajat kebebasan yang lebih rendah dibandingkan morfem bebas di atas ( makan, minum, pergi) yaitu pada morfem {dari}, {pada}, {jika}. 2) Morfem dasar yang kebebasannya dipersoalan adalah sejumlah morfem yang berakar verba dalam kalimat imperative dan deklaratif tidak perlu diberi imbuhan. Bentuk itu sering disebut dengan istilah prakategorial. Misalnya morfem {-ajar}, {-tulis}, {-beli}. 3) Morfem dasar terikat yaitu morfem dasar yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu mendapat proses morfologis. Misalnya morfem {juang}, {abai}, {gaul}, {kerontang}, {renta}.

5. Kata

Istilah kata sering digunakan dalam kajian bahasa. Para ahli bahasa tradisional menyatakan bahwa pengertian kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan memiliki satu arti (secara ortografis).

94

Para ahli bahasa structural seperti Bloomfield menyatakan bahwa kata adalah satuan terkecil yang sudah memiliki makna. Aliran generatif menyatakan bahwa kata adalah dasar analisis kalimat yang memuat simbol Nomina (N), Verba (V), Adjektiva (Adj), Pronomina (Pron) dan sebagainya.

Kata juga dimaknai sebagai bentuk fonologis yang sudah stabil atau tetap. Hal itu dapat dimaknai bahwa sebuah kata memiliki susunan fonem yang tidak dapat diubah susunannya. Misalnya kata marah terdiri dari fonem /m/,/a/,/r/,/a/, /h/, yang tidak dapat diubah menjadi /h/,/a/,/r/,/a/, /m/ atau diselipkan fonem lainnya. Tetapi sebuah kata dapat berpindah tempatnya dalam sebuah kalimat. Verhaar (1978) menyatakan bahwa bentuk kata bahasa Indonesia seperti mengajar, diajar, kuajar, terajar dan ajarlah merupakan kata yang sama, sedangkan bentuk mengajar, pengajar, pengajaran, pelajaran, ajaran adalah bentuk kata yang berlainan.

6. Proses Morfofonemis

Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi dan juga sedikit tentang konversi dan modifikasi intern, juga produktivitas proses-proses morfemis itu.

95

Afikasasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar atau disebut juga proses pengimbuhan. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur dasar atau bentuk dasar, afiks dan makna gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah morfem terikat yang apabila ditambahkan atau dilekatkan pada morfem dasar akan mengubah makna gramatikal morfem dasar.

Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmenkan lagi, misalnya meja,

makan, pulang, dan sikat dalam bahasa Indonesia. Dapat

juga dalam bentuk kompleks, seperti terbelakang pada kata ‘keterbelakangan’. Dapat juga berupa frase, seperti istri simpanan dalam ‘istri simpanannya’.

Dilihat dari posisi meletakannya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.

1. Prefiks (prefix) adalah afiks yang diletakkan di awal morfem dasar, misalnya me- N (me-, mem-, meng-, menge-, meny-, menye) be- (be-, ber-, bel-).

2. Infiks (infix) adalah afiks yang ditempatkan di tengah morfem dasar, misalnya –in-, -em-, -er- (gerigi dari kata gigi).

3. Interfiks (interfix) adalah afiks yang muncul di antara dua morfem dasar, misalnya –o- dalam jawanologi, galvologi, dan tipologi.

96

4. Sufiks (suffix) adalah afiks yang diletakkan di akhir morfem dasar, misalnya kan-, al, -an.

5. Konfiks atau sirkumfiks adalah gabungan dua afiks yang sebagian di letakkan di awal dan sebagian yang lain di akhir morfem dasar, misalnya ke-an, ber-kan, per-an, misalnya pertanggungjawaban.

Inflektif Kata-kata dalam bahasa berefleksi, seperti bahasa Arab, dan bahasa Latin, bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.

Derivatif pembentukan kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing “menyanyi” terbentuk kata

singer “penyanyi”. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba sedangkan

singer berkelas nomina.

3.6.2 Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.

97

Reduplikasi dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu:

a. Reduplikasi seluruh, ialah reduplikasi seluruh morfem dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks,

Dokumen terkait